BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Bank Syariah
2.1.1
Pengertian Bank Syariah Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat beroperasi secara
konvensional dan / atau berdasarkan prinsip syariah sebagaimana yang terdapat pada ketentuan tentang bank umum dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 1 poin 3: “Bank umum adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional dan / atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Sehingga bank syariah dapat didefinisikan sebagai bank yang kegiatan usahanya didasari oleh Prinsip Syariah. Dan definisi dari prinsip syariah itu sendiri telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 tahun1992 tentang perbankan pasal 1 poin 13, yaitu: “Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa itiqna).” Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik, antara lain sebagai berikut: a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya b. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time-value of money) c. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
d. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang spekulatif e. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang, dan f. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad Karena bank syariah mengacu pada ajaran Islam, maka bank syariah dikenal juga dengan nama bank Islam. Dalam bukunya Apa dan Bagaimana Bank Islam (1992:1), Perwataatmadja dan Antonio menyebutkan bahwa Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam dan tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan Al Qur‟an dan Hadist. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bank syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan syariat Islam, beroperasi dengan prinsip bagi hasil, bukan prinsip pranata bunga, bank syariah merupakan profit oriented business dan tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam tetapi untuk selutuh masyarakat. Dan juga dapat diambil dua poin penting mengenai bank syariah, yaitu operasional bank syariah harus didasari oleh prinsip syariah dan tata cara operasinya harus mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al Qur‟an dan Hadist.
2.1.2
Prinsip Utama Bank Syariah
2.1.2.1 Larangan Riba (Bunga) Riba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat muslim, tetapi berbagai kalangan dari di luar Islam pun memandang serius persoalan ini. Apapun jenisnya, riba adalah sesuatu hal yang diharamkan dalam ajaran Islam. Terdapat beberapa pengertian riba, diantaranya adalah: Menurut Antonio (2001:37): “Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.” Menurut Perwaatmadja dan Antonio (2002:10): “Riba dari segi istilah bahasa sama dengan Zidayah artinya tambahan.
Sedangkan
menurut
istilah
teknis,
riba
berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok (modal) secara bathil.”
Menurut Ibnu Al-„Arabi Al-Maliki dalam kitabnya Ahkam Alqur‟an sebagaimana dikutip Utomo (2000:9) menjelaskan bahwa riba dalam Qur‟ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah. Dengan demikian, riba dapat dikriteriakan sebagai pengambilan tambahan dalam transaksi secara bathil atau pengambilan tambahan tanpa disertai adanya transaksi pengganti atau penyeimbang. Larangan berbuat riba telah dinyatakan dalam Al Qur‟an dan Al Hadist, diantaranya adalah: a. “… dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya…” (An-Nisaa‟:161) b. “… janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda…” (Ali Imran:130) c. “…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al Baqarah:275) d. Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian Beliau bersabda , “Mereka itu semuanya sama.” (HR. Muslim no. 2995, kitab Al Masaqqat) Larangan riba ternyata juga ada dlam kitab suci agama lainnya, diantaranya adalah: a. Yahudi 1. “… janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.” (Kitab Exodus pasal 22 ayat 25) 2. “Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu…” (Kitab Deuteronomy pasal 23 ayat 19) 3. “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya…” (Kitab Levicitus pasal 25 ayat 36-37)
b. Kristen 1. “…dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan…” (Lukas 6:24-25)
2.1.2.2 Menjalankan Bisnis yang Sah Menurut Syariah Dalam Islam, mencari keuntungan tidaklah dilarang. Namun, untuk memperolehnya harus dengan cara yang benar sebagaimana telah ditetapkan oleh syariah. Dalam syariah Islam, transaksi niaga haruslah berazazkan manfaat (faedah), uang diperlukan sebagai sarana pertukaran, dalam transaksi tidak boleh ada gharar (ketidakjelasan dan manipulatif), dalam transaksi tidak boleh ada maysir (perjudian), dan tidak boleh diperoleh hasil tanpa menanggung risiko. (Pontjowinoto, 2000:2)
2.1.2.3 Memberikan Zakat Zakat berasal dari kata zaka sebagaimana digunakan dalam Al Qur‟an adalah suci dari dosa (Utomo, 2000:1). Secara terminologis zakat dapat diartikan sebagai bagian harta yang wajib dikeluarkan oleh oleh setiap muslim (wajib zakat) kepada mereka yang berhak menerimanya. Pengeluaran zakat bukan karena berbaik hati memberikan donasi, tapi semata-mata untuk kepentingan wajib zakat itu sendiri. Sebagaimana fungsi dari zakat yaitu untuk membersihkan harta benda dan jiwa wajib zakat serta sebagai dana sosial yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna mengurangi kemiskinan. Dilihat dari sudut ekonomi, zakat akan mempercepat perputaran uang yang beredar.
2.1.3
Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional Antonio (2001:34) menyebutkan ada beberapa perbedaan mendasar antara
bank syariah dan bank konvensional. Perbedaan ini dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Syariah
Bank Konvensional
Melakukan investasi-investasi yang Investasi yang halal dan haram. halal saja. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual Memakai perangkat bunga. beli, atau sewa. Profit dan falah (mencari kemakmuran Profit oriented. di dunia dan kebahagiaan di akhirat) oriented. Hubungan dengan nasabah dalam Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
bentuk hubungan debitur-kreditur.
Penghimpunan dan penyaluran dana Tidak terdapat dewan sejenis. harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
Perbedaan utama yang paling mencolok antara bank syariah dan bank konvensional adalah pada pembagian keuntungan. Bank konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tidak merasakan untung rugi perusahaan tersebut. Sedangkan pada bank syariah, dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan. Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan
tanggungjawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tidak bertanggungjawab jika terjadi kerugian tetapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan. Dari perbandingan tersebut terlihat bahwa dengan sistem bunga pada bank konvensional penabung akan menerima bunga sebesar ketentuan bank. Namun pembagian bunga tidak terkait dengan pendapatan bank itu sendiri. Sehingga berapa pun pendapatan bank, nasabah hanya mendapatkan keuntungan sebesar bunga yang dijanjikan saja. Pada bank syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi hasil yang jumlahnya tergantung pada pendapatan bank. Jika pendapatan bank syariah naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit. Dalam hal meminjam pada bank syariah perhitungan juga tidak memakai sistem bunga. Perhitungan berdasarkan jenis pemakaian pinjamannya. Misalnya jika pinjaman akan digunakan untuk investasi dalam bentuk mesin produksi maka bank mendapat keuntungan atas selisih jual beli mesin.
2.1.4
Perbandingan Bagi Hasil dan Bunga Antonio (2001:61) menyebutkan ada perbedaan mendasar antara bunga
dan bagi hasil. Perbedaan ini dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Perbandingan Bagi Hasil dan Bunga Bagi Hasil
Bunga
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi Penentuan bunga dibuat pada waktu hasil dibuat pada waktu akad dengan akad dengan asumsi harus selalu berpedoman
pada
kemungkinan untung.
untung rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan Besarnya persentase berdasarkan pada pada
jumlah
keuntungan
diperoleh. Bagi
hasil
yang jumlah
uang
(modal)
yang
dipinjamkan. bergantung
pada Pembayaran bunga tetap seperti yang
keuntungan proyek yang dijalankan. dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
Bila usaha merugi, kerugian akan proyek yang dijalankan oleh pihak ditanggung bersama oleh kedua belah nasabah untung atau rugi. pihak. Jumlah pembagian laba meningkat Jumlah
pembayaran
sesuai dengan peningkatan jumlah meningkat pendapatan.
bunga
sekalipun
tidak jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
Tidak ada yang meragukan keabsahan Eksistensi bunga diragukan (kalau bagi hasil.
tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam.
2.1.5
Prinsip Operasi Bank Syariah Walaupun bunga syariah identik dengan bagi hasil, sebenarnya bagi hasil
hanya salah satu prinsip dasar operasi bank syariah. Prinsip-prinsip dasar operasi lainnya akan dibahas di bawah ini berdasarkan pendapat Antonio (2001).
2.1.5.1 Prinsip Titipan atau Simpanan Prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al wadi’ah, yaitu titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Antonio, 2001:85). Al wadi’ah terbagi dua, yaitu yad al amanah (tangan amanah) dan yad adh dhamanah (tangan penanggung). Dalam yad al amanah, pihak penerima titipan tidak bertanggung jawab terhadap segala kerusakan selama hal itu terjadi bukan karena kelalaian atau ketidaksengajaan dan tidak boleh memanfaatkan atau menggunakan barang titipan tersebut, namun dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan. Dalam yad adh dhamanah, pihak penerima titipan dapat mempergunakan barang titipan setelah meminta izin kepada pihak penitip dan bertanggung jawab atas segala kerusakan, kehilangan, maupun kerugian yang terjadi pada barang tersebut serta mengembalikannya secara utuh dengan atau tanpa disertai insentif/bonus.
2.1.5.2 Prinsip Bagi Hasil Prinsip bagi hasil secara umum dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al musyarakah, al mudharabah, al muzara’ah, dan al musaqah. a) Al Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Antonio, 2001:90). b) Al Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (penyedia dana/shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya sebagi pengelola (Antonio, 2001:95). Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan perjanjian, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pihak pengelola. Seandainya kerugian diakibatkan oleh kecurangan atau kelalaian, maka pengelola wajib bertanggung jawab atas kerugian itu. c) Al Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap sebagai penanam dan pemelihara lahan dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen. Bila benih berasal dari penggarap disebut mukhabarah. d) Al Musaqah adalah bentuk sederhana dari al muzara’ah dimana penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan imbalan berupa nisbah tertentu dari hasil panen.
2.1.5.3 Prinsip Jual Beli Prinsip jual beli sebagai sandaran pokok pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu bai’ al murabahah, bai’ bitsaman ajil, bai’ as salam, dan bai’ al istishna. a) Bai’ al murabahah, yaitu kontrak jual beli barang pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati dimana barang yang
diperjualbelikan tersebut diserahkan segera tetapi pembayaran dilakukan dikemudian hari secara sekaligus. b) Bai’ bitsaman ajil adalah kontrak jual beli seperti bai’ al murabahah, tetapi pembayaran dilakukan dikemudian hari secara angsuran. c) Bai’ as salam adalah
kontrak jual beli barang dimana pembayaran
dilakukan dimuka secara sekaligus, sedangkan penyerahan atas barang tersebut dilakukan dikemudian hari. d) Bai’ al istishna adalah bentuk dari bai’ as salam, dimana kontrak jual beli barang dilakukan oleh pembeli dan produsen dengan pembayaran dilakukan dimuka, secara angsur dimuka, atau dikemudian hari sekaligus. Perbedaan prinsip jual beli (murabahah) dengan konvensional dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Perbedaan Murabahah Dengan Konvensional Bank Syariah Menjual barang pada nasabah
Bank Konvensional Memberi
kredit
(uang)
kepada
nasabah Hutang nasabah sebesar harga jual Hutang nasabah sebesar kredit + (tetap)
selama
jangka
waktu bunga
Murabahah Ada analisis supplier Margin
berdasarkan
added bisnis tersebut
Tidak ada analisis supplier manfaat/value Bunga berdasarkan rate pasar yang berlaku
2.1.5.4 Prinsip Sewa Prinsip sewa yang umum digunakan terbagi dua, yaitu al ijarah dan al ijarah al muntahia bit tamlik. (Antonio, 2001:117) a) Al ijarah (operational lease) adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.
b) Al ijarah al muntahia bit tamlik (financial lease with purchase option) adalah akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa.
2.1.5.5 Prinsip Jasa Prinsip jasa yang umum digunakan terbagi lima, yaitu al wakalah, al kafalah, al hawalah, ar rahn, dan al qard. a) Al Wakalah adalah pemberian mandat atau pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan. (Antonio, 2001:120) b) Al Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang teguh pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. (Antonio, 2001:123) c) Al Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. (Antonio, 2001:126) d) Ar Rahn adalah menahan salah satu harta pihak peminjam yang memiliki nilai ekonomis sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. (Antonio, 2001:128) e) Al Qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali, dengan kata lain meninjamkan tanpa mengharapkan imbalan. (Antonio, 2001:128)
2.2 Pengetahuan 2.2.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengertian pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003: 54) adalah: “Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga” Sedangkan menurut Taufik (2007: 76) adalah: “Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya)” Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan juga merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya).
2.2.2 Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003: 77), ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.2.3 Sumber-Sumber Pengetahuan Sumber-sumber pengetahuan menurut Suhartono (2008: 62) sebagai berikut: Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan seharihari. Di dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya
boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja. Jadi, harus diikuti dengan tanpa keraguan, dengan percaya secara bulat. Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi subjektif. Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai orang-orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada sejauh mana orangorang itu bisa dipercaya. Lebih dari itu, sejauh mana kesaksian pengetahuannya itu merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang telah teruji kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri. Sumber ketiga yaitu pengalaman indriawi. Bagi manusia, pengalaman indriawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup. Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis. Kalau panca indera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis menurut sisi tertentu, yang satu persatu, dan yang berubah-ubah, maka akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap, tetapi tidak berubah-ubah. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap meragukan kebenaran pengetahuan indriawi sebagai pengetahuan semu dan menyesatkan. Singkatnya, akal pikiran cenderung
memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti, serta yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah. Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan serta-merta seseorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal belaka.
2.2.4 Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Notoatmodjo (2003: 81) mengatakan bahwa: ”Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan”.
2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain : 1. Pendidikan Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008). 2. Pengalaman Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo, 1997). 3. Usia Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun (Singgih, 1998 dalam Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam Hendra AW, 2008 juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. 4. Informasi Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008).
2.3 Pengambilan Keputusan Konsumen Dalam proses melakukan suatu tindakan, konsumen harus mengambil suatu keputusan. Keputusan yang telah dipilih oleh seorang konsumen akan dilanjutkan dengan aksi. 2.3.1 Pengertian Pengambilan Keputusan Konsumen Menurut Setiadi (2003;16) menyatakan bahwa: ”Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan
untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya” Pengertian pengambilan keputusan menurut Plunkett, Attner, dan Allen (2004;212): ”Decision making is the prosess of identifying problems and opportunities, developing alternative solutions, choosing an alternative, and implementing it” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan konsumen adalah suatu proses pemilihan salah satu dari beberapa alternatif penyelesaian masalah yang dikumpulkan oleh seorang konsumen, dan mewujudkannya dengan tindak lanjut yang nyata. Setelah proses tersebut, barulah konsumen itu dapat mengevaluasi pilihannya, dan menentukan sikap yang akan diambil selanjutnya.
2.3.2 Model Rangsangan Tanggapan Keputusan Pembelian Menurut Kanuk (2007;6), titik tolak model rangsangan tanggapan keputusan pembelian diperlihatkan dalam gambar 2.1 berikut. Rangsangan pemasaran lingkungan mulai memasuki kesadaran pembeli. Karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari adanya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian konsumen. Gambar 2.1 Model Rangsangan Tanggapan Konsumen Rangsangan Pemasaran Produk Harga Saluran Pemasaran Promosi
Rangsangan Lain Ekonomi Teknologi Politik Budaya
Sumber : Kanuk (2007;6)
Ciri-ciri Pembeli Budaya Sosial Pribadi Psikologi
Proses Keputusan Pembeli Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Pemilihan Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca Pembelian
Keputusan Pembeli Pemilihan Produk Pemilihan Merek Pemilihan Saluran Pembelian Penentuan Waktu Pembelian Jumlah Pembelian
2.3.3 Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian Gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan pembelian terdiri dari lima tahap: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Jelas bahwa proses pembelian berlangsung jauh sebelum pembelian aktual dan berlanjut jauh sesudahnya. Pemasar perlu berfokus pada seluruh proses pengambilan keputusan pembelian bukan hanya pada proses pembeliannya saja. Gambar 2.2 Proses Keputusan Pembelian Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian
Sumber : Kotler (2006;224)
Menurut Kotler (2006;224), mengemukakan ada lima tahap yang dinilai konsumen dalam proses keputusan pembelian, yaitu: 1. Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai pada saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Seorang pemasar harus dapat mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan suatu kategori produk. Pemasar kemudian dapat mengembangkan strategi pemasaran yang memicu minat konsumen. 2. Pencarian Informasi Konsumen yang tergugah kebutuhan akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak. Pencarian informasi dapat dibagi menjadi dua tingkat. Situasi pencarian yang lebih ringan dinamakan perhatian yang menguat. Pada tingkat itu seseorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk. Pada tingkat selanjutnya, orang itu memasuki pencarian aktif informasi dengan mencari bahan bacaan, menelepon teman dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk. Yang menjadi perhatian utama pemasar adalah sumbersumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif
tiap sumber terhadap keputusan pembelian selanjutnya. Sumber informasi konsumen digolongkan dalan empat kelompok yaitu: a. Sumber pribadi: Keluarga, teman, tetangga, kenalan b. Sumber komersil: Iklan, wiraniaga, penyalur, pemasar, pajangan di toko c. Sumber publik: Media massa, organisasi penentu peringkat konsumen. d. Sumber pengalaman: Penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk 3. Evaluasi Alternatif Setelah pencarian informnasi, konsumen akan menghadapi sejumlah pilihan mengenai produk yang sejenis. Pemilihan alternatif ini melalui beberapa tahap suatu proses evaluasi tertentu. Sejumlah konsep dasar akan membantu memahami proses ini. Yang pertama adalah sifat produk, bahwa setiap konsumen memandang suatu produk sebagai himpunan dari sifat atau ciri tertentu dan disesuaikan dengan kebutuhannya. Kedua adalah konsumen mencari keuntungan dari produk-produk yang ditawarkan tersebut. Dan yang ketiga adalah konsumen memandang tiap produk sebagai kumpulan atribut yang memiliki kemampuan yang berbeda dalam memberikan keuntungan yang dapat memuaskan kebutuhan . 4. Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk referensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga membentuk niat untuk membeli produk yang disukai. Ada dua faktor yang bisa mempengaruhi kecenderungan untuk melakukan keputusan pembelian. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu itensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Sedangkan faktor yang kedua adalah faktor situasi yang tidak terinspirasi yang dapat muncul dan dapat mengubah niat pembelian. 5. Perilaku Pasca Pembelian Setelah membeli produk konsumen akan mengalami level kepuasan atau level ketidakpuasan tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli
melainkan berlanjut hingga periode pasca pembelian. Selain itu pemasar harus dapat memantau tiga perilaku pasca pembelian, yaitu : a. Kepuasan pasca pembelian Yang menunjukan bagaimana pembeli sangat puas, sangat puas, puas atau tidak puas setelah melakukan pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli terhadap suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembelian atas produk tertentu. b. Tindakan Pasca Pembelian Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi tindakan selanjutnya. Jika konsumen puas maka ia akan menunjukan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Sedangkan pelanggan yang tidak puas akan melakukan sebaliknya, mereka akan membuang atau mengembalikan produk tersebut atau mereka akan mengambil tindakan produk seperti mengajukan keluhan ke perusahaan, pergi ke pengacara atau mengaju ke kelompok-kelompok lain (seperti lembaga-lembaga bisnis, swasta atau pemerintah). c. Pemakaian dan Pembuangan Pasca Pembelian Pemasar juga harus memantau bagaimana pembeli memakai dan membuang produk. Jika konsumen menyimpan barang tersebut ke dalam lemari, maka kemungkinan produk tersebut tidak begitu memuaskan. Jika mereka menjual atau memperdagangkan produk, penjualan produk baru akan menurun. Jika konsumen menemukan kegunaan baru dari produk, pemasar harus mengembangkan produk tersebut. Jika konsumen menjual produk
tersebut
pemasar
harus
mengetahui
bagaimana
mereka
menjualnya, terutama jika produk tersebut bisa merusak lingkungan. Dalam membahas proses keputusan pembelian, menurut Kotler (2003; 633) juga membahas beberapa model hierarki tanggapan yang diambil dari sumber-sumber lainnya. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.3 Model Hierarki Tanggapan Tahap
Model AIDA
Tahap Kognitif
Model Hierarki pengaruh Kesadaran
Perhatian
Model AdopsiInovasi
Model komunikasi Pemaparan
Kesadaran Pengetahuan
Penerimaan
Tanggapan kognitif Tahap afektif atau perasaan
Minat
Menyukai
Minat
Sikap
Penilaian
Kerugian
Percobaan
Perilaku
Kesukaan
Tahap Konatif atau perilaku
Keinginan
Keyakinan
Tindakan
Pembelian
Adaptasi
Sumber: Kotler (2003; 633)
Dalam prakteknya, hanya sedikit pesan yang mampu membawa konsumen melakukan semua tahap, dari tahap kesadaran sampai tahap pembelian. Tetapi kerangka AIDA tersebut mengusulkan mutu yang diharapkan dari pertama kalinya konsumen melihat sampai terjadinya pembelian. Model AIDA itu sendiri Strong (2003; 633) terdiri atas empat variabel, yaitu: 5. Mendapat perhatian (Attention) adalah bagaimana caranya produk tersebut dapat menarik perhatian calon konsumen seperti tingkat kepekaan dan pengetahuan terhadap produk. 6. Mempertahankan minat (Interest) dimana harus menyatakan manfaat produk, mutu produk, dan atribut-atribut lainnya yang ingin disampaikan oleh perusahaan, sehingga menimbulkan adanya rasa ingin tahu terhadap produk tersebut.
7. Menimbulkan keinginan (Desire) dimana dengan brand image tersebut dapat membangkitkan keinginan calon konsumen untuk mencoba dan ingin memiliki. 8. Memperoleh perlakuan (Action) yang pada akhirnya mendorong calon konsumen untuk membeli produk tersebut. 2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Dalam proses keputusan pembelian konsumen, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yang berasal dari karakteristik konsumen itu sendiri. Kotler (2006;202), menjelaskan faktor-faktor utama tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor Budaya Faktor budaya ini terdiri dari : a. Budaya Merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Seseorang menciptakan kumpulan nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarganya serta lembaga-lembaga penting lainnya. b. Sub-budaya Masing-masing budaya terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi anggotaanggotanya. Sub-budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub-budaya yang membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. c. Kelas Sosial Pada dasarnya semua masyarakat memiliki strata sosial. Stratafikasi tersebut kadang-kadang terbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang berbeda dibesarkan dalam peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta mereka. Stratafikasi lebih sering ditemukan dalam kelas sosial.
2. Faktor Sosial Merupakan pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hirarkis yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Dan faktor sosial ini kemudian diuraikan lagi menjadi: a. Kelompok Acuan Seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak lengsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang dinamakan kelompok keanggotaan seperti keluarga, teman, tetangga, rekan kerja, kelompok keagamaan, profesional, dan asosiasi perdagangan. b. Keluarga Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang sangat penting dalam masyarakat dan ia telah menjadi objek penelitian yang luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Keluarga dibedakan menjadi keluarga orientasi dan keluarga proreaksi. Kelurga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dan dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Sedangkan pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari disebut dengan keluarga proreaksi yang terdiri dari pasangan dan anak-anak seseorang. c. Peran dan Status Seseorang berpartisipasi kedalam banyak kelompok sepanjang hidup keluarga, klub, organisasi. Kedudukan orang-orang itu di masing-masing kelompok dapat dibentuk berdasarkan status dan peran. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang dan masingmasing peran menghasilkan status. 3. Faktor Pribadi Keputusan
pembelian
juga
dipengaruhi
Karakteristik tersebut terdiri dari :
oleh
karakteristik
pribadi.
a. Usia dan Tahap Siklus Hidup Setiap orang membeli barang-barang yang berbeda pada tingkat usia tertentu dan tingkat manusia terhadap pakaian, perabot, rekreasi juag berhubungan dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga, konsumsi seseorang pada saat muda dan bujangan akan berbeda dengan konsumsi seseorang yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak. b. Pekerjaan dan Lingkungan Ekonomi Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya. Seorang direktur perusahaan akan mempunyai pola konsumsi yang berbeda dengan seorang dokter dan lain sebagainya. Dan pilihan produk juga sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Pemasar barang-barang yang peka terhadap harga terus menerus memperhatikan kecenderungan penghasilan pribadi, tabungan, dan tingkat suku bunga. c. Gaya Hidup Merupakan pola hidup seseorang didunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opini. Gaya hidup menggambarkan ”keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. d. Kepribadian dan Konsep Diri Kepribadian diartikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Yang juga berkaitan dengan kepribadian adalah konsep diri / citra pribadi seseorang. Pemasar selalu berusaha mengembangkan citra merek yang sesuai dengan pribadi pasar yang ingin dituju. 4. Faktor Psikologis Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor utama psikologis: a. Motivasi Motif adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak. Kebutuhan yang bersifat biogenis muncul dari tekanan seperti lapar, haus, dan tidak nyaman. Sedangkan kebutuhan lain bersifat psikogenis yang berasal dari tekanan psokologis seperti kebutuhan akan
pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok. Abraham Maslow mengatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam hirarki paling mendesak sampai kebutuhan yang kurang mendesak. Berdasarkan urutan tingkat kepentingannya, kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. b. Persepsi Merupakan proses yang digunakan oleh seorang individu yang memilih, mengorganisasi, menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. c. Pembelajaran Meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil belajar. Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara dorongan, rangsangan, petunjuk bertindak tanggapan dan penguatan. d. Keyakinan dan Sikap Keyakinan merupakan gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Keyakinan dapat berdasarkan pengetahuan, pendapat, atau kepeecayaan. Keyakinan seseorang terhadap produk tertentu akan berakibat dorongan yang positif atau negatif terhadap proses keputusan pembelian terhadap suatu produk. Sedangkan sikap, merupakan evaluasi perasaan
emosional,
dan
kecenderungan
tindakan
yang
tidak
menguntungkan atau menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap menyebabkan orang-orang berperilaku secara konsisten terhadap objek yang serupa. 2.3.5 Minat Beli Konsumen Dalam usaha menarik atau menumbuhkan minat beli konsumen, pemasar harus terlebih dahulu memahami bagaimana konsumen mengambil keputusan. Menurut McCarthy (2002;298), minat beli konsumen didefinisikan sebagai berikut :
“Minat beli merupakan dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk membeli barang dan jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhannya” Pengertian minat beli menurut Howard yang dikutip oleh Durianto dan Liana (2004: 44) adalah sebagai berikut: “Minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu.” Menurut Kinnear dan Taylor dalam Thamrin (2003: 142) adalah: “Minat beli merupakan bagian dari komponen perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan.” Dapat dikatakan bahwa minat beli merupakan pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh para pemasar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang. Menurut Bearman (2001;202), tumbuhnya minat beli konsumen disebabkan oleh unsur-unsur yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu : 1. Rangsangan Rangsangan merupakan suatu isyarat yang ditujukan untuk mendorong atau menyebabkan seseorang bertindak. 2. Kesadaran Merupakan sesuatu yang memasuki pikiran seseorang. Kesadaran dipengaruhi oleh pertimbangan atas barang atau jasa itu sendiri. 3. Pencarian Informasi Aspek pencarian informasi terdiri dari enam bagian, yaitu : a. Informasi intern Bersumber dari pribadi konsumen itu sendiri dalam memilih barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginannya.
b. Informasi ekstern Informasi yang diperoleh dari luar diri konsumen, seperti iklan (media cetak dan penjualan langsung) dan sumber sosial (keluarga, teman, kolega). c. Memastikan sifat yang khas dari setiap pilihan yang ada Pada tahap ini, konsumen mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan ciri dan sifat dari setiap pilihan. Setelah menentukan pilihannya, maka konsumen memutuskan barang yang akan dibelinya. d. Pemilihan alternatif Tahap ini dilakukan jika beberapa barang atau jasa merupakan suatu pilihan yang sulit bagi konsumen untuk mengevaluasi alternatif yang tersedia. e. Pembelian Suatu tahap dimana konsumen telah menentukan pilihannya dan benarbenar bertindak membeli barang atau jasa tersebut dengan mengeluarkan sejumlah uang untuk ditukar dengan barang atau jasa yang diperolehnya. Di dalam pembelian terdapat faktor atas reaksi yang mempengaruhinya, antara lain : 1) Tempat pembelian 2) Bentuk pembelian 3) Barang atau jasa yang tersedia f. Tempat dimana membeli Tempat pembelian merupakan salah satu pertimbangan konsumen ketika akan membeli barang atau jasa. Sebuah toko atau penyalur yang memiliki citra yang baik dalam pandangan konsumen akan merangsang konsumen untuk berbelanja lebih lanjut, sehingga diharapkan konsumen terbiasa membeli di tempat yang sama. 2.4 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Minat Persaingan yang sehat antar bank diperlukan sebagai salah satu unsur pendorong peningkatan efisiensi. Tentunya situasi semacam itu tidak mudah,
karena di sisi lain, negara pernah mengalami krisis ekonomi global pada tahun 2008 yang berdampak sangat besar bagi dunia perbankan di Indonesia. Muhammad Nuh (2008, h. 34) selaku menteri komunikasi dan informatika mengemukakan bahwa krisis keuangan di Amerika Serikat mengakibatkan pengeringan likuiditas sektor perbankan dan institusi keuangan non-bank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Kondisi demikian telah menyebabkan minat menabung masyarakat di bank mengalami penurunan. Masyarakat menjadi enggan menginvestasikan dananya, karena bank bukan tempat yang aman lagi untuk berinvestasi. Bank tidak lagi memberikan keuntungan bagi masyarakat dan sebaliknya, bank menambah beban masyarakat dengan segala permasalahannya. Menabung merupakan suatu aktivitas guna memenuhi suatu kebutuhan yaitu jaminan akan materi. Menabung merupakan kegiatan atau aktivitas yang memerlukan adanya keinginan dalam diri seseorang untuk menyisihkan dan menyimpan uangnya di bank. Menabung memerlukan minat agar perilakunya terarah pada aktivitas tersebut (menabung). Menurut Syah (2004: 136) minat (interest) berarti kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat bukan istilah yang popular karena ketergantungannya pada faktor-faktor internal seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Rangsangan yang diberikan oleh bank untuk menarik minat menabung masyarakat terbatas pada rangsangan yang hasilnya dapat dirasakan langsung oleh nasabah. Nasabah saat ini lebih berhati-hati sebelum memutuskan bank manakah yang akan dipilihnya sebagai tempat menginvestasikan dananya. Penilaian masyarakat terhadap bank tidak hanya terpaku pada masalah kuantitas seperti bunga bank, tetapi sudah berkembang pada persoalan kualitas, baik mengenai produk bank maupun layanannya (Palilati, 2007: 79). Menurut Solihin (2008: 92), beberapa faktor yang mempengaruhi minat beli antara lain: 4. Karena product features: Dalam hal ini konsumen tertarik kepada suatu produk karena penampakannya menarik, misal : mobil mewah menarik minat karena desain produknya yang superior
5. Karena product benefits: Dalam hal ini konsumen tertarik kepada suatu produk karena manfaat yang diberikan oleh produk tersebut, misal: konsumen tertarik terhadap kartu kredit karena memudahkan kegiatan berbelanja dan meningkatkan gengsi 6. Karena informasi mengenai produk yang sampai kepada konsumen dari kelompok rujukan, influencer. Pemahaman yang rendah terhadap perbankan syariah salah satunya diakibatkan kurang dan masih bersifat parsialnya sosialisasi yang dilakukan terhadap prinsip dan sistem ekonomi syariah. Dengan demikian hal tersebut mempengaruhi persepsi dan dan sikap masyarakat terhadap bank syariah. Maka tugas penting yang harus dilakukan oleh pengelola bank syariah adalah meningkatkan sosialisasi sistem bank syariah melalui media massa yang efektif, sehingga pengetahuan masyarakat mengenai bank syariah tidak hanya terbatas pada bank yang menggunakan sistem bagi hasil. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bank syariah menjadi isu strategis dalam pengembangan bank syariah di masa yang akan datang. Semakin baik pengetahuan tentang bank syariah semakin tinggi kemungkinan untuk mengadopsi bank syariah. Sebagian besar masyarakat yang mengadopsi bank syariah masih dominan dipengaruhi oleh emosi keagamaan belum berdasarkan pada pemahaman rasional yang baik.