BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soekanto (2000) adalah sebagai berikut : “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran”.
Konsep peranan ( role ) menurut Kommarudin (1994), adalah : 1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan seseorang dalam manajemen 2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu tugas 3. Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata 4. Fungsi yang diharapkan seseorang dari seseorang atau kelompok atau menjadi karakteristik yang ada padanya 5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat Dalam penelitian ini yang dimaksud peranan adalah fungsi dan karakteristik dalam peran dan kedudukannya di perusahaan. Peran tersebut direalisasikan oleh satuan pengawasan intern dalam memberikan kontribusi berupa saran dan rekomendasi kepada manajemen dalam mengelola perusahaan.
2.2. Audit Audit secara umum dapat dikatakan sebagai suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi segala bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan
dan
mengkomunikasikan
hasilnya
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan. Mulyadi dan Puradireja (1998) memaparkan definisi audit sebagai berikut : “Sebagai suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan
8
kejadian ekonomi, dengan tujuan menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyempaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”. Sebelum kita memahami pengertian audit operasional tersebut, terlebih dahulu kita memahami pengertian audit ( auditing ) menurut Arens, (2008) : “Auditing is the accumulation and evaluation about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria.
Auditing should be done by a
competent independent person.” Pernyataan tersebut mendefinisikan audit sebagai bukti suatu proses yang sistematis atas perolehan dan pengevaluasian bukti secara objektif mengenai asersi dan kriteria yang ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengguna yang tertarik. Dari pengertian di atas memberikan pernyataan bahwa dalam melakukan audit dilakukan tindakan-tindakan mengumpulkan (determine) dan melaporkan (report). Tindakan-tindakan ini harus dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen sehingga hasil audit dapat dipercaya objektivitasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan (audit) merupakan proses yang sistematis yang dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen.
2.2.1 Jenis-Jenis Audit Audit itu terdiri dari beberapa jenis, yaitu menurut Arens,
(2008),
menyatakan bahwa jenis auditing terdiri dari : 1. Audit atas Laporan Keuangan (Financial statement audits). 2. Audit Operasional (Operational audits). 3. Audit atas Ketaatan (Compliance audits). 1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audits) Audit laporan keuangan merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap laporan keuangan suatu organisasi atau perusahaan dengan tujuan untuk menetapkan suatu kewajaran laporan keuangan tersebut dibandingkan dengan
9
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hasil dari pemeriksaan laporan keuangan yaitu berupa Laporan Pemeriksaan (Audit Report) yang berisi opini atau pendapat akuntan publik atas kewajaran laporan keuangan. 2.
Audit Operasional (Operational Audits) Audit operasional adalah penelaahan atas tiap bagian prosedur dan metode operasi perusahaan dengan tujuan untuk menilai apakah seluruh kegiatan organisasi yang ada di perusahaan sudah efisien dan efektif atau sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
3.
Audit atas Ketaatan (Compliance Audits) Audit atas ketaatan merupakan pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu kebijakan, peraturan, maupun prosedur yang telah digariskan oleh pihak berwenang, baik pemerintah maupun pihak pimpinan perusahaan. Contoh pemeriksaan jenis ini adalah pemeriksaan atas ketaatan suatu perusahaan dalam menjalankan peraturan ketenagakerjaan.
2.3.
Audit Operasional
2.3.1 Pengertian Audit Operasional Seringkali Audit Operasional disebut juga dengan Audit Manajemen, Audit Prestasi (Performance Audit), Audit Efisiensi, Audit Sistem, Audit Kerja, dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena belum ada pengertian yang tuntas mengenai definisi audit operasional itu sendiri, maka para ahli pun banyak mengemukakan definisi yang berbeda pula. Berdasarkan publikasi dari The Institute of Internal Auditors (IIA) seperti dikutip oleh Amin Widjaya Tunggal (2000), audit operasional didefinisikan sebagai: “ Operasional auditing adalah suatu proses yang sistematis dari penelitian efektifitas, efisiensi dan ekonomisasi operasi suatu organisasi dibawah pengendalian manajemen dan melaporkan kepada orang yang tepat hasil dari penilaian beserta rekomendasi untuk perbaikan”.
10
Definisi lain Audit Operasional menurut Arens, (2008) : “An operational audit is a review of any part of an organization’s operating procedures and methods for the purpose of evaluating efficiency and effectiveness. Definisi lain tentang Audit Operasional menurut Reider, (2002) adalah: “Operational audit is review of operations performed management
view point
to evaluate the economy,
from a efficiency,
effectiveness of any and all operation, limited only by management desire”.
Dari definisi yang dikemukakan berikut dapat disimpulkan bahwa Pemeriksaan Operasional merupakan penilaian atau tinjauan atas aktivitas atau kegiatan atau cara pengelolaan operasi dari organisasi atau bagian organisasi dengan tujuan untuk memeriksa kehematan, efisiensi, dan keekonomisan kegiatan tersebut dan juga untuk menilai apakah cara-cara pengelolaan yang diterapkan dalam perusahaan tersebut sudah dijalankan dengan baik. Pemeriksaan ini disertai dengan pemeriksa operasional yang bertanggung jawab untuk mengungkapkan dan merekomendasikan berbagai tindakan yang harus dilaksanakan.
2.3.2 Tujuan Pemeriksaan Operasional Menurut Reider (2002), Audit Operasional dilakukan dengan tujuan audit operasional adalah sebagai berikut: 1. To review and evaluate the adequacy of the accounting system and related internal accounting controls (including both accounting and administrative controls). 2. To analize system and controls, as related to internal controls, functional operations, and legal compliance. 3. To analize the capability to accomplish agreed-upon stated goals, objectives, and results in management’s approved plan.
11
4. To compare actual accomplishment/result with the goal and objectives established in management’s plan for the period; and to determine reason that established goals and objectives were not met. 5. To analize and explain cost everruns or high unit cost for each function/activity for which such data can be quantified. 6. To asses and evaluate compliance with federal, state, local laws and regulations; ensuring at least minimal compliance. 7. To identify and report deficiencies and areas for improvement and to provide technical assistance and follow-up where necessary. Jadi tujuan audit operasional adalah : 1. Untuk memeriksa dan mengevaluasi memadainya sistem akuntansi dan pengendalian yang berhubungan dengan internal accounting (termasuk pengendalian akuntansi dan administrasi). 2. Untuk menganalisa sistem dan pengendalian, yang berhubungan dengan internal kontrol, fungsi operasional, dan ketaatan hukum. 3. Untuk menganalisa kesanggupan dalam mencapai tujuan, objektif, dan keputusan-keputusan dalam rencana manajemen yang telah disetujui. 4. Untuk membandingkan pencapaian/keputusan-keputusan dengan tujuan dan objektifitas perencanaan manajemen dalam suatu periode; dan untuk menentukan alasan-alasan yang membuktikan tujuan dan sasaran yang tidak tercapai. 5. Untuk menganalisa dan menjelaskan biaya yang terlalu besar atau tingginya biaya unit untuk seluruh fungsi/aktivitas dimana seluruh data dapat dihitung. 6. Untuk menaksir dan menilai ketaatan dengan hukum dan peraturanperaturan daerah dan negara. 7. Untuk mengidentifikasi dan melaporkan kekurangan dan area untuk perbaikan dan menentukan bantuan teknik dan tindak lanjut yang diperlukan. Pada dasarnya tujuan pemeriksaan operasional yang utama adalah membantu manajemen dalam mencapai efektivitas dan efisiensi operasi perusahan atau bagian perusahaan, dan juga untuk menilai 12
apakah cara-cara pengelolaan kegiatan dalam perusahaan sudah berjalan dengan baik melalui analisis, penilaian, saran-saran, komentar-komentar dari
aktivitas-aktivitas
perusahaan
yang
dilakukan
pemeriksa
operasional.
2.3.3 Manfaat Pemeriksaan Operasional Manfaat Pemeriksaan Operasional menurut Reider (2002) adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi masalah, hubungan penyebab, dan alternatif-alternatif untuk perbaikan. 2. Menempatkan kesempatan-kesempatan untuk menghilangkan pemborosan dan ketidakefisienan; yaitu pengurangan biaya (cost reduction). 3. Menempatkan kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan pendapatan; yaitu income improvement. 4. Mengidentifikasi tujuan, sasaran-sasaran, kebijakan-kebijakan dan prosedurprosedur organisasi yang tidak tercapai. 5. Mengidentifikasi kriteria untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. 6. Merekomendasikan perbaikan didalam kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, dan struktur organisasi. 7. Menetapkan hasil pemeriksaan pada performa melalui individu dan unit organisasi. 8. Memeriksa ketaatan atas persyaratan hukum dan tujuan, sasaran, kebijakan, dan prosedur dalam organisasi. 9. Menguji adanya penyimpangan wewenang, kecurangan, atau bahkan perbuatanperbuatan yang tidak semestinya. 10. Mengakses informasi manajemen dan sistem-sistem pengendalian. 11. Mengidentifikasi kemungkinan titik-titik permasalahan dimasa yang akan datang. 12. Melengkapi saluran tambahan komunikasi antara operating levels dan top management. 13. Menetapkan kebebasan, evaluasi sasaran operasional.
Dalam audit operasional juga diperlukan standar yang dapat digunakan oleh pemeriksa sebagai tolak ukur kegiatannya, contoh : sasaran perusahaan, uraian tugas, dan berbagai peraturan intern perusahaan. Laporan hasil pemeriksaan
13
operasional pada dasarnya mengikuti rekomendasi yang menjelaskan berbagai hal yang perlu mendapat perbaikan atau tidak lanjut.
2.3.4 Ruang Lingkup Audit Operasional Ruang lingkup penugasan audit operasional lebih luas daripada pemeriksaan keuangan karena pemeriksaan operasional tidak hanya mencakup pada masalah keuangan tetapi juga masalah di luar keuangan. Pemeriksaan operasional meliputi semua aspek manajemen atas kegiatan atau program yang diperiksa. Aspek-aspek manajemen tersebut yaitu sistem organisasi, kebijakan, perencanaan, prosedur, pencatatan, pelaporan dan personalia. Reider (2002) mengemukakan ruang lingkup dalam melakukan audit operasional terletak pada: 1. Economy, yaitu untuk menghindari pemborosan dan biaya yang berlebihan. 2. Efficiency, merupakan aturan penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan dihubungkan dengan usaha perusahaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan biaya minimal. 3. Effectivness, merupakan ukuran tingkat keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.3.5 Jenis-Jenis Audit Operasional Ada tiga kategori Audit Operasional menurut Arens, (2008) yaitu : 1. Functional audits, 2. Organizational audits, 3. Special assignmen.” 1. Pemeriksaan Fungsional (Functional Audits) Pemeriksaan Fungsional adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap satu atau lebih fungsi dari suatu organisasi. Adapun pengertian dari fungsi adalah penggolongan aktivitas suatu bisnis, seperti : fungsi personalia, fungsi pemasaran, fungsi produksi, fungsi keuangan dan lain-lain. Pemeriksaan
14
fungsional ini mempunyai keuntungan karena adanya spesialisasi oleh auditor sehingga auditor dapat mengembangkan keahliannya di bidang tertentu. Sedangkan kesulitan yang mungkin timbul adalah dalam mengevaluasi fungsifungsi yang saling berhubungan. 2. Pemeriksaan Organisasi (Organizational Audits) Pemeriksaan
organisasi
adalah
jenis
pemeriksaan
operasional
yang
berhubungan dengan seluruh unit yang ada dalam suatu organisasi, seperti departemen dan cabang. Penekanan pada pemeriksaan ini adalah bagaimana tingkat efisiensi dan efektivitas tiap-tiap fungsi dan perlu diperhatikan pula rencana organisasi dan metode dalam mengkoordinasi aktivitas.
3. Penugasan Khusus (Special Assignment) Penugasan khusus atau special
assignment
merupakan pemeriksaan
operasional yang dilakukan atas dasar permintaan dari pihak manajemen untuk tujuan yang khusus, seperti : penyelidikan kemungkinan terjadinya kecurangan, memberikan rekomendasi untuk mengurangi biaya pemasaran, mencari penyebab terjadinya sistem Electronic Data Processing (EDP) yang tidak efektif.
2.3.6 Keterbatasan Pemeriksaan Operasional Hal-hal yang membatasi audit operasional menurut Amin Widjaya Tunggal (2008) adalah : 1. Waktu, berkaitan dengan kekomprehensifan audit tersebut. 2. Pengetahuan, karena orang tidak ahli dalam setiap aspek perusahaan maka auditor hanya akan sensitif terhadap masalah-masalah yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki saja dan kurang memberikan perhatian pada masalah lain diluarnya. 3. Standar, bidang-bidang yang berada di luar standar atau kriteria keefektifan adalah diluar ruang lingkup audit operasional. 4. Orang, tidak boleh menyinggung ketidakmampuan seseorang dalam melakukan fungsinya, tetapi hanya menunjukkan bahwa suatu pekerjaan atau tugas dilaksanakan dengan tidak efektif.
15
5. Biaya, proses audit operasional memerlukan biaya yang tidak sedikit. 6. Data, terkadang terdapat ketidaklengkapan data-data yang diminta auditor kepada auditee. 7. Audit Entity, pembatasan audit operasional pada suatu fungsi tertentu atau unit dalam beberapa hal menyampingkan aspek-aspek yang mempengaruhi Audit Entity tetapi aspek-aspek tersebut berada dalam cakupan/lingkup suatu fungsi atau unit lain.
2.3.7 Kriteria Dalam Audit Operasional Pada pemeriksaan operasional, kriteria yang dibutuhkan untuk dapat mengevaluasi kondisi-kondisi yang ada adalah kriteria yang dapat diandalkan (reliable), namun demikian tidak ada kriteria tertentu yang dapat dijadikan pedoman seperti halnya Standar Akuntasi Keuangan yang merupakan pedoman dalam pemeriksaan keuangan historis. Salah satu pengendalian yang digunakan dalam menyusun kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan operasional yaitu dengan menetapkan bahwa tujuan pemeriksaan operasional adalah untuk menentukan apakah beberapa aspek dalam perusahaan dapat dibuat lebih efektif atau efisien dan memberikan rekomendasi perbaikan. Kriteria yang lebih spesifik seringkali diperlukan sebelum pemeriksaan operasional dimulai. Menurut Arens, (2008), beberapa sumber data yang dapat digunakan dalam mengembangkan kriteria yang spesifik adalah sebagai berikut: 1. Historical Performance (Kinerja Historis) Suatu kriteria dapat ditentukan berdasarkan hasil kinerja pada periode yang lalu. Kriteria ini digunakan untuk membandingkan apakah kinerja sekarang ini lebih baik atau lebih buruk dari periode yang lalu. Kebaikan dari kriteria ini adalah kemudahan pembuatannya; namun demikan, kriteria ini tidak dapat menunjukan seberapa baik atau seberapa buruk keadaan perusahaan yang sebenarnya
16
2. Benchmarking (Kinerja yang dapat diperbandingkan) Ada banyak kesatuan yang hampir sama dalam keseluruhan organisasi atau di luar organisasi, oleh karena itu data kinerja dari kesatuan-kesatuan yang dapat dibandingkan merupakan sumber-sumber yang sangat baik untuk mengembangkan kriteria untuk kesatuan internal, biasanya data sudah tersedia. Untuk kesatuan yang berada di luar organisasi, data seringkali tersedia pada kelompok industri dan lembaga pemerintah yang berwenang. 3.
Engineered Standars (Standar Rekayasa) Dalam
penugasan
pemeriksaan
operasional
dimungkinkan
untuk
mengembangkan kriteria dan berdasarkan hasil penelitian ilmiah. Kriteria jenis
ini
membutuhkan
waktu
dan
biaya
yang
besar
dalam
pengembangannya. Karena memerlukan banyak keahlian, namun sangat efektif dalam memecahkan masalah operasional yang utama sehingga biaya yang dikeluarkan seimbang dengan hasil yang diperoleh. 4.
Discussion and Agreement (Diskusi dan Kesepakatan) Kadangkala kriteria yang objektif sulit dan membutuhkan biaya yang besar untuk memperolehnya, namun kriteria yang objektif dapat juga diperoleh melalui diskusi dan kesepakatan, dimana pihak yang terlibat dalam proses ini adalah pihak manajemen perusahaan yang diperiksa, pemeriksaan operasional dan kesatuan atau organisasi yang akan menerima laporan atas temuan-temuan yang didapat.
2.3.8 Tahap-Tahap Pemeriksaan Operasional Dalam
melakukan
pemeriksaan
operasional,
seorang
pemeriksa
memerlukan suatu kerangka kerja sebagai pedoman kerjanya, mengingat kegiatan dan struktur perusahaan dewasa ini semakin kompleks. Pemeriksa akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya tanpa kerangka kerja yang baik. Oleh karena itu, suatu kerangka kerja harus diiringi dengan suatu program pemeriksaan yang terperinci sehingga dapat menjadi masalah dasar kerja pemeriksaan operasional yang baik.
17
Menurut Arens, (2008), tahap-tahap pemeriksaan operasional dibagi menjadi tiga tahap pelaksanaan, yaitu: 1. Planning 2. Evidence Accumulation and Evaluation 3. Reporting and Follow up. 1. Perencanaan (Planning) Pada tahap perencanaan, auditor operasional harus menentukan lingkup keterikatan secara seksama, memperoleh informasi latar belakang tentang kesatuan organisasi, memahami pengawasan intern dan dapat menghasilkan keputusan yang sesuai dengan bukti yang telah dikumpulkan. 2. Akumulasi Bukti dan Evaluasi (Evidence Accumulation and Evaluation) Dalam tahap ini, auditor operasional harus menghimpun bukti yang kompeten dan cukup untuk diusahakan menjedi suatu bagian yang layak untuk suatu kesimpulan tentang objektivitas. 3. Pelaporan dan Tindak Lanjut (Reporting and Follow up) Pada umumnya suatu laporan audit operasional akan meliputi unsur-unsur yaitu tujuan dan ruang lingkup penugasan, prosedur-prosedur yang digunakan oleh auditor, temuan-temuan khusus, rekomendasi-rekomandasi jika perlu. Laporan auditor operasional biasanya dikirim hanya untuk manajemen laporan dengan suatu salinan tersendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tahapan audit operasional adalah sebagai berikut : 1. Tahap pendahuluan 2. Tahap Audit mendalam 3. Tahap Pelaporan
18
Sedangkan Menurut Reider (2002), terdapat lima tahap yaitu : 1.Planning 2. Work Programs 3. Field Work 4. Development of Findings and Recommendation 5. Reporting”
1. Planning (Perencanaan) Pada tahap ini, auditor memperoleh informasi umum tentang jenis aktivitas yang dilakukan, sifat-sifat dari aktivitas dan perbaikan relatifnya, dan untuk memperoleh informasi umum yang membantu perencanaan dini dari audit. 2. Work Programs (Program-program Kerja) Auditor menyiapkan program-program kerja pada audit operasional untuk audit pendahuluan atas aktivitas-aktivitas yang akan diaudit dalam tahap perencanaan. 3. Field Work (Kerja Lapangan) Dalam tahap ini, auditor menganalisis operasi atas aktivitas untuk menentukan efektivitas manajemen dan kaitannya dengan pengendalian. 4. Development of Findings and Recommendations (Mengembangkan Temuan-temuan dan rekomendasi) Berdasarkan atas identifikasi pada aktivitas operasi yang signifikan selama tahap kerja lapangan, temuan-temuan yang spesifik tersebut dikembangkan berkaitan dengan: Kondisi
:
Apa yang ditemukan ?
Kriteria
:
Apa yang seharusnya terjadi ?
Penyebab
:
Mengapa terjadi ?
Akibat
:
Apa akibat dari kegiatan yang dilakukan ?
Rekomendasi
: Apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki keadaan
(berdasarkan
dilakukan) ?
19
kegiatan
yang
sedang
5. Reporting (Pelaporan) Auditor menyiapkan laporan yang berisi tentang temuan-temuan selama dilakukannya audit operasional. Tujuan dari pelaporan ini adalah untuk dilakukannya tindak lanjut dari pihak yang bertanggung jawab atas temuantemuan tersebut.
2.4 Kas 2.4.1 Pengertian Kas Kas merupakan aktiva yang paling likuid dalam perusahaan dan keterlibatannya hampir dalam setiap transaksi usaha. Setiap transaksi bermula dan berakhir pada keuangan. Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya selalu membutuhkan kas untuk membiayai kegiatanya sehari-hari, seperti membayar upah, gaji karyawan, pembelian bahan baku dan bahan pembantu serta keperluan lainyang bersifat rutin, juga untuk mengandakan investasi bila diperlukan. Oleh karena itu kebijakan pengelolaan uang kas perlu dilaksanakan dengan baik sesuai dengan konsep manajemen kas asagar kas tersedia tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Pengertian kas menurut Mulyadi (2003) adalah sebagai berikut : “Kas terdiri dari uang tunai (uang logam dan uang kertas), pos wesel, certiffield, cashier check, cek pribadi dan bank draft, serta dana yang disimpan di bank yang pengembaliannya tidak dibatasi oleh bank atau perjanjian lain”
Menurut IAI dalam PSAK (2009) adalah : “Setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan”
20
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa aktiva yang dapat digolongkan sebagai kas apabila memenuhin kriteria berikut : a.
Dapat tersedia dengan segera dan dapat segera dipergunakan untuk melakukan pembayaran pada setiap saat dikehendaki.
b.
Bisa membentuk monetary dan non-monetary item.
c.
Investasi yang sifatnya likuid dan dapat cepat dijadikan kas. Tidak termasuk pengertian kas dan bank adalah dana yang
disisihkan untuk tujuan tertentu, persediaan perangko, cek mundur, ceek kosong, rekening giro pada bank luar negri yang tidak dapat segera dipakai. Adapun pos-pos yang tidak digolongkan sebagai bagian dari kas dan bank menurut PSAK (2009) adalah : “Pos
bukan
kas
seperti
penyusutan,
penyisihan,
pajak
ditangguhkan, keuntungan dan kerugian atas valas yang belum dibagikan dan hak minoritas dalam laba atau rugi konsolidasi”.
2.4.2
Alasan Menyimpan Kas Menurut Riyanto (2001) terdapat tiga alasan menyimpan kas, yaitu :
1. Alasan/ motif Transaksi Motif utama menahan kas agar perusahaan mampu menjalankan usahanya sehari-hari, yaitu membeli dan menjual pada bidang usaha tertentu, dimana saat pemaasukan tegihan bisa diramalkan, arus kas masuk bisa dijadwalkan dan diselaraskan dengan kebutuhan kas keluar, biasanya rasio kas terhadap penghasilan dan kas terhadap total aktiva perusahaan semacam ini relatif rendah. Sebaliknya pada perusahaan dagang dimana hasil penjualan tidak memenuhi dan sejumlah transaksi bisa saja terjadi tanpa perkiraan sebelumnya sehingga berakibat besar pada arus kas. Hal ini menyebabkan perusahaan dagang memerlukan rsio kas terhadap total aktiva lebih besar.
21
2. Alasan/ motif Berjaga-jaga Untuk menahan kas terutama berkaitn dengan bisa tidaknya arus kas masuk dan keluar diperkirakan. Arus kas semakin mudah diperkirakan sebelumnya, makin sedikit jumlah kas yang ditahan untuk menghadapi keadaan tidak terduga. Faktor lain yang sangat berprngaruh pada motif berjaga-jaga adalah kemampuan meminjam,
menabah kas secara
mendadak. Fleksibelitas meminjam ini sangat bergantung pada daya akuntan yang dimiiki perusahaan dalam hubungannya dengan investsi, pertumbuhan atau sumber-sumber lain, kebutuhan menahan kas bila terpenuhi sebagian besar dengan memilih aktiva yang dapat segera dicairkan atau ditunaikan. 3. Alasan/motif Spekulasi Kas yang disimpan untuk tujun spekulasi agar dapat mengambil keuntungan dari situasi-situasi yang diharapkan dapat mendatangkan keuntungan. Pada umumnya motif spekulasi meupakan komponen yang kurang penting bagi perusahaan yang mengutamakan likuiditas. Di samping motif-motif tersebut di atas, perusahaan perlu menahan kas guna : 1. Memanfaatkan potongan harga. 2. Membayar hutang tepat waktu. 3. Menaggulangi keadaan darurat 4. Mengambil peluang bisnis yang muncul
2.4.3 Persediaan Kas Minimal Seperti hal dalam persediaan dan piutang dagang, pada kas juga terdapat persediaan minimal yaitu yang disebut safety cash balance atau persediaan best cash. Maksudnya adalah jumlah minimal dari kas yang harus dipertahankan oleh perusahaan agar dapat memenuhi kewajibanfinansialnya sewaktu-waktu.
22
Besarnya persediaan kas minimal antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya berbeda, tergantung beberapa aktor yang mempengaruhi penerapan besarnya persediaan kas minimal. Riyanto (2001) mengemukakan bahwa besar kecilnya persediaan kas dipenngaruhi oleh faktor-faktor berikut : 1. Pertimbangan antara aliran kas masuk dan aliran kas keluar Adanya pertimbangan yang baik mengenai kuantitas antara caash inflow dengan cash outflow dalam suatu perusahaan berarti bahwa pengeluaran kas, baik mengenai jumlah maupun waktunya akan dapat dipenuhi dari penerimaan kasnya sehingga perusahaan tidak perlu mempunyai persediaan kas yang besar. 2. Adanya hubungan baik dengan bank Apabila pimpinan suatu perusahaan telah berhasil membina suatu hubungan yang baik dengan bank maka akan mempermudah baginya untuk mendapatkan kredit dalam menghadapi kesukaran finansialnya. Baik disebabkan oleh adanya peristiwa yang tidak dapat diduga, maupun yang dapat diduga sebelumnya. Bagi perusahaan ini tidak perlu mempunyai persediaan kas yang besar. 3. Penyimpangan terhadap aliran kas yang diperkirakan Untuk menjaga likuiditas perusahaan, perlu dibuat perkiraan atau estimasi mengenai aliran kas di dala perusahaan. Apabila aliran kas nyatanya sesuai dengan estimasinya, perusahaan tersebut tidak menghadapi likuiditasnya. Bagi perusahaan semacam ini tidakperlu mempertahnkan adanya persediaan kas yang besar, sebaliknya perusahaan yang aliran kasnya sering mengaami penyimpangan yng merugikan dari yang diestimasikan, perusahaan ini perlu mempertahankan adanya persediaan minimal kas yang lebih bsar. Penyimpangan yang merugikan dalam aliran kas misalnya karena adanya pemogokan, bencana alam, perubahan peraturn pemerintah yang mengakibatkan
perusahaan
harus
23
mengadakan
pengeluarn
ekstra.
Penyimpangan yang merugikan dalam aliran kas masuk misalnya karena kegagalan langganan memenuhi kewajibanya.
2.4.4 Manajemen kas Manajemen kas merupakan fungsi manajemen dalam merencanakan dan mengendalkan kas. Manajemen kas dapat juga dianggap sebagai fungsi keuangan yang mendasar dalam perusahaan, karena kas mempunyai kedudukan sentral dalam menjaga kelancaran usaha dan operasi perusahaan. Jumlah kas yang memadai penting bagi kelancaran usaha dan operasi perusahaan maupun menunjang pelaksanaan keputusan-keputusan stratejik jangka panjang, seperti usaha pendidikan dan pengembangan, perluasan kapasitas dan sebagainya. Agar program pengelolan kas mencapai sasaran, maka manajemen harus memahami tujuan manajemen kas seperti yang dikemukakan oleh Wilson dan Campbell (2000) sebagai berikut : 1. Penyediaan kas yang cukup untuk operasi jangka pendek dan jangka panjang. 2. Penggunaan dana perusahaan secara efektif pada setiap wktu. 3. Penyetaan tanggung jawab untuk penerimaan kas dan pemberian perlindungan yang cukup sampai dana disimpan. 4. Penyelenggaraan pengendalian untuk menjamin bahwa pembayaranpembayaran hanya dilakuan untuk tujuan yang sah. 5. Pemeliharaan saldo bank yang cukup, bilamana cocok, untuk mendukung hubungan yang layak dengan bank komersial. 6. Penyelenggaraan catatan-catatan kas yang cukup memadai.
2.5
Peramalan Kas Menurut Wilson dan Campbell (2000) , peramalan kas (cash forecast)
merupakan suatu proyeksi mengenai mengenai penerimaan dan pengeluaran kas serta saldonya dalam suatu periode tertentu. Peramalan kas merupakan fungsi 24
penting dari rencana administrasi kas yang teratur dengan baik (well management plan). Dalam masa peningkatan penjualan, pendapatan dan pajak, pimpinan perusahaan menemukan laba tidak sejalan dengan kas yang ada di kas. Teori secara umum mengatakan bahwa aktivitas operasi satuan bisnis harus direncanakan dalam batas keadaan dana dan sebaliknya dana harus diadakan untuk melaksanakan aktivitas operasiaonal perusahaan. Peramalan kas yang tertuang dalam anggaran merupakan alat yang penting bagi manajemen. Tujuan mendasar dari persiapan penganggaran kas adalah untuk menyelengarakan penyediaan dana, baik jangka pendek maupun jangka panjang, dan juga bila kekurangn kas terlihat, maka anggaran kas memberikan antisipasi untuk menggunakan kas secara lebih efektif. Selain itu terdaat tujun umum lainnya dari anggaran kas, yaitu : 1. Untuk menjukan fluktuasi puncak dan musiman dari kebutuhan investasi atas persediaan dan piutang. 2. Untuk memastikan waktu dan pendanaan dari jatuh temponya obligasi, pajak dan bunga pinjaman. 3. Untuk membantu perencanaan pertumbuhan termasuk kebutuhan dana jangka pendek, ekspansi dan modal kerja. 4. Untuk menandakan lama dan durasinya kebutuhan dana yang didapat dari pihak ekstern dan memperoleh pinjaman yang lebih menguntungkan. 5. Untuk membantu mendapatkan kredit bank dan meningkatkan kelayakan kredit perusahaan. 6. Untuk merencanakan pengurangan pnjaman. 7. Untuk menetapkan jumlah dan lamanya dana yang mungkin tersedia untuk investasi. 8. Untuk mengkoordinasikan kebutuhan keuangan dari anak perusahaan dan divisi perusahaan.
25
9. Untuk memungkinkan perusahaan mengambil keputusasn beberapa potongan kontan dan memberikan secara progresif sehingga dengan demiian dapat meningkatkan laba. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut diatas, paling sedikit tiga metode telah dikembangkan untuk menyusun suatu rmalan kas (cash forecast). Diperlukan metode peramalan kas yang sesuai dengan aplikasi dan sudut pandang perusahaan, menurut Wilson dan Campbell (2000), terdapat tiga metode peramalan kas yan dapat digunakan, yaitu : 1. Metode laba bersih yang disesuaikan Titik tolak dari prosedur ini laporan perhitungan laba/rugi yang dianggarkan. Pendapatan bersih yang diproyeksi, setelah dikoreksi dengan semua transaksi yang tidak menyangkut kas (non-cash transaction), akan menghasikan laba atau kerugian kas yang kemudian akan dikoreksi lagi dengan tansaksi-transaksi kas yang timbul karena adanya perubahan neraca yang bersifat non-operasional. Metode ini adalah pendekatan “arus kas”. Oleh karena itu dalam metode ini digunakan angka laba bersih sehingga tidak dapat
diketahui jumlah penerimaan atau jumlah
pengeluaran kas yang sebenarnya. 2. Diferensial modal kerja Dengan metode ini saldo modal kerja bersih pada awal setiap bulan dikoreksi dengan laba bersih dan penerimaan serta pengeluaran kas lainnya yang diperkirakan, untuk memperoleh sumber daya modal kerja bersih yang ditaksir untuk akhir bulan. Angka ini selalu dikurangkan dengan modal kerja yang diperlukan (kecuali kas) dan saldo kas standar, sehingga diperoleh jumlah kas yang tersedia untuk didepositokan dan diinvestasikan. Metode ini digunakan apabila telah ditentukan alokasi standar yang diperlukan untuk piutang, persediaan dan modal kerja lain pada tingkat volume penjualan dan jika tujuan utama adalah untuk penanaman kembali surplus dana.
26
3. Taksiran langsung atas penerimaan dan pengelolaan kas Merupakan taksiran rinci mengeni setiap unsur atau jenis biaya atau fungsi yang menangkut pengeluaran kas. Pada dasarnya ini merupakan proyeksi buku kas. Metode ini merupakan metode yang paling lazim digunakan dalam perusahaan dan sangat penting untuk memberikan gambaran mengenai arus perputaran penerimaan dan pengeluaran kas. Metode ini sangat
berguna
untuk
mengendalikan
arus
kas
dengan
cara
membandingkan pelaksanaan yang sebenarnya.
2.6
Pengelolaan Kas Pengeloaan kas dapat dianggap sebagai suatu fungsi kas yang mendasar
dalam kebanyakan perusahaan, karena pengelolaan kas mempunnyai hubungan yang sangat erat dengan fungsi-fungsi yang lain serta mempengruhi likuditas perusahaan. Pengelolaan kas juga dirasakan oleh Kallberg (1989,) yaitu : “The overall effectiveness of the corporate treasury function will be determine by the successfull establishment of comprehensive cash management system. The function effectiveness of corporate cash management system will determine by the development and interaction of many diverse component”
Kelancaran kegiatan perusahaan secara keseluruhan ditentukan oleh adanya pengelolaan yang naik, sedangkan pengelolaan kas yang baik akan dapat meningkatkan kelancaran kegiatan-kegiatan perusahaan, ditentukan oleh interaksi dan berbagai bagian dalam perusahaan.
2.6.1 Perencanaan Kas Di dalam perencanaan kas harus mempertimbangkan beberapa saldo kas yang paling optimum. Untuk lebih jelas mengenai perencanaan, pendapat Heckert (1999) adalah sebagai berikut :
27
“Management planning and control refer to the organization, techniques and procedur where by long and sort range plans are formulated, considered and approved; responsibillity to meet closing condition is provided; progress in working the plan is reported; deviation in operating are analysed, and correction action, required to reach the desire objective are taken”.
Dari hal tersebut di atas terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu : Perencanaan menyangkut pembuatan suatu jadwal atau rangkaian tindakan yang ditentukan terlebih dahulu dengan perincian yang baik dan mendetail, sehingga meliputi tindakan-tindakan sampai ke tingkat bawah dalam organisasi suatu perusahaan. Perencanaan itu meliputi estimasi penjualan, penetapan tingkat persediaan, penjadwalan produksi, penaksiran tingkat biaya dan tingkat pengeluaran, pengambilan keputusan mengenai barang-barang baru, penelitian dan pengamanan, cara-cara pemasaran, tarif kontrak kerja, sumbersumber pembelian bahan untuk proses produksi dan penaksiran biaya-biaya lainnya. Perencanaan dan pengendalian merupakan fungsi manajemen perusahaan yang harus dilaksanakan oleh sebagian besar manajemen dan tidak hanya oleh beberapa pejabat.
2.6.2 Sistem Pengendalian Untuk Penerimaan Kas Sistem pengendalian untuk penerimaan kas harus dirancang atas dasar kebutuhan masing-masing orgnisasi. Akan tetapi, terdapat beberapa saran umum yang dapat membantu audit internal dalam situasi perusahaannya sendiri menurut Tjintjin (2001) yaitu : 1. Semua penerimaan kas meliputi pos harus dicatat sebelum di transfer ke dalam lembaran setoran (deposit slip). 2. Semua penerimaan harus disetor sepenuhnya setiap hari. Prosedur itu mungkin saja memerlukan suatu tembusan lembaran setoran yang akan 28
dikirimkan oleh bank atau orang yang melakukan penyetoran (selain kasir) kepada suatu departemen yang independen untuk dipergunakan di dalam pemeriksaan selanjutnya. 3. Tanggung jawab menangani kas harus dirumuskan dengan jelas dan ditetapkan secara pasti. 4. Biasanya fungsi penerimaan kas dan pengeluaran kas harus diisahkan sama sekali (kecuali di dalam lembaga keuangan). 5. Pengamanan fisik atas kas harus dipisahkan dengan penyelenggaraan pembukuan, dan kasir tidak berwenang atau tidak berhak terhadap pembukuan. 6. Para agen dan wakil laporan diharuskan memberi kuitansi tanda terima dengan meninggalkan tembusan untuk arsip. 7. Rekomendasi untuk bank harus dilakukan oleh mereka yang tidak menangani kas atau penyelenggaraan pembukuan. Begitu juga pengiriman laporan kepada para langganan pembuat iktisar pembukuan kas harus ditangani oleh pihak ketiga. 8. Semua pegawai yang menangani kas atau pembukuan kas diharuskan mengambil cuti, orang lain harus menggantikan selama massa cuti. Juga pada saat yang tidak diberitahu, para pegawai harus dipindahkan ke tugas lain untuk mendeteksi atau mencegah terjadinya persekongkolan. 9. Semua pegawai yang menangani kas atau pembukuan kas harus diikat dengan kontrak. 10. Sedapat mungkin dipergunakan alat-alat mekanis yang dapat memberikan alat pengecek tambahan, seperti tipe yang data dibaca oleh pihak ketiga; tembusan lembaran penjualan, dan yang lainnya. 11. Apabila praktis, penjualan kantor harus di verifikasi dengan catatan persediaan dan hasil opname fisik persediaan.
29
2.6.3 Sistem Pengendalian Untuk Pengeluaran Kas Simpulan penggunaan dana secara tidak wajar atau tidak benar adalah demikian besar, sehingga harus diberikan perlindungan yang wajar didalam fungsi pengeluaran kas. Berikut ini merupakan sistem pengendalian untuk pengeluaran kas menurut Tjintjin (2001) : 1. Kecuali untuk transaksi kecil, semua pembayaran harus melalui cek. 2. Semua cek harus diberi nomor terlebih dahulu, dan semua nomor yang dipergunakan atau dibatalkan harus dipertanggung jawabkan. 3. Semua cek pembayaran umum harus ditandatangani oleh dua orang secara bersamaan. 4. Tanggung jawab untuk penerimaan kas harus dipisahkan dari tanggung jawab untuk pengeluaran kas. 5. Semua orang yang menandatangani cek atau menyetujui pembayaran harus dipertanggung jawabkan secukupnya. 6. Rekonsiliasi
bank
harus
dilakukan
oleh
mereka
yang
tidak
menandatangani cek atau menyetujui pembayaran.. 7. Pencatatan harus terpisah sama sekali dari tugas melakukan pembayaran. 8. Faktor yang telah disetujui untuk pembayaran dan semua dokumen pendukung yang diperlukan harus menjadi prasyarat untuk melakukan pembayaran. 9. Cek untuk mengisi kembali (imprest fund) kas kecil dan kas pembayaran gaji dan upah harus dibayarkan kepada individu tertentu dan bukan keada perusahaan. 10. Setelah pembayaran dilakukan, semua dokumen pendukung diberi tanda telah dibayar agar tidak dipergunakan untuk kedua kalinya. 11. Alat-alat mekanis harus digunakan bilamana praktis, misalnya alat penulisan cek dan sebagainya.
30
12. Harus diadakan rotasi kerja atau diwajibkan mengambil cuti bagi mereka yang tidak bertugas untuk melakukan pembayaran. 13. Persetujuan bukti atau voucer pembayaran biasanya harus diadakan oleh mereka yang tidakbertugas untuk melakukan pembayaran. 14. Untuk transfer antar bank harus ada persetujuan khusus, dan harus diselenggarakan suatu perkiraan transfer bank. 15. Semua bukti atau voucher pengeluran kas kecil, harus ditulis dengan tinta atau diketik.
2.6.4 Pengendalian Kas Unsur- unsur dari pengendalian kas menurut Kallberg (1989) adalah : 1. Flow of funds Pengendalian kas harus mengendalian arus dari penerimaan ataupun pengeluaran dana. Penyelewengan kas dalam suatu perusahaan lebih sering terjadi dibandingkan terhadap aktiva perusahaan lainnya. Sifat dasar dari kas itu lah yang menyebabkan arus dari dana menjadi sangat penting untuk dikendalikan. 2. Flow of data Sistem pengendalian yang efektif atas kas akan menghasilkan suatu informasi relevan mengenai arus kas yang akurat serta tepat waktu bagi pengelola kas. Sehingga arus data yang menghasilkan informasi harus dikendalikan. 3. Analytical function Informasi yang diterima oleh pengelola kas tidak akan berguna apabila tidak dilakukan anaisi atas informasi tersebut; kompleksitas fungsi analisis tergantung pada luasnya sistem pengelolaan kasperusahaan.
31
4. Organizational interaction Pengendalian atas kas tidak hanya dilakukan atas bagian keuangan perusahaan, tetapi juga dilakukan atas bagian-bagian lain dalam perusahaan yang berhubungan serta melakukan bagian interaksi dengan bagian keuangan.
2.6.5 Anggaran Kas Fungsi perencanaan serta pengendalian yang merupakan fungsi-fungsi manajerial terhadap kas dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan menggunakan anggaran. Anggaran merupakan kerangka kerja bagi pengelola kas dalam mengendalikan penerimaan dan pengeluaran di masa yang akan datang serta merencanakn tindakan yang akan diambil, apabila penyimpangan yang material dibandingkan dengan kenyataan yang terjadi. Juga merencanakan anggaran periode berikutnya berdasarkan kegiatan yang terjadi tersebut. Keuntungan anggran kas adalah dapat menyediakan dana perusahaan dalam jumlah yang tepat pada saat yang tepat pula, yaitu pada saat dibutuhkan, selain dari itu dengan adanya anggaran akan memotivasi untuk merealisasikan anggaran tersebut.
2.7
Audit Operasional Dalam Mencegah Penyalahgunaan Kas
2.7.1 Tujuan Audit Operasional Atas kas Tujuan prusahaan menerapkan audit operasional arus kas
yang baik
adalah agar dapat melindungi harta kekayaan perusahaan, memelihara kecermatan dan ketelitian data akuntansi, informasi keuangan dan laporan-laporan, memelihara dan meningkatkan efisiensi serta mendorong dipatuhinya kebijakankebijakan yang telah digariskan oelh pimpinan. Dalam mengendalikan jalannya perusahaan, pimpinan menunjukan arahnya pada suatu tujuan tertentu yang dituangkan dalam kebijakan yang diterapkan dalam ketentuan-ketentuan, surat edaran, manual dan instruksi-
32
instruksi lainnya. Untuk menjamin agar tujuan tersebut tercapi, semua kegiatan yang dilakukan oleh segenap unsur perusahaan harus sejalan dengan tujuan yang telah dikehendaki; dalam melaksanakan tugas secara langsung maupun tidak langsung mendukung terlaksananya kebijakan pimpinan. Demikian halnya dengan tujuan audit operasional kas, disamping dapat melindungi penyimpangan kas yang dapat merugikan perusahaan, dapat diandalkannya data akuntansi mengenai kas, juga meliputi peningkatan efisiensi penggunaan kas dan ditaatinya prosedur-prosedur kebijakan, dan perencanaan pengeluaran kas. Oleh karena itu pengelolan kas dipandang dari aspek manajerial pun sepserti penempatan saldo minimum kas,anggaran kas, dan lain sebagainya adalah merupakan bagian ruang ligkup audit operasional kas. Tujuan audit operasional atas kas yang dikemukakan Stettler (2002) meliputi langkah-langkah sebgai berikut : 1. Examination of transactions and record to show wether establised procedure are being followed and internal check are functioning as intended. 2. Suprise count off all cash on hand. 3. Confirmation of bank balance and verification of reconcilliation prepared by regular accounting person (the bank statement and paid check for the following mount should be obtined directly from the bank by the internal auditor and used in proving reconcilling item). 4. Test of cash receipt and cash disbursement agains supporting data and reconciliation with receipt and with drawals per bank statements. 5. Proff of footing of the receipt and cash disbursement record. 6. Comparition of paids check with the check registered, nothing than all checks are accounted for signed by an authorized official, and propertly acrosed. 7. Review of cash planning in avoiding cash deficiencies of idle cash founds.
33
Jadi langkah yang harus dilakukan untuk menilai kas yang efektif, meliputi : 1. Memeriksa transaksi dan catatan untuk menilai dan melihat apakah prosedur yang ditetapkan telah diikuti dan fungsi internal cek dilaksanakan. 2. Menghitung semua kas yang ada secara mendadak. 3. Konfirmasi saldo bank dan melakukan verifikasi terhadap item rekonsiliasi pada bank, rekonsiliasi yang telah disiapkan oleh bagian akuntansi. 4. Melakukan tes terhadap data pendukung penerimaan dan pengeluaran kas dan mencocokan dengan penerimaan dan pengambilan bank statement. 5. Membuktikan footing dari catatan penerimaan dan pengeluaran kas. 6. Membandingkan cek yang dibayarkan dengan register cek dan mengetahui apakah ditandatangani oleh petugas yang berwenang dan dikuasakan secara layak. 7. Menelaah keefektifan perencanaan kas dalam menghindarkan kekurangan dan mengendapnya dana kas.
2.7.2 Masalah-masalah Khusus Dalam Kas Serta Tindakan Pengamanannya Kesempatan pengunaan cek secara tidak wajar atau tidak benar adalah demikian besar, sehingga diperlukan adanya perlindungan yang wajar
dalam
fungsi penerimaan dan pengeluaran kas. Di bawah ini diberikan beberapa praktik yang menurut Tjintjin (2001) mengemukakan bahwa penyalahgunaan kas perusahaan pada transaksi sebagai berikut : 1. Penerimaan Kas a. Lapping, yaitu menyelewengkan kas dengan cara melaporkan penerimaan lebih lambat daripada saat penerimaannya, perkiraan debitur yang bersangkutan baru akan dikredit setelah diterima dari debitur lain.
34
b. Menggunakan dana sementara waktu tanpa memasukan catatan atau pembukuan, atau hanya dengan tidak mencatat uang yang diterima. c. Dengan mencantumkan angka penambahan buku kas yang lebih besar atas pengeluaran atau lebih kecilatas penerimaa daripada jumlah yang sebenarnya. d. Dengan terlalu tinggi membukukan potongan harga e. Dengan menhapuskan piutang sebagian yang tidak tertagih dan mengantongi uang hasil penagihan piutang. f. Dengan menahan berbagai jenis pendapatan lain-lain. g. Dengan
tidak
melaporkan
semua
penjualan
sebalikya
mengantongi uangnya. h. Dengan membukukan pengeluaran palsu. i.
Dengan mengantongi kelebihan kas.
2. Pengeluaran Kas a. Menyiapkan bukti voucher palsu atau mengajukan voucher untuk mendapatkan pembayaran dua kali. b. Kitting, yaitu peminjaman tanpa mendapatkan persetujuan dengan cara tidak mencatat pembayaran, tetapi mencatat penyetoran dalam hal melakukan transfer bank. c. Mecantumkan jumlah total yang tidak benar dalam buku kas. d. Menaikan jumlah cek setelah ditandatangani. e. Mencantumkan potongan harga yang jauh lebih rendah dari yang sebenarnya. f. Menguangkan cek gaji atau upah atau deviden yang belum ditagih atau yang berhak. 35
g. Megubah bukti atau voucher pengeluaran kas kecil. h. Memalsukan cek dan memusnahkan pada saat telah diterima dari bank dan menggantinya dengan cek lain yang dibatalkan atau dengan nota pembebanan. Apabila pengendalian internal yang memadai telah ditetapkan maka kebanyakan praktik-praktik tersebut diatas tidak dapat dilaksanakan tanpa
melalui persekongkolan. Di samping itu menghalangi terjadinya
penyimpangan atau penyelewengan dapat dilakukan audit mendadak oleh audior internal atau dengan cara lain adalah dengan mengadakan tindak lanjut terhadap jurnal yang telah jatuh tempo.
2.8 Peranan Audit Operasional Dalam Mencegah Penyalahgunaan Uang Kas Audit Operasional membantu manajemen dalam mencegah penyalahgunaan uang kas dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan adanya penyalhgunaan uang kas. Audit Operasional memeriksa arus kas masuk dan arus kas keluar pada perusahaan. Kegiatan ini dilakukan untuk melihat dan menilai apakah penerimaan kas dan pengeluaran kas yang dilakukan perusahaan sudah sesuai prosedur yang berlaku di perusahaan. Setelah Audit Operasional dilakukan maka, hasil temuan akan dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan. Temuan-temuan audit akan dilaporkan dan juga disertai saran-saran untuk tindak lanjut manajemen. Saran yang diberikan auditor kepada manajemen untuk meciptakan ekonomis, efektif dan efisiensi kegiatan operasi perusahaan.
36