BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Letak Administratif dan Geografis Taman Nasional Karimunjawa terletak di utara pulau Jawa yang secara geografis Taman Nasional Karimunjawa terletak pada koordinat 5°40’39” - 5°55’00” LS dan 110°05’ 57” - 110°31’ 15” BT. Secara administratif kawasan ini termasuk Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Taman Nasional ini memiliki luas 111.625 ha yang meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan 1.507,70 ha kawasan darat. Taman Nasional Karimunjawa merupakan satu-satunya kawasan pelestarian alam perairan di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang merepresentasikan keutuhan dan keunikan pantai utara Jawa Tengah (Nababan 2012). 2.1.1 Kondisi Iklim dan fisika Taman Nasional Laut Karimunjawa merupakan wilayah Kepulauan Karimunjawa yang beriklim tropis, terbagi dalam dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan yang diselingi dengan musim pancaroba. Musim kemarau relatif pendek yaitu pada bulan Juni-Agustus atau lebih dikenal dengan musim timur. Saat musim timur seringkali bertiup angin barat yang menimbulkan hujan lokal. Setelah musim timur berakhir, diikuti dengan musim pancaroba I pada bulan September–Oktober sebagai peralihan musim kemarau yang tidak menentu. Musim penghujan atau dikenal dengan musim barat pada bulan November-Maret bertiup angin kencang yang mengakibatkan gelombang besar. Curah hujan cukup tinggi ratarata 40 mm/hari. Selama musim ini bertiup angin barat yang basah dengan kecepatan tinggi, sehingga menimbulkan gelombang laut yang besar dan berbahaya bagi pelayaran (Nababan 2012).
2.1.2 Aksesibilitas 1. Transportasi Laut Perjalanan menuju Pulau Karimunjawa dapat dilakukan menggunakan KM.Muria dan Kapal Motor Cepat Kartini I. a. KM Muria berangkat dari Pelabuhan Kartini Jepara dilayani oleh 2 kali seminggu dengan jadwal : - Jepara ke Karimunjawa : setiap hari Rabu dan Sabtu dengan lama perjalanan ± 6 jam dan dikenakan biaya transportasi sebesar Rp. 32.000 hingga Rp. 80.000 perorang. - Karimunjawa ke Jepara : setiap hari Senin dan Kamis. b. Pada bulan April 2004 diluncurkan KMC. KARTINI I yang melayani rute perjalanan Semarang-Jepara-Karimunjawa, dengan waktu tempuh yang lebih singkat yaitu sekitar 4 jam dari Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang dengan biaya transportasi sebesar Rp. 80.000 hingga Rp. 200.000 perorang. - Semarang ke Karimunjawa : setiap hari Senin dan Sabtu. - Karimunjawa ke Semarang : setiap hari Minggu dan Selasa. c. Sampai saat ini belum ada kapal yang melayani transportasi antar pulau. Saat ini transportasi antar pulau masih dilayani oleh kapal nelayan milik penduduk. 2. Transportasi Udara Transportasi udara dapat ditempuh dari Bandara Ahmad Yani Semarang menuju Bandara Dewadaru di Pulau Kemujan. Saat ini penerbangan dikelola oleh tour operator yang ada yaitu Kura-Kura Aviation (Nababan 2012). 3. Transportasi Darat Transportasi darat di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan dapat dilakukan dengan menyewa kendaraan roda dua atau roda empat milik masyarakat. Ada pula kendaraan becak yang melayani rute pelabuhan menuju kota kecamatan, namun umumnya hanya beroperasi pada waktu keberangkatan dan kedatangan kapal Muria saja (Nababan 2012).
2.2 Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang berada di laut dengan keanekaragaman jenis yang tinggi. Di dalam ekosistem ini banyak sekali dijumpai biota laut baik tumbuhan maupun hewan yang tumbuh dan berkembang serta saling berinteraksi satu sama lain, sehingga apabila terjadi kerusakan terumbu karang akan berpengaruh terhadap biota dan rantai ekosistem yang ada di dalamnya. Ekosistem terumbu karang ditandai dengan perairan yang selalu hangat dan jernih, produktif dan kaya kapur CaCO3 (Randall dan Elredge 1983). Terumbu karang merupakan ekosistem kompleks dengan keanekaragaman hayati tinggi yang ditemukan di perairan dangkal di seluruh wilayah tropis. Terumbu karang mendukung perikanan produktif sebagai pemasok sumber protein utama. Dibalik kompleksitas dan tingginya keanekaragaman hayati ekosistem ini, terumbu karang kurang stabil, bahkan sangat sensitif
terhadap setiap gangguan yang
beranekaragam (Fitriani 2007), adapun beberapa faktor persyaratan hidup terumbu karang adalah sebagai berikut : 1. Salinitas Terumbu karang dapat bertahan hidup pada salinitas laut normal, yaitu salinitas 32 - 35 0/00. Batas toleransi terumbu karang terhadap salinitas berkisar antara 27 - 42 0/00. Kisaran salinitas tersebut merupakan salinitas optimal untuk kehidupan terumbu karang, sehingga kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan meningkat (Guntur 2011). 2. Cahaya Cahaya matahari sangat diperlukan untuk proses fotosintesis zooxanthella. Intensitas penetrasi cahaya matahari mempengaruhi pertumbuhan karang, kedua faktor ini saling terkait karena keberhasilan proses fotosintesis dan pertumbuhannya bergantung pada zooxanthella dan polip karang sebagai pembentuk terumbu (Nybakken 1992). Biasanya pada kedalaman 40 meter, polip karang sudah tidak bisa
hidup karena zooxanthella dalam jaringannya sudah tidak dapat melakukan proses fotosintesis karena intensitas cahaya yang masuk sudah sangat kecil (Nontji 1993 dalam Sinuhaji 2003). 3. Suhu Suhu ekstrim dapat memberikan dampak negatif bagi karang, dapat memicu terjadinya pengapuran. Menurut Nybakken (1992), suhu merupakan pembatas utama sebaran secara geografik. Suhu perairan yang optimum untuk kehidupan karang berkisar antara 25oC sampai 28oC. 4. Kejernihan air Karang memerlukan air laut yang bersih, karena partikel–partikel yang terdapat di dalam air dapat menghalangi masuknya cahaya matahari yang diperlukan zooxanthella. Endapan pasir atau lumpur yang terbawa air mempunyai dampak negatif dan dapat mengakibatkan kematian karang. Akibatnya pertumbuhan karang akan menjadi lambat bahkan keberadaannya terancam hilang akibat ancaman dari endapan dan sedimentasi yang berlebihan (Nontji 1993 dalam Sinuhaji 2003). 5. Pergerakan air (arus air) Pada umumnya karang berkembang di daerah yang mempunyai gelombang besar. Pergerakan air atau arus serta gelombang besar diperlukan untuk mensuplai makanan dan oksigen serta menghindarkan karang dari timbunan endapan. Masuknya oksigen dalam air laut disebabkan oleh adanya peristiwa up-welling telah menyebabkan air laut menjadi teraduk mengakibatkan nutrisi dasar laut terangkat ke permukaan (Nybakken 1992). 6. Substrat Subtrat adalah tempat melekat koloni karang. Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk pelekatan plannula (stadium larva pada karang) yang akan membentuk koloni baru (Nontji 1993 dalam Sinuhaji 2003). Substrat keras dapat berupa apa saja yang terdapat di dasar laut, potongan kayu atau logam yang
terbenam dapat ditumbuhi koloni baru, bahkan bangkai kapal tenggelam setelah beberapa lama akan ditumbuhi koloni karang baru (IPB Press 2009).
2.2.1 Formasi Pembentukan Terumbu Karang Menurut Nybakken (1992), karang terdiri dari dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedangkan karang ahermatipik tidak dapat menghasilkan terumbu. Karang ahermatipik tersebar di seluruh dunia, tetapi karang hermatipik hanya ditemukan di wilayah tropik. Perbedaan yang mencolok antara kedua karang ini adalah bahwa di dalam jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis (hidup bersama) yang dinamakan zooxanthela, sedangkan pada karang ahermatipik tidak terdapat zooxanthela didalam jaringan karangnya. Nybakken (1992), mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum yaitu : a. Terumbu karang tepi (Fringing reef/Shore reef ), Terumbu karang ini berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh keatas atau kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian yang cukup arus. Diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhaan yang kurang baik bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat. b. Terumbu karang penghalang (Barrier reef), Terumbu karang ini terletak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m). Umumnya memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar-putar seakan-akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya adalah The
Great Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia dengan panjang 1.350 mil. c. Terumbu karang cincin (Atol) Terumbu karang ini melingkari suatu goba (lagoon). Kedalaman goba di dalam Atol sekitar 45 m jarang sampai 100 m seperti terumbu karang penghalang. Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi Selatan.
Gambar 1. Tiga Tipe Terumbu Karang Sumber : Nybakken 1992 2.2.2 Interaksi Dalam Ekosistem Terumbu Karang Interaksi yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang menurut Nybakken (1992), dapat dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu :
1. Persaingan Satu keistimewaan pada ekosistem terumbu karang adalah bahwa pada ekosistem ini tidak terdapat tempat yang terluang karena seluruh ruangan telah ditutupi oleh karang. Persaingan untuk memperoleh cahaya yang cukup dapat terjadi antara jenis karang yang bercabang dan karang yang membentuk hamparan atau masive. Biasanya karang yang bercabang tumbuh lebih cepat daripada karang yang membentuk hamparan atau masif dan sering memperluas koloninya ke bagian atas dan lebih tinggi dari pada hamparan, menutupi karang massive dari cahaya. Untuk mencegah terjadinya penguasaan tempat dan memelihara keanekaragaman pada terumbu karang, karang yang berbentuk massive dapat mencegah pertumbuhan yang
cepat dari karang bercabang dengan memakan jaringan hidup koloni karang yang menutupinya (Nybakken 1992). Hal ini disebut sebagai suatu susunan kekuasaan yang bersifat menyerang artinya setiap spesies mampu menyerang dan membunuh spesies yang ada di bawahnya dan sebaliknya dapat diserang oleh spesies yang ada dibawahnya, akibat adanya persaingan yang kuat pada ekosistem untuk menggunakan tempat yang sama dalam satu ekosistem (Nybakken 1992).
2. Pemangsaan Secara visual terlihat bahwa ekosistem terumbu karang didominasi oleh karang dan ikan-ikan karang. Hal ini terjadi karena hewan-hewan lain seperti invertebrata tersembunyi dari penglihatan disebabkan besarnya tekanan pemangsaan pada
terumbu karang. Predator yang mampu merusak koloni karang dan
memodifikasi struktur terumbu adalah bintang seribu (Acanthaster plancii) dan beberapa jenis ikan (Nybakken 1992). Pemangsaan koloni karang oleh ikan pada kondisi yang cukup parah dapat mematikan koloni terumbu (Motoda 1940 dalam Nybakken 1992). 3. Grazing Grazing adalah kegiatan yang dilakukan oleh ikan herbivora pemakan alga. Grazing yang teratur terhadap alga koralin dilakukan oleh ikan-ikan Famili Siganidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae serta bulu babi seperti Diadema.
Pengaruh
grazing
oleh
ikan-ikan
Pomacentridae
mengakibatkan
pertumbuhan alga koralin menjadi lambat dan terkendali karena kegiatan grazing oleh ikan-ikan tersebut (Nybakken 1992). 2.3 Transplantasi Karang Transplantasi karang adalah pencakokan atau pemotongan karang hidup untuk dicangkok ditempat lain atau ditempat yang karangnya telah mengalami kerusakan. Tujuannya untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami dan
mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Kegunaan transplantasi karang yang cukup penting adalah menambah karang dewasa ke dalam suatu populasi sehingga dapat meningkatkan produksi larva di ekosistem terumbu karang yang rusak (Fitriani 2007). Karang dapat dipindahkan dari sebuah terumbu karang dan di transplantasikan pada substrat alam pada terumbu yang telah rusak atau pada substrat buatan seperti blok beton. Sumber untuk transplantasi harus dipilih secara hati-hati guna menghindari kerusakan bagi terumbu karang lainnya. Sumber yang paling baik mungkin terumbu-terumbu karang yang sudah pasti akan rusak parah dimasa mendatang akibat pengerukan pasir, reklamasi pantai, pembuangan cairan limbah (Westmaccot et al. 2000). Menurut Sukarno (1993) transplantasi karang dapat dilakukan untuk berbagai tujuan yaitu: pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak; pemanfaatan terumbu karang secara lestari (perdagangan kerang hias); perluasan terumbu karang; pariwisata; meningkatkan kepedulian pariwisata akan status terumbu karang; perikanan; terumbu buatan dan penelitian. Adapun manfaat transplantasi terumbu karang adalah: Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Hal ini berarti upaya untuk menghidupkan atau menanamkan kembali karang dengan benih-benih baru baik yang berasal dari tempat sekitarnya atau juga dapat bersal dari tempat lain. Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak. Aplikasi dari kegiatan rehabilitasi ini adalah bagian-bagian yang nantinya dapat dilaksanakan untuk kegiatan konservasi. Menciptakan komunitas baru dengan memasukan spesies baru kedalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keanekaragaman hayati. Semua hal penting yang menyangkut sumberdaya plasma nutfah sangat
terkait atau terikat dengan biodiversity convention yang telah disepakati dan sudah diratifikasi. Indonesia pun sudah meratifikasi Biodiversity Convention. Keperluan perdagangan. Sebagai hiasan akuarium, karang merupakan spesies yang menarik untuk dipindahkan dari lapangan atau dari habitat aslinya. 2.3.1 Metode Transplantasi Terumbu Karang Menurut Putra (2011), metode transplantasi karang terbagi dalam lima jenis, yaitu: 1. Metode Patok a) Bahan dan Cara Kerja Patok kayu tahan air atau besi yang dicat anti karat ditancapkan di perairan. b) Keunggulan Biaya yang dibutuhkan sangat sedikit, pemasangan relatif mudah, gangguan sampah hampir tidak ada, cocok untuk karang lunak dan waktu/lama pekerjaan
relatif singkat. c) Kelemahan Tata letak metode patok didasar perairan tidak teratur, karena sangat tergantung dari kondisi dasar perairan. Karang besi dapat menyebkan pencemaran. 2. Metode jaring a) Bahan dan Cara Kerja Jaring atau waring bekas dan tali ris dengan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan. b) Keunggulan Bahan mudah didapatkan, dapat menggunakan bahan bekas, biaya lebih murah, cocok untuk karang massive (bukan bercabang). c) Kelemahan
Sulit untuk dibersihkan, sukar dalam pengukuran terutama untuk mengukur tinggi, pertumbuhan karang tidak rata, kedudukan media di dasar media kurang stabil. 3. Metode jaring dan substrat a) Bahan dan Cara Kerja Jaring yang dilengkapi dengan substrat yang terbuat dari semen, keramik atau gerabah dengan ukuran 10 x 10 cm. b) Keunggulan Pengukuran relatif lebih murah, lebih rapih dan teratur, baik untuk karang yang bercabang. c) Kelemahan Biaya lebih mahal, proses pemasangan lebih rumit, membutuhkan tenaga yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama.
4. Metode jaring dan rangka a) Bahan dan Cara Kerja Rangka besi yang dicat anti karat dan diatasnya ditutupi dengan jaring yang diikat secara kuat dan rapih. Rangka yang ideal berukuran 100 x 80 cm berbentuk bujur sangkar dan pada bagian ujung-ujung bujur sangkar, terdapat kaki-kaki tegak lurus masing-masing sepanjang 10 cm, di bagian bujur sangkarnya ditutupi dengan jaring tempat mengikat bibit bibit transplantasi. b) Keunggulan Konstruksinya lebih kokoh daripada metode 1,2 dan 3 dapat ditata sesuai dengan keinginan, monitoring dan evaluasi lebih mudah, baik bagi karang massive bercabang, memiliki nilai estetika. c) Kelemahan Berbagai karang yang berbentuk bercabang tidak dapat tumbuh dengan tegak, biaya sedikit lebih mahal. Rangka besi dapat menyebabkan pencemaran.
5.Metode jaring, rangka dan subsrat a) Bahan dan Cara Kerja Metode ini merupakan perpaduan antara metode 3 dan 4. Ukuran diameter substrat 10 cm dengan tebal 2 cm, panjang patok 5-10 cm, bahan patok terbuat dari peralatan kecil yang diisi semen dan diberi cat agar tidak mengakibatkan pencemaran, rangka sebaiknya berbentuk siku berukuran 100 x 80 cm dan diberi cat agar tidak mengakibatkan pencemaran. b) Keunggulan Lebih kokoh dan kuat, cocok untuk objek penelitian, cocok untuk karang lunak dan karang bercabang, memiliki nilai estetika, bernilai ekonomis. c) Kelemahan Biaya yang dibutuhkan relatif mahal, rangka besi dapat menyebabkan pencemaran. 2.3.2 Perkembangan Transplantasi Terumbu Karang Transplantasi merupakan suatu teknik penanaman dan pertumbuhan koloni karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu induk koloni tertentu. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah mengalami kerusakan atau untuk memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak, terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen penutupan (Harriot dan Fisk 1988). Australia yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kelangsungan hidup terumbu karang, telah menerapkan teknologi transplantasi karang untuk tujuan pengembangan wisata bahari guna merehabilitasi ekosistem terumbu karang. Jepang merupakan negara yang secara intensif melakukan kegiatan transplantasi karang bercabang. Di Teluk Kanehoe Hawai, transplantasi bertujuan untuk merehabilitasi kembali ekosistem terumbu karang yang telah rusak akibat Acanthaster plancii (Harriot dan Fisk 1988). a Tranplantasi Di Alam
Penelitian pendahuluan yang mengarah pada transplantasi karang dilakukan oleh Boli (1994) dengan melakukan penanaman beberapa jenis karang bercabang Acropora di Pulau Lancang dan sebelah utara Pulau Pari. Penelitian ini mengungkapkan kecepatan pertumbuhan pada dua daerah tersebut rata-rata mendekati 1 cm/bulan. Penelitian lain dilakukan oleh Muchlis (1996) di Nusa Tenggara Barat dengan fokus penelitian terhadap pertumbuhan jenis karang bercabang (blanching) dengan tingkat pertumbuhan rata-rata mendekati 1 cm/bulan. b Transplantasi di Ruang Terkontrol Penelitian transplantasi dimulai dengan penelitian pendahuluan oleh PPLHLPPM IPB TAHUN (2002) yang bertujuan memberikan alternatif untuk pengembangan transplantasi, karena di lapangan terdapat beberapa kendala misalnya keamanan dan pengontrolan sistem yang ada di perairan. Dengan melakukan transplantasi di ruang terkontrol diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Penelitian yang bertujuan untuk rekayasa teknologi fragmentasi buatan pada karang masif jenis langka (Cynaria, Catalaphyllia dan Blastomussa) selama pengamatan 80 hari karang Crustacea setelah fragmentasi, penambahan panjangnya sekitar 4,53-6,34 mm (2,38 mm/bulan). Pertumbuhan karang Lobophyllia sp. yang difragmentasikan termasuk lambat, pertumbuhan panjang mutlaknya berkisar 1,536,83 mm selama pengamatan 80 hari (Soedarharma 2005). 2.3.3 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Menjangan Kecil Pulau Menjangan Kecil merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam gugusan Kepulauan Karimunjawa. Terumbu karang Pulau Menjangan Kecil merupakan terumbu karang tepi (fringing reef). Hampir di setiap lokasi didominasi oleh karang baru dari jenis Acropora sp. Rataan terumbu didominasi oleh pertumbuhan karang seperti daun (foliose) dari jenis Montipora foliosa. Kearah lereng terumbu juga masih didominasi oleh karang batu dari jenis Acropora sp., juga Lobophyllia sp., Diploastra heliopora dan Pavites abdita (Hermanlimianto 1989).
Di rataan terumbu karang bagian barat Pulau Menjangan Kecil, nilai indeks keanekaragaman termasuk tinggi yaitu 2,667. Tingkat dominasi terumbu karang bagian barat pulau ini adalah Porites sp. sebesar 19,9%, Acropora sp. 12,3%, Montipora sp. 11,9%, Favia sp. 7,6% dan Psammocora sp. 6%. Di rataan terumbu karang sebelah timur pun nilai indeks keanekaragamannya tinggi yaitu 2,629. Porites sp. menempati rataan terumbu karang ini dengan tingkat dominasi sebesar 24,5%, sedangkan Acropora sp. 13,5%, Favis sp. 9,5%, Millepora sp. 10,5% dan Favites sp. 5,9%. Nilai keanekaragaman bagian utara pulau ini cukup tinggi, yaitu 2,103 yang didominasi oleh Acropora sp. 25,40%, Poriters sp. 24,4%, Montipora sp. 17,4%, Pavona sp. 8,4% dan Millepora sp. 6,1%. Rataan terumbu karang di bagian selatan pulau ini keanekaragamannya cukup rendah yaitu 0,23 yang didominasi oleh Montipora sp. sebesar 93,9%. (Hermanlimianto 1989). 2.4 Struktur Komunitas Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu daerah tertentu atau habitat fisik tertentu yang saling berinteraksi atau mempunyai hubungan timbal balik dan secara bersama membentuk tingkat trofik (Odum 1993). Kreb (1972) menyatakan bahwa karakteristik suatu komunitas meliputi beberapa komponen pendukung, yaitu keanekaragaman, dominansi, kelimpahan relatif, bentuk dan struktur pertumbuhan, serta struktur trofik. Struktur komunitas adalah pola kelimpahan suatu spesies dan pola keterkaitan antar spesies dalam sebuah komunitas. Odum (1997) dan Mintane (1999) dalam Arief (2001) menyatakan bahwa komunitas dapat diklasifikasi menurut: Bentuk dan sifat struktur utama. Habitat fisik komunitas. Sifat atau tanda fungsional seperti tipe metabolisme komunitas. Struktur komunitas adalah pola kelimpahan suatu populasi dari suatu spesies dan pola hubungan antar spesies dalam sebuah komunitas.
2.5 Ikan Karang 2.5.1 Kelimpahan Ikan Karang Salah satu organisme yang berperan penting di ekosistem terumbu karang adalah ikan karang, baik dalam hal keanekaragaman maupun morfologinya (Syms 1998). Organisme ini dapat ditemukan di terumbu karang sampai pada kedalaman 100 m, walaupun mungkin juga terdapat di dalam habitat yang lainnya (Lieske dan Myers 1994). Beberapa jenis ikan non-karang juga ditemukan, akan tetapi memiliki distribusi yang luas, berasosiasi dengan substrat yang kasar, dan beberapa ikan karang terutama berasosiasi dangan habitat tepian, seperti gosong, laguna, dan mangrove. Diantara 4000 jenis ikan di perairan Indo-Pasifik, 18% hidup di ekosistem terumbu karang (Veron 1993). Ikan karang mempunyai sifat territorial yaitu menempati wilayah kekuasaan sehingga jika mereka diusik oleh penyelam, beberapa saat kemudian akan datang kembali ke wilayah teritorial tersebut. Ikan karang yang bersifat migratory atau sering berpindah antara lain adalah ikan hiu. Berdasarkan waktu makannya ikan karang juga ada yang bersifat diurnal (muncul pada siang hari) (COREMAP 2006). Keberadaan ikan karang pada terumbu karang membuat ekosistem ini merupakan ekosistem paling kaya di lautan. Pada daerah terumbu karang, ikan sangat terlihat mencolok karena jumlahnya yang banyak. Dengan jumlah yang banyak dan mengisi daerah terumbu karang, maka merupakan ponyokong hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu karang (Nykbakken 1992). Menurut Hobson (1991) dalam Sinuhaji (2003) sebagian besar distribusi ikan di ekosistem terumbu karang adalah ikan diurnal (aktivitas siang hari). Ikan ini mencari makan dan tinggal di terumbu karang pada siang hari, sedangkan sebagian kecil lainnya adalah ikan nokturnal (aktivitas malam hari). Ikan nokturnal pada siang hari menetap pada gua-gua dan celah karang. 2.5.2 Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Periode Mencari Makan:
Menurut Terangi (2004), pengelompokan ikan karang berdasarkan periode mencari makan dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Ikan Nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku Holocentridae
(Swanggi),
Suku
Apogoninade
(Beseng),
Suku
Hamulidae.
Priacanthidae (Bigeys), Muraenidae (Eels), Seranidae (Jewfish) dan beberapa dari suku dari Mullidae (goatfishes). 2. Ikan Diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku Labridae (Wrasses), Chaetodontidae (Butterflyfishes) Pamocentridae (Damselfishes), Scaridae Balistidae
(Parrotfishes),
Acanthuridae
(Tiggerfishes),
(Surgeonfishes),
Pomaccanthidae
Bleniidae
(Angelfishes),
(Blennies),
Monacanthidae,
Ostracionthidae (Boxfishes), Etraodontidae, Canthigasteridae dan beberapa dari Mullidae (Goatfishes). 3. Ikan Crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari suku Sphyraenidae (Baracudas), Serranidae (Groupers), Carangidae (Jacks), Scorpaenidae (Lionfishes), Synodontidae (Lizardfishes), Carcharhinidae, Lamnidar, Spyrnidae (Sharks) dan beberapa dari Muraenidae (Eels). 2.5.3 Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Peranannya Ikan karang merupakan sumberdaya yang penting pada daerah terumbu karang (Sale 1991). Peranan ikan karang baik secara ekologis maupun sebagai sumber daya yang bernilai ekonomis tinggi juga dapat dibedakan berdasarkan peranannya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Rachmawati (2001) bahwa komunitas ikan karang mempunyai beberapa kepentingan terhadap tingkat kelangsungan hidup terumbu karang di perairan serta mempunyai fungsi masingmasing terhadap tingkat kehidupan karang. Berdasarkan peranannya ikan karang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : a. Ikan Target Kelompok ikan target merupakan komunitas ikan yang dapat menggambarkan bahwa di daerah tersebut terdapat ikan-ikan konsumsi ekonomis tinggi yang menjadi
sasaran penangkapan ikan oleh nelayan. Ikan-ikan terget ini antara lain Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae (Cheillinus sp., Hemigymnus sp., Choerodon sp.) dan Haemulidae (TERANGI 2004). 1. SERANIDAE (Grouper, Rock cods, coral trout, kerapu, sunu, lodi ) Klasifikasi dari famili ini mempunyai banyak subfamili seperti Anthiinae (anthias), Epinephelinae grammistinae (soapfish) dan Famili Pseudogrammitinae (podges) (Allen 1997). • Soliter (Jarang ditemukan berpasangan ). • Biasanya bersembunyi digua-gua atau bawah karang. • Ukuran sampai 2 m dan berat sampai 200 kg. • Tergolong karnivora memakan ikan, udang dan krustasea.
2. LUTJANIDAE (Snappers, Seabass, Kakap, Jenahan, Jambihan) • Ditemukan di perairan dangkal sampai laut dalam. • Bentuk memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring. • Warna ada yang merah, putih kuning, kecoklatan dan perak. • Sebagian ada yang bergerombol. • Merupakan predator ikan, krustasea dan plankton feeders. • Bentuk berbeda antara dewasa dengan yang kecil.
Lutjanus kasmira
Lutjanus biguttatus
Lutjanus sebae
3. ACANTHURIDAE (Surgeons, Botana, Maum,Marukut, Kuli pasir) • Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor yang berjumlah 1 dan 2, sangat tajam seperti pisau operasi. • Kulit tebal dengan sisik halus. • Termasuk golongan herbivora. • Hidup bergerombol di daerah karang yang dangkal.
Zebrasoma scopes
Naso vlamingii
4. MULIDAE (Goatfishes, Biji nangka, Kambing ) • Warna umumnya merah, kuning dan silver. • Mempunyai jenggot (barbell). • Mencari makan pada dasar perairan atau pasir.
Parupeneus bifasciatus
Upeneus tragula
b.Ikan Indikator Kelompok ikan yang dapat memberikan suatu gambaran tentang kondisi perairan sebagai media tempat hidup terumbu karang di alam. Kelompok ini erat
hubungannya dengan kesuburan karang. Ikan-ikan ini diwakili oleh famili Chaetodontidae (Ikan Kepe-Kepe). 1. CHAETODONTIDAE (Butterfly, Daun-daun, Kepe-kepe) • Umumnya berpasangan, ada sebagian yang bergerombol. • Ukuran kurang dari 6 inci. • Tubuh bulat dan pipih • Gerakan lamban atau lemah gemulai. • Cara makan diatas karang seperti seperti kupu-kupu. • Warna umumnya cemerlang dari kuning, putih. dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata. • Makanan polip karang, algae, cacing dan invebterata lain. • Aktif di siang hari (diurnal).
Chaetodon speculum
Chelmon rostratus
Heniochus auminatus
c.Ikan Mayor Semua ikan yang tidak termasuk di kedua kelompok tersebut, yang pada umumnya berupa ikan-ikan kecil (5-25 cm) yang dimanfaatkan sebagai ikan hias air laut. Ikan-ikan ini diwakili oleh family Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae, Labridae, dan Apogonidae (TERANGI 2004). 1. POMACHENRIDAE (Damselfish, Betoklaut, Dakocan) • Mempunyai banyak genus. • Badan pipih dan nampak dari samping bulat. • Ikan kecil yang terbanyak di terumbu karang (kelimpahan individu). • Makanan plankton, invetebrata, alga.
• Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon.
Chromis viridis
Amphirion ocellaris
Abudefduf vaigiensis
2. POMACANTHIDAE (Anggel, Injel, Betmen, Napoleon, Anular) • Ukuran dewasa 30-39 cm. • Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan. • Hidup soliter (sendiri) dan berpasangan. • Hampir mirip dengan kepe-kepe tapi lebih tebal dan dibawah tutup insang berduri. • Makanan alga dan spong.
Genus Centropyge
Genus Pomachantus
3.APOGONIDAE (Cardinal, Beseng, Belalang, Seriding, Capungan) • Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi. • Ukuran kecil (5-15 cm), agak buntet, sirip-sirip transparan. • Warna kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris.
Apogon cyanosoma
Cheilodipterus artus
Interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang sebagai habitatnya dibedakan menjadi tiga bentuk (Choat dan Bellwood 1991) yaitu : 1. Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari pemangsa terutama ikan-ikan muda, 2. Interaksi dalam mencari makan meliputi hubungan antara ikan-ikan karang dengan biota yang hidup pada karang termasuk algae, dan 3. Interaksi tidak langsung sebagai akibat struktur dan kondisi hidrologis pada sedimen. Pada umumnya ikan karang mempunyai batas wilayah tersendiri dan sangat spesifik, yaitu menempati ruang dan jarang kelompok ikan keluar dari daerahnya untuk mencari makan dan daerah perlindungan. 2.5.3 Ekologi Ikan Karang Ikan karang merupakan ikan yang berasosiasi dengan habitat terumbu karang yang mempunyai karakteristik dalam struktur dan morfologisnya. Hal yang menonjol pada ikan karang adalah keragamannya (Sale 1991). Secara umum kehidupan ikan karang dapat dibagi dalam tiga fase biologis yaitu : 1) Fase Larva Pelagis, 2) Fase Juvenile, dan 3) Fase Dewasa. Pada fase larva pelagis, telur atau ikan melayang di kolom air dan merupakan bagian dari plankton di laut (Hallacher 2003). Sebagian besar ikan karang mempunyai fase pelagis terutama pada fase larva. Secara morfologis larva ikan belum mengalami perubahan dan perkembangan bentuk menjadi lebih sempurna (metamorfosis).
Pada fase pelagis, larva ikan karang menyebar di kolom air sampai beribu ribu kilometer. Setelah akhir dari fase pelagis ikan karang mengalami transisi menuju habitat terakhir (terumbu karang) disebut settlement (Sale 1991). Keadaan ikan dalam fase juvenile dimulai ketika ikan muda berdiam pada salah satu bagian terumbu dan disebut juga proses recruitment, secara morfologis juvenile ikan sangat berbeda dengan fase dewasanya. Fase dewasa ditandai dengan perubahan warna dan bentuk dari juvenile serta kematangan sel kelamin. Pada fase inilah pengamatan terhadap ikan karang sering dilakukan (Hallacher 2003). Menurut kebiasaan cara makannya, kelompok ikan karang dikelompokan menjadi beberapa jenis (Sale 1991) yaitu: a. Karnivora Karnivora adalah kelompok yang paling banyak terdapat di terumbu karang, mencapai 50-70% dari spesies ikan. Kebanyakan dari karnivora ini tidak mengkhususkan makanannya pada satu sumber makanan tertentu, tetapi bersifat oportunistik, mengambil apa saja yang berguna bagi mereka. Termasuk jenis ikan ini adalah ikan dari Serranidae, Labridae, Haemulidae, Lethridae, Lutjanidae, Apologonidae dan Pseudochronidae (Goldman dan Talbot 1976 dalam Nybakken 1992). b. Herbivora Herbivora merupakan kelompok ikan terbesar kedua setelah karnivora (15% dari spesies). Empat famili ikan karang herbivora yang banyak muncul antara lain famili Acanthuridae sekitar 76 spesies, Siganidae sekitar 25 spesies, Scaridae sekitar 79 spesies dan Pomacentridae sekitar 159 spesies (Choat 1991 dalam Sale 1991). c. Planktivora Mayoritas ikan laut mengkonsumsi plankton selama fase juvenil, walaupun setelah dewasa memakan makanan lain (Leis 1991 dalam Sale 1991). Ikan karang planktivora dewasa aktif selama siang dan malam hari, walaupun setiap periode mempunyai kumpulan spesiesnya sendiri-sendiri. Beberapa famili mempunyai banyak spesies yang beradaptasi sebagai planktivora diantaranya Serranidae,
Chaetodontidae, Pomacentridae, dan Balistidae. Famili nokturnal planktivora diantaranya Holocentridae, Priacanthidae dan Apogoniodae (Hobson 1991 dalam Hallacer 2003). 2.6 Pola Interaksi Antar Spesies Pola interaksi diantara organisme terhadap terumbu karang secara ekologis memenuhi beberapa bentuk interaksi. Interaksi-interaksi ini antara lain adalah interaksi mutualisme, interaksi komensalisme, interaksi parasitisme, interaksi predatorisme atau pemangsaan, dan juga adaptasi kamuflase dalam memangsa (COREMAP 2006). Menurut COREMAP (2006), interaksi parasitisme juga ditemui pada jenis cacing tabung (Spirobanchus) yang menyusup dengan cara mengikis padatan beberapa jenis karang massif Porites, sehingga karang mengalami luka. Pola predatorisme juga lebih bervariasi. Ada yang menggunakan model penyamaran dengan substrat sehingga tidak terlihat oleh mangsanya. Jenis ikan lempu tembaga yang warna bagian punggung terlihat putih seperti pecahan karang, sangat kontras dengan warna pada bagian sisi dan perutnya yang cerah. Predatorisme yang lain adalah invasi jenis bintang laut seribu yang memakan polip-polip karang dengan cara mengisapnya. Bentuk predatorisme demikian lebih aktif dibandingkan ikan lepu tembaga yang bersifat pasif menunggu mangsa lewat (COREMAP 2006).