BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI 1. Kebutuhan Spiritual. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan artinya adalah kebutuhan untuk mencari arti tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta untuk memberikan maaf (Watson, 2003) Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti dan tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan. Rasa percaya diri dan cinta mampu membina integritas personal dan merasa dirinya berharga, merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan, serta mampu mengembangkan hubungan antara manusia yang positif (Graha Cendikia, 2009).Manusia adalah manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pribadi yang utuh dan unik mempunyai aspek bio–psiko–sosio-kultural dan spiritual. Kebutuhan spiritual pada lansia tersebut dipengaruhi oleh faktor usia yang sudah mulai renta/uzur dan kondisi tidak aktif karena pensiun/tidak bekerja.
6
7
Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual lansia adalah dengan melibatkan keluarga sebagai orang terdekat akan mencurahkan segala perhatiannya bagi kesejahteraan lansia khususnya kesejahteraan spiritual mereka (Alvianti, 2008). Kebutuhan spiritual pada usia lanjut adalah memenuhi kenyamanan, mempertahankan fungsi tubuh dan membantu menghadapi kematian dengan tenang dan damai. Lingkup asuhannya Preventif upaya melakukannya dengan mengadakan penyegaran dan pengajian, Caring upaya yang dilakukan mengadakan kegiatan spiritual lansia untuk saling belajar menerima keadaan, dan Rehabilitasi memberikan dukungan, spirit untuk
bisa
menerima
untuk
menghadapi
kematian.
Kebutuhan
keperawatan gerontik adalah memperoleh kesehatan optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya dan menghadapi ajal. Namun fenomena dilapangan khususnya di Posyandu Mandiri Terpadu
mewujudkan
bahwa
beberapa
lansia
tidak
mampu
mengembangkan hubungan antara manusia yang positif (mengalami konflik dengan orang lain). Belum memahami tujuan hidupnya mengharapkan keraguan dalam system keyakinannya. 2. Konsep Lansia. Lansia merupakan stage terakhir pada kehidupan manusia, dimana manusia yang diberi umur panjang akan mengalami proses menjadi tua. Secara normal orang akan berada pada kondisi seimbang dan adaptif pada lansia. Tetapi apabila adanya stressor baik fisik, psikologis dan social tidak
8
terkendalikan, maka perubahan pada lansia akan muncul berbagai masalah kesehatan pada dirinya (Watson, 2003). Bertambahnya usia seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit sampai orang tersebut tidak dapat lagi melakukan tugasnya sehari – hari lagi. Perubahan fisik yang terjadi meliputi perubahan sel maupun perubahan sistem organ baik persyarafan, pendengaran, kardiovaskuler, respirasi, gastrointerstinal, benito urinaria, endokrin, kulit, dan moskuloskeletal (Nugroho, 2000). Konsep
lain
yang
berhubungan
dengan
musculoskeletal
menyebutkan bahwa otot mengendur, berkurangnya energi dan sering merasa lelah, langkah–langkah kaki yang semakin pendek dan lamban, gerakan tangan yang berkurang, pertumbuhan tinggi badan terhenti, gangguan pada persendian tulang yang keropos (Stanhope & Lancaster, 1989). Dari perubahan pada muskoloskeletal ini maka dapat ditarik beberapa masalah kesehatan fisik yang akan muncul, yaitu nyeri pada sendi, kelemahan otot, gerakan terbatas, resiko terjadinya fraktur, dan resiko munculnya kanker pada tulang dan otot. Di dalam sistem pernapasan, terjadi pendistribusian ulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya, tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini berhubungan dengan perubahan postural
yang
menyebabkan
penurunan
efisiensi
ventilasi
paru.
Berdasarkan alasan ini, maka lansia mengalami salah satu hal terburuk yang dapat ia lakukan yaitu istirahat di tempat tidur dalam waktu yang
9
lama. Perubahan pada sistem pernapasan membuat lansia lebih rentan terhadap komplikasi pernapasan akibat istirahat total seperti infeksi pernapasan akibat penurunan ventilasi paru, serta mudah sesak napas bila melakukan pekerjaan yang terlalu berat (Darmojo, 2000). Perubahan lain yang terjadi pada lansia adalah perubahan pada pencernaan dan metabolism. Stanhope & Lancaster (1998), tentang sistem pencernaan dan metabolism pada lansia : semakin berkurangnya motilitas dan sistem gastrointestinal, berkurangnya sekresi enzim pencernaan dan sekresi asam lambung, proses pencernaan semakin melambat. Disamping masalah pencernaan dalam, sebenarnya permasalahan telah dimulai sejak makanan ada di dalam mulut. Dimulai dengan penanggalan beberapa gigi atau kesehatan gigi yang buruk yang menyebabkan tidak semua makanan tidak dapat dimakan sehingga mulai adanya pembatasan jenis makanan yang boleh dimakan sehingga permasalahan gizi usia lanjut mulai muncul. Indera pengecap menurun : adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir; atropi indera pengecap (sekitar 80 %) hilangnya sensitifitas dan saraf pengecap lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit (Nugroho, 2000). Kalau seseorang makan tanpa merasakan apa yang dimakan, maka akan menurunkan nafsu makan. Hal ini terjadi pada lansia seperti pendapat tersebut. Masalah yang akan muncul pada perubahan gastrointestinal ini adalah menurunnya nafsu makan yang akan menurunkan intake makanan yang akan memperberat penurunan fungsi yang lain.
10
Pada perubahan sistem syaraf akan terjadi penurunan berat otak (10–20 %), lambat dalam merespon atau bereaksi. Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam (presbiakusis), terutama suara atau nada– nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata–kata . hal ini akan terjadi 50 % pada usia lanjut di atas umur 65 tahun (Nugroho, 2000). Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada musculus orbicularis, retraktor palpebra inferior, tarsus, tendo kantus media/lateral, aponeurosis muskulus levator palpebra dan kulit sekitar mata (Darmojo & Martono, 2000). Gangguan penglihatan dan pendengaran merupakan 2 masalah penting yang menyertai usia lanjut. Akibat dari kedua masalah ini seringkali tidak disadari oleh lansia dan keluarga serta lingkungan sehingga akan muncul masalah psikososial pada lansia. Menurut Birren dab Cunningham (1985, dalam Miller, 1995), teori psikologis
pada
penuaan
menyangkut
perubahan
perilaku
dan
pengembangan aspek mental setelah memasuki lansia. Teori psikologis pada proses penuaan bidangnya sangat luas, sebab psikologis penuaan dipengaruhi oleh biologis dan faktor sosial termasuk penggunaan kapasitas adaptasi untuk latihan mengontrol perilaku atau self-regulasi. Usia lanjut yang telah mengalami kemunduran fisik dan merasa bahwa hidup mereka sudah dekat dengan akhir hayat perlu mengetahui bahwa pada masa–masa semacam ini kasih sayang dari lingkup keluarga
11
terdekat, kerabat dan bahkan lingkungan terdekat merupakan sumber kenikmatan tersendiri. Pada masa ini seorang yang merasa bahwa dirinya diterima dan dihargai oleh sekelilingnya merupakan anugerah yang tidak mungkin dapat dinilai dengan materi.
B. Kerangka Teori Faktor Internal 1. Kemunduran / kemampuan fungsi ‐ Penglihatan ‐ Pendengaran ‐ Persyarafan ‐ Pencernaan ‐ Kulit ‐ Musculoskeletal 2. Persepsi Spiritual ‐ Preventif ‐ Caring ‐ Rehabilitatif
Faktor Eksternal ‐ ‐ ‐
Sosial Ekonomi lingkungan
KEBUTUHAN SPIRITUAL