BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alga Alga adalah tumbuhan yang termasuk ke dalam divisi Thallophyta. Alga termasuk ke dalam divisi ini karena tidak memilki akar, batang, dan daun sejati. Alga merupakan organisme eukariotik-fotosintetik yang hidup secara soliter ataupun dalam koloni di tempat-tempat yang basah. Reproduksinya dilakukan secara generatif dan vegetatif. Pigmen yang terkandung di dalam alga berbeda-beda tergantung dari jenis alganya. Jenis pigmen dominan yang terkandung pada beberapa jenis alga disajikan pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Jenis Pigmen yang Terkandung dalam Beberapa Kelas Alga
Kelas
Pigmen
Warna pigmen
Chlorophyta
Klorofil
Hijau
Chrysophyta
Karoten
Emas
Phaeophtya
Fikosantin
Coklat
Rhodophta
Fikoeritrin
Merah
Berdasarkan kebutuhan sumber karbonnya, organisme dibedakan menjadi organisme ototrof dan organisme
heterotrof. Organisme ototrof adalah organisme yang
memperoleh sumber karbon dari senyawa anorganik, seperti CO2 dan CO32-, sedangkan organisme heterotrof adalah organisme yang memperoleh sumber karbon dari senyawa organik yang dihasilkan organisme lain. Alga secara secara umum tergolong ke dalam organisme ototrof. Hal ini didasarkan fakta bahwa alga dapat melakukan prosese fotosintesis dengan memanfaatkan CO2 sebagai sumber karbonnya. Adapun reaksi fotosintesis yang terjadi dapat digambarkan secara sederhana sebagai reaksi, CO2(g) + H2O(l)
klorofil
Cn(H2O)m + O2(g)
dengan n≥m
Reaksi ini dapat terjadi dengan memanfaatkan sinar ultraviolet (UV) yang terkandung di dalam sinar matahari. Produk yang dihasilkan dari fotosintesis tersebut dapat berupa 4
protein, lipid, karbohidrat, pigmen, dan vitamin. Dengan kata lain, alga dapat membentuk kembali komponen-komponen penyusun dirinya, baik berupa dinding sel, sitoplasma, pigmen fotosistensis, dan lain sebagaianya melalui fotosintesis. Ryther (1959) mengatakan bahwa produksi alga di laut bisa lebih besar dibandingkan produksi pertanian di daratan. Pada kondisi optimum, produksi alga dapat disamakan dengan produksi gula tebu, yang merupakan tumbuhan paling produktif di daratan. Keduanya dapat menghasilkan biomassa dengan laju 20-30 gram berat kering per meter persegi per hari yang menggambarkan efisiensi dari fotosintesis sebesar 2% (Whitesides dan Elliot, 1984; Hanisak dan Ryther, 1986). Selain itu, produksi biomassa akuatik memiliki kelebihan dalam beberapa hal, yaitu ketersediaan wilayah tanpa perlu menggunakan tanah pertanian, ketersediaan air, variasi temperatur yang cenderung tetap akibat tingginya kapasitas panas dari air, ketersedian cahaya yang sangat banyak, dan siklus pertumbuhan yang kontinu (Chynoweth, 1980;Indergaard, 1983; Whitesides dan Elliot, 1984). Secara umum, berdasarkan ukurannya alga dapat dibedakan atas alga makro dan alga mikro. Alga makro adalah organisme multiseluller yang besar dengan berat mencapai 200 kg per tanaman (Indergaard, 1983). Alga mikro adalah organisme mikroskopik yang biasanya uniselluler atau tergabung dalam filamen-filamen tipis atau koloni.
2.2 Makroalga Makroalga disebut juga ganggang laut merupakan
alga multiselular makroskopis.
Makroalga pada umumnya digunakan untuk produksi makanan, obat-obatan, dan industri kimia lainnya. Kandungan utama makroalga adalah polisakarida yang dapat mencapai 50% berat sel kering. Jenis dan komposisi polisakarida yang dihasilkan bersifat spesifik dan bergantung pada faktor lingkungan. Makroalga yang telah dimanfaatkan secara umum antara lain : a) Gracillaria sp untuk pembuatan kosmetik b) Gelidium untuk pembuatan agar-agar 5
c) Macrocystis penghasil asam alginat
2.3 Mikroalga Alga mikro adalah mikroorganisme yang memiliki kesamaan biokimia dengan jamur, ragi, dan juga dengan tumbuhan tingkat tinggi. Ukurannya yang mikroskopik, yaitu sekitar 1-10 цm menyebabkan alga ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Perbedaan utama yang menarik dari alga mikro dari alga makro terletak pada waktu generasinya (doubling-time). Waktu generasi didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh organisme untuk berkembang biak hingga jumlahnya mencapai dua kali lipat dari jumlah semula. Umumnya alga mikro memiliki waktu generasi yang lebih singkat dibandingkan dengan alga makro. Hal ini menyebabkan laju pertumbuhan alga mikro lebih cepat bila dibandingkan dengan alga makro. Sudah sejak lama alga mikro dipertimbangkan sebagai sumber biomassa untuk pembuatan metana. Namun karena terjadinya peningkatan kebutuhan nutrisi dan biaya pemanenan, maka saat ini alga mikro dipertimbangkan untuk biosintesis bahan bakar berenergi tinggi, misalnya lipid, gliserol, isoprenoid, dan hidrogen (Benemann et al.,1986; Johnson, 1988).
2.4 Komposisi Kimia Penyusun Mikroalga Struktur penyusun sel setiap mikroalga tidak selalu sama. Komposisi sel mikroalga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi struktur genetik dan kemampuan mikroalga dalam beradaptasi dengan lingkungan. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor lingkungan seperti komposisi medium, kadar CO2, kondisi keasaman medium (pH), intensitas cahaya, temperatur, kadar garam, dan lainlain. Secara garis besar struktur penyusun mikroalga terdiri dari komponen-konponen berikut: 6
a) Protein dan asam amino Mikroalga memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Chlorella sebagai salah satu mikroalga memiliki kandungan protein yang dapat mencapai 60-70 (skala 100 mewakili protein dalam susu krim). Sebagaimana halnya sumber protein sel tunggal lainnya sebagian nitrogen dalam mikroalga adalah nitrogen non-protein. Umumnya kandungan nitrogen non-protein sebesar ±10% dan berasal dari asam nukleat, amida, glukosamida, dan bahan pembentuk dinding srel (Becker,1994). b) Lipid Lipid dan asam lemak berfungsi sebagai komponen membran, metabolit, dan juga sebagai cadangan sumber energi. Lintasan sintesis lipid pada alga sama dengan lintasan sintesisi lipid dalam biji minyak tumbuhan tingkat tinggi. Perbedaan alga dan tumbuhan tinggi terletak pada kemampuan alga yaitu: 1. Alga bereaksi terhadap fluktuasi kondisi pertumbuhan dalam bentuk variasi komposisi asam lemak minyaknya. 2. Sel alga yang mengakumulasi minyak dapat melakukan fotosintesis. Hal ini berarti lintasan sempurna dari pengikatan CO2 sampai sintesis asam lemak dapat dikendalikan oleh sel. Sebagian besar minyak yang dihasilkan mikroalga memiliki susunan yang sama dengan minyak nabati, kecuali pada alga tertentu terkandung asam lemak tak lazim yang bernilai tinggi. Produksi asam lemak maksimum dapat dicapai dalam dua tahap, yaitu; 1. Pertumbuhan cepat dalam kondisi optimum 2. Pembatasan nitrogen dan hambatan lainnya
7
c) Hidokarbon Beberapa spesies alga mengandung hidrokarbon di dalam jasadnya dalam jumlah besar. Alga yang memiliki kandungan hidrokarbon diantaranya alga kelas chlorophyceae dan cyanobacteria (mengandung hidrokarbon C15-C27), Dunaliella sp (sumber karotenoid), dan Botryococcus braunii (sumber campuran hidrokarbon C17-C34). Dunaliella sp dan Botryococcus braunii berpotensi dijadikan sebagai sumber bahan bakar cair terbarukan karena mengandung senyawa hidrokarbon dalam jumlah besar (± 27-68 % berat kering) d) Wax (lilin) Beberapa jenis alga mengandung wax yang tersusun atas ester asam dan alkohol berantai panjang. Euglena gracilis adalah salah satu alga yang dapat mengubah sebagian persediaan polisakaridanya menjadi wax. Alga ini mengakumulasi lilin dalam keadaan aerobik. Lilin yang dihasilkan umumnya berupa rantai karbon C27C30 dan dapat berubah sesuai sumber karbon yang digunakan e) Gliserol Gliserol merupakan salah satu komponen penyusun membran sel. Membran sel merupakan batas antara sitoplasma dengan lingkungan. Membran berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan osmotik di dalam sel. Pengaturan tekanan osmotik di dalam sel ini dikenal dengan nama osmoregulasi. Alga merupakan organisme yang dapat hidup dalam konsentrasi garam yang tinggi karena memiliki sistem osmoregulasi yang baik. Dunaliella merupakan salah satu dapat hidup pada lingkungan berkadar garam 1-8 M (kadar jenuh). Dalam kondisi optimum Dunaliella dapat mengakumulasi gliserol hingga 40% berat sel kering atau sekitar 16 gram gliserol /m2/hari
8
2.5 Kegunaan Alga Mikro Selama 50 tahun terakhir ini, berbagai usaha telah dilakukan untuk memanfatkan alga mikro sebagai sumber makanan, pakan ternak, lipid, vitamin, pigmen, pupuk, obatobatan, dan bahan kimiawi khusus lainnya. Alokasi pemanfaatan alga mikro secara lebih lengkap disajikan pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Pemanfaatan Alga Mikro Secara Komersial
Aplikasi
Contoh
Makanan
Suplemen protein untuk penderita malnutrisi
Pakan ternak
Suplemen protein atau vitamin untuk ternak, unggas, babi, ikan, dan bivalva
Terapi
β-karoten sebagai anti kanker kulit Antibiotik alga untuk perawatan luka Enzim hidrolisa untuk meningkatkan metabolisme kulit Asam γ-linoleat untuk stimulasi protaglandin Pengaturan sintesi kolesterol Senyawa isotropik dalam penelitian medis
Pigmen
β-karoten sebagai pewarna makanan dan suplemen makanan (provitamin A) Xantofil pada makanan ayam dan makanan ikan Fikobilin sebagai pewarna makanan, kosmetik, dan reagen analitik
Sumber bahan kimia
Penggunaan gliserol dalam makanan, minuman, kosmetik, dan obatobatan Asam lemak, minyak nabati, lilin, hidrokarbon, asam amino, enzim, vitamin A dan C
Sumber hidrokarbon
Hidrokarbon rantai panjang dan minyak nabati teresterifikasi sebagai bahan bakar Polisakarida sebagai permen karet, pengental, dan penukar ion Hidrogen dan biogas
Hormon
Auksin, giberilin, dan sitokinik
Lainnya
Pupuk hijau, penyubur tanah, dan untuk pengolahan limbah.
9
2.6 Medium untuk Pertumbuhan Botryococcus braunii Berdasarkan sumber nutrien, medium kultur dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama, yaitu : media sintesis yaitu media berbasis air alami yang diperkaya dengan mineral suplemen, dan limbah cair seperti: limbah fermentasi, limbah dari plant, dan limbah industri. Medium yang
digunakan untuk pertumbuhan alga Botryococcus braunii adalah
medium selektif dan selektif diferensial yang berbasis air alami, yaitu larutan bristol yang ditambahkan FeCl3 untuk mempercepat waktu generasi mikroalga dan garam NaCl untuk meningkatkan kadar garam dalam medium yang dapat menghambat pertumbuhan alga jenis lain. Larutan bristol yang digunakan mengandung komponen-komponen sebagai berikut : NaNO3, CaCl2, MgSO4.7H2O, K2HPO4, KH2PO4, NaCl, FeCl3, dan H2O.
2.7 Nutrisi untuk Pertumbuhan Alga
2.7.1
Sumber karbon
Biomassa alga mengandung 50% karbon. Oleh karena itu, suplai karbon memegang peranan penting dalam pertumbuhan alga. Karbon dapat disuplai sebagai substrat anorganik dalam bentuk gas CO2 atau dalam bentuk bikarbonat. Gas CO2 merupakan sumber karbon anorganik utama bagi pertumbuhan mikroalga. Di dalam sel air CO2 mungkin berada dalam bentuk : CO2 (g)+ H2O
CO2 (aq) + H2O
H2CO3 (aq) H2O
H3O+ (aq) + HCO3- (aq)
Kelarutan CO2 di dalam air bergantung pada pH dan temperatur medium. Proses asimilasi CO2 dapat mengakibatkan perubahan harga pH. Oleh karena itu untuk menjaga kondisi pH optimum digunakan larutan buffer.
10
pH/CO2 equilibra 1.0 0.9 0.8 0.7
c (mol/l)
[HCO3-]
0.6
[CO3 2-] [H2CO3]=[CO2]l
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
pH
Gambar 2.1 pengaruh pH terhadap kelarutan CO2 Tabel 2.3 Kelarutan CO2 pada tekanan parsial CO2 1 bar abs o
Temperature ( C)
0
10
20
30
40
50
80
100
kelarutan
1,8
1,3
0,88
0,65
0,52
0,43
0,29
0,26
(cm3 CO2/g water) Alga merupakan organisme fotoautotrof sekaligus heterotrof. Alga dapat tumbuh dengan CO2 dalam keadaan terang dan menggunakan karbon organik dalam keadaan gelap. Karbon organik yang umumnya digunakan oleh mikroalga diantaranya glukosa, mannosa, molase, dan asam asetat. Dari hasil percobaaan yang dilakukan di India diperoleh laju pertumbuhan sel alga meningkat dengan penambahan glukosa (molase: 25% glukosa, 25% fruktosa, dan 30% sukrosa). Dalam percobaan ditemukan bahwa pada konsentrasi molase kurang dari 140 mg/L, molase yang disuplai dapat diserap seluruhnya oleh sel alga pada malam hari. Dari uraian di atas dapat disimpulkan pertumbuhan alga maksimum diperoleh dengan mengkombinasikan molase (pada malam hari) dengan CO2 (pada siang hari)
11
2.7.2
Sumber nitrogen
Nitrat, amonia, dan urea merupakan sumber nitrogen yang dipakai secara luas dalam medium pertumbuhan. Penggunaannya tergantung dari jenis spesies dan pH optimum pertumbuhan. Dalam sel alga terkandung 10% nitrogen. Perubahan suplai sumber nitrogen dapat mempengaruhi jalur metabolisme alga dan komposisi sel alga secara keseluruhan. Pada kultur alga sintesis yang menggunakan nitrat dan garam beramonium sebagai sumber nitrogen, amonium cenderung dikonsumsi terlebih dahulu setelah amonium habis terkonsumsi barulah nitrat dikonsumsi. Proses asimilasi nitrat dan amonia ini berhubungan erat dengan pH medium karena absorbsi nitogen dapat mengubah pH medium.
2.7.3
Fosfor
Fosfor merupakan unsur penting dalam proses selular seperti : biosintesis asam nukleat, transfer energi, dan lain-lain. Sumber fosfor yang digunakan pada kultur alga merupakan sumber fosfor anorganik. Konsentrasi fosfor optimum pada medium bergantung pada toleransi masing-masing spesies alga. Pada umumnya alga memiliki kisaran toleransi fosfor 50μg-200 mg/L.
2.7.4
Sulfur
Sulfur merupakan unsur vital sebagai konstituen dari beberapa asam amino esensial seperti metionin, sistein dan sistin, vitamin (tiamin, biotin , dan asam lipoat), sulfolipid dan lain-lain. Dalam medium sumber sulfur disediakan berupa sulfat inorganik. Dalam keadaan gelap dan kaya sulfida beberapa alga dapat tumbuh secara heterotrof dengan sulfur sebagai donor elektron.
12
2.7.5
Kalsium
Ion kalsium berperan penting dalam menstabilkan dinding sel, formasi garam dengan koloid, presipitasi CaCO3, dan kofaktor enzim. Kalsium terlibat dalam formasi rangka dari beberapa jenis alga tertentu dan dapat disimpan dalam bentuk kalsit atau arogonit dalam dinding sel.
2.7.6
Natrium dan kalium
Natrium berperan dalam berbagai macam transpor melalui membran sel. Selain itu natrium berperan dalam transformasi molekul nitrogen menjadi amonia pada alga jenis pengikat nirogen. Unsur kalium di dalam sel alga berperan sebagai kofaktor dari beberapa enzim dan terlibat dalam sintesis protein dan osmotik regulator. Konsentrasi kalium yang terlalu tinggi dapat menghambat proses pertumbuhan dan laju proses fotosintesis.
2.7.7
Magnesium
Magnesium dalam sel berperan dalam menstabilkan ribosom, membran sel, asam-asam nukleat, dan formasi katalase. Selain itu, magnesium berperan dalam proses fotosintesis.
2.7.8
Besi
Besi berperan dalam proses metabolisme sebagai konstituen dari sitokrom, dalam asimilasi nitrogen sebagai bagian fungsional feredoksin, dan mempengaruhi proses sintesis phycocyanin dan klorofil.
2.7.9
Trace element
Trace element utama pada media alga adalah Mn, Ni, Zn, boron, Vn, Co, Cu, dan Mo. Elemen-elemen ini dibutuhkan dalam jumlah kecil. Trace element merupakan zat yang 13
1. mempengaruhi pertumbuhan dalam jumlah representatif dari suatu spesies 2. mempunyai egek positif pada pertumbuahan total 3. menunjukkan efek psikologi langsung pada pertumbuhan alga 4. tidak dapat digantikan oleh elemen lain 5. menunjukkan tanda yang berkebalikan pada kultur yang kekurangan elemen ini. Mikronutrien
berupa logam berat dapat mempercepat pertumbuhan sel sekaligus
meracuni apabila konsentrasinya dalam sel terlalu tinggi. Kebanyakan alga dapat mengumpulkan logam-logam berat 1000 kali lipat di dalam sel dibandingkan di luar sel dalam periode waktu yang singkat bergantung pada konsentrasi medium. Kemampuan unik ini dapat dijadikan alat untuk detoksifika limbah cair yang terpolusi logam berat.
2.8
Botryococcus braunii sebagai Alga Mikro Penghasil Bahan Bakar Cair
Botryococcus braunii merupakan alga mikro yang termasuk ke dalam famili Chlorophyta (alga hijau). Alga ini umunya ditemukan tersebar luas di danau-danau dan di daerah perairan payau dengan membentuk koloni yang terlihat seperti bunga air. Koloni alga ini mengapung di atas permukaan air danau dan mampu membentuk endapan yang mudah terbakar pada daerah perbatasan antara danau dengan daratan. Endapan semacam ini diyakini sebagai asal-usul dari batubara dan deposit aspal yang ditemukan di berbagai lokasi, biasa dikenal sebgai torbanite,coorongite, atau balkaschite (Bachocen, 1982). Koloni alga hijau Botryococcus braunii diyakini memiliki potensi tersendiri sebagai sumber bahan bakar cair terbaharukan. Hali ini berkaitan dengan kemampuannya dalam mengakumulasi senyawa hidrokarbon dalam jumlah yang banyak. Botryococcus braunii merupakan organisme uniselluler, namun pada umumnya ditemukan dalam keadaan berkoloni. Koloninya memiliki diameter sekitar 0,5 mm dan memilik bentuk yang tak beraturan. Koloni ini terdiri dari satu hingga beberapa kumpulan sel yang disatukan oleh matriks yang kaya akan hidrokarbon. Sel tunggalnya tertanam di dalam sejumlah massa gelatin yang mengandung minyak dan karotenoid. Alga ini diketahui memilki tiga fasa pertumbuhan yang berbeda, yaitu fasa pertumbuhan 14
eksponential (logarithmic growth state), fasa pertumbuhan stasioner, dan fasa kematian. Perkembangbiakannya dilakukan secara fragmentasi. Sepanjang masa pertumbuhan eksponensial, koloni alga ini memilki warna hijau karena mengandung klorofil a dan b, serta memiliki kandungan hidrokarbon antara 20-32% dari berat tubuhnya (Brown, Knight, and Conway, 1969; Wolf, 1983). Umumnya hidrokarbon yang dihasilkan Botryococcus braunii selam masa pertumbuhan eksponensial memilki jumlah karbon antara C27-C31, dengan mayoritas berupa olefin rantai lurus. Tiga senyawa dominan yang hadir dalam campuran senyawa hidrokarbon pada masa pertumbuhan eksponensial adalah heptakodsa-1,18-diene (C27H52), nonakosa-1,20-diene (C29H56) dan hentriakonta-1,22-diene (C31H52). Hasil eksperimen dengan menggunkan senyawa asam lemak yang mengandung radioaktif menunjukkan bahwa asam oleat berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan senyawa-senyawa tersebut. Dari eksperimen juga diperoleh bahwa ketiga senyawa tersebut diperoleh melalui mekanisme elongasi-dekarboksilasi pada lintasan biosintesis Botryococcus braunii. Ketika memasuki masa pertumbuhan stasioner, koloni sel mengalami perubahan warna kuning menjadi oranye. Hal ini disebabkan oleh akumulasi karotenoid yang sangat besar di dalam koloni tersebut. Pada saat yang bersamaan, komposisi lemak akan berubah secara drastis, dan kadar unsaponificable lipids meningkat hingga 80-90% dari berat kering. Jenis hidrokarbon yang dihasilkan Botryococcus braunii pada fasa ini memiliki kandungan 27-86% hidrokarbon dari berat keringnya (Wolf, 1983). Hidrokarbon ini terdiri dari campuran monoenes, dienes, dan trienes. Hidrokarbon tersebut dapat digolongkan sebagai olefin yang bercabang dan golongan terpenoid yang tidak ditemukan semasa alga berada dalam fasa perumbuhan logaritmik. Sejauh ini, belum diketahui faktor penyebab utama yang mengakibatkan pergantian produksi hidrokarbon dari fasa pertumbuhan eksponensial ke fasa pertumbuhan stasioner. Namun, perubahan warna pada koloni alga dapt dijadikan sebagai indikasi adanya perubahan fasa pertumbuhan pada koloni tersebut. Telah dilaporkan juga bahwa 15
campuran hidrokarbon yang dihasilkan oleh Botryococcus braunii dapat direngkah menjadi produk distilasi yang serupa dengan petroleum (Jassby, 1988) Penumbuhan kultur alga dalam skala laboratorium umumnya memiliki waktu generasi selama satu minggu. Waktu generasi ini dapat dipersingkat menjadi dua setengah hari dengan meningkatkan pengadukan, temperatur (menjadi 26°C), dan kadar CO2 (menjadi sekitar 1%) dalam kultur. Peningkatan parameter pertumbuhan ini dapat diindikasikan dengan meningkatnya produksi hidrokarbon oleh jasad alga hijau tersebut, dari 0,011 menjadi 0,084 gram per liter per hari. Dengan mikroskop elektron, dapat terlihat bahwa tetesan minyak terakumulasi secara dominan di dinding luar sel. Minyak tersebut mengandung 95% dari seluruh hidrokarbon yang dihasilkan sel. Selain itu, tetesan minyak juga ditemukan di dalam sitoplasma. Hasil eksperimen dengan menggunakan prekusor yang mengandung unsur radioaktif memang menunjukkan bahwa kedua ”pool” tersebut mengandung hidrokarbon dalam jumlah yang berbeda. Walaupun sebagian besar hidrokarbon diproduksi di dinding luar sel, namun kedua ”pool” tersebut memiliki komposisi hidrokarbon yang serupa, hanya saja sitoplasma lebih banyak mengandung hidrokarbon dengan jumlah atom karbon antar C27-C29, sedangkan hidrokarbon dengan jumlah atom karbon antar C29-C31 terakumulasi secara dominan di dinding luar sel. Diduga hidrokarbon-hidrokarbon tersebut diproduksi di dalam sel, kemudian disekresi ke dinding luar sel sehingga terbentuk lapisan minyak di sekitar sel dalam koloni Botryococcus braunii. Fakta yang menarik adalah bahwa sel-sel alga ini tidak mampu memetabolisir lebih lanjut hidrokarbon yang dihasilkannya karena hidrokarbon tersebut merupakan produk metabolit sekunder yang bersifat toksik bagi alga jika tidak dikeluarkan dari dalam sel. Jenis-jenis hidrokarbon dominan yang dihasilkan Botryococcus braunii ditampilkan pada tabel 2.3 berikut ini.
16
Tabel 2.4 Hidrokarbon dominan pada Botryococcus braunii
Heptakosa-1,18-dien (C27H52) CH2-CH-(CH2)15-CH-CH-(CH2)7-CH3 Nonakosa-1,20-dien (C29H56) CH2-CH-(CH2)17-CH-CH-(CH2)7-CH3 Hentriakonta-1,22-dien (C31H60) CH2-CH-(CH2)19-CH-CH-(CH2)7-CH3 Sumber: Bachofen. The Production of Hydrocarbon by Botryococcus braunii. 1982. Walaupun banyak jurnal-jurnal yang telah membahas mengenai Botryococcus braunii, namun sedikit sekali ilmuwan yang mencoba untuk mengembangbiakkan Botryococcus braunii dalam skala yang lebih besar dari skala laboratorium. Hal ini disebabkan karena lamanya waktu generasi Botryococcus braunii (normalnya 7 hari, tanpa ada manipulasi temperatur, agitasi, kadar CO2, dan lain-lain). Karena hidrokarbon merupakan bentuk energi yang dibutuhkan dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak, maka dikhawatirkan hidrokarbon yang dihasikan dari Botryococcus braunii tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Hal ini diperkuat dengan adanya fakta bahwa jumlah hidrokarbon tertinggi diperoleh ketika Botryococcus braunii telah memasuki fasa pertumbuhan stasioner.
2.9
Desain Fermentor
Konstruksi dari boreaktor yang akan digunakan merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan untuk pertumbuhan alga yang baik. Pengoperasian dari fermentor yang digunakan haruslah mudah, murah, dan efisien. Untuk itu, bentuk, ukuran, bahan konstruksi, dan tipe pengadukan divariasikan menurut kondisi lokal, bahan baku yang tersedia, dan penggunaan akhir dari biomassa alga. Dua pendekatan yang biasanya digunakan untuk mendesain sebuah fermentor yang baik, yaitu:
17
1.
Fermentor sisitem tertutup. Jenis ini biasanya digunakan untuk kultivasi strain alga khusus yang menghasilkan bahan-bahan biokimia spesifik seperti enzim, sitokrom, racun, dan lainnya.
2.
Fermentor sistem terbuka. Jenis ini mudah dirawat dan digunakan untuk memproduksi zat-zat berprotein dan konstituen sel.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi desain sebuah fermentor secara umum adalah sebagai berikut: 1. Pencahayaan 2. Turbulensi 3. Temperatur 4. Transfer gas 5. Bahan konstruksi 6. Pertimbangan operasional
2.9.1 Fermentor sistem tertutup Sistem fermentor tertutup memliki kelebihan dan kekurangan. Keuntungan dari sistem tertutup yaitu adanya pencegahan kontaminasi. Kelemahannya yaitu bahwa sistem tertutup ini tidak dapat dilakukan dalam skala besar karena adnya keterbatasna laju transfer CO2 dan biaya investasi untuk penutup reaktor skala besar sangat mahal. Beberapa jenis reaktor sistem tertutup: 1. Batch reaktor 2. Up lift reaktor 3. Reaktor Turbular 4. Continous Stirred Tank Bioreactor 5. Plug-flow Bioreactor
2.9.2 Fermentor sistem terbuka Alga lebih mudah ditumbuhkan dalam fermentor dengan sisteam kolam yang termasuk dalam jenis fermentor sistem terbuka. Beberapa tipe fermentor terbuka: 18
1. Kolam Melingkar 2. Kolam oblong 3. Kolam miring
2.10 Metode-metode Penghitungan Populasi Botryococcus braunii Metode yang dilakukan untuk menghitung pertumbuhan Botryococcus braunii adalah dengan menggunakan metode gravimetri yang mengendapkan sejumlah volume kultur Botryococcus
braunii
dengan
sentrifugasi
dengan
laju
tertentu
kemudian,
mengeringkannya sampai beratnya konstan. Ketepatan metode ini bergantung pada : efektifitas pencucian, derajat dehidrasi, ketelitian menimbang. Metode ini kemudian dikombinasi dengan metode turbidometri dengan membuat kurva baku. Dalam menentukan berat sel kering, untuk menghindari kesalahan
akibat adanya
partikel yang tertinggal saat penyaringan ataupun saat sentrifugasi, sel-sel alga harus dicuci terlebih dahulu dengan larutan buffer atau distilasi untuk menghilangkan garam dan kontaminan lain. Akan tetapi, pencucian ini tidak dapat dilakukan pada alga laut atau halofilik karena dapat menyebabkan plasmolisis Sebelum dihitung alga harus dipanaskan terlebih dahulu (tidak terlalu panas) agar benar-benar mewakili jumlah alga pada sample. Suhu pemanasan yang umumnya digunakan adalah 80-100 oC. sampel harus ditimbang secepatnya setelah pengeringan dan pendinginan untuk menghindari absorpsi kelembaban.
Ringkasan Tinjauan Pustaka Proses fiksasi CO2 menggunakan mikroalgae Botryococcus braunii memiliki kelebihan dibandingkan penggunaan tumbuhan tingkat dan alga lainnya yaitu waktu generasinya yang singkat sehingga mampu memfiksasi CO2 dalam jumlah lebih besar dan dapat menghasilkan senyawa hidrokarbon (C27-C31) yang berpotensi menjadi sumber energi alternatif.
19
Terdapat dua faktor yang menentukan pertumbuhan sel dan kandungan hidrokarbon Botryococcus braunii yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi struktur genetik dan kemampuan mikroalga dalam beradaptasi dengan lingkungan. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor lingkungan seperti komposisi medium, kadar CO2, kondisi keasaman medium (pH), intensitas cahaya, temperatur, kadar garam, dan lain-lain. Kadar CO2 dalam medium merupakan faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan kandungan hidrokarbon
Botryococcus
braunii hal ini disebabkan Botryococcus braunii memperoleh energi untuk proses pembelahan dari penguraian glukosa hasil fotosintesis (fiksasi CO2) dan kandungan hidrokarbon ditentukan oleh banyaknya sumber karbon yang dikonsumsi dan kondisi pencahayaan. Botryococcus braunii merupakan mikroalgae yang tahan pada salinitas tinggi dan lebih tahan asam dibanding alga jenis lain. Oleh sebab itu, agar medium yang digunakan bersifat selektif permeabel, medium dimodifikasi dengan penambahan garam untuk meningkatkan salinitas dan penambahan kadar SOx untuk meningkatkan keasaman. Kultivasi Botryococcus braunii dilakukan pada air lift fermentor. Keunggulan air lift fermentor dibandingkan reaktor jenis lain yaitu cara pengadukannya yang menggunakan sirkulasi udara tanpa menggunakan pengaduk mekanik. Hal ini memungkinkan udara dan CO2 terdistribusi merata dan mengurangi gesekan akibat pengadukan. Variasi percobaan
yang akan dilakukan adalah variasi pencahayaan terang dan
pencahayaan gelap-terang. Pada saat pencahayaan terang kemungkinan besar Botryococcus braunii akan menggunakan energi dari penguraian glukosa hasil fotosintesis untuk memperbanyak diri sehingga pada kondisi ini proses yang terjadi merupakan proses pertumbuhan sel. Berbeda halnya pada kondisi pencahayaan gelapterang, pada saat terang mikroalgae cenderung melakukan aktivitas pertumbuhan, sedangkan pada saat gelap mikroalgae cenderung mensintesis hidrokarbon sehingga pada kondisi pencahayaan gelap-terang mikroalgae melakukan aktivitas pertumbuhan sel dan sintesis hidrokarbon secara bergantian sesuai kondisi pencahayaan.
20