BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Buku KIA
2.1.1 Definisi Buku KIA Buku KIA merupakan alat untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau masalah kesehatan ibu dan anak, alat komunikasi dan penyuluhan dengan informasi yang penting bagi ibu, kleuarga dan masyarakat mengenai pelayanan, kesehatan ibu dan anak termasuk rujukannya dan paket (standar) pelayanan KIA, gizi, imunisasi dan tumbuh kembang balita. Salah satu tujuan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah meningkatkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak. Dalam keluarga, ibu dan anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap berbagai masalah kesehatan seperti kesakitan dan gangguan gizi yang sering kali berakhir dengan kecacatan atau kematian. Depkes RI dan JICA, (2003) Untuk mewujudkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak maka salah satu upaya program adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga melalui penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA). Manfaat Buku KIA secara umum adalah ibu dan anak mempunyai catatan kesehatan yang lengkap, sejak ibu hamil sampai anaknya berumur lima tahun sedangkan manfaat buku KIA khususnya ialah (1) Untuk mencatat dan memantau kesehatan ibu dan anak. (2) Alat komunikasi dan penyuluhan yang dilengkapi denganinformasi penting bagi ibu, keluarga dan masyarakat tentang kesehatan, gizi dan palet (standar) KIA. (3) 8
9
Alat untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau masalah kesehatan ibu dan anak. (4) Catatan pelayanan gizi dan kesehatan ibu dan anak termasuk rujukannya (Depkes RI dan JCA, 2003).
2.2
Sasaran dan Pemanfaatan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2.2.1 Sasaran Buku KIA Semua ibu hamil perlu memakai buku KIA dan selanjutnya buku ini akan digunakan oleh anak sejak anak lahir hingga berusia 5 tahun. Setiap kali anak datang ke fasilitas kesehatan, baik itu bidan, puskesmas, dokter praktek, klinik atau rumah sakit, untuk penimbangan, berobat, control atau imunisasi. Buku KIA harus dibawa agar semua keterangan tentang kesehatan ibu atau anak yang tercatat pada buku KIA diketahui tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan dapat memberikan catatan tambahan penting lainnya pada buku KIA, mengisi KMS, dan lain sebagainya. Jumlah kebutuhan buku KIA harus disesuaikan dengan jumlah sasaran ibu hamil. Pengadaan buku KIA oleh provinsi hanya mendukung kabupaten atau kota yang belum mampu secara mandiri mengadakan buku KIA. Artinya buku KIA boleh diadakan oleh pihak manapun termasuk organisasi swasta pemerhati kesehatan ibu dan anak (Rismayanti, 2014). 2.2.2 Pemanfaatan Buku KIA Kebijakan dan berbagai upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, antara lain dengan Gerakan Sayang Ibu (GSI), strategi making pregnancy
10
safer dan pengadaan buku KIA. buku KIA telah diperkenalkan sejak 1994 dengan bantuan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA). Buku KIA diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kesehatan ibu dan anak. Buku KIA selain sebagai catatan kesehatan ibu dan anak, alat monitor kesehatan dan alat komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien (Hasanbasri, 2006) Buku KIA dapat diperoleh secara gratis melalui puskesmas, rumah sakit umum, puskesmas pembantu, polindes, dokter dan bidan praktek swasta. Buku KIA berisi informasi dan materi penyuluhan tantang gizi dan kesehatan ibu dan anak, kartu ibu hamil, KMS bayi dan balita dan catatan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Buku KIA disimpan dirumah dan dibawa selama pemeriksaan antenatal di pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan akan mencatatkan hasil pemeriksaan ibu dengan lengkap di buku KIA, agar ibu dan keluarga lainnya mengetahui dengan pasti kesehatan ibu dan anak (Hasanbasri, 2006) Buku KIA sebagai sarana informasi pelayanan KIA. Bagi kader sebagai alat penyuluhan kesehatan serta untuk menggerakkan masyarakat agar datang dan mengguankan fasilitas kesehatan. Bagi petugas kesehatan, buku KIA dapat dipakai sebagai standar pelayanan, penyuluhan dan konseling kesehatan, sehingga pelayanan kepada ibu dan anak dapat diberikan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pemanfaatan buku KIA oleh petugas dalam melaksanakan pemeriksaan ibu dan anak dapat mencegah ibu hamil anemia, BBLR, angka kematian ibu dan bayi serta mencegah terjadinya balita kurang gizi (Hasanbasri, 2006).
11
2.3
Isi Buku KIA Buku KIA sebagai materi penyuluhan dalam pelayanan antenatal berisikan materi
yaitu (1) Apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil (2) Bagaimana menjaga kesehatan ibu hamil (3) Bagaimana makan yang baik selama hamil (4) apa saja tanda –tanda bahaya pada ibu hamil (5) Apa saja persiapan keluarga menghadapi persalinan (6) Apa saja tanda – tanda persalinan (7) Apa saja yang dilakukan ibu bersalin (8) Apa saja yang dilakukan ibu nifas (9) Bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas (10) Apa saja tanda – tanda bahaya pada ibu nifas (11) Apa saja alat kontrasepsi (KB) (Depkes, 2005). 2.4
Tujuan buku KIA Salah satu tujuan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah meningkatkan
kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak. Dalam keluarga, ibu dan anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap berbagai masalah kesehatan seperti kesakitan dan gangguan gizi yang sering kali berakhir dengan kecacatan atau kematian. Untuk mewujudkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak maka salah satu upaya program adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga melalui penggunaan buku Kesehatan Ibu dan Anak (Kemenkes RI, 1997). 2.5
Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Buku KIA Analisis prilaku manusia dari tingkat kesehatan manusia pernah dianalis oleh
Lawrence Green (1980). L Green menganalisa tingkat prilaku manusia baik dari sisi individu maupun masyarakat sangat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor
12
prilaku (behavior cause) dan faktor di luar prilaku (non behavior cause). Selanjutnya prilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor yaitu (Notoadmodjo, 2012b) : 3.1. Faktor Predisposing ( Predisposing Factor ) Faktor predisposing atau faktor pendorong ini mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai – nilai dan sebagainya oleh individu maupun masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan dan sebagainya sangat besar pengaruhnya. a.
Pengetahuan Merupakan pembentukan pemikiran asossiatif menghubungkan atau menjalin
sebuah pikiran dengan kenyataan atau pikiran orang lain, berdasarkan pengalaman yang berulang – ulang tanpa pemahaman mengenai kualitas ( sebab – akibat ) yang universal. Dari penelitian sebelumnya mengenai kesehatan ibu dan anak sangat besar pengaruh pengetahuan ini. Terbukti bahwa sebagian besar masyarakat yang memiliki pengetahuan baik akan menerapkan pola hidup sehat yang lebih baik dan sangat mudah untuk menerima informasi yang diberikan (Wawan & M, 2010). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasi dalam perilaku dan gaya hidup sehari – hari, khusunya dalam hal kesehatan. Dari salah satu artikel jurnal kesehatan yang dikemukakan oleh Wilson, dinyatakan bahwa tingkat pendidikan,
13
khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruh derajat kesehatan. Sehingga kwalitas hidup keluarga sangat ditentukan oleh factor pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula pola pemikiran yang dapat dia kembangkan dalam meneriama penyuluhan atau informasi baru yang mereka rasa lbih baik dan bermanfaat. Semakin tua umur seseorang maka proses – proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahlah proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berumur belasan tahun. Daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dapat disimpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpangaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan mengingat yang diperolehnya, akan tetapi umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Rismayanti, 2014). Penegetahuan seseorang juga berkaitan erat dengan lingkungan Lingkungan memberikan pengaruh bagi seseorang, diamana seseorang dapat mempelajari hal – hal yang baik dan juga hal – hal yang buruk tergantung sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seesorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada berpikir seseorang (Rismayanti, 2014). Selain itu informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seesorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya Televisi, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatakan pengetahuan seseorang (Rismayanti, 2014).
14
b.
Sikap Sikap individu sangat berpengaruh terhadap prilaku, sebab proses terjadinya
perilaku seseorang berlangsung karena adanya sikap orang terhadap objek tertentu. Sikap favourabel adalah sikap yang berisi hal-hal positif mengenai objek sikap yang bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan unfavourabel adalah pernyataan sikap yang berisi hal-hal yang negatif mengenai objek, sikap yang bersifat tidak mendukung, maupun kontra terhadap objek sikap. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu (Yunita, 2012). Berikut ini merupakan proses terjadinya sikap dan reaksi tingkah laku manusia melalui suatu rangkaian proses tertentu, seperti terlihat pada skema berikut (Notoadmodjo, 2011) : Rangsang stimulus
Proses stimulasi
Reaksi tingkah laku (terbuka)
Sikap (tertutup) Gambar 2.1 Gambaran Terjadinya Sikap dan Reaksi Tingkah Laku Manusia Melaui Rangkaian Proses Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa dalam diri individu sebenarnya terdapat suatu dorongan yang didasarkan pada kebutuhan, perhatian dan kemampuan untuk mengambil suatu keputusan pada suatu perubahan atau stimulus. Proses dalam tahapan ini sesungguhnya masih bersifat tertutup, tetapi sudah merupakan yang disebut sikap. Bila terus menerus diarahkan, maka pada suatu saat akan meningkatkan menjadi lebih terbuka dan terwujud pada suatu reaksi yang berupa perilaku.
15
Health Belief Model adalah model perubahan prilaku kesehatan dan model psikologis dikembangkan oleh M. Rosenstock pada tahun 1966 untuk mempelajari dan mempromosikan peningkatan pelayanan kesehatan. Model ini ditindaklanjuti oleh Becker dan rekan pada 1970-an dan 1980-an. Teori Health Belief Model didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan mengambil tindakan yang akan berhubungan dengan kesehatan. Teori ini dituangkan dalam lima segi pemikiran dalam diri individu, yang mempengaruhi upaya yang ada dalam diri individu untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya, yaitu perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan/ diketahui), perceived severity (bahaya/ kesakitan yang dirasakan), perceived benefit of action (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang diambil), perceived barrier to action (hambatan yang dirasakan akan tindakan yang diambil), cues to action (isyarat untuk melakukan tindakan) (Glanz, Rimer, & Lewis, 2002). c.
Keyakinan dan Kepercayaan Keyakinan sangat erat sekali hubungannya dengan tradisi yang dianut dari masa
suatu kebudayaan dalam lingkungan masyarakat. Faktor keyakinan biasanya sangat berperan penting dalam menentukan sikap dan perilaku seseorang dalam menganalis suatu informasi. Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai – nilai budaya leluhur akan lebih meyakini apa yang menjadi kepercayaan mereka dari pada informasi ilmiah walaupun hal tersebut dirasa lebih masuk akal (Yunita, 2012). Salah satu jurnal kesehatan yang disusun oleh Sofian Haryanto pernah mengulas tentang penanganan persalinan para wanita suku Toraja, mereka mengasingkan si wanita karna proses persalinan merupakan peristiwa yang dianggap lotor, pada kenyataan ketika wanita
16
sedang dalam proses persalinan secara fisik maupun mental wanita tersebut sangat butuh dukungan dari keluarga maupun lingkungan terdekatnya 3.2. Faktor Pemungkin ( Enabling Faktor ) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Sarana dalam hal ini adalah ketersediaan buku KIA di puskesmas. Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan penanganannya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, azas keseraian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai. Keseraian perbandingan antar manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus guna yang diadakan sesuai dengan tingkat kebutuhan (Laurenta, 2001). Distribusi buku KIA menjadi tolak ukur tersedianya buku KIA di berbagai wilayah. Daerah dengan sarana transportasi yang baik, letak yang strategis dan keadaan wilayah yang sangat mendukung menjadi distribusi semakin mudah, sehingga buku KIA akan mudah sampai ke puskesmas. Tidak hanya itu saja, puskesmas sebagai pemegang pendistribusian selanjutnya perperan sangat penting. Sampai atau tidaknya buku di tangan masyarakat menjadi tanggung jawab pihak puskesmas. Secara garis besar distribusi buku KIA dari pemerintahan adalah sebagai berikut:
17
Pemerintah Pusat (Kementrian Kesehatan )
Dinkes Propinsi di berbagai wilayah
Dinkes Kota / Kabupaten
Puskesmas Rumah sakit Kinik bersalin Dokter umum
Masyarakat khususnya ibu hamil
Gambar 2.2 Alur distribusi buku KIA ( modifikasi dari distribusi Buku KIA )
Pengadaan buku KIA dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan kota/kabupaten, maka penanggung jawab buku KIA dinas kabupaten/kota mendistribusikannya ke puskesmas. Puskesmas mendistribusikannya ke jaringannya yaitu pustu, posyandu, dan bidan desa. Bilamana jumlah buku KIA melebihi jumlah kebutuhan di puskesmas dan jaringannya maka puskesmas mendistribusikan ke fasilitas kesehatan lainnya yang belum mempunyai persediaan buku KIA. Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ini mencakup pula pengadaan dan distribusi yang dilaksanakan oleh lembaga swadaya masyarakat, rumah sakit, swasta dan stakeholder terkait lainnya. 3.3. Faktor – faktor pendorong ( Reinforcing Factors ) Faktor ini meliputi factor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku petugas kesehatan. Termasuk juga undang - undang, peraturan – peraturan, baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan kesehatan. Salah satu tugas pimpinan adalah melakukan supervise/penilaiaan terhadap evaluasi, pelaksanaan kegiatan dalam upaya mencapai tujuan. Evaluasi yang digunakan berdasarkan pada efektifitas dan efisiensi. Adanya dua kategori evaluasi yaitu
18
kesesuaiaan yang dihubungkan dengan kebutuhan memenuhi tujuan program dan prioritas pilihan serta nilai yang tersedia, dan kecukupan yang telah diprogramkam. Dari pemanfaatan Buku KIA oleh masyarakat khususnya para ibu hamil factor penguat yang paling menonjol adalah factor kader dan petugas kesehatan sebagai ujung tombak pemanfaatan tersebut. Dimana buku KIA dapat dijadikan sebagai alat atau media untuk memberikan penyuluhan pada ibu hamil. Kader memiliki peranan yang sangat penting (Wahyu,2010).