BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori dan Variabel Penelitian 2.1.1. Anggaran 2.1.1.1.
Pengertian Anggaran Anggaran menurut Munandar (2001:1) adalah suatu rencana yang
disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang. Anthony (2005:90) mendefinisikan anggaran sebagai sebuah rencana keuangan, biasanya mencakup periode satu tahun dan merupakan alat – alat untuk perencanaan jangka pendek dan pengendalian organisasi. Kemudian Hansen dan Mowen (2004:354) mendefinisikan anggaran sebagai suatu rencana kuantitatif dalam bentuk moneter maupun nonmoneter yang digunakan untuk menerjemahkan tujuan dan strategi perusahaan dalam satuan operasional. Sedangkan Garrison (2006:378) mendefinisikan anggaran yaitu rencana rinci untuk akuisisi dan penggunaan sumber daya keuangan dan lainnya selama periode waktu yang ditentukan. Endang (2007) menyatakan bahwa anggaran memiliki empat unsur yaitu : 1. Rencana: Anggaran merupakan rencana yang telah disusun untuk memberikan arah bagi perusahaan di masa yang akan datang.
2. Mencakup seluruh kegiatan perusahaan yaitu semua kegiatan yang akan dilakukan oleh seluruh bagian yang ada dalam perusahaan. Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja sehingga harus mencakup seluruh kegiatan perusahaan. 3. Satuan moneter. Anggaran dinyatakan dalam unit moneter yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan yang beraneka ragam. Satuan moneter berguna untuk menyeragamkan semua kegiatan perusahaan yang beraneka ragam sehingga mudah untuk diperbandingkan dan dianalisa. 4. Jangka waktu tertentu. Anggaran disusun untuk jangka waktu tertentu yang akan datang sehingga memuat taksiran-taksiran tentang segala sesuatu yang akan terjadi dan akan dilakukan dimasa mendatang. Budget adalah konsep yang membantu manajemen, ia larut dalam fungsi manajemen, membantu dan mempermudah manajemen dalam mencapai tujuannya. Ia memiliki sifat – sifat dan persyaratan yang harus dimiliki agar konsep ini dapat berfungsi sebagai alat manajemen (tool of management) yang memudahkan manajemen dalam mencapai tujuannya (Sofyan, 2001:15). Dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan suatu rencana dari program kerja yang disusun secara sistematis dalam angka dan dinyatakan dalam unit moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu di masa yang akan datang (I Putu, 2012). 2.1.1.2.
Jenis – jenis Anggaran Menurut Ellen (2001:12) anggaran dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu: 1. Berdasarkan Ruang Lingkup atau Intensitas penyusunannya anggaran dibedakan menjadi : a. Anggaran
komprehensif
anggaran dengan
(comprehensive
budget)
yaitu
ruang lingkup menyeluruh, karena jenis
kegiatannya meliputi seluruh aktifitas perusahaan di bidang marketing, produksi, keuangan, personalia dan administrasi. b. Anggaran parsial (partial budget) yaitu anggaran yang ruang lingkupnya terbatas, misalnya anggaran untuk bidang produksi atau bidang keuangan saja. 2. Berdasarkan fleksibilitasnya, anggaran dibedakan menjadi : a. Anggaran tetap (fixed budget) yaitu anggaran yang disusun untuk periode waktu tertentu dengan volume yang sudah ditentukan dan berdasarkan volume tersebut disusun rencana mengenai revenue, cost, dan expense. b. Anggaran kontinyu (continuous budget) yaitu anggaran yang disusun untuk periode waktu tertentu, dengan volume tertentu dan berdasarkan volume tersebut diperkirakan besarnya revenue, cost dan expenses, namun secara periodik dilakukan penilaian kembali. 3. Berdasarkan periode waktu, anggaran dibedakan menjadi : a. Anggaran jangka pendek yaitu rencana kegiatan perusahaan secara rinci dalam satu tahun anggaran. b. Anggaran jangka panjang yaitu rencana kegiatan perusahaan dengan cakupan waktu yang panjang dengan penekanan pada pengembangan profil perusahaan pada masa yang akan datang. Kemudian
menurut
M
dikelompokkan menjadi empat yaitu :
Nafarin
(2004:22)
anggaran
1. Menurut dasar penyusunan, anggaran terdiri dari : a. Anggaran variabel, yaitu anggaran yang disusun berdasarkan interval (kisar) kapasitas (aktivitas) tertentu dan pada intinya merupakan suatu seri anggaran yang dapat disesuaikan pada tingkat – tingkat aktivitas (kegiatan) yang berbeda. b. Anggaran tetap, yaitu anggaran yang disusun berdasarkan suatu tingkat kapasitas tertentu. 2. Menurut cara penyusunannya, anggaran terdiri dari : a. Anggaran periodik adalah anggaran yang disusun untuk satu periode tertentu, umumnya satu tahun yang disusun setiap akhir periode anggaran. b. Anggaran kontinu adalah anggaran yang dibuat untuk memperbaiki anggaran yang telah dibuat.
3. Menurut jangka waktu, anggaran terdiri atas dari : a. Anggaran jangka pendek (anggaran taktis) adalah anggaran yang dibuat dengan jangka waktu paling lama sampai satu tahun. b. Anggaran jangka panjang (anggaran strategis) adalah anggaran yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari satu tahun.
2.1.1.3.
Karakteristik Anggaran Anggaran memiliki beberapa ciri atau karakteristik, berikut
karakteristik anggaran menurut beberapa ahli. Menurut Mulyadi (2001:490) terdapat 6 karakteristik anggaran yaitu : 1. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keungan. 2. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu satu tahun. 3. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen yang berarti bahwa para manajer setuju untuk menerima tanggung jawab untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 4. Usulan anggaran di-review dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari penyusunan anggaran. 5. Sekali disetujui, anggaran hanya dapat diubah di bawah kondisi tertentu. 6. Secara berkala, kinerja keuangan sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran selisihnya dianalisis dan dijelaskan. Kemudian menurut Anthony (2005:73) karakteristik anggaran yaitu: 1. Anggaran mengestimasi potensi laba dari unit bisnis tersebut. 2. Dinyatakan dalam istilah moneter, walaupun jumlah moneter mungkin didukung dengan jumlah nonmoneter. 3. Biasanya meliputi waktu selama satu tahun. Dalam bisnis – bisnis yang sangat dipengaruhi faktor – faktor musiman , mungkin ada dua anggaran pertahun. 4. Merupakan komitmen manajemen, yang berarti manajer setuju untuk menerima tanggung jawab atas pencapaian tujuan – tujuan anggaran. 5. Usulan anggaran disetujui dan ditinjau oleh pejabat yang lebih tinggi wewenangnya dari pembuat anggaran. 6. Setelah disetujui, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi – kondisi tertentu. 7. Setelah berkala, kinerja keuangan aktual dibandingkan dengan anggaran, dan varians dianalisis serta dijelaskan.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa anggaran dinyatakan dalam satuan moneter dan non-moneter, dibuat untuk jangka waktu tertentu, terdapat komitmen untuk mencapai sasaran yang ditetapkan, terdapat proses review, peninjauan dan persetujuan dari pihak yang berwenang, hanya dapat diubah pada kondisi tertentu dan digunakan oleh manajemen perusahaan untuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja para manajer.
2.1.1.4. Fungsi dan Manfaat Anggaran Secara
umum
anggaran
bermanfaat
untuk
memudahkan
perusahaan dalam menjalankan kegiatannya. Supriyono (1987) dalam Endang (2007),
menyatakan bahwa
anggaran memiliki
beberapa
macam fungsi yaitu: 1. Fungsi Perencanaan. Anggaran memuat perencanaan awal dari penentuan tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. 2. Fungsi Koordinasi. Anggaran digunakan sebagai alat pengkoordinasian rencana dan tindakan berbagai unit yang ada di organisasi agar dapat bekerja secara selaras menuju arah pencapaian tujuan. 3. Fungsi Komunikasi. Dalam penyusunan anggaran, seluruh bagian dan tingkatan organisasi berkomunikasi dan berperan serta dalam proses. Setiap orang dalam organisasi bertanggungjawab terhadap anggaran yang telah disusun. 4. Fungsi Motivasi. Anggaran berfungsi sebagai alat untuk memotivasi para pelaksana dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan. 5. Fungsi Pengendalian dan Evaluasi. Anggaran digunakan sebagai alat pengendalian kegiatan karena anggaran yang telah disetujui merupakan komitemen dari para pelaksana yang ikut berperan serta dalam penyusunan anggaran tersebut. 6. Fungsi Pendidikan. Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mendidik para manajer mengenai cara bekerja secara terperinci pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya dan menghubungkannya dengan pusat pertanggungjawaban lain dalam organisasi yang bersangkutan.
Garrison (2000:404) menyatakan bahwa fungsi anggaran adalah perencanaan dan pengendalian. Perencanaan mencakup pengembangan tujuan untuk masa depan, sedangkan pengendalian digunakan untuk menjamin bahwa seluruh fungsi manajemen dilaksanakan sesuai dengan perencanaan tujuan untuk masa depan. Kemudian menurut Mulyadi (2001:502) anggaran memiliki beberapa fungsi yaitu : 1. Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja. 2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan perusahaan di masa yang akan datang. 3. Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan barbagai unit organisasi dalam perusahaan dan yang menghubungkan manajer bawah dengan manajer atas. 4. Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai pembanding hasil operasi sesungguhnya. 5. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen menunjuk bidang yang kuat dan lemah bagi perusahaan. 6. Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan agar senantiasa bertindak secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan organisasi. Anggaran merupakan rencana manajemen di masa yang akan datang dan mempunyai beberapa manfaat. Menurut Munandar (2001:10) anggaran memiliki kegunaan atau manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai pedoman kerja. Anggaran sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta sekaligus memberi target – target yang harus dicapai oleh kegiatan – kegiatan perusahaan di waktu yang akan datang. 2. Sebagai alat pengkoordinasian kerja. Anggaran sebagai alat pengkoordinasian kerja agar semua bagian – bagian yang terdapat didalam perusahaan dapat saling bekerja sama dengan baik untuk menuju ke sasaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian kelancaran jalannya perusahaan akan lebih terjamin. 3. Sebagai alat pengawasan kerja.
Anggaran juga sebagai tolak ukur dan sebagai alat pembanding untuk menilai realisasi kegiatan perusahaan nanti. Dengan cara membandingkan antara apa yang dicapai oleh realisasi kerja perusahaan maka dapatlah dinilai apakah perusahaan telah sukses bekerja. Dari perbandingan antara anggaran dengan realisasinya sehingga dapat pula diketahui kelemahan – kelemahan dan kekuatan – kekuatan yang dimiliki perusahaan. Hal ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan yang sangat berguna untuk menyusun rencana – rencana selanjutnya secara lebih matang dan lebih akurat. Sedangkan Kusnariyanti (2005) mengemukakan bahwa anggaran memberikan manfaat antara lain sebagai berikut : 1. Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan dan berarti anggaran mewakili kesepakatan dari negosiasi diantara partisipasi dominan dalam suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan pada masa yang akan datang. 2. Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya yang dimiliki karena dapat bertindak sebagai blue print aktivitas perusahaan. 3. Sebagai alat komunikasi antara divisi, dimana anggaran sangat membantu melakukan komunikasi internal antar divisi dalam organisasi maupun dalam manajemen puncak. Anggaran telah menjadi alat manajemen yang diterima untuk merencanakan dan mengendalikan aktivitas organisasi. Anggaran diterapkan dengan berbagai tingkatan kerumitan dan keberhasilan oleh banyak organisasi bisnis dan nirlaba. Sebagaimana diketahui bahwa anggaran tersebut merupakan suatu konsep secara komprehensif yang melibatkan semua komponen yang ada dalam perusahaan, semua jenjang kepangkatan baik dari atasan sampai ke bawahan, maka implementasinya memerlukan komunikasi yang baik di kalangan semua pihak, sebab jika dalam suatu perusahaan komunikasi tidak baik, maka anggaran tersebut tidak akan berjalan secara efektif (Sofyan, 2001:115). Berdasarkan atas pendapat – pendapat di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa anggaran bermanfaat dalam pelaksanaan fungsi manajemen terutama perencanaan, koordinasi dan pengendalian. 2.1.1.5.
Keunggulan dan Kelemahan Anggaran Menurut Ellen (2001:18) anggaran memiliki keunggulan yaitu : 1. Hasil yang diharapkan dari suatu rencana tertentu dapat diproyeksikan sebelum rencana tersebut dilaksanakan. Bagi manajemen, hasil proyeksi ini menciptakan peluang untuk memilih rencana yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan. 2. Dalam menyusun anggaran, diperlukan analisis yang sangat teliti terhadap setiap tindakan yang akan dilakukan. Analisis ini sangat bermanfaat bagi manajemen sekalipun ada pilihan untuk tidak melanjutkan keputusan tersebut. 3. Anggaran merupakan penelitian unjuk kerja sehigga dapat dijadikan patokan untuk menilai baik buruknya suatu hasil yang diperoleh. 4. Anggaran memerlukan adanya dukungan organisasi yang baik sehingga setiap manajer mengetahui kekuasaan, kewenangan, dan kewajibannya. Anggaran sekaligus berfungsi sebagai alat pengendalian pola kerja karyawan dalam melakukan suatu kegiatan. 5. Mengingat setiap manajer dan atau penyelia dilibatkan dalam penyusunan anggaran, maka memungkinkan terciptanya perasaan ikut berperan serta (sense of participation). Hansen & Mowen (2004:355) mengatakan hal serupa bahwa
sistem anggaran memberikan beberapa kelebihan dan keunggulan untuk suatu organisasi yaitu : 1. Memaksa para manajer untuk melakukan perencanaan. 2. Menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki pembuatan keputusan. 3. Menyediakan standar untuk evaluasi kinerja. 4. Memperbaiki komunikasi dan koordinasi. Disamping beberapa keunggulan tersebut di atas, terdapat pula beberapa kelemahan. Menurut Adisaputro (2004:53) terdapat beberapa kelemahan yang membatasi anggaran yaitu :
1. Karena anggaran disusun berdasarkan estimasi (potensi penjualan, kapasitas dan lain – lain) maka terlaksananya dengan baik kegiatan – kegiatan tergantung pada ketepatan estimasi tersebut. 2. Anggaran hanya merupakan rencana dan rencana tersebut baru berhasil apabila dilaksanakan sungguh – sungguh. 3. Anggaran hanya merupakan suatu alat yang dipergunakan untuk membantu manajer dalam melaksanakan tugasnya bukan menggantikannya. 4. Kondisi yang terjadi tidak selalu seratus persen sama dengan yang diramalkan sebelumnya, karena itu anggaran perlu memiliki sifat yang luwes. Kemudian Ellen (2001:18) berpendapat bahwa anggaran memiliki kelemahan yaitu : 1. Dalam menyusun anggaran, penaksiran yang dipakai belum tentu tepat dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Sering kali keadaan yang digunakan sebagai dasar penyusunan anggaran mengalami perkembangan yang jauh berbeda daripada yang direncanakan. Hal ini berarti diperlukan pemikiran untuk penyesuaian. Kemungkinan ini menghendaki agar disesuaikan secara berkesinambungan dengan kondisi yang berubah – ubah agar data dan informasi yang diperoleh akurat. 3. Karena penyusunan anggaran melibatkan banyak pihak, maka secara potensial dapat menimbulkan persoalan – persoalan hubugan kerja (human relation) yang dapat menghambat proses pelaksanaan anggaran. 4. Penggangaran tidak dapat terlepas dari penilaian subjektif pembuat kebijakan (decision maker) terutama pada saat data dan informasi tidak lengkap/cukup.
2.1.1.6.
Pendekatan Dalam Penyusunan Anggaran Menurut Anthony (2005:87) terdapat tiga pendekatan yang
digunakan dalam penyusunan anggaran, yaitu: 1. Top – down (pendekatan dari atas ke bawah), 2. Bottom – up (pendekatan dari bawah ke atas) dan 3. Pendekatan lain yang merupakan gabungan dari pendekatan tersebut, yaitu pendekatan partisipasi”.
kedua
Hal senada dikatakan oleh Sofyan (2001:83) bahwa pendekatan dalam penyusunan anggaran dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Top – Down Approach Yaitu prosedur penyusunan dan penetapam anggaran yang dilakukan oleh manajer tingkat atas atau pimpinan tertinggi perusahaan dengan sedikit atau bahkan tidak adanya konsultasi atau keterlibatan manajer tingkat bawah dalam penyusunan dan penetapan anggaran tersebut. Keuntungannya adalah waktu penyusunan yang singkat dan terkoordinasinya antar bagian. Kelemahannya adalah tidak memperhitungkan kebutuhan tiap bagian dengan tepat karena semuanya merupakan keputusan sepihak dari manajemen puncak. 2. Bottom – Up Approach Yaitu prosedur penyusuna dan penetapan anggaran yang disiapkan oleh pihak – pihak yang melaksanakan anggaran tersebut, kemudian anggaran diberikan kepada pihak yang lebih tinggi untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan. Keuntungannya adalah tingkat keakuratan dari kebutuhan tiap – tiap bagian dalam perusahaan yang tinggi. Kelemahannya adalah waktu penyusunan yang lama dan kurangnya koordinasi antar bagian. 3. Top – Down dan Bottom – Up Approach Top – Down dan Bottom – Up Aproach atau sering disebut Participative Budget adalah prosedur penyusunan dan penetapan anggaran dengan memulainya dari manajer atas kemudian dilengkapi dan dilanjutkan oleh manajer level bawah. Jadi terdapat pedoman dari atasan atau pimpinan dan dijabarkan oleh bawahan sesuai dengan pengarahan atasan. Pada umumnya perusahaan lebih memilih untuk menggunakan pendekatan bottom-up atau participative, karena dalam bottom up dan participative umumnya pihak yang melaksanakan anggaran lebih mengetahui apa yang dibutuhkan oleh perusahaan sehingga anggaran yang disusun akan menjadi lebih realistis dan sesuai dengan kondisi, fasilitas serta kemampuan masing – masing pusat pertanggungjawaban (Sofyan, 2001:85).
2.1.2. Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran 2.1.2.1.
Pengertian Partisipasi Anggaran Ida Bagus (2010:19) berpendapat bahwa “Partisipasi adalah suatu
proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak dimana keputusan tersebut akan dimiliki dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya”. Sedangkan menurut Robbins (2003:179) “Partisipasi merupakan suatu konsep dimana bawahan ikut terlibat dalam pengambilan keputusan sampai tingkat tertentu bersama atasannya”. Garrison (2006:408) mendefinisikan partisipasi anggaran sebagai berikut: “Participative budget is a budget that is prepared with the full cooperation and participation of managers at all levels”. Anggaran partisipatif adalah anggaran yang disiapkan dengan kerjasama serta partisipasi penuh dari manajer pada semua tingkatan. Tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan terhadap pembuatan keputusan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama yang membedakan antara anggaran partisipatif dan anggaran non – partisipatif (Mathilda, 2008). Inti dari partisipasi anggaran atau anggaran partisipatif adalah anggaran yang dibuat dengan kerjasama, keterlibatan, pengaruh dan partisipasi dari seluruh tingkatan manajemen. Menurut Islahuzzaman (2001) keterlibatan dalam hal ini dinyatakan dengan hak untuk mengajukan usulan anggaran sedangkan pengaruh dinyatakan dengan hak
untuk menyetujui atau menolak anggaran yang ditetapkan. Pimpinan perusahaan biasanya kurang mengetahui kondisi aktivitas operasi sehari – hari sehingga memerlukan informasi anggaran yang lebih rinci dari bawahanya. Sehingga pendekatan partisipatif ini akan sangat membantu dalam pemberian informasi dari bawahan kepada atasan dan membuat anggaran final lebih akurat. Pendekatan partisipatif ini juga sangat menguntungkan untuk pusat tanggung jawab yang beroperasi dalam lingkungan yang dinamis dan tidak pasti karena manajer yang bertanggungjawab atas pusat tanggung jawab semacam itu kemungkinan besar memiliki informasi terbaik mengenai variabel yang memengaruhi pendapatan dan beban mereka (Anthony, 2005:87).
2.1.2.2.
Keunggulan Partisipasi Anggaran Garrison (2006:381) menyatakan keunggulan anggaran partisipatif
adalah sebagai berikut: 1.
Individuals at all levels of the organization are recognized as members of the team whose views and judgements are valued by top management.
2.
Budget estimates prepared by front – line managers are often more accurate and reliable than estimates prepared by top – managers who have less intimate knowledge of markets and day-to-day operation.
3.
Motivation is generaly higher when individuals participate in setting their own goals than when the goals are imposed from above. Self – imposed budgets create commitment.
4.
A manager who is not able to meet a budget that has been imposed from above can always say that the budget was unrealistic and impossible to meet. With a self – imposed budget, this excuse is not available.
Pendapat Garrison (2006:381) di atas mengenai keunggulan anggaran partisipatif dapat diartikan sebagai berikut: 1. Setiap orang pada semua tingkatan organisasi diakui sebagai anggota tim yang pandangan dan penilaiannya dihargai oleh manajemen puncak. 2. Perkiraan anggaran disiapkan oleh manajer level bawah yang lebih akurat dan dapat diandalkan dari perkiraan yang disiapkan oleh manajer level atas yang memiliki pengetahuan kurang detail mengenai pasar dan operasi sehari – hari. 3. Motivasi
pada
umumnya
lebih
tinggi
ketika
individu
berpartisipasi dalam menetapkan tujuan mereka sendiri dari pada ketika tujuan yang dipaksakan dari atasan. 4. Manajer yang tidak mampu memenuhi anggaran yang dipaksakan oleh atasan akan selalu mengatakan bahwa anggaran tidak realistis dan mustahil untuk dicapai.
Kemudian menurut Anthony (2005 : 93), anggaran partisipatif memiliki keunggulan yaitu : 1.
Tujuan anggaran akan dapat lebih mudah diterima apabila anggaran tersebut berada di bawah pengawasan manajer.
2.
Anggaran partisipatif menghasilkan pertukaran informasi yang efektif antara pembuat anggaran dan pelaksana anggaran yang dekat dengan produk dan pasar.
Maka dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari partisipasi anggaran atau anggaran partisipatif yaitu timbulnya motivasi bagi manajer level bawah dan menengah karena terdapat rasa dihargai oleh pimpinan sehingga diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyusunan anggaran. Perkiraan yang dibuat dalam anggaran akan lebih akurat karena terdapat keterlibatan manajer level bawah dan menengah yang cenderung mengetahui kegiatan operasi sehari – hari perusahaan. 2.1.2.3.
Kelemahan Partisipasi Anggaran Menurut Hansen & Mowen (2004:377) terdapat kelemahan
dan tiga permasalahan yang akan timbul dalam anggaran partisipatif, yaitu: 1. Penetapan standar yang terlalu rendah atau tinggi Penetapan target anggaran cenderung akan menjadi tujuan individual manajer dalam situasi penganggaran partisipatif, sehingga penetapan target anggaran yang terlalu mudah ataupun terlalu sulit akan dapat menyebabkan turunnya kinerja manajer. Bila target terlalu mudah untuk dicapai, maka manajer mungkin akan kehilangan semangat dan kinerjanya akan menurun. Sedangkan bila target anggaran terlalu sulit untuk dicapai, kegagalan pencapaian target tersebut akan menyebabkan frustasi dan mendoronga manajer ke arah prestasi kerja yang buruk.
2. Masuknya slack (senjangan) anggaran Anggaran partisipatif menimbulkan kesempatan bagi manajer untuk menciptakan slack anggaran. Slack anggaran merupakan perbedaan antara jumlah sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk menyelesaikan tugas secara efisien, dengan jumlah yang diajukan oleh manajer yang bersangkutan untuk mengerjakan tugas yang sama. Slack anggaran dalam jumlah besar dapat merugikan perusahaan, sebab sumber daya yang ada mungkin tidak dapat digunakan secara produktif karena telah terikat di tempat yang sebenarnya tidak membutuhkannya. 3. Pseudoparticipation (partisipasi semu) Hal ini terjadi bila manajer puncak memegang kendali total atas proses penganggaran dan pada saat yang sama juga mencari dukungan partisipasi dari bawahannya. Manajer puncak hanya berusaha untuk mendapatkan penerimaan formal dari bawahannya atas anggaran yang disusun, bukan mencari masukan bagi penyusun anggaran. Pseudoparticipation ini menyebabkan tidak diperolehnya efek – efek positif perilaku manajer yang diharapkan dari adanya penerapan anggaran partisipatif dalam. Dalam hal ini bawahan terpaksa menyatakan persetujuannya terhadap keputusan yang akan ditetapkan karen manajer puncak membutuhkan persetujuan mereka. Permasalahan yang dapat timbul tersebut harus menjadi perhatian bagi manajemen perusahaan agar kemungkinan untuk terjadi dapat diminimalisir. Penetapan standar yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat diatasi dengan mengajak para manajer berpartisipasi dalam menentukan target anggaran yang tinggi tetapi realistis untuk dicapai. Manajer puncak harus memeriksa kembali anggaran yang diusulkan bawahannya secara seksama serta memberikan masukan bila dibutuhkan, sehingga kemungkinan timbulnya slack anggaaran dapat diminimalisir. Agar manajemen mendapatkan dampak positif perilaku manajer yang diharapkan dari penerapan anggaran partisipatif maka praktek pseudoparticipation harus dihilangkan. Dalam proses penyusunan anggaran terdapat tahap review anggaran oleh manajer level atas terhadap usulan anggaran yang diajukan oleh manajer bawah, menurut Mulyadi (2001:494) pada tahap ini akan terdapat berbagai permasalahan atau kelemahan atas proses anggaran partisipatif diantaranya :
1. Jika manajer atas tidak melaksanakan review maka anggaran yang dihasilkan dari proses penyusunan anggaran hanya berupa ruberstamp budget, yang manajer atas sekedar memberikan persetujuan dengan membubuhkan cap tanpa memahami isi dari anggaran yang diajukan. 2. Jika manajer atas tidak memahami usulan anggaran yang diajukan oleh manajer bawah maka manajer atas akan melakukan pemotongan setiap usulan anggaran kepadanya tanpa dapat memberikan alasan yang masuk akal atas pemotongan yang dilakukan. 3. Manajer bawah akan termotivasi untuk melakukan budget watering dengan mengajukan usulan anggaran biaya jauh lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya dan mengajukan anggaran pendapatan jauh lebih rendah dari jumlah yang seharusnya.
2.1.2.4.
Faktor – faktor yang Digunakan untuk Mengukur Partisipasi Anggaran Menurut Milani (1975:279) terdapat enam faktor yang digunakan
untuk mengukur tingkat partisipasi anggaran yaitu : 1) The portion of the budget the foreman was involved in setting 2) The kind of reasoning provided to the foreman by a superior when the budget is revised 3) The frequency of budget related discussions initiated by the foreman 4) The amount of influence the foreman felt he had on the final budget 5) The importance of the foteman’s contribution to the budget 6) The frequency of budget relater discussions initiated by the foreman’s superior when budgets are being set Kemudian enam faktor atau instrument pengukur tingkat partisipasi anggaran tersebut dimodifikasi oleh Kunwaviyah
(2010)
sebagai berikut : 1. Seberapa besar keterlibatan para manajer dalam proses penyusunan anggaran. 2. Tingkat kelogisan alasan atasan untuk merevisi usulan anggaran yang dibuat manajer. 3. Intensitas manajer mengajak diskusi tentang anggaran.
4. Besarnya pengaruh manajer dalam anggaran. 5. Seberapa besar manajer mempunyai kontribusi penting terhadap anggaran. 6. Frekuensi atasan meminta pendapat manajer dalam penyusunan anggaran. Faktor – faktor yang telah disebutkan di atas dapat digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi, pengaruh yang dirasakan, dan kontribusi manajer dalam proses penyusunan anggaran.
2.1.3. Kinerja Manajerial 2.1.3.1.
Pengertian Kinerja Manajerial Kinerja merupakan performance atau unjuk kerja, kinerja dapat
pula diartikan sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja
(Suwatno, 2011:196).
Henry Simamora (2004:339)
berpendapat bahwa kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas – tugas yang membentuk sebuah pekerjaan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Kinerja manajerial menurut Mahoney (1963) dalam Inuk Wahyuni yaitu kinerja para individu anggota organisasi dalam kegiatan manajerial. Kemudian dalam Moh Pabundu (2006:121) pengertian kinerja telah dirumuskan oleh beberapa ahli manajemen antara lain sebagai berikut : 1.
2.
Stoner, 1978 dalam bukunya Management mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan dan persepsi peranan. Bernardin dan Russel 1993 mendefinisikan kinerja sebagai pencatatan hasil – hasil yang diperoleh dari fungsi – fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.
3. 4.
Handoko mendefinisikan kinerja sebagai proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Prawiro suntoro (1999) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Dari empat definisi kinerja di atas, dapat diketahui bahwa unsur –
unsur yang terdapat dalam kinerja terdiri dari : 1. Hasil – hasil fungsi pekerjaan. 2. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai seperti : motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya. 3. Pencapaian tujuan organisasi. 4. Periode waktu tertentu. Berdasarkan hal – hal di atas, penulis mendefinisikan kinerja sebagai hasil – hasil fungsi pekerjaan /kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Moh Pabundu, 2006 : 121). Kinerja Manajerial yang dimaksud dalam penelitian ini yakni kinerja individu dari manajer dalam kegiatan manajerial yang mencakup perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, staffing, negosiasi dan representasi. Pencapaian kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Anwar (2005:13) pencapaian kinerja dipengaruhi oleh faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). a. Faktor Kemampuan (ability) Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata – rata akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. b. Faktor Motivasi (motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasu kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. Kemudian menurut Henry Simamora (1995) dalam Anwar (2005:14) kinerja (performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a. Faktor individual yang terdiri dari : 1) Kemampuan dan keahlian 2) Latar belakang 3) Demografi b. Faktor psikologis yang terdiri dari : 1) Persepsi 2) Attitude 3) Personality 4) Pembelajaran 5) Motivasi c. Faktor organisasi yang terdiri : 1) Sumber daya 2) Kepemimpinan 3) Penghargaan 4) Struktur 5) Job design 2.1.3.2.
Pengukuran Kinerja Manajerial Untuk mengukur tingkat kinerja manajerial dari suatu perusahaan
dapat digunakan beberapa metode pengukuran. Berikut ini beberapa metode pengukuran kinerja manajerial. 2.1.3.2.1. Skala Mahoney Skala Mahoney adalah skala yang mengukur tingkat kinerja manajerial melalui sistem peringkatan sendiri (self rating scale). Setiap responden diminta untuk mengukur kinerja sendiri ke dalam
delapan dimensi. Menurut Mahoney (1963) dalam Frisilia (2007) penilaian kinerja didasarkan pada fungsi – fungsi manajemen yang ada dalam teori manajemen klasik yaitu : perencanaan, investigasi, kordinasi, evaluasi, pengawasan, staffing, negosiasi, perwakilan. Berikut penjelasan mengenai indikator yang akan digunakan dalam pengukuran atau penilaian kinerja. 1. Perencanaan Yaitu tindakan yang dibuat berdasarkan fakta dan asumsi yang akan datang guna mencapai tujuan yang diinginkan (I Putu, 2012). Perencanaan meliputi pemilihan strategi, kebijakan, program dan prosedur untuk mencapai tujuan perusahaan. Dalam kaitannya dengan fungsi perencanaan, anggaran merupakan tujuan yang ditetapkan untuk dicapai dalam periode tertentu. 2. Investigasi Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengumpulkan dan mempersiapkan informasi dalam bentuk laporan-laporan, catatan dan analisa pekerjaan untuk dapat mengukur hasil pelaksanaannya (I Putu, 2012). Laporan dari setiap manajer pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya, menjelaskan kinerja manajerial yang bersangkutan. Untuk menyusun laporan tersebut, manajer melaksananakan salah satu fungsi manajemen, yaitu investigasi. Dalam hal ini manajemen bertugas untuk mengumpulkan dan menyampaikan informasi untuk catatan, laporan dan rekening, mengukur hasil, menentukan persediaan, dan analisa pekerjaan. 3. Kordinasi yaitu menyelaraskan tindakan yang meliputi pengukuran informasi dengan orang-orang dalam unit organisasi lainnya, guna dapat berhubungan dan menyesuaikan program yang akan dijalankan (I Putu, 2012). Setiap fungsi manajerial adalah pelaksana koordinasi. Kebutuhan akan mengsinkronisasikan tindakan individu timbul dari perbedaan dalam pendapat mengenai bagaimana cita-cita kelompok dapat dicapai atau bagaimana tujuan individu atau kelompok diperpadukan. Koordinasi ini bisa dilakukan dengan tukar menukar informasi dengan bagian organisasi yang lain untuk mengkaitkan dan menyesuaikan program, memberitahu departemen lain, dan berhubungan dengan manajer lain. 4. Evaluasi
5.
6.
7.
8.
Yaitu penilaian atas usulan atau kinerja yang diamati dan dilaporkan (I Putu, 2012). Evaluasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen yang digunakan untuk menilai dan mengukur proposal, kinerja, penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian laporan keuangan dan pemeriksaan produk. Pengawasan Yaitu mengarahkan, memimpin, dan mengembangkan potensi bawahan serta melatih dan menjelaskan aturan – aturan kerja kepada bawahan (I Putu, 2012). Pengawasan adalah pengukuran dan pembetulan terhadap kegiatan para bawahan untuk menjamin pelaksanaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Pengawasan meliputi kegiatan mengarahkan, memimpin dan mengembangkan bawahan, membimbing, melatih, memberikan tugas pada bawahan, dan menangani keluhan. Staffing Yaitu memelihara dan mempertahankan bawahan dalam suatu unit kerja, menyeleksi, menempatkan dan mempromosikan pekerjaan dalam unit lainnya (I Putu, 2012). Penataan staff merupakan faktor penting dalam pengelolaan sumber daya manusia agar para karyawan dapat dimanfaatkan secara efektif. Pendefenisikan penataan staff adalah suatu proses yang terdiri dari spesifikasi pekerjaan (job description), pergerakan tenaga, spesifikasi pekerja, seleksi dan penyusunan organisasi untuk mempersiapkan dan melatih karyawa agar melaksanakan pekerjaan dengan baik. Negosiasi Yaitu usaha untuk memperoleh kesepakatan dalam hal pembelian, penjualan atau kontrak untuk barang – barang dan jasa (I Putu, 2012). Bentuk negoisasi yang dilakukan oleh manajer antara lain terjadi pada saat melakukan pembelian, penjualan atau melakukan kontrak untuk barang dan jasa, menghubungi pemasok, tawar menawar dengan wakil penjual maupun secara kelompok. Perwakilan Yaitu menyampaikan informasi tentang visi, misi dan kegiatan – kegiatan organisasi dengan menghadiri pertemuan kelompok bisnis dan konsultasi dengan perusahaan – perusahaan lainnya (I Putu, 2012). Manajer menciptakan hubungan dan menggunakan pendekatan kontijensi dalam mencapai tujuan organisasi, karena ia dapat menjadi wakil unit kerjanya dan dapat mewakili organisasi secara keseluruhan. Perwakilan adalah fungsi manajemen untuk menghadiri pertemuan dengan perusahaan lain, pertemuan perkumpulan bisnis, pidato unuk acara kemasyarakatan, pendekatan ke masyarakat, dan mempromosikan tujuan umum perusahaan.
2.1.3.2.2. Balance Scorecard Balanced Scorecard terdiri atas dua kata yaitu balanced yang berarti seimbang dan scorecard yang berarti kartu skor (Husein, 2002:168). Scorecard adalah kartu yang digunakan untu mencatat skor hasil kinerja seseorang dan atau suatu kelompok, juga mencatat rencana skor yang hendak diwujudkan. Pada tahap berikutnya, seseorang atau kelompok ini akan dievaluasi kinerjanya dengan membandingkan antara apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah direncanakan. Menurut Kaplan dan Norton (1996) dalam (Soraya, 2011) balanced scorecard merupakan alat pengukur kinerja eksekutif yang memerlukan ukuran komprehensif dengan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Hal senada dikatakan oleh Anthony (2005, 173) bahwa balance scorecard adalah suatu contoh dari sistem ukuran kinerja yang diukur dari empat perspektif berikut ini : 1. Keuangan (contohnya: margin laba, tingkat pengembalian atas aktiva, arus kas). 2. Pelanggan
(contohnya:
pangsa
pasar,
indeks
kepuasan
pelanggan). 3. Bisnis internal (contohnya: retensi karyawan, pengurangan waktu siklus). 4. Inovasi dan pembelajaran (contohnya: persentase penjualan dari produk baru).
Keunggulan dari sistem balanced scorecard ini menurut Husein (2002:173) yaitu : 1.
Memotivasi personel untuk berpikir dan bertindak strategis. Misalnya dalam hal keuangan, untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan maka personel perlu menempuh langkah – langkah strategis dalam hal permodalan yang memerlukan langkah besar dan berjangka panjang.
2.
Menghasilkan business plan yang komprehensif. Sistem balanced scorecard merumuskan sasaran strategis melalui keempat perspektif, ketiga perspektif non-keuangan hendaknya dipicu karena ketiganya ini merupakan pemicu sesungguhnya bagi kinerja.
3.
Menghasilkan business plan yang koheren. Koherensi yang dimaksud yaitu koherensi antara visi dan misi perusahaan dengan program dan rencana laba jangka pendek. Kemudian koherensi antara berbagai sasaran strategis.
4.
Keseimbangan Sasaran strategis harus diarahkan ke keempat perspektif secara seimbang melalui : a. Seimbang antara fokus ke perspektif bisnis/internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. b. Seimbang antara fokus ke perspektif internal dan eksternal perusahaan.
5. Menghasilkan sasaran – sasaran strategis yang terukur. Sistem balanced scorecard hendaknya menghasilkan sasaran – sasaran strategis dengan ukuran tertentu. Ukuran – ukuran ini diperlukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran –
sasaran strategis yang telah dirumuskan dan untuk megukur faktor yang memacu pencapaian sasaran strategis tersebut.
2.1.3.2.3. Budgetary Goal Characteristics Menurut Kenis (1979) dalam Ayu (2011) kinerja manajerial juga dapat diukur dari kelima dimensi BGC yaitu partisipasi dalam penyusunan anggaran, kejelasan anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan sasaran anggaran. Kelima dimensi BGC tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan diharapkan dapat meningkatkan kinerja. Hal senada dikatakan oleh Andy (2009) bahwa lima karakteristik sistem penganggaran atau budgetary goal characteristics dapat digunakan untuk mengukur kinerja manajerial pada suatu perusahaan, lima karakteristik tersebut yaitu : 1. Partisipasi Penyusunan Anggaran (Budgetary Participation). Partisipasi penganggaran menggambarkan keterlibatan manajer dalam menyusun aggaran pada pusat pertanggungjawaban manajer yang bersangkutan. 2. Kejelasan Sasaran Anggaran (Budget Goal Clarity). Kejelasan sasaran anggaran menggambarkan luasnya sasaran anggaran yang diyatakan secara jelas dan spesifik serta dimengerti oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap pencapainnya 3. Evaluasi Anggaran (Budgetary Evaluation). Evaluasi anggaran adalah tindakan yang dilakukan untuk menelusuri penyimpangan anggaran ke departemen yang
bersangkutan dan digunakan sebagai dasar untuk penilaian kinerja departemen. Tse (1979) dalam Ratnawati (2004) menjelaskan
bahwa
evaluasi
anggaran
secara
mendasar
memiliki empat tujuan, yaitu : a. untuk meyakinkan bahwa kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan kinerja yang diharapkan; b. memudahkan untuk membandingkan antara kinerja individu satu dengan yang lainnya; c. sistem evaluasi kinerja dapat memicu suatu isyarat tanda bahaya, memberi sinyal masalah-masalah yang mungkin terjadi; d. evaluasi
dimaksudkan
untuk
menilai
pembuatan
keputusan manajemen. 4. Umpan Balik Anggaran (Budgetary Feedback). Umpan balik terhadap tingkat sasaran anggaran yang dicapai merupakan salah satu variabel penting yang memberikan motivasi kepada manajer. Jika bawahan tidak mengetahui hasil dari apa yang telah dicapainya maka tidak akan merasa bahwa mereka telah berhasil atau gagal. 5. Kesulitan Sasaran Anggaran (Budget Goal Difficulty). Kesulitan sasaran anggaran menggambarkan adanya rentang sasaran dari sangat longgar dan mudah dicapai sampai dengan sangat ketat dan tidak dapat dicapai
2.1.3.2.4. Management By Objective Menurut Suwatno (2011:207) inti dari metode pendekatan MBO adalah bahwa setiap karyawan dan penilai secara bersama untuk menetapkan tujuan – tujuan atau sasaran – sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang. Hal senada dikatakan oleh Peter Drucker
dalam Husein (2002:224) MBO pada dasarnya adalah suatu proses penetapan tujuan secara umum oleh pihak manajer atau atasan dengan bawahan yang bekerja secara bersama, serta penetapan bidang tanggung jawab utama dari setiap individu yang dijabarkan secara tegas dalam bentuk hasil – hasil atau sasaran – sasaran yang diharapkan serta dapat diukur. Kemudian dengan menggunakan sasaran – sasaran tersebut penilaian prestasi kerja dilakukan secara bersama pula. Karyawan dinilai berdasarkan pencapaiannya atas tujuan – tujuan spesifik yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Husein (2002:224) MBO yang efektif memiliki unsur – unsur berikut ini : 1. Keterikatan pada program 2. Penetapan tujuan manajemen puncak 3. Tujuan – tujuan individu 4. Partisipasi 5. Otonomi dan pelaksanaan rencana 6. Peninjauan kembali hasil kerja Kemudian proses MBO berlangsung terdiri dari enam tahapan (Suwatno, 2011:208) yaitu : 1. Pihak manajemen puncak secara periodik memberikan penjelasan secara umum kepada pimpinan senior perihal MBO untuk mendapatkan berbagai tanggapan dari mereka. 2. Mendidik para pelatih atau penasihat perusahaan mengenai MBO, yang meliputi teori MBO, pelajaran mengenai kasus – kasus perusahaan, pengenalan organisasi perusahaan, membuat model deskripsi pekerjaan manajemen berikut berbagai rencana untuk meningkatkan kerja serta melakukan permainan yang
3.
4.
5.
6.
disebut dengan “role playing” (permainan peran) sebagai pihak – pihak tertentu dalam perusahaan. Para penasihat memberi penjelasan kepada manajer mengenai kebijakan perusahaan secara umum dan kaitan manfaat MBO dengan kebijakan perusahaan itu. Setiap manajer mulai melakukan analisis pekerjaannya untuk menentukan bidang utamanya serta standar kerjanya ke dalam bentuk deskripsi tugas manajemen. Melakukan koordinasi dan penyesuaian tugas – tugas pokok pimpinan serta menyusun rencana peningkatan kerja dengan cara melakukan pertemuan yang dihadiri oleh setiap pihak. Setelah berjalan beberapa bulan, lakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan yang dilakukan antara pejabat dan atasannya dalam suatu pertemuan resmi yang dihadiri pula oleh penasihat perusahaan. Pertemuan ditujukan untuk memeriksa pelaksaan kerja, melakukan penilaian terhadap pelaksanaan kerja, serta merumuskan berbagai peningkatan kerja untuk waktu yang akan datang. Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi
karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya agar mencapai hasil yang diinginkan. 2.1.4. Komitmen Organisasi 2.1.4.1.
Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Wiener (1982) dalam Andi (2010) Komitmen organisasi
didefinisikan “sebagai dorongan dari dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadinya”. Kemudian menurut Coryanata (2004:619) dalam I Putu (2010), komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan
dengan kepentingan sendiri. Menurut Ivancevich (2005:234) komitmen terhadap organisasi melibatkan tiga sikap yaitu : 1.
Rasa identifikasi dengan tujuan organisasi
2.
Perasaan terlibat dengan tugas organisasi
3.
Perasaan setia terhadap organisasi Komitmen organisasi menunjukkan keyakinan dan dukungan
terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasi (Mowday, 1979 dalam Edfan, 2002). Komitmen organisasi yang kuat di dalam individu akan menyebabkan individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tujuan kepentingan yang sudah direncanakan sehingga memungkinkan terjadinya senjangan anggaran dapat dihindari (Porter, 1974 dalam Andi 2010). Menurut Fiedler (1978) dalam I Putu (2012), komitmen organisasional dimasukkan ke dalam behavior observability yang merupakan observability factor sehingga dapat dinyatakan sebagai variabel kontijensi. Maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya: 1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai – nilai organisasi. 2. Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi. 3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.
Menurut Mowday (1979) dalam Nanda (2011) komitmen organisasi terbagi menjadi tiga yaitu : 1. Affective commitment Yaitu komitmen yang berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat pada organisasi. Seseorang yang ingin berada dalam suatu organisasi karena keinginan yang timbul dari diri sendiri. Dengan dimensi sense of belonging, emotional attached, personal,meaning. Komitmen ini terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional atau psikologis terhadap organisasi. 2. Continuance commitment Yaitu komitmen yang timbul karena adanya kebutuhan rasional. Komitmen ini muncul atas dasar untung rugi, dipertimbangkan hal apa yang harus dikorbangkan bila akan menetap didalam suatu organisasi dengan dimensi pilihan lain, benefit dan biaya. Komitmen yang muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan – keuntungan lainnya. 3. Normative commitment Yaitu komitmen yang bersumber pada norma yang ada dalam diri individu yang berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi, dirinya merasa harus bertahan karena alasan loyalitas. Komitmen ini timbul dari nilai – nilai diri karyawan dan karyawan memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan. Dari ketiga jenis komitmen tersebut, yang paling diinginkan oleh perusahaan adalah komitmen afektif karena karyawan memiliki loyalitas yang tinggi (Nanda, 2011).
2.1.4.2.
Faktor – faktor yang Digunakan Untuk Mengukur Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat diukur menggunakan beberapa faktor
atau cara. Menurut Husein (2002:133) tingkat LTO (Labour Turnover) dapat mengukur komitmen organisasi dari individu didalam perusahaan.
Bila tingkat LTO menururn atau rendah ini menunjukkan bahwa karyawan betah atau kerasan dan merasa senang di perusahaan. Hal ini membuat karyawan bekerja dengan baik, bersemangat kerja tinggi dan memiliki komitmen organisasi yang tinggi sehingga pada akhirnya meningkatkan produktivitas karyawan. Faktor atau cara lain untuk mengukur tingkat komitmen organisasi
yaitu menggunakan instrumen daftar pertanyaan
yang dikembangkan oleh Mowday (1979). Daftar pertanyaan terdiri dari sembilan pertanyaan untuk mengetahui tingkat komitmen manajer terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Berikut faktor – faktor atau indikator yang dapat mengukur tingkat komitmen organisasi yang dikembangkan oleh Mowday (1979) dalam Kunwaviyah (2010) : 1. Usaha keras untuk menyukseskan organisasi. 2. Kebanggaan bekerja pada organisasinya. 3. Kesediaan menerima tugas demi organisasi. 4. Kesamaan nilai individu dengan nilai organisasi. 5. Kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. 6. Organisasi merupakan inspirasi untuk melakukan tugas. 7. Senang atas pilihan bekerja di organisasinya. 8. Anggapan bahwa organisasinya adalah organisasi yang terbaik. 9. Perhatian terhadap nasib organisasi. Jawaban dari sembilan pertanyaan diukur dengan menggunakan skala Likert dengan rentang nilai satu (terendah) sampai dengan tujuh
(tertinggi). Alternatif jawaban satu berarti tidak setuju sedangkan jawaban tujuh berarti sangat setuju.
2.2. Kerangka Pemikiran Menurut Garrison (2006:378) “A Budget is a detailed plan for the acquisition and use of financial and other resource over a specified time period.” Anggaran adalah rencana rinci untuk akuisisi dan penggunaan sumber daya keuangan dan lainnya selama periode waktu yang ditentukan. Dalam implementasinya anggaran tidak hanya sebatas alat perencanaan dan pengendalian namun juga sebagai sarana bagi para manajer untuk memotivasi bawahan prihal aktivitas yang harus dikerjakannya (I Putu, 2012). Anggaran disusun oleh manajemen untuk dalam jangka waktu satu tahun membawa perusahaan ke kondisi tertentu yang diinginkan dengan sumber daya tertentu yang diperhitungkan (Mulyadi, 2001:489). Karena sangat pentingnya anggaran bagi perusahaan maka dibutuhkan penyusunan anggaran yang baik. Menurut Sofyan (2001:83) terdapat tiga pendekatan dalam penyusunan anggaran yaitu top – down, bottom up dan participative. Menurut Robbins (2003:179) partisipasi merupakan suatu konsep dimana bawahan ikut terlibat dalam pengambilan keputusan sampai tingkat tertentu bersama atasannya. Inti dari partisipasi anggaran adalah diperlukan kerja sama antara seluruh tingkatan organisasi (Frisilia, 2007), kemudian partisipasi anggaran dinilai mempunyai konsekuensi terhadap sikap dan perilaku anggota organisiasi (Murray, 1990 dalam J Sumarno, 2005).
Kinerja merupakan performance atau unjuk kerja, kinerja dapat pula diartikan sebagai prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja (Suwatno, 2011:196).
Kinerja manajerial yaitu kemampuan atau prestasi
kerja yang telah dicapai oleh personil atau sekelompok orang dalam suatu organisasi untuk melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan operasional perusahaan (Kornelius, 2008). Penilaian kinerja digunakan untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mathilda, 2008). Anggaran mencerminkan suatu komitmen oleh pembuatnya dengan atasannya, oleh karena itu anggaran menjadi tolak ukur terhadap mana kinerja aktual dapat dilihat (Govindarajan, 2005:76). Partisipasi dalam penyusunan anggaran berarti keikutsertaan operating managers dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa yang akan datang yang akan ditempuh oleh operating managers tersebut dalam pencapaian
sasaran
anggaran
(Mulyadi,
2001:513).
Manajer
yang
berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran akan mempunyai persepsi inovasi yang lebih tinggi yang kemudian akan meningkatkan kinerja manajerial (Kunwafiyah, 2010). Terdapat banyak penelitian terdahulu mengenai pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial, dalam penelitian Widi (2002) didapat hasil bahwa partisipasi penyusunan anggaran
berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Eker (2006) juga menemukan hal yang sama bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Hal serupa juga didapat oleh Kornelius (2008) dalam penelitiannya bahwa partisipasi manajer dalam penyusunan anggaran memiliki pengaruh positif terhadap kinerja manajerial. Hal ini dipertegas oleh Anthony (2005:87) bahwa partisipasi anggaran mempunyai dampak yang positif terhadap motivasi manajerial dan akan berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Tetapi pada awal – awal penelitian antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial menunjukkan bukti yang tidak meyakinkan (inconclusive) dan seringkali bertentangan. dan masih terdapat ketidakkonsistenan hasil. Hal ini terbukti dengan hasil yang didapat oleh J Sumarno (2005), M Nursidin (2008) dan Nurul (2013) bahwa terdapat pengaruh dan hubungan negatif yang kuat antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Menurut Endang (2007) diperkirakan ada faktor yang menyebabkan ketidakkonsistenan hasil penelitian hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Riyanto (2001) dalam I Putu (2012) mengatakan perlu digunakan pendekatan kontijensi untuk mengevaluasi hubungan partisipasi dalam penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Dalam pendekatan kontijensi terdapat variabel yang dapat berperan sebagai faktor pemoderasi atau faktor intervening. Ghozali (2002) dalam Westhi (2013) menjelaskan bahwa faktor pemoderasi yaitu faktor atau variabel yang
mempengaruhi hubungan antara dua variabel yaitu antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Brownell (1982) dalam J Sumarno (2005) menelaah beberapa penelitian dan menemukan pengaruh faktor kondisional sebagai variabel pemoderasi terhadap hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Kemudian Govindarajan (1986) dalam J Sumarno (2005) mengatakan perlu digunakan pendekatan kontingensi tersebut untuk mengidentifikasi berbagai kondisi yang menyebabkan anggaran partisipasif menjadi lebih efektif. Para peneliti telah membuktikan bahwa keefektifan partisipasi anggaran tergantung pada faktor kontekstual organisasional dan sifat psikologis karyawan (J Sumarno, 2005). Maka komitmen organisasi dapat digunakan sebagai faktor kontekstual organisasional dalam pendekatan kontijensi sebagai variabel pemoderasi untuk mengevaluasi hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial karena dianggap dapat memperkuat hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial. Menurut Coryanata (2004:619) dalam I Putu (2010), komitmen organisasi adalah dorongan dari dalam individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan sendiri. Komitmen organisasi juga merupakan tingkat keterikatan perasaan dan kepercayaan terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Semakin tinggi komitmen terhadap organisasi, manajer merasa memiliki organisasi
tempatnya bekerja sehingga membuat manajer akan memberikan hasil upaya dan kinerja yang lebih baik (Nouri dan Parker, 1998). Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dibuat kerangka pemikiran untuk mempermudah jalam pemikiran terhadap permasalahan yang dibahas. Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
Partisipasi Penyusunan Anggaran (X)
Kinerja Manajerial (Y)
Komitmen organisasi (Z)
2.3. Hipotesis Penelitian Menurut Moh Nazir (2005:273), Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta – fakta yang diamati ataupun kondisi – kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah – langkah selanjutnya. Berdasarkan atas teori, permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1 : Partisipasi dalam penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajerial. H2 : Komitmen organisasi berpengaruh terhadap hubungan partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial.