27
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Koperasi dan Ekonomi Rakyat Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, dalam hal ini berarti
bahwa koperasi harus memegang peran aktif untuk mewujudkan tercapainya kesejahteraan hidup masyarakat, karena dengan tercapainya peningkatan pendapatan maka para anggota koperasi yang telah membiasakan diri dalam rasa kesetiakawanan, gotong royong dan kesadaran bermasyarakat, akan menyisihkan sebagian dari pendapatannya melalui koperasi, sebagai dana penunjang pelaksanaan pembangunan didaerahnya, yang mana pembangunan tersebut akan lebih melancarkan lagi kehidupan ekonomi didaerah tersebut, seperti misalnya dana swadaya masyarakat untuk pembangunan/rehabilitasi
jalan-jalan
pedesaan,
jembatan-jembatan,
elektrifikasi
pedesaan, dan lain sebagainya. Fungsi Koperasi Indonesia dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2002, bagian 2, pasal 4 adalah sebagai berikut : 1) sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat; 2) sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional; 3) sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia; 4) sebagai alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat. Fungsi koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi, tentang hal ini bermakna bahwa: 1) tujuan koperasi bukan untuk mengejar keuntungan semata-mata, tetapi yang utama adalah memberikan jasa-jasa agar para anggotanya bersemangat dan bergairah kerja, sehingga tercapai peningkatan pendapatannya; 2) dalam hal memberikan jasa-jasa ini, koperasi selain berjuang untuk memberikan kemudahan-kemudahan dan menyediakan
fasilitas-fasilitas
untuk
memuaskan
kebutuhan-kebutuhan
para
anggotanya, juga memberikan bimbingan dan usaha pembinaan kepada anggotanya (yang umumnya berekonomi lemah) agar mereka masing-masing dapat memperbaiki cara kerja, mutu hasil kerja dan jumlah hasil kerja, sehingga dalam wadah koperasi
27
28
secara terpadu dan terarah mereka dapat memberikan sumbangan besar, baik terhadap pembangunan masyarakat pedesaan, regional dan nasional. Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional berarti bahwa koperasi harus memegang peranan aktif untuk mewujudkan tercapainya kesejahteraan hidup masyarakat. Koperasi berfungsi sebagai urat nadi perekonomian bangsa Indonesia, karena 1) koperasi merupakan wadah bagi produsen di pedesaan yang mampu menyalurkan dengan harga wajar seluruh produk yang dihasilkan ke para konsumen di perkotaan;
2) koperasi mampu mengelola pengadaan atau penyediaan produk
dan fasilitas yang diperlukan rakyat ekonomi lemah; 3) ditinjau dari aktivitas pemasaran segala produk yang dihasilkan produsen di pedesaan ke konsumen di perkotaan dengan harga yang layak dan memuaskan. Koperasi sebagai alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat (Kartasapoetra, 2003). Peranan dan tugas koperasi pada pasal 7 ayat 1 UU No 12 Tahun 1997 adalah untuk mempersatukan, mengerahkan, membina dan mengembangkan potensi, daya kreasi, daya usaha rakyat untuk meningkatkan produksi dan mewujudkan tercapainya pendapatan yang adil dan keadilan yang merata. Koperasi bertujuan ideal karena tujuannya bukan profit undertaking, tetapi service undertaking. Koperasi bersifat komersial, karena untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan para anggotanya, badan ini harus melakukan usaha, simpan pinjam, berdagang, jual beli, melakukan produksi dan lain sebagainya yang menghasilkan laba untuk :1) menutup biaya-biaya dan perongkosan dan mempertahankan agar kelangsungan hidup koperasi dapat berlangsung sebagai mana mestinya; 2) dikembalikan kepada anggota dan sebagaian disisihkan sebagai dana pembangunan daerah/lingkungan, yang hasilnya dapat lebih mengairahkan hidup lebih baik dan teratur (Kadar, 1967). Peran
koperasi
juga
penting
didalam
memperbaiki
tatanan
struktur
perekonomian daerah. Oleh karena hasilnya selain dapat mendorong perekonomian yang melibatkan orang banyak dapat menjadi sarana menekan munculnya masalah sosial akibat ketimpangan sosial ekonomi. Hal ini secara nyata juga telah mempunyai payung hukum sebagaimana diamanatkan oleh TAP MPR 1998 No XVI/1998 tentang
28
29
pemberian prioritas dan bantuan pengembangan ekonomi rakyat mencakup langkahlangkah sebagai berikut : 1) pemerintah akan membantu mengembangkan dan memberikan prioritas kepada usaha ekonomi lemah; 2) usaha ekonomi menengah dan koperasi akan memperoleh kesempatan utama dukungan dan perlindungan serta pengembangan; 3) BUMN dan usaha swasta besar akan didorong untuk bermitra dengan usaha kecil menengah dan koperasi; 4) usaha kecil menengah dan koperasi akan diberi akses terhadap pengolahan tanah, terutama di bidang pertanian termasuk bidang kehutanan dan perkebunan; 5) usaha kecil menengah dan koperasi juga diberi kesempatan untuk mengakses sumber dana dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Hal-hal itu semua sangat penting bagi pengembangan ekonomi rakyat. Konsep ekonomi rakyat didalam hal ini diartikan sebagai bagian dasar dari caracara rakyat bertahan menjaga kelangsungan hidupnya di pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, perkebunan, industri kecil dan kerajinan serta perdagangan atau kegiatan swasta lainnya, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Ekonomi rakyat berciri subsistem (tradisional), dengan modal utama tenaga kerja keluarga, sumber dana dan teknologi seadanya (Mubyarto, 1999). Konsep lain dikemukakan oleh (Angito Abimayu, 2000), ekonomi kerakyatan adalah satu upaya memberdayakan unit ekonomi yang tertinggal oleh karena itu pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan ekonomi rakyat kecil, ini berarti berpihak kepada rakyat yang tertinggal. Pengertian-pengertian itu sejajar dengan definisi yang diungkap oleh Tim Pengendali Jaring Pengaman Sosial dalam Kompas tanggal 7 Oktober 2001 yang menyebutkan, bahwa ekonomi rakyat adalah sektor ekonomi yang berisi kegiatan-kegiatan ekonomi rakyat, sehingga merupakan landasan empirik lain dari wujud usaha ekonomi kerakyatan dapat dilihat dalam kegiatan usaha kecil dan koperasi. Langkah-langkah strategi yang hakekatnya perlu dipertimbangkan dalam pemberdayaan ekonomi rakyat diantaranya : 1) melakukan identifikasi terhadap pelaku ekonomi seperti Koperasi, Usaha kecil, pertanian dan nelayan mengenai potensi dan mengembangkan usahanya; 2) melakukan program pembinaan yang kontinu terhadap pelaku-pelaku tersebut melalui program pendampingan; 3) melakukan program pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan mereka pada saat mengembangkan usaha; 4) melakukan kordinasi dan evaluasi secara periodik antara instansi yang terlibat
29
30
dalam proses pembinaan baik pembinaan permodalan, sumber daya manusia, pasar, informasi pasar maupun penerapan teknologi. Menurut Tonny (2003) pengembangan kelompok sosial ekonomi skala kecil dan menengah mampu menurunkan angka pengangguran,
meningkatkan
daya
beli
masyarakat,
memberikan
peluang
pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan usaha-usaha produktif di tingkat komunitas. Tujuh komponen kapasitas di tingkat komunitas dapat dikembangkan untuk mendorong aktivitas-aktivitas ekonomi anggotanya melalui pembentukan kelompok usaha ekonomi produktif yaitu 1) Community leader, siapa saja orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat yang dapat mendorong penguatan kelompok usaha ekonomi produktif; 2) Community technologi, teknologi apa yang digunakan masyarakat untuk memproduksi sesuatu, apa konsekuensi dari suatu komunitas ;
3)
Community fund, apakah ada mekanisme penghimpunan dana dalam masyarakat ; 4) Community material, sarana apa saja yang ada di masyarakat berguna untuk pengembangan kelompok, apa modal usaha keluarga/komunitas ; 5) Community knowledge, apa persepsi masyarakat berkaitan dengan usaha mereka, apa harapan terhadap pelayanan ekonomi produktif, sejauh mana kepercayaan para pelaku pelayanan ekonomi produktif;
6) Community decision making, apakah masyarakat disertakan
dalam program secara keseluruhan; 7) Community Organizations, usaha ekonomi mana yang dapat berkembang menjadi organisasi ekonomi produktif (Unicef, 1999 dalam Sumarti MC dan Syaukat, 2002). Keberhasilan dalam pemberdayaan ekonomi rakyat bukan hanya tanggung jawab pemerintah melainkan juga instansi lainnya, baik dalam bentuk pembiayaan maupun pengembangan pola kemitraan yang sesuai dengan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu peran perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan besar swasta dan pemerintah semakin berarti bila keterkaitan tersebut dapat diciptakan dengan baik. Dengan konsep ini perlu diarahkan sesuai potensi daerah yaitu terhadap sektorsektor yang menonjol dalam bidang agrobisnis dan agroindustri khususnya industri kecil berbasis bahan baku lokal termasuk sektor perdagangan dan jasa lainnya. Untuk mencapai dan memperoleh manfaat dari peran koperasi tersebut, maka perlu upaya untuk mengatasi permasalahan yang ada dengan melakukan kemitraan. Kemitraan usaha bertujuan meningkatkan potensi usaha dan menciptakan keterkaitan
30
31
dengan berpedoman pada kemitraan yang saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, saling membutuhkan dalam artian perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan, saling memperkuat dalam artian baik kelompok mitra maupun perusahaan sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis sehingga akan memperkuat kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing usahanya, saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Untuk mendukung pelaksanaan trilogi kemitraan tersebut maka kelompok mitra perlu ditingkatkan kemampuannya serta mentaati perjanjian kemitraan, memupuk modal dan manfaat pendapatan secara rasional Berdasarkan pengalaman mikro yang diuraikan diatas, kemitraan yang dilakukan cukup beragam. Hal yang dikembangkan ternyata memang tidak lepas dari segi legal. Sebagaimana diketahui, secara formal, kemitraan sebagaimana dikonsepsikan dalam Undang-Undang (UU) No. 9 tahun 1995 adalah : “kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari pola Swamitra (Kartasoepoetra, 2003).
2.2.
Pola Swamitra Pola Swamitra adalah suatu bentuk kerja sama kemitraan antara koperasi dengan
lembaga perbankan dalam hal ini Bank Bukopin selaku pemilik dan pengembang program. Ciri Pola Swamitra adalah pengembangan kemitraan untuk penyaluran kredit melalui koperasi dalam rangka peningkatan dan pengembangan teknologi agar menguatkan dan membentuk prosedur yang mengutamakan profesionalisme usaha dari Unit Simpan Pinjam milik koperasi. Tujuan dari Pola Swamitra adalah 1) menumbuhkembangkan usaha simpan pinjam yang mendapat kepercayaan dari calon/anggota koperasi sehingga mampu memberikan dukungan untuk pertumbuhan usaha calon/anggotanya tersebut agar tercapainya suatu peningkatan kesejahteraan; 2) membuka peluang akses permodalan
31
32
bagi koperasi yang selama ini menghadapi banyak kendala dalam kerja sama dengan bank atau lembaga keuangan lainnya; 3) mendukung terciptanya sinergi kerja sama antar usaha simpan pinjam di seluruh Indonesia. Disamping itu mamfaat dari Pola Swamitra adalah 1) calon/anggota simpan pinjam dapat melakukan transaksi simpan pinjam, pembayaran tagihan dan kiriman uang dengan lebih baik; 2) perencanaan produksi dan pemasaran dapat dilakukan lebih baik dengan tersedianya fasilitas untuk mengakses informasi dan komunikasi bisnis; 3) memungkinkan terjadinya transaksi jual beli langsung antar penjual dan pembeli dari calon/anggota Swamitra; 4) laporan keuangan beserta perubahannya dapat diketahui lebih cepat dan akurat sehingga pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan Swamitra dapat dilakukan dengan baik. Konsep pengembangan Pola Swamitra adalah 1) sasaran pemberdayaan ekonomi rakyat; 2) menghubungkan kebutuhan produsen/petani dan konsumen; 3) pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas; 4) membangun sistem jaringan kerja (network) yang didukung dengan teknologi. Konsep
pertama
dari
pengembangan
Pola
Swamitra
adalah
sasaran
pemberdayaan ekonomi rakyat maksudnya adalah bagian terbesar peran pelaku ekonomi berasal dari ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan usaha kecil perlu dukungan pembinaan teknis, pemasaran dan pembiayaan. Lembaga perbankan dalam hal ini Bank Bukopin mempelopori kerja sama dengan koperasi guna meningkatkan kepercayaan terhadap usaha pengalangan dana dari anggota untuk disalurkan kepada anggota lain yang membutuhkan. Oleh karena itu diharapkan melalui konsepsi ini sasaran pemerintah untuk pemberdayaan ekonomi rakyat akan tercapai. Konsep kedua dari pengembangan Pola Swamitra adalah menghubungkan kebutuhan produsen/petani dan konsumen maksudnya pertumbuhan sektor riel membutuhkan dukungan sistem informasi dan komunikasi untuk efisiensi dan efektifitas. Terhubungnya titik-titik produsen/petani dan konsumen melalui penyediaan sistem informasi dan komunikasi bisnis di Swamitra diharapkan dapat memotong jalur distribusi yang panjang, sehingga produsen dan konsumen sama-sama menikmati nilai tambah.
32
33
Konsep ketiga dari pengembangan Pola Swamitra adalah pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas yaitu penyediaan layanan transaksi keuangan yang beraneka ragam sudah menjadi kebutuhan masyarakat moderen. Layanan pembayaran transaksi antar daerah/provinsi
sudah menjadi kebutuhan yang dapat memperlancar arus
perdagangan. Untuk itu pelayanan transaksi yang lebih luas menjadi satu keunggulan Pola Swamitra. Konsep keempat dari pengembangan Pola Swamitra adalah membangun sistem jaringan kerja (network) yang didukung dengan teknologi maksudnya dengan tersebarnya koperasi/Swamitra diperlukan adanya sinergi antar koperasi/Swamitra. Untuk sinergi tersebut diperlukan sistem jaringan kerja terpadu (network) dengan teknologi muktahir (Hardware dan Software). Pola Swamitra dinilai selain dapat meningkatkan kemampuan koperasi dijangka dapat menguatkan perekonomian daerah. Tidak keliru apabila beberapa pemerintah daerah yang mencoba mendukung upaya kemitraan penyaluran kredit koperasi yang dikembangkan dengan Pola Swamitra ini. Pemerintah Provinsi Riau adalah salah satu pemerintah daerah yang mendukung hal tersebut.
2.3
Ikhtisar Sistem ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang memihak kepada
kepentingan sebagaian besar rakyat secara adil, manusiawi dan demokratis. Ekonomi kerakyatan harus mengedepankan sektor ekonomi rakyat dimana hidup para petani, nelayan, dan kaum miskin. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan telah menjadi perhatian banyak pihak untuk sekian lama. Tetapi permasalahan pemberdayaan ekonomi rakyat seperti masalah kelembagaan koperasi belum juga menunjukkan perkembangan kearah yang lebih baik. Penyebabnya adalah antara lainnya adanya kekeliruan dalam strategi besar dan kelemahan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Berdasarkan kompleksitas dari permasalahan diatas maka perlu upaya penanggulangan yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan para pelaku pembangunan (pemerintah, swasta, masyarakat). Harapan agar pelaku pembangunan ekonomi rakyat diberi proporsi yang memadai perlu adanya realitas bahwa kebijakan ekonomi cendrung diskriminatif dan
33
34
bukan oleh adanya perasaan sentimen terhadap pelaku ekonomi yang berskala besar. Oleh karena itu harus ada upaya menyeimbangkan kembali iklim ekonomi yang tidak sehat bagi seluruh rakyat pelaku pembangunan. Salah satu syarat yang diperlukan agar pembangunan dapat berjalan seperti yang diinginkan, perlu ada kekuatan dari dalam (indegeneous forces) yaitu kekuatan yang ada pada masyarakat itu sendiri berupa keinginan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Upaya pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat merupakan suatu strategi pembangunan daerah, yang memerlukan peran kelembagaan seperti kinerja koperasi sangat menentukan keberhasilan usaha ekonomi mikro tersebut.
Salah satu upaya
meningkatkan peran koperasi dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Riau adalah pengembangan program Pola Swamitra pada koperasi-koperasi Swadana. Dengan cara pemikiran tersebut, Pemerintah Provinsi Riau telah menggulirkan bantuan modal untuk mendukung penyaluran kredit melalui koperasi dengan Pola Swamitra..
34