BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan bagian penting dari sistem usaha tani bagi sebagian petani di Indonesia, bahkan di beberapa negara Asia, dan tersebar luas di berbagai kondisi agro-sistem dari daerah dataran rendah di pinggir pantai sampai dataran tinggi di pegunungan. Menurut produk yang dihasilkan, ternak kambing dikelompokkan menjadi 4 yaitu penghasil daging
(tipe daging), penghasil susu (tipe perah),
penghasil bulu (tipe bulu), serta penghasil daging dan susu (Sutama, 2011) Sampai saat ini ada beberapa jenis kambing di Indonesia, antara lain : kambing kacang, peranakan etawah, boer, manggala serta kambing batang. Beberapa jenis kambing yang ada, peranakan etawa (PE) merupakan salah satu jenis kambing yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. PE merupakan persilangan antara kambing kacang dengan kambing etawa, yang terjadi puluhan tahun yang lalu. Hasil silangan tersebut telah mampu beradaptasi dengan kondisi Indonesia. Kambing PE memiliki ciri – ciri : telinganya panjang dan terkulai dengan panjang 18-30 cm, warna bulu bervariasi dari coklat muda sampai hitam, bulu kambing PE jantan bagian atas leher, pundak lebih tebal dan agak panjang. Sedangkan betina bulu panjangnya hanya terdapat pada bagian paha, dan bobot badan jantan dewasa ± 40 kg dan betina ± 35 kg serta tinggi pundaknya 76-100 cm (Wijoseno, et al., 2009). Sedangkan menurut Sutama, (2011) beberapa karakter penting dari kambing PE yaitu: bentuk muka 6
7
cembung, telinga relatif panjang (18-30 cm) dan terkulai. Jantan dan betina bertanduk pendek. warna bulu bervariasi dari kream sampai hitam, bulu pada bagian paha belakang, leher dan pundak lebih tebal dan lebih panjang daripada bagian lainnya, warna putih dengan belang hitam atau belang coklat cukup dominan. Tinggi badan untuk jantan 70-100 cm, dengan berat badan dewasa mencapai 40-80 kg untuk jantan dan 30-50 kg untuk betina.
2.2 Mastitis Mastitis adalah istilah umum yang mengacu pada peradangan kelenjar susu yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Hal ini ditandai dengan perubahan fisik, kimia, dan biasanya perubahan bakteriologis dalam susu serta perubahan patologis pada ambing (Shearer dan Harris, 2003). Menurut Isnel dan Sukru, (2012) mastitis adalah peradangan kelenjar susu yang disebabkan oleh bakteri atau jamur yang patogen. Berdasarkan gejala klinis, mastitis dikelompokkan menjadi tiga yaitu mastitis sub klinis, klinis dan kronis (Suwito, et al., 2013). Mastitis klinis, terjadi perubahan warna susu, ada gumpalan pada susu, dan ditemukan sejumlah leukosit besar pada susu. Pembengkakan, panas, nyeri, dan indurations dapat teramati pada kelenjar susu pada kasus klinis. Gejala ini biasa dideteksi dengan pengamatan visual pada ambing. Kasus mastitis subklinis, tidak ada tanda-tanda klinis penyakit selain peningkatan jumlah sel somatik (JSS) dalam susu, dan adanya organisme patogen dalam susu. Mastitis kronis adalah proses inflamasi
8
yang telah berlangsung selama berbulan-bulan dan terjadi dari satu laktasi ke laktasi yang lain (Islam, et al., 2012).
2.3 Penyebab Mastitis Kejadian mastitis berhubungan dengan faktor risiko seperti manajemen pemerahan yang kurang higienis, pemerahan yang tidak tuntas, dan sanitasi kandang yang kurang baik (Suwito dan Indarjulianto, 2013). Menurut Isnel dan Sukru, (2012), ada banyak mikroorganisme yang menyebabkan mastitis pada kambing. Teknik pemerahan tidak tepat dan tidak cocok serta kondisi kebersihan dapat meningkatkan infeksi. Dalam kebanyakan ternak, bakteri penyebab mastitis yang paling umum ditemukan adalah Staphylococcus aureus. Sumber S.aureus berasal dari kulit di sekitar ambing, tangan pemerah, kain yang digunakan untuk mengeringkan ambing, mesin pemerah dan lingkungan sekitar kandang. Infeksi terjadi saat kondisi otot dari puting susu terbuka dan S.aureus masuk melalui teat canal. Sebanyak 10 colony forming unit (cfu). S. aureus dapat menimbulkan mastitis dan S.aureus koagulase negatif paling banyak dilaporkan sebagai penyebab mastitis subklinis pada kambing (Moroni, et al., 2005) 2.3.1 Staphylococcus sp Staphylococcus sp termasuk bakteri Gram positif berbentuk kokus berpasangan, rantai pendek, dan cluster. Bakteri ini termasuk anaerob fakultatif, nonmotile, katalase positif oksidase negatif dan penyebab proses fermentasi (Carter
9
dan Darla, 2004). Bakteri ini ada pada saluran pernapasan atas dan permukaan epitel lainnya dari semua hewan berdarah panas. 5 dari sekitar 20 spesies, penting pada hewan yaitu : S. aureus, S.intermedius, S.epidermis, S.hyicus, dan S.scheiferi sp. coagulans. (Hirsh dan Yuan, 1999) Staphylococcus aureus membentuk warna abu-abu sampai kuning emas tua. Pigmen kuning keemasan timbul pada pertumbuhan pada suhu 37°C selama 18-24 jam, tetapi pembentukan pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25°C). Pigmen kuning keemasan tidak timbul pada pembiakan anaerobik atau pada kaldu. Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada banyak media pertumbuhan bakteri (Dewi, 2013) 2.3.2 Streptococcus sp Streptococcus sp adalah bakteri Gram positif, nonmotile, non-spora kokus yang terjadi secara tunggal, berpasangan, atau dalam rantai. Sebagian dari spesies menyebabkan penyakit penting pada hewan dan manusia. Streptococcus sp termasuk bakteri anaerobik fakultatif, fermentatif dan katalase serta oksidase negatif (Carter dan Darla, 2004). Streptococcus sp adalah sekelompok bakteri yang dapat menginfeksi banyak spesies hewan, menyebabkan kondisi supuratif seperti pada mastitis, metritis, polyarthritis dan meningitis. Kelompok bakteri ini memiliki tiga genera yaitu : Streptococcus, Enterococcus dan Peptostreptococcus. Kebanyakan spesies pathogen berada di genus Streptococcus. Organisme ini Gram positif cocci, diameter sekitar 1.0 µm yang rantai bentuk panjang berbeda (Quinn, et al., 2002). Streptococcus sp adalah
10
katalase negatif anaerob fakultatif, berasal dari energi fermentasi. Streptococcus sp memiliki sifat pertumbuhan yang cukup sulit, membutuhkan media terbaik yang mengandung darah atau serum sebagai media pertumbuhan. Beberapa varian nutrisi Streptococci (VNS) diperlukan, di samping suplementasi hidroklorida piridoksal (0,002%) (Hirsh and Yuan, 1999). Spesimen harus dikultur pada agar darah dan MacConcey. Cawan Petri diinkubasikan secara aerob pada 37°C selama 24 sampai 48 jam. Kriteria identifikasi isolat : kecil, koloni tembus cahaya, beberapa berlendir, jenis hemolisis pada agar darah, rantai Gram positif cocci, uji katalase negatif (Quinn, et al., 2002). 2.3.3 Pseudomonas sp Pseudomonas sp adalah bakteri Gram negatif, aerobik atau fakultatif anerobic, batang berukuran sedang. Bakteri ini motil oleh satu atau beberapa flagella polar, katalase dan oksidase positif, dan beberapa spesies menghasilkan pigmen larut dalam air. Pseudomonas sp hidup bebas, ditemukan secara luas di tanah dan air (Carter dan Darla, 2004). Anggota dari genus Pseudomonas adalah aerob obligat, berasal dari energi oksidasi bahan organik dan menggunakan oksigen sebagai akseptor terminal elektron. Pseudomonas tumbuh pada semua media umum pada rentang suhu : 4 ° C sampai 41 ° C (Hirsh dan Yuan, 1999) Pseudomonas aeruginosa tumbuh dengan baik pada media agar darah. Koloni agak besar, berdiameter >1 mm, abu-abu kasar, biasanya dengan zona hemolisis. Selain oksidasi positif, suatu sifat yang lain yang membedakannya dengan keluarga enterobacteriaceae adalah adanya triple sugar iron sedikit basa (tanpa gas),
11
memanfaatkan oksidatif glukosa, tumbuh 42°C dan membentuk warna hijau-biru (Hirsh dan Yuan, 1999) 2.3.4 Escherichia coli Genus Escherichia terdiri beberapa spesies, tetapi hanya E. coli merupakan patogen penting pada hewan. Spesies ini, fakultatif negatif yang terdiri dari flora normal saluran pencernaan, dapat menjadi penyebab penyakit septicemia pada anak kuda, sapi, babi, anjing, domba, dan penyakit edema pada babi (Hirsh dan Yuan, 1999). Bakteri enterik merupakan bakteri oxidase negatif, katalase positif (beberapa pengecualian), tidak membentuk spora, fermentasi (sering dengan gas) dan biasanya motil. Hewan muda sangat rentan, dan sering terinfeksi pada saluran kemih. Colibacillosis adalah istilah umum yang menunjukkan infeksi E.coli ditandai dengan satu atau lebih hal berikut: diare, enteritis, bacterimia, atau septicemia. Rota dan coronavirus, virus diare pada sapi, koksidia, dan cryptosporidia kadang-kadang dapat terlibat juga. Dari sudut pandang mekanisme patogen dan penyakit, lima kategori utama
dari
E.coli
yang
diakui
antara
lain
:
enterotoksigenik
(ETEC),
enteropathogenic (EPEC), enteroinvasif (EIEC), enterohemorrhagic (EHEC), dan faktor nekrosis cytotoxin. Kategori diwakili oleh serotipe yang berbeda. Serotipe tertentu lebih sering ditemui dibeberapa sindrom penyakit (Carter dan Darla, 2004) Koloni E. coli biasanya gelap dan memiliki kemilau hijau metalik. Koloni bakteri fermentasi non-laktosa tidak berwarna dan transparan pada media Eosin Methylene Blue Agar (Oxoid, 2014b ).
12
2.4 Kerangka Konsep Kambing peranakan etawa merupakan salah satu ternak yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan mempunyai potensi tinggi sebagai penghasil daging maupun susu, serta mampu menghasilkan anak lebih dari satu ekor setiap kelahiran (Purnomo, dkk., 2006). Susu kambing memiliki kandungan protein yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan susu sapi dan sebagai sumber mineral, kalsium serta fosfor yang baik untuk pertumbuhan bayi (Isnel and Sukru, 2012). Mastitis adalah istilah umum yang mengacu pada peradangan kelenjar susu yang disebabkan oleh berbagai penyebab. Hal ini ditandai dengan perubahan fisik, kimia, dan biasanya perubahan bakteriologis dalam susu serta perubahan patologis pada ambing (Shearer dan Harris, 2003). Susu disubkultur pada media sheep blood Agar (SBA) kemudian pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) diinkubasikan pada suhu 370C selama semalam. Koloni yang tumbuh dalam media Sheep blood agar (SBA) dan EMBA dilakukan pewarnaan Gram, selanjutnya diuji biokimia untuk dilakukan identifikasi bakteri (Barrow dan Feltham, 1993). Menurut hasil penelitian Najeeb et al., (2013), 146 isolat bakteri diperoleh dari 90 sampel susu yang positif dengan uji WST (white side test). Bakteri penyebab mastitis dengan persentase tertinggi adalah S.aureus (61,64) diikuti oleh E. coli (10,96), Streptococcus sp. (9,59), Pseudomonas / Bacillus sp. (6,85) dan
13
Corynebacterium sp. (4,11). Sedangkan penelitian yang dilakukan Suwito dkk., (2013) : Staphylococcus aureus (55.55%), Pseudomonas sp.(27.77%), Streptococcus sp.(8.3%). Sedangkan Pseudomonas sp (77.77%) dan Bacillus sp (22.23%) diisolasi dari air yang digunakan untuk membasuh ambing. Berdasarkan permasalahan di atas diketahui jika kasus mastitis disebabkan oleh bakteri, maka dalam isolasi dan identifikasi berpeluang untuk ditemukannya jenis-jenis bakteri penyebab mastitis dengan jenis berbeda-beda. Hal ini didukung penelitian Sharif, dkk., (2009) bahwa bakteri yang terlibat dalam mastitis bervariasi dari kelompok ke kelompok yang lain.