Bab II Tinjuan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum Reklamasi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah (pasir berlanau)
dengan skala volume dan luasan yang sangat besar, pada suatu kawasan atau lahan yang relatif masih kosong dan berair. Problem utama dari reklamasi tersebut umumnya berkisar
pada
permasalahan tanah, yaitu perlunya perbaikan tanah asli, perlunya pemakaian vertical drains, preloading, dan juga permasalahan settlement dan sliding. Soil Improvement (perbaikan tanah) itu sendiri, sesungguhnya adalah merupakan bagian dari proses pelaksanaan suatu proyek, yang perlu direalisir apabila ternyata tanah tersebut tidak memenuhi syarat ditinjau dari aspek daya dukungnya, stabilitasnya, maupun perilakunya. (Wahyudi H, 1997). Untuk mendapatkan ketelitian yang lebih akurat, maka diperlukan penelitian labortorium guna mendapatkan data tentang jenis dan sifat tanah baik dalam keadaan asli maupun akibat adanya pembebanan. Adapun jenis percobaan di laboratorium dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Sifat fisik tanah (index properties) : yaitu sifat tanah dalam keadaan asli yang digunakan untuk menentukan jenis tanah. b. Sifat mekanis tanah (engineering properties) : yaitu sifat tanah jika memperoleh pembebanan dan digunakan sebagai parameter dalam perencanaan fondasi.
II - 1
Bab II Tinjuan Pustaka
Apabila suatu tanah yang akan digunakan tidak memiliki sifat-sifat yang disyaratkan untuk suatu tujuan tertentu maka tanah tersebut harus diperbaiki sifat-sifatnya. Stabilisasi tanah merupakan salah satu cara memperbaiki kondisi tanah. Sifat tanah yang paling sering diubah dengan stabilisasi adalah kekuatan, volume stabilitas, daya tahan, dan permeabilitas. Tujuan stabilisasi tanah dasar adalah untuk meningkatkan kerapatan tanah, menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan atau tahanan gesek yang timbul, menambah bahan untuk merubah sifat fisik atau kimia pada tanah, menurunkan muka air tanah, dan mengganti tanah yang buruk. Material yang digunakan untuk tanah dasar harus memenuhi ketentuan sesuai dengan spesifikasi. Material berplastisitas tinggi golongan A-7-6 tidak boleh digunakan sebagai lapisan tanah dasar (Pengendalian Mutu Pekerjaan Tanah, Balai Geoteknik Jalan, hal 37). Menurut AASHTO, tanah berplastisitas tinggi termasuk golongan A-7-6. Kelas A-7-6 adalah jenis tanah kelempungan berplastisitas tinggi dengan tingkatan umum “sedang sampai jelek”. Batasan kelas A-7-6 antara lain : • Lolos saringan no 200 > 36% • Batas cair > 41% • Indeks plastisitas > LL-30 Apabila material tanah dasar tidak memenuhi spesifikasi di atas, maka tanah tersebut terlebih dahulu harus distabilisasi sebelum dilakukan proses pekerjaan berikutnya. Stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
II - 2
Bab II Tinjuan Pustaka
1. Stabilisasi Mekanis Stabilisasi mekanis atau stabilisasi mekanikal dilakukan dengan cara mencampur atau mengaduk dua macam tanah atau lebih yang bergradasi berbeda untuk memperoleh material
yang
memenuhi
syarat
kekuatan tertentu.
Pencampuran tanah ini dapat dilakukan di lokasi proyek, di pabrik atau di tempat pengambilan bahan timbunan (borrow area). Material yang telah dicampur ini, kemudian dihamparkan dan dipadatkan di lokasi proyek. Stabilisasi mekanis juga dapat dilakukan dengan cara menggali tanah buruk di tempat dan menggantinya dengan material granuler dari tempat lain.
2. Stabilisasi Dengan Menggunakan Bahan Tambahan Bahan tambah (additives) adalah bahan hasil olahan pabrik yang bila ditambahkan ke dalam tanah dengan perbandingan yang tepat akan memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, seperti : kekuatan, tekstur, kemudahan dikerjakan (workability) dan plastisitas. Contoh bahan tambahan adalah : kapur, semen portland, abu terbang (fly ash), aspal (bitumen) dan lain-lain. Stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan atau sering disebut juga stabilisasi kimiawi bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, dengan cara mencampurkan tanah dengan menggunakan bahan tambah dengan perbandingan tertentu. Perbandingan campuran bergantung pada kualitas campuran yang diinginkan. Jika pencampuran hanya dimaksudkan untuk merubah gradasi dan plastisitas tanah, dan kemudahan dikerjakan, maka hanya memerlukan bahan tambah sedikit. Namun, bila stabilisasi dimaksudkan untuk merubah tanah agar mempunyai kekuatan tinggi, maka diperlukan bahan tambah yang lebih II - 3
Bab II Tinjuan Pustaka
banyak. Material yang telah dicampur dengan bahan tambah ini harus dihamparkan dan dipadatkan dengan baik. 2.2
Tanah
Gambar 2.1 Susunan Tanah 2.2.1 Komposisi Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral – mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan – bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang kosong diantara partikel – partikel padat tersebut (Das Braja M. 1995). Tanah terdiri dari fase elemen yaitu : butiran padat (solid), air dan udara. Seperti ditunjukan dalam Gambar 2.2.
II - 4
Bab II Tinjuan Pustaka
Gambar 2.2 Tiga fase elemen tanah Hubungan volume berat : V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va Dimana : Vs = volume butiran padat Vv = volume pori Vw = volume air di dalam pori Va = volume udara di dalam pori Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan : W = Ws + Ww Dimana : Ws = berat butiran padat Ww = berat air Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah angka pori (void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree of saturation).
II - 5
Bab II Tinjuan Pustaka
1. Angka Pori Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume butiran padat, atau : 𝑒=
𝑉𝑣 𝑉𝑠
2. Porositas Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume tanah total, atau : 𝑒=
𝑉𝑣 𝑉
3. Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dengan volume pori, atau : 𝑒=
𝑉𝑤 𝑉𝑣
Hubungan antara angka pori dan porositas dapat diturunkan dari persamaan, dengan hasil sebagai berikut : 𝑒=
𝑉𝑣 𝑛 = 𝑉𝑠 1−𝑛
𝑛=
𝑒 1+𝑒
4. Kadar Air Kadar air atau water content (w) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki, yaitu : 𝑒=
𝑤𝑤 𝑊𝑠 II - 6
Bab II Tinjuan Pustaka
5. Berat Volume Berat volume (γ) didefinisikan sebagai berat tanah per satuan volume. 𝛾=
𝑤 𝑣
6. Berat spesifik Berat spedifik atau Specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat satuan butir dengan berat satuan volume. 𝐺𝑠 =
𝛾𝑠 𝛾𝑤
Menurut pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), dan terletak diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap diantara partikelpartikel. Ukuran dari partikel tanah sangat beragam dengan variasi yang cukup besar. Tanah pada umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut.Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan ukuran – ukuran partikelnya, beberapa organisasi telah mengembangkan batasan – batasan ukuran golongan jenis tanah. Pada tabel 2.1 ditunjukkan batasan – batasan ukuran tanah yang telah dikembangkan oleh Massachussets Institute of Technology (MIT), U.S Departement of Agriculture (USDA), American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO) dan Unified Soil Classification System (USCS).
II - 7
Bab II Tinjuan Pustaka
Tabel 2.1 Batasan - Batasan Ukuran Tanah Ukuran butiran (mm) Nama golongan Kerikil
Pasir
Lanau
Lempung
MIT
>2
2 - 0,06
0,06 - 0,002
< 0,002
USDA
>2
2 - 0,05
0,05 - 0,002
< 0,002
AASHTO
76,2 – 2
2 - 0,075
0,075 - 0,002
< 0,002
USCS
76,2 - 4,75
4,75 - 0,075
Halus ( lanau dan lempung) < 0,0075
Untuk menentukan butiran-butiran tanah dapat dilakukan dengan pengujian analisa gradasi yang dilakukan di laboratorium. Pengujian analisa gradasi meliputi: analisa saringan dan analisa hidrometer.
2.3
Sifat - Sifat Tanah Sifat-sifat dasar (basic properties) mencangkup karakterisrik dasar dari
material yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkorelasikan dengan sifat lainya. Penggunaan untuk perhitungan teknik.
2.3.1
Keadaan Tanah
1. Tanah asli / bank -
Tanah dalam kondisi aslinya (belum terusik)
-
Ukurannya dinyatakan dalam bank measure (BM)
2. Tanah lepas / loose -
Tanah setelah digusur / digali / diangkut dan sebagainya
-
Ukurannya dinyatakan dalam loose measure (LM) II - 8
Bab II Tinjuan Pustaka
-
Volume tanah lepas lebih besar dari volume tanah asli karena mengembang (swell)
3. Tanah padat / pampat / compacted -
Keadaan tanah setelah usaha pemadatan
Bertambahnya volume tanah dari bank menjadi loose disebut dengan swell (dinyatakan dalam %)
B Sw 1 100 % L dimana : Sw = swell (%) B = berat tanah dalam kondisi bank L = berat tanah dalam kondisi loose Berkurangnya volume tanah dari bank menjadi compacted disebut dengan shrinkage / susut (dinyatakan dalam %).
B Sh 1 100 % C dimana : Sh = % shrinkage (susut) C = berat tanah dalam kondisi compacted Contoh : Misal berat tanah asli 100 lbs/cu.ft -
Berat tanah lepas 80 lbs/cu.ft
-
Berat tanah setelah dipadatkan 120 lbs/cu.ft Maka II - 9
Bab II Tinjuan Pustaka
100 Sw 1 100 % 25 % 80 100 Sh 1 100 % 16,67 % 120 2.3.2
Mekanika Tanah Mekanika tanah adalah cabang dari ilmu geoteknik dalam ilmu teknik
sipil, istilah mekanika tanah diberikan oleh Karl Von Terzaghi melalui bukunya “Erdbaumechanik
Auf
Bodenphysikalicher
Grundlage”
(mekanika
tanah
berdasarkan pada sifat-sifat dasar fisik tanah), pada tahun 1952, buku ini membahas prinsip-prinsip dasar dari ilmu mekanika tanah modern, dan menjadikan dasar studi-studi lanjutan ilmu ini. Sehingga Terzaghi disebut sebagai “Bapak Mekanika Tanah”. Tanah memiliki sifat fisik (Soil Properties) dan sifat mekanik (Index Properties). Sifat - sifat fisik tanah meliputi ukuran butiran tanah, warnanya, bentuk butiran, dan kekerasan tanah. Sedangkan sifat - sifat mekanis tanah meliputi sifat kohesi, plastisitas, dan lain sebagainya. Untuk mengetahui sifat fisik dan sifat mekanis tanah, maka perlu dilakukan penyelidikan - penyelidikan di lapangan maupun di laboratorium. Adapun manfaat mengetahui jenis tanah dan sifat - sifatnya adalah untuk merencanakan pondasi, jalan, jembatan, stabilitas lereng, dan lain sebagainya.
2.3.2.1 Sifat Fisik Tanah ( Index Properties Tanah) Sifat fisik tanah merupakan parameter-parameter tanah yang tidak II - 10
Bab II Tinjuan Pustaka
berkaitan langsung dengan kekuatan tanah,tetapi hanya mengindikasikan jenis dan kondisi tanah. Pada umumnya, untuk tanah berbutir kasar sifat-sifat partikelnya dan derajat kepadatannya relative adalah sifat-sifat yang paling penting. Sedangkan untuk tanah berbutir halus batas-batas konsistensi merupakan sifatsifat yang paling berpengaruh. Adapun sifat-sifat fisik tanah dalam penilitian ini diantaranya : kadar Air, berat jenis, analisa saringan, analisa hidrometer, batasbatas konsistensi.
2.3.2.1.1 Pengujian Kadar Air Semua macam tanah, secara umum terdiri dari 3 fase, yaitu butiran tanah, air serta udara yang terdapat dalam ruangan antara butir-butir tersebut, dan ruangan ini di sebut pori. Tanah yang benar-benar kering tidak terdapat air sama sekali didalam porinya, sehingga pori hanya berisi udara. Dengan demikian tanah tersebut hanya terdiri dari dua unsur yakni butiran tanah dan udara pengisi pori. Sebaliknya kita dapat menemukan keadaan dimana pori tanah tidak mengandung udara sama sekali, jadi pori tersebut menjadi penuh terisi air. Dalm hal ini tanah dikatakan jenuh sempurna (fully saturated). Adapun rumus untuk kadar air sebagai berikut : 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 =
W2 − W3 x 100 % W3 −W1
Keterangan : 𝑊1
= Berat cawan
𝑊2
= Berat cawan + tanah basah
𝑊3
= Berat cawan + tanah kering II - 11
Bab II Tinjuan Pustaka
2.3.2.1.2 Berat Spesifik (Gs) Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat volume butiran padat dengan berat volume air pada temperature tertentu. Harga berat jenis butiran tanah sering dibutuhkan dalam bermacam–macam perhitungan mekanika tanah, hargaharga tersebut diperoleh dari pengujian di laboratorium. Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2,6 – 2,9. Oleh karena itu perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian di laboratorium untuk memperoleh berat jenis sebenarnya dari suatu tanah dan untuk memperoleh data-data yang akurat dari pengujian tersebut dapat digunakan rumus :
W1 = Berat piknometer (atau tempatnya) W2 = Berat piknometer + tanah (atau tempat + tanah) W3 = Berat piknometer + tanah + air W4 = Berat piknometer dengan air penuh, pada suhu percobaan (T). Ini diambil dari tabel Tabel 2.2 Berat Jenis untuk berbagai macam tanah Jenis Tanah Krikil (gravel) Pasir (sand) Pasir kwarsa (Quartz sand) Lanau (silt) Lempung (clay) Kapur (chalk) Gambut (peat)
Berat Jenis ( Gs) 2,65 - 2,68 2,65 - 2,68 2,64 - 2,66 2,66 - 2,7 2,68 - 2,8 2,60 - 2,75 1.3 - 1,9
II - 12
Bab II Tinjuan Pustaka
2.3.2.1.3 Analisa Saringan Analisa ayakan adalah mengayak dan menggetarkan contoh tanah melalui satu set ayakan dimana lubanag-lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan. Bertujuan untuk mengetahui ukuran butir tanah dan susunan butir tanah (gradasi). Untuk standar ayakan di amerika, nomor ayakan dan ukuran lubang di berikan dalam table di bawah ini : Tabel 2.3 Ukuran – ukuran ayakan di Amerika Serikat Ayakan No
Lubang ( mm )
4 6 8 10 16 20 30 40 50 60 80 100 170 200
4.75 3.35 2.36 2 1.18 0.85 0.6 0.425 0.3 0.25 0.18 0.15 0.088 0.075
(sumber; Braja M.Das jilid 1)
2.3.2.1.4 Analisa Hidrometer Analisis hydrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan) butir-butir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, partikelpartikel tanah akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada bentuk, ukuran, dan beratnya.
II - 13
Bab II Tinjuan Pustaka
Pengujian analisa hydrometer
yaitu pengujian
untuk menentukan
distribusi tanah yang lolos saringan 200 ASTM (0.074 mm) yang dilakukan dengan analisa pengendapan (hydrometer analisis). Pada pelaksanaan pengujian ini digunakan 50 gram contoh tanah yang kering oven dan silinder pengendap yang mempunyai tinggi 18 inci (457,2 mm) dan diameter 2,5 inci (63,5 mm). silinder tersebut diberikan tanda yang menunjukkan volume sebesar 1000 ml. Campuran calgon (natrium hexametaphosphate) biasanya digunakan sebagai bahan pendispersi. Total volume dari larutan air + calgon + tanah yang terdispersi dibuat menjadi 1000 ml dengan menambahkan air suling.
2.3.2.1.5 Batas – Batas Konsistensi (Atterberg Limits) Nilai-nilai batas atterberg (konsistensi) ditemukan pada tahun 1919 oleh seorang bernama Atterberg. Nilai-nilai ini terdapat pada tanah berbutir halus (clay atau silt) yang terdiri dari : a.
Batas Cair (Liquit Limit)
= LL
b. Batas Plastis (Plastis Limit) = PL c.
Batas Susut (Skrink Limit) = ST Bayangkanlah satu sample tanah berbutir halus yang telah di campur air
sehingga mencapai keadaan cair. Jika campuran ini kemudian dibiarkan menjadi kering sedikit demi sedikit, maka tanah ini akan melalui beberapa tahapan keadaan, dari keadaan padat sampai keadaan cair. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dipisahkan kedalam empat keadaan dasar ,
II - 14
Bab II Tinjuan Pustaka
yaitu: padat, semipadat , plastis, dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.3.
Gambar 2.3 Batas – batas Atterberg Suatu hal yang sangat penting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisnya. Plastisnya disebabkan oleh adanya partikel lempung dalam tanah. Plastisitas digambarkan sebagai kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk dalam menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak atau remuk. Kadar air (w) membentuk tanah menjadi : cair, plastis, semi plastis dan padat. Hal ini berhubungan dengan konsistensi yakni gaya tarik menarik antara partikel lempung. Batas cair dan batas plastis merupakan nilai yang sangat penting, selisih antara batas cair dan batas plastis di sebut indeks plastis. Kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat ke keadaan semi-padat didefinisikan sebagai batas susut. Kadar air dimana transisi dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair, dan batas-batas ini dinamakan dan dikenal juga sebagai batas-batas atterberg.
II - 15
Bab II Tinjuan Pustaka
1.
Batas Cair (Liquit limit) Batas Cair (LL) adalah batas antara keadaan cair dan plastis atau kadar air
dimana tanah mempunyai kekuatan geser yang kecil, yang menyebabkan dapat dengan mudah mengalir menutup celah. Pengukuran batas cair dilakukan dengan alat Casagrande yang distandardisir pada tahun 1932, alat ini terdiri dari mangkok logam yang diletakkan di atas plat ebonit. Tanah diletakan di atas mangkok, diratakan dan digores dengan grooving tool sehingga membentuk sebuah alur memanjang (ukuran standar), mangkok diputar dengan kecepatan putaran putaran/detik
dengan
ketinggian
konstan 2
jatuh 1cm, sehingga membentuk suatu
ketukan teratur. Harga liquid limit adalah kadar air dimana diperlukan 25 ketukan untuk menutup alur grooving tool sepanjang ½ “.
II - 16
Bab II Tinjuan Pustaka
Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair 2.
Batas Plastis (Plastic Limit) Batas plastis adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis. Keadaan ini
ditandai dengan mulainya terjadi retak-retak rambut apabila tanah tersebut dibentuk batang dengan diameter 3,2 mm. Pengujian batas plastis di lakukan dengan cara memplintir tanah kohesif (butiran halus) dengan kadar air tertentu pada permukaan kaca datar, sehingga pada diameter sekitar 3 mm tanah hasil plintiran tersebut menjadi retak-retak. Tanah akan berperilaku plastis pada rentang kadar air antara batas plastis (PL) sampai batas cair (LL), rentang kadar air tersebut di namakan indeks plastisitas yang dapat di hitung dengan rumus : IP = LL - PL
Keterangan : IP = indeks plastis LL = Batas cair PL = Batas plastis
II - 17
Bab II Tinjuan Pustaka
Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Karena itu indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisan dari suatu jenis tanah. Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah dan kohesinya dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Nilai Indeks Tanah dan Macam Tanah (Sumber: Hardiyatmo,H.C,1995,Mekanika Tanah 1,Hal 34)
PI
Sifat
0
Non Plastis
Macam Tanah Pasir
Kohesif Non kohesif
<7
Plastisitas rendah Lanau
Kohesif sebagian
7-17
Plastisitas sedang Lempung berlanau
Kohesif
> 17
Plastisitas tinggi
Kohesif
Lempung
Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, dimana tanah apabila digulung samapai dengan diameter 1/8 in (3,2 mm) menjadi retak-retak. Batas plastis merupakan batas terendah dari tingkat keplastisitasan suatu tanah. Cara pengujiannya adalah sangat sederhana, yaitu dengan menggulung massa tanah berukuran elipsoida dengan telapak tangan di atas kaca datar 3.
Batas Susut (Skrink Limit) Batas susut adalah kadar air dimana tanah mulai berbentuk padat. Pada
kadar air ini, apabila tanah tersebut dikeringkan lebih lanjut tidak akan terjadi penyusutan volume. Suatu contoh tanah berbutir halus dibentuk dengan cara mencampur dengan air sampai sama atau sedikit lebih besar dari batas cairnya . Pasta yang jenuh ini ditempatkan kedalam suatu cawan yang volumenya ditentukan dan kemudian
II - 18
Bab II Tinjuan Pustaka
dikeringkan secara berlahan-lahan. Berat dan volume akhir tanah ditentukan. Pengukuran ini digunakan untuk menghitung besaran-besaran tanah yang kemudian digunakan untuk menentukan faktor faktor susut. Kegunaan Batas-Batas Atterberg Batas Atterberg khususnya batas cair dan batas plastis tidak secara langsung memberikan angka-angka yang dapat dipakai dalam perhitungan, yang kita peroleh dari percobaan Atterberg adalah suatu gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai
sifat
teknik
yang
buruk,
yaitu
kekuatannya
rendah,
kompresibilitasnya tinggi. Tanah yang indek plastisitasnya besar biasanya mempunyai penyusutan dan pengembangan volume yang besar.
2.3.2.2 Sifat Mekanis Tanah ( Engineering Properties Tanah) Sifat mekanis tanah merupakan parameter-parameter tanah yang berkaitan langsung dengan kekuatan tanah. Adapun sifat-sifat mekanis tanah dalam penilitian ini diantaranya : pemadatan standard (standard proctor tes), California Bearing Ratio (CBR) dan konsolidasi. Dalam penulisan ini konsolidasi tidak diuraikan karena tidak dilakukan percobaan.
2.3.2.2.1 Pemadatan Standard (standard proctor tes) Pemadatan tanah merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel. Usaha pemadatan tanah mulanya dengan pengeringan, penambahan air, agregat II - 19
Bab II Tinjuan Pustaka
(butir-butir ) atau dengan bahan-bahan stabilisasi seperti semen, gamping, abu batubara, atau bahan lainnya. Pengerjaan tambahan lainya dapat dilakukan dengan menggaru ,membajak atau menggunakan mesin pencampur, yang kesemuanya dapat dilakukan tergantung pada keadaan tanah yang bersangkutan. Energi pemadatan di lapangan dapat diperoleh dari mesin gilas, alat-alat pemadat getaran dan dari benda-benda yang dijatuhkan. Di laboratorium, contoh uji untuk mendapatkan pengendalian mutu dipadatkan dengan menggunakan daya tumbukan (dinamik), alat penekan atau tekanan static yang menggunakan piston dan mesin tekanan. Tujuan pemadatan adalah untuk memperbaiki sifat-sifat teknis massa tanah. Beberapa keuntungan yang didapatkan dengan usaha pemadatan ini adalah : 1. Berkurangnya penurunan permukaan tanah (subsidence) yaitu gerakan vertikal di dalam massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori. 2. Bertambahnya kekuatan tanah. 3. Berkurangnya penyusutan, berkurangnya volume akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan.
Teori Pemadatan ialah spesifikasi pengendalian untuk pemadatan tanah kohesif telah dikembangkan oleh R.R Proctor ketika sedang membangun bendungan-bendungan untuk Los Angles Water District pada akhir tahun 1920an. Metode yang orisinil dilaporkan melalui serangkaian artikel dalam Engineering New Record (Proctor,1933). Untuk alasan ini prosedur dinamik laboratorium yang standar biasanya disebut uji “Proctor”. Proctor mendefinisikan empat variable pemadatan tanah, yaitu : II - 20
Bab II Tinjuan Pustaka
1. Usaha pemadatan (energi pemadatan) 2. Jenis tanah (gradasi, kohesif atau tidak kohesif, ukuran partikel dan sebagainya). 3. Kadar air. Usaha pemadatan dan energi pemadatan [compaction effort and energy (CE)] adalah tolak ukur energi mekanis yang dikerjakan terhadap suatu massa tanah. Di lapangan, usaha pemadatan ini dihubungkan dengan jumlah gilasan dari mesin gilas, jumlah jatuhan dari benda-benda yang dijatuhkan, energi dari suatu ledakan dan lah-hal yang serupa untuk volume tanah tertentu. Energi pemadatan juga merupakan bagian dari spesifikasi untuk pekerjaan tanah karena sangat sukar diukur.
Namun, yang sering di syaratkan adalah jenis peralatan yang
digunakan, jumlah gilasan, atau yang paling sering adalah hasil akhir berupa berat isi kering di laboratorium, CE didapat dari tumbukan (yang biasa dilakukan), remasan (kneading), atau dengan tekanan statis. Selama pemadatan tumbukan, suatu palu dijatuhkan dari ketinggian tertentu beberapa kali pada beberapa lapisan tanah didalam suatu cetakan (mold) untuk menghasilkan suatu contoh dengan volume tertentu. Ukuran dan bentuk palu dan jumlah jatuhan, jumlah lapisan dan volume cetakan telah dispesifikasikan dalam pengujian standar oleh ASTM dan AASHTO. Spesifikasi ini dapat dilihat dalam Tabel 2-5. Pengujian dengan remasan tanah adalah sama, hanya saja suatu alat pendorong/penekan digunakan untuk menghasilkan aksi remasan terhadap tanah. CE dari palu tumbukan dapat langsung dihitung, dan diperlihatkan untuk pengujian standar dalam Table 2-5. CE ini tidak dapat langsung dihitung apabila dilangsungkan dengan uji remasan atau pemadatan statis. II - 21
Bab II Tinjuan Pustaka
Tabel 2.5 Elemen-elemen uji Pemadatan standar
Penentuan Kadar Air Optimum Tujuan pemadatan diantaranya untuk memadatkan tanah dalam keadaan kadar air optimum, sehingga udara dalam pori-pori tanah akan keluar. Untuk mengetahui kadar air yang optimum pada tanah, maka dilakukan pengujian pemadatan proktor standar, pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah 3 lapisan. Setiap
lapisan dipadatkan dengan 25 tumbukan yang ditentukan
dengan penumbuk dengan massa 2,5 kg dan tinggi jatuh 30 cm. Energi pemadatan sebesar 592,57 kilo Joule/m3 Kadar air yang memberikan berat kering yang maksimal disebut kadar air optimum. Untuk tanah berbutir halus dalam mendapatkan kadar air optimum digunakan batas plastisnya. Buat kurva hubungan antara kadar air (w) sebagai absis dan berat volume tanah kering sebagai ordinat, puncak kurva sebagai nilai (γd maks), kurva yang digunakan adalah kurva dari uji pemadatan tanah (proctor standart). Dari titik puncak ditarik garis vertikal memotong absis, pada titik ini adalah kadar air optimum seperti yang terlihat pada Gambar 2.5.
II - 22
Bab II Tinjuan Pustaka
Gambar 2.5 Hubungan Kadar Air Dengan Berat Volume Kering (Das, 1994)
2.3.2.2.2 California Bearing Ratio (CBR) California Bearing Ratio adalah kelanjutan dari uji pemadatan tanah sehingga pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel tanah yang telah dipadatkan dengan pemadatan proctor. Pengujian ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui nilai CBR pada kepadatan dan kadar air tertentu. Dengan kata lain, harga CBR akan menentukan sejauh mana tanah dapat menahan beban struktur di atasnya. CBR rencana titik disebut juga CBR Laboratorium atau CBR Desain. Tanah dasar (subgrade) pada konstruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95% kepadatan maksimum. Dengan daya dukung tanah dasar tersebut dipadatkan, berarti nilai CBR nya adalah nilai CBR yang diperoleh dari contoh tanah yang dibuat mewakili keadaan tanah tersebut setelah dipadatkan. CBR ini disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut juga CBR Laboratorium. CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu : a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR). b. CBR laboratorium tanpa Rendaman (Unsoaked Design CBR) II - 23
Bab II Tinjuan Pustaka
Pada umumnya harga CBR soaked lebih rendah dari CBR unsoaked. Namum demikian kondisi soaked adalah kondisi yang sering dialami di lapangan, sehingga di dalam perhitungan konstruksi bangunan, harga CBR soaked
yang
kenyataannya
dipergunakan
sebagai
dasar
perhitungan
karena
dalam
air selalu mempengaruhi konstruksi bangunan. Perbedaan
pengujian CBR ini hanya terletak pada kondisi tanah yang akan diujikan. Untuk pengujian CBR soaked, tanah berada dalam keadaan terendam air selama 4 hari agar dapat diukur pengembangannya setiap hari. Sedangkan untuk pengujian CBR unsoaked, tanah dibuat dalam keadaan tidak terendam. Klasifikasi tanah dasar berdasarkan nilai CBR dapat dilihat pada table 2.6. Tabel 2.6 Klasifikasi Tanah Dasar Berdasarkan CBR Nilai CBR
Tingkatannya
Klasifikasi
Klasifikasi
USCS
AASHTO
0–3
Sangat Buruk
Sub grade
OH,CH,MH,OL
A5, A6, A7
3–7
Sub grade
OH,CH,MH,OL
7– 20
Buruk sampai sedang Sedang
Sub grade
OL, CL, ML
20-50
Baik
Base, Sub grade
Gravel
>50
Sangat baik
Base
Gravel
A4, A5, A6, A7 A2, A4, A5, A7 A1, A2 – 5, A2 – 6 A1, A2, A3
2.4
(Kategori)
Penggunaan
Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara membedakan
sifat-sifat tanah satu sama lain, dan mengelompokkan tanah ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan atas kesamaan sifat yang dimiliki. Dalam mengelompokkan
II - 24
Bab II Tinjuan Pustaka
tanah diperlukan sifat dan ciri tanah yang dapat diamati di lapangan dan di laboratorium. Sistem klasifikasi tanah yang ada mempunyai beberapa versi, hal ini disebabkan karena tanah memiliki sifat-sifat yang bervariasi. Adapun beberapa metode klasifikasi tanah yang ada antara lain: 1.
Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur Tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan.
Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap – tiap butir yang ada dalam tanah. Sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika ( USDA ). Berdasarkan system ini tanah dibagi menjadi tiga, yaitu : a) Pasir
: butiran dengan diameter 2,0 sampai dengan 0,05 mm.
b) Lanau
: butiran dengan diameter 0,05 sampai dengan 0,002 mm.
c) Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm. Penetapan Kelas Tekstur Tanah Dengan Perasaan :
II - 25
Bab II Tinjuan Pustaka
2.
Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO pada mulanya dikembangkan
pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, A-1 sampai A-7. Setelah diadakan beberapa kali perbaikan, sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway Officials (AASHTO) dalam tahun 1945. Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Tabel 2.7. dan Tabel 2.8. di bawah ini. Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dan kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya. Khusus untuk tanah yang mengandung bahan butir halus diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya. Indeks kelompok didefinisikan dengan persamaan dibawah ini.
II - 26
Bab II Tinjuan Pustaka
Tabel 2.7 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO ( Braja,1990 )
II - 27
Bab II Tinjuan Pustaka
3. Klasifikasi Tanah Sistem USCS Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Cassagrande dalam tahun 1942 untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan oleh The Army Corps Engineers. Sistem ini telah dipakai dengan sedikit modifikasi oleh U.S. Bureau of Reclamation dan U.S Corps of Engineers dalam tahun 1952. Dan pada tahun 1969 American Society for Testing and Material
telah menjadikan sistem
ini
sebagai
prosedur standar guna
mengklasifikasikan tanah untuk tujuan rekayasa. Sistem USCS membagi tanah ke dalam dua kelompok utama: a.
Tanah berbutir kasar → adalah tanah yang lebih dan 50% bahannya tertahan pada ayakan No. 200. Tanah butir kasar terbagi atas kerikil dengan simbol G (gravel), dan pasir dengan simbol S (sand).
b.
Tanah butir halus → adalah tanah yang lebih dan 50% bahannya lewat pada saringan No. 200. Tanah butir halus terbagi atas lanau dengan simbol M (silt), lempung dengan simbol C (clay), serta lanau dan lempung organik dengan simbol O, bergantung pada tanah itu terletak pada grafik plastisitas. Tanda L untuk plastisitas rendah dan tanda H untuk plastisitas tinggi. Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam klasifikasi tanah ini
adalah : W = well graded (tanah dengan gradasi baik) P = poorly graded (tanah dengan gradasi buruk) L = low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)
II - 28
Bab II Tinjuan Pustaka
H = high plasticity (plastisitas tinggi) ( LL > 50) Untuk lebih jelasnya klasifikasi sistem USCS dapat dilihat pada bagan Tabel 2.9. dan Tabel 2.10. dibawah ini.
Tabel 2.9. Klasifikasi tanah sistem USCS
II - 29
Bab II Tinjuan Pustaka
Tabel 2.10. Klasifikasi tanah sistem USCS
3.3
Tanah Ekspansif Tanah mengembang adalah istilah yang mengacu pada tanah atau batuan
yang memiliki potensi untuk mengembangkan dan menyusut akibat perubahan pada kondisi airnya. II - 30
Bab II Tinjuan Pustaka
Tanah merupakan suatu himpunan mineral bahan organic dan endapan – endapan yang relative lepas ikatan antara butiran tanah yang relative lemah. Ini disebabkan oleh ikatan karbonat, zat organik atau oksida yang mengendap diantara partikel – partikel. Ruang diantara partikel – partikel ini dapat berisi air, udara, atau campuran keduanya. Interaksi antara fisika – kimiawi pada butiran tanah inilah yang menyebabkan terjadinya fenomena kohesi dan sifat plastisitas dari tanah, termasuk sifat kembang susut. Sifat – sifat ini dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah secara langsung. Pada lempung,butir partikelnya kecil (berupa koloid dengan ukuran < 0,0002 mm) maka tanah lempung dapat memiliki harga specific surface yang besar. Hal ini menunjukan bahwa sifat tanah lempung dipengaruhi oleh interaksi antar butirannya. Dari uraian tersebut, dapat diketahui kembang susut hanya terjadi pada tanah lempung.
3.4
Tanah Lempung Ekspansif Lempung Expansif merupakan jenis tanah lempung yang diklasifikasikan
ke dalam jenis tanah yang memiliki nilai pengembangan dan nilai penyusutan yang besar. sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada struktur yang ada di atasnya. Hal tersebut disebabkan karena besarnya nilai aktivitas (A) tanah lempung. Aktivitas tanah tersebut dipengaruhui oleh nilai indeks plastisitas tanah tersebut. Identifikasi tanah ekspansif pada awal penyelidikan tanah diperlukan untuk melakukan metode pengujian yang tepat di laboratorium. Biasanya tanah ekspansif terdapat pada kondisi: II - 31
Bab II Tinjuan Pustaka
a) Karakteristik tanah 1. Mempunyai kadar lempung yang tinggi, biasanya termasuk tanah liat dengan plastisitas yang tinggi. 2. Pada kondisi kering, tanahnya retak-retak dengan retakan lebar dan dalam. 3. Kuat saat kering, kemudian menjadi bubur disaat basah. 4. Lengket dan susat dilewati kendaraan saat basah. 5. Mengandung serpihan-serpihan dan permukaan yang licin. Klasifikasi tanah ekspansif banyak dikemukakan oleh para peneliti, diantaranya menurut Chen (1965 dan 1988) sebagaimana ditunjukkan pada Table 2.11 dan Wiscman (1985) pada Table 2.12. Tabel 2.11 Klasifikasi Tanah Ekspansif ( Chen,1988) Swelling Potensial/
Index Plastisitas
Derajat
Persentase
Swelling Presure
Liquid Limit
(ksf)
Pengembangan Rendah
0 – 15
< 30
1
Medium
10 – 35
34 – 40
3–5
Tinggi
20 – 55
40 – 60
5 – 20
Sangat Tinggi
>35
> 60
> 20
Tabel 2.12 Indentifikasi Masalah Tanah Ekspansif (Wiscman,1985) Jenis Pengujian
Umumnya Tidak Ekspansif
Index Plastisitas (PI)
< 20
>32
Batas Susut (SL)
> 13
<10
Free Swell
< 50
>100 II - 32
Ada Masalah Ekspansif
Bab II Tinjuan Pustaka
Swelling Potensial atau kemampuan mengembang tanah dipengaruhi oleh nilai aktivitas tanah. Setiap tanah lempung memiliki nilai aktivitas yang berbedabeda. Gambar 2.6 mengindentifikasikan tingkat aktivitas tanah dalam 4 kelompok, yaitu : Low/Rendah : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial ≤ 1,5 % Medium/Sedang : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial >1,5 % dan ≤ 5% High/Tinggi
: Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial >5 % dan ≤ 25%
Very High
: Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial >25 %
Gambar 2.6 Hubungan Antara Persentasi Butiran Lempung dan Aktivitas. Sumber: Jhon D Nelson dan Deborah J Miller, 1991, Expansive Soil
3.5
Pemilihan Jenis Bahan Stabilisasi Pemilihan jenis bahan stabilisasi ditentukan berdasarkan nilai indeks
propertis dapat mengacu pada table 2.13 jika bahan stabilisasi tidak tersedia pada table 2.13, jenis bahan stabilisasi
tersebut dapat diuji coba sesuai tahapan
perencanaan stabilisasi di laboratorium.
II - 33
Bab II Tinjuan Pustaka
Tabel 2.13 Pemilihan Jenis Bahan Stabilisasi
2.8
Memperkirakan Kebutuhan Bahan Stabilisasi Kapur Penentuan kebutuhan jenis bahan stabilisasi kapur ditentukan berdasarkan
nilai indeks propertis, dapat mengacu pada gambar 2.7 :
Gambar 2.7 Penentuan Perkiraan Persentase Kapur Yang Dibutuhkan II - 34
Bab II Tinjuan Pustaka
KETERANGAN: a)
dan seterusnya adalah kadar kapur;
b) grafik ini tidak diperbolehkan untuk material yang lolos saringan No.40 lebih kecil 10% dan pada material pasir (Indeks Plastisitasnya kurang dari 3%); c) grafik ini berlaku untuk kapur yang kandungan kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) ≥ 90% dan butiran yang lolos saringan No. 200 ≥ 85%. Kebutuhan persentase kapur yang akan ditambahkan sebagai bahan stabilisasi dapat menggunakan variasi kadar kapur 2 % di atas dan 2 % di bawah nilai yang sudah didapat. 2.8.1
Stabilisasi Kapur
2.8.1.1 Kapur Istilah kapur mengandung tiga pengertian, yaitu kalsium karbonat (CaCO 3 ) untuk keperluan pertanian, kalsium hidroksida ( Ca(OH) 2) yang terhidrasi atau kapur mati (slake lime), dan kalsium oksida (CaO) yang disebut kapur hidup atau quick lime. Menurut ketentuan direktorat penyelidikan masalah tanah dan jalan Departemen Pekerjaan Umum, kapur yang disarankan untuk stabilisasi tanah adalah kapur kembang (CaO) atau kapur padam (Ca(OH)2). Dalam penelitian ini digunakan jenis kapur padam (hidrated high-calcium lime). Kapur padam adalah hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk hidrat. Di bawah ini diberikan daftar perkiraan jumlah kebutuhan kapur untuk berbagai macam tanah sesuai dengan tabel dibawah ini : II - 35
Bab II Tinjuan Pustaka
Tabel 2.14 Jumlah Kandungan Kapur Untuk Berbagai Macam Tanah Macam tanah (soil type) Clayed gravel ( GC, GM-GC) (A-26,A-2-7) Silty clays (CL) (A-6, A-7-6) Clays (CH) (A-6, A-7-6)
Kapur kembang(quicklime)
Kapur padam (Hydrated lime)
2–3%
2–4%
3–8%
5 – 10 %
3 – 10 %
3–8%
Sebagai bahan stabilisasi biasanya digunakan kapur mati (slake lime) atau kalsium hidroksida ( Ca(OH)2) dan kapur hidup atau kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida (CaO) lebih efektif pada kasus - kasus tertentu , kapur jenis ini mempunyai kelemahan – kelemahan pada pelaksanaannya, dapat membuat alat – alat mudah berkarat, mudah bertebarannya serbuk kapur dan menyebabkan terbakarnya kulit pekerja. Dari beberapa permasalahan stabilisasi maka kapur mati (slake lime) sebagai bahan stabilisasi lebih sering digunakan. Sedangkan kalsium karbonat (CaCO3) kurang efektif sebagai bahan stabilisasi kecuali sebagai bahan pengisi (filler). Proses stabilisasi tergantung dari keaktifan kimia dan tanah asli membentuk sementasi. 2.8.1.2 Interaksi dan Sifat – Sifat Campuran Tanah Kapur Mencampur tanah dengan kapur berarti merupakan suatu stabilisasi kimia dengan bahan tambahan dalam bentuk kalsium oksida atau kalsium hidroksida dengan suatu proses pemadatan dan kandungan air tertentu. Akibat ditambahkan kalsium maka akan mereduksi plastisitas tanah, meningkatkan daya dukung dan kekuatan tanah, mengurangi penyerapan air dan volume pengembangan (swelling II - 36
Bab II Tinjuan Pustaka
potential) yang diakibatkan oleh air. Berdasarkan proses yang telah diuraikan, maka kapur akan mempengaruhi sifat – sifat fisis dan mekanik tanah. Pengaruh sifat mekanik tanah campur kapur sangat bervariasi tergantung pada : jenis tanah, jenis dan kadar kapur, masa tunggu perawatan (curring), dan faktor – faktor lain seperti variasi penggunaan air. Ingels dan Metchalf (1972) menunjukkan nilai indeks plastisitas yang menurun tajam dengan penambahan kapur. Hal tersebut menyebabkan peningkatan dari batas plastisnya. Pengaruh penambahan kapur pada tanah akan mempengaruhi berkurangnya perubahan volume serta spesifik pengembangannya. Salah satu yang penting akibat stabilisasi kapur adalah peningkatan kekuatan walaupun pengaruh ini juga tergantung hal – hal lain. Terutama kalsium, peningkatan kekuatan sebagai fungsi dari peningkatan kalsiumnya. Pengaruh ini cukup menarik dengan memperbandingkan masa perawatannya. Pada masa perawatan yang lama terjadi peningkatan kekuatan yang relative kecil pada konsentrasi kapur dibawah 2 % dan selama terjadinya proses hidrasi, kadar air dalam tanah campuran akan berkurang sekitar 32 % dari berat kering kapur.
2.9
Penelitian Yang Pernah Dilakukan Sebelumnya
2.9.1
Stabilisasi Tanah Dengan Kapur
1. Ingles and Metacalf (1972) meneliti tentang stabilitas kapur pada tanah lempung berlanau, dengan kapur hidrasi (Ca(OH)2) pada temperature 25o C, menunjukkan bahwa peningkatan prosentase kapur seiring dengan
II - 37
Bab II Tinjuan Pustaka
peningkatan kekuatan tekan dengan alat UCS (Unconfined Compressive Strength) sampai kurang lebih pada campuran dengan prosentase kapur 7 %, selanjutnya pada campuran kapur > 7% peningkatan UCS relatif kecil. 2. Idrus (1991) meneliti stabilisasi tanah dengan kapur pada tanah Losari Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan meningkat dengan pertambahan prosentase kapur seiring dengan peningkatan masa perawatan. 3. Syahirman Suriadi (2000), meneliti stabilitas tanah lempung di Kabupaten Bantul Daerah Istimewah Yoyakarta dengan memakai kadar kapur 4% dan garam 0%,1%,2%,2,5% dan 3% dengan masa perawatan 7 hari. Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
penambahan
kadar
garam
dapat
meningkatkan berat jenis, batas plastis, batas susut, serta menurunkan batas cair dan indeks plastisitas. 4. Lashari (2000), meneliti stabilisasi tanah lempung di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah dengan menggunakan kadar kapur 0%, 2,5%, 5%, dan 7% serta bubuk bata merah dengan prosentase 0%, 5%, 10%, dan 15%. Masa pemeraman 0 hari, 2 hari, 7 hari, dan 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan stabilisasi tanah lempung seiring dengan peningkatan prosentase kapur dan bubuk bata merah dapat memperaiki sifat fisik dan mekanik tanah serta menurunkan volume pengembangan setelah melewati masa pemeraman 2 hari. 5.
Hendra May Rahman (2012), meneliti stabiltas tanah dengan kapur pada tanah Muara Taweh Kalimantan Tengah dengan menggunakan kadar kapur 0%, 3%, 5%, 7%, 9% dan 11% dengan masa pemeraman 7 hari dan II - 38
Bab II Tinjuan Pustaka
14 hari. hasil pengujian tanah yang telah distabilisasi dengan kapur dapat dilihat terjadi perubahan yang signifikan pada persentase kadar kapur 5 % dengan pemeraman 14 hari. Didapatkan nilai indeks plastisitas sebesar 7.39 %, swelling test sebesar 0.52 %, dan nilai CBR soaked sebesar 22.23 % sehingga terjadi peningkatan pada indeks properties dan engineering properties pada tanah yang telah dicampur kapur mengalami penurunan derajat ekspansife dan meningkatkan nilai CBR menjadi 22.23 % sehingga termasuk kedalam kategori sedang sampai dengan baik untuk penggunaan sebagai subgrade jalan raya tersebut. 6.
Teodore Ignatius Minaroy (2011), Nilai CBR unsoaked tanah asli sebesar 50,7 %, sementara nilai CBR unsoaked tanah dengan campuran 10 % kapur yang dipadatkan kemudian diperam selama satu hari sebesar 78,27 %. Nilai kadar kapur yang paling efektif untuk stabilisasi tanah residual Depok adalah 10 % dari berat keringnya.
II - 39