BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Teori Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari
kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Dalam komunikasi yang melibatkan dua orang, komunikasi berlangsung apabila adanya kesamaan makna (Effendy, 2004 : 9). Komunikasi juga dapat berarti adanya kesamaan makna antara komunikator dan komunikan dengan tujuan mengubah sikap, opini, atau pandangan/prilaku orang lain tentang pesan yang disampaikan. Walaupun demikian tidak semua pesan yang disampaikan itu sesuai dengan apa yang diharapkan dan bahkan ada kesalahan maksud dalam penerimaan pesan tersebut, untuk itu diperlukan suatu komunikasi yang efektif. Para ahli komunikasi mendefinisikan proses komunikasi sebagai “Knowing what he wants to communicate and knowing how he should deliver his message to give it the deepest penetration possible into the minds of his audience.” Definisi tersebut mengindikasikan, bahwa karakter komunikator selalu berusaha meraih keberhasilan semaksimal mungkin dalam menyampaikan pesan “deepest penetration possible.” Artinya, pengertian komunikasi bersumber dari gagasan komunikator yang ingin disampaikan kepada pihak penerima, dengan segala daya dan usaha bahkan tipu daya agar pihak penerima tersebut
(komunikan) mengenal, mengerti, memahami dan menerima “ideologinya” lewat pesan–pesan yang disampaikan Purwasito (2003 :195). Komunikasi pada umumnya diartikan sebagai hubungan atau kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan, ada pula yang mengartikan saling tukar-menukar pikiran dan pendapat. Gode dalam Wiryanto (2004 : 6) memberikan pengertian mengenai komunikasi sebagai suatu proses yang membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula dimonopoli oleh satu atau beberapa orang. Raymond S. Ross dalam Wiryanto (2004 : 6) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih dan mengirim simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksud oleh sang komunikator. Everet M. Rogers dan Lawrence Kincaid dalam Wiryanto (2004 : 6) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang ada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam. Definisi-definisi diatas belum bisa mewakili semua definisi yang telah dibuat oleh para ahli. Namun, paling tidak kita memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud dengan komunikasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Shannon & Weaver dalam Wiryanto (2004 : 7), bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.
Komunikasi juga dapat berarti adanya kesamaan makna antara komunikator dan komunikan dengan tujuan mengubah sikap, opini atau pandangan/perilaku orang lain tentang pesan yang disampaikan. Walaupun demikian tidak semua pesan yang disampaikan itu sesuai dengan apa yang diharapkan dan bahkan ada kesalahan dalam penerimaan pesan tersebut, untuk itu diperlukan suatu komunikasi yang efektif. Menurut Effendy (1992), komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh si penyampai. Efek yang ditimbulkan oleh komunikasi dapat diklarifikasikan pada : 1. Efek kognitif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, diperpsepsi oleh komunikan atau yang berkaitan dengan pikiran dan nalar atau ratio. Dengan kata lain, pesan yang disampaikan ditujukan kepada pikiran komunikasi. 2. Efek afektif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang dirasakan atau yang berhubungan dengan perasaan. Dengan kata lain, tujuan komunikator bukan saja agar komunikan tahu tapi juga tergerak hatinya. 3. Efek konatif, yaitu perilaku yang nyata yang meliputi pola–pola tindakan, kegiatan kebiasaan atau dapat juga dikatakan menimbulkan itikad baik untuk berprilaku tertentu dalam arti kita melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik (jasmaniah). Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek kehidupan bermasyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang melukiskan komunikasi sebagai ubiquitos atau serba hadir.
Artinya komunikasi berada di manapun dan kapan pun juga. Terdapat banyak sekali teori ilmu komunikasi yang telah dikemukakan para ahli komunikasi terdahulu, diantaranya ada yang disebut dengan teori komunikasi linear, teori komunikasi dua arah (two-way-communication), dan teori komunikasi berbasis media. Teori komunikasi linear, dalam teori ini dijelaskan bahwa komunikasi sebagai proses linear , karena yang ditekankan adalah teknologi seperti radio dan telepon yang menjadi saluran untuk dilalui oleh informasi. Dalam teori ini juga seolah-olah menganggap bahwa pada terjadinya suatu komunikasi manusia hanya berperan sebagai pengirim atau penerima. Sehingga dalam teori ini elemen yang ada pada terjadinya suatu komunikasi hanya berpaku pada sumber (source), pesan (message), dan penerima (receiver). Teori komunikasi linear sering disebut dengan teori Shannon dan Weaver, karena teori ini berasal dari gagasan kedua orang tersebut. Awalnya Shannon lebih berfokus pada teori matematik dalam komunikasi permesinan, namun tahun 1949 bersama dengan Weaver memulai penerapan
teori
tersebut
pada
proses
komunikasi
manusia
(human
communication). Siklus komunikasi dari teori ini sebagai berikut, sumber informasi membuat sebuah pesan kemudian dirubah menjadi sinyal oleh transmitter agar sesuai dengan saluran yang akan digunakan sebagai media penyalur sinyal dari pemancar kepada penerima informasi. Teori komunikasi dua arah (two-way-communication), mudahnya, kita contohkan dengan medium komunikasi dua arah yang berbanding terbalik dengan medium komunikasi satu arah. Apabila dalam medium komunikasi satu arah segala bentuk content informasi yang ingin disampaikan sudah disediakan atau
diatur oleh pihak-pihak media dan kita tidak mempunyai ruang untuk turut peran serta memproduksi, menaggapi dengan cepat dan hanya mempunyai pilihan untuk mengkonsumsi informasi yang telah disediakan, seperti contohnya televisi, dan koran, maka dalam komunikasi dua arah memiliki pengertian yang berlawanan, yaitu dalam medium komunikasi dua arah kita diajak untuk berperan aktif menciptakan content dan mempublikasikannya agar dapat dikonsumsi oleh user (pengguna) lain. Contoh yang paling mudah dan sangat akrab dengan kalangan masyarakat saat ini adalah internet. Pada medium ini peluang untuk terjadinya komunikasi dua arah terbuka selebar-lebarnya. Kita sebagai user dapat ikut memproduksi sebuah informasi yang dikonsumsi oleh user lain dan terdapat ruang bagi user lain untuk memberikan feedback dengan waktu yang relatif singkat. Berdasarkan contoh-contoh tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi dua arah yaitu komunikasi yang terjalin antara pihak satu dan pihak yang lain yang keduanya sama-sama mempunyai peluang untuk memberikan sumbangsih content informasi yang ingin disampaikan. Teori komunikasi berbasis media, dalam teori ini bisa dijelaskan bahwa media mempunyai peran penting dalam proses komunikasi. Secara historis, komunikasi berbasis media mulai dilakukan setelah terjadinya revolusi industri sekitar awal abad 20-an, dimana saat itu sudah mulai muncul alat-alat yang bisa dijadikan media untuk berkomunikasi. Bisa kita simpulkan juga bahwa komunikasi berbasis media adalah komunikasi yang terjalin setelah masa revolusi industri atau komunikasi modern yang menggunakan alat sebagai media dalam berkomunikasi. Dan bisa kita katakan bahwa komunikasi yang terjadi sebelum
revolusi industri sebagai komunikasi tradisional bahkan bisa disebut primitif, karena masih harus dilakukan secara face to face dan tidak praktis.
2.2
Komunikasi Pemasaran Terpadu (KPT) / (Integrated Marketing Communication) Komunikasi Pemasaran Terpadu (KPT) didefinisikan oleh Shimp (2003 :
321) sebagai sebuah proses komunikasi yang terdiri dari perencanaan, kreasi, integrasi, dan implementasi atas berbagai bentuk komunikasi pemasaran (periklanan, promosi penjualan, event, dan sebagainya), yang dilakukan secara berkala terhadap prospek dan target konsumen dari sebuah merek. Hampir semua komunikasi pemasaran memiliki tujuan sama, yakni menyampaikan pesan tertentu kepada audiens sasaran yang sudah diidentifikasi secara jelas (Tom Brannan, 2005 : 1), dengan kata lain sebuah perusahaan atau merek melakukan pendekatan terpadu pada seluruh aspek komunikasi sehingga pesan yang disampaikan mencapai target penetrasi pasar yang lebih luas serta penguatan pengaruh dan ingatan yang lebih efisien. Gambar 2.1 Menjaring pelanggan (Tom Brannan, 2005 : 4)
Pameran
Sponsor Pengemasan
Humas Pelanggan
Seminar
Direct Mail Promosi Penjualan
Poin Penjualan Tenaga Penjualan
Bahan Bacaan
Petunjuk kegiatan Bidang periklanan
Kunci utama dalam KPT adalah mengkombinasikan berbagai macam media komunikasi dalam sebuah tema komunikasi yang konsisten dengan memberikan “One Voice, One Look”, sehingga dapat memberikan impact yang besar untuk target audience. Tujuan utama KPT adalah berusaha memberikan pengaruh secara langsung terhadap perilaku dari target konsumen. Dalam melakukan misinya, KPT sangat memperhatikan berbagai sumber kontak yang dapat menghubungkan antar konsumen dengan merek. Sehingga dapat tercipta saluran komunikasi potensial terhadap pesan, yang juga dapat digunakan dengan berbagai cara komunikasi lainnya yang sesuai dan yang dapat diterima dengan baik. Dalam jurnal yang berjudul “The Growing Use of Integration”, yang ditulis oleh Spickett-Jones, Kitchen, dan Brignell (2003 : 24), dikatakan bahwa KPT memperbolehkan semua variabel promosi untuk diatur sedemikian rupa dalam sebuah integrasi yang disesuaikan, agar efektivitasnya dapat dioptimalkan. Integrasi dari berbagai disipilin komunikasi adalah vital dalam rangka membuat pesan yang beraneka ragam dengan konsisten, untuk menciptakan keuntungan kompetitif, menaikkan penjualan, menaikkan margin laba, serta menghemat waktu, uang, dan tekanan. KPT dapat mengemas komunikasi di sekeliling konsumen dan membantu mereka bergerak melalui beberapa tahapan proses pembelian mereka. Selain itu, KPT menciptakan keuntungan sinergi atas 4E dan 4C yang dijabarkan oleh Spickett-Jones, Kitchen, dan Brignell (2003 : 24) sebagai berikut:
•
Economical, mengurangi pemborosan dengan meminimumkan biaya keuangan dan sumber daya lainnya.
•
Efficient, membuat sesuatu secara mudah dan murah.
•
Effective, mengindikasikan bahwa hal yang benar telah dilakukan dan menghasilkan hasil yang diharapkan.
•
Enhancing, berarti perbaikan, penjelasan, dan penguatan.
•
Coherence, bahwa segala sesuatu terhubung secara logis dan digunakan secara bersama.
•
Consistency, bahwa semuanya berada dalam keadaan sinkron, harmonis, dan tidak saling bertentangan.
•
Continuity, bahwa segala sesuatunya terhubung satu dengan lainnya secara berkesinambungan sesuai berjalannya waktu.
•
Complementary, mengacu untuk menghasilkan keseimbangan dengan komunikasi yang mendukung. Dalam rangka untuk mempengaruhi target konsumen, KPT memiliki
beberapa alat bantu (tools) yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan utamanya. KPT tools yang dimaksud oleh Belch (2004 : 16) dijabarkan menjadi: a. Advertising. Advertising diartikan sebagai bentuk komunikasi tidak langsung tentang organisasi, produk, jasa ataupun ide yang dibayar oleh sponsor tertentu. Jalur komunikasi advertising dilakukan melalui media cetak (majalah, koran, dan tabloid) dan elektronik (televisi, radio, dan internet).
b. Public Relations. Umumnya perusahaan menjalankan fungsi PR dengan tujuan untuk menciptakan dan menjaga image dan nama baik perusahaan di mata publik. Media-media yang biasa digunakan dalam PR adalah fundraising, sponsorships, pemberitaan melalui media cetak maupun elektronik dan berbagai macam kegiatan yang berhubungan dengan kemasyarakatan. PR berbeda dengan publicity dalam hal kredibilitas sumber berita. Publicity dianggap lebih kredibel karena sumber berita datang langsung dari perusahaan. Sedangkan PR menggunakan sudut pandang media yang meliput berita. Publicity ini diartikan sebagai komunikasi non personal mengenai perusahaan, produk, jasa, atau ide yang tidak dibiayai perusahaan secara langsung atau dapat dijalankan di bawah sponsor tertentu. Perusahaan umunya meminta media untuk membuat berita tentang produk, pelayanan, ataupun event yang berhubungan
dengan
perusahaan.
Hal
tersebut
bertujuan
untuk
menciptakan awareness, knowledge, opini, dan membangun perilaku konsumen. Media yang biasa digunakan adalah news release, press conference, artikel-artikel di media, foto, film, dan video tape. c. Interactive / Internet Marketing. Merupakan aktivitas promosi dengan menggunakan media internet. Media ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat ditujukan secara langsung kepada konsumen dan bersifat lebih personal. d. Personal Selling. Merupakan komunikasi secara langsung person-toperson, dimana penjual berniat untuk membantu ataupun membujuk
konsumen agar melakukan suatu action atas ide yang diberikan, misalnya membeli produk dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan atau konsumen. Personal selling berbeda dengan bentuk komunikasi lainnya karena informasi yang disampaikan oleh sender (individu atau grup) ke receiver (individu atau grup) disampaikan secara langsung. Sehingga perusahaan dapat segera mengevaluasi feedback dari receiver. e. Direct Marketing. Merupakan proses interaktif, dimana perusahaan mengadakan hubungan
langsung dengan target konsumen untuk
mendapatkan respon langsung atau mengadakan transaksi. Media yang dapat digunakan untuk melakukan direct marketing adalah direct mail, telemarketing, media massa, dan interactive media f. Sales Promotion. Adalah aktivitas pemasaran dengan memberikan nilai tambah atau insentif pada sales force, distributor, ataupun konsumen untuk mendorong terjadinya penjualan (create immediate sales). Dengan demikian tujuan utama sales promotion adalah untuk meningkatkan penjualan selama periode waktu tertentu atau selama program promosi. Dalam perkembangannya, bauran pemasaran, kombinasi empat komponen yaitu product, price, place, dan promotion, merupakan program pemasaran yang harus
diperhatikan
oleh
suatu
perusahaan
apabila
perusahaan
tersebut
menginginkan pemasaran yang efektif, yaitu pemasaran yang dapat mendorong terjadinya transaksi. Keempat komponen bauran pemasaran masing-masing memiliki peranan penting dalam pemasaran, namun tiap komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Suatu barang atau jasa yang berkualitas bagus, harganya
sesuai dengan kualitas barang atau jasa tersebut, mudah ditemui, namun kurang promosi atau program promosinya kurang tepat, kurang dapat mendorong seorang konsumen untuk melakukan pembelian. Hal ini dikarenakan tidak mendukung konsumen untuk mengenal atau sadar (aware) dan berminat (interest) atas barang atau jasa tersebut. ”However, the promotional program must be part of a viable marketing strategy and be coordinated with other marketing activities” (Belch & Belch, 2004). Pada hakikatnya, promosi merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran dan promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Promosi atau komunikasi pemasaran ini dapat dikatakan mampu mempengaruhi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Tanpa promosi, konsumen tidak akan mengenal dan atau bahkan mempergunakan produk atau jasa yang ditawarkan suatu perusahaan, baik yang berskala besar, menengah, maupun yang berskala kecil. Promosi merupakan usaha suatu perusahaan untuk mengkoordinasikan media-media informasi dan persuasi untuk memperkenalkan serta menjual produk, jasa, atau ide mereka (Belch & Belch, 2004). Di sini komunikasi memiliki peran yang cukup penting. Komunikasi adalah alat unik yang digunakan pemasar untuk mempersuasi konsumen agar bertindak sesuai dengan harapannya seperti mengunjungi sebuah toko retail, memilih, melakukan pembelian. Pada konteks pemasaran, komunikasi yang digunakan dalam kegiatan pemasaran merupakan usaha yang terorganisir untuk mempengaruhi dan meyakinkan para pelanggan agar membuat pilihan-pilihan yang cocok dengan keinginan komunikator pemasaran serta sejalan dengan pemuasan kebutuhan pelanggan. Singkatnya
komunikasi, dalam hal ini komunikasi pemasaran, adalah jembatan antara pemasar dengan konsumen dan antara konsumen dengan lingkungan sosial budayanya. Setiap program atau kegiatan komunikasi pemasaran diimplementasikan, maka akan muncul efek dari tindakan komunikasi itu. Efek tersebut terjadi setelah penerima (receiver) menerima pesan yang telah melalui serangkaian proses. Setiap individu penerima pesan akan mengalami efek yang berbeda-beda, seperti penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu informasi mengenai suatu produk atau jasa tertentu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju akan pentingnya menggunakan suatu produk atau jasa tertentu), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia membeli barang yang ditawarkan menjadi bersedia membelinya), dan sebagainya. Karena efek itulah, maka para komunikator pemasaran akan mencari strategi tertentu agar komunikasi yang dilakukannya dapat menghasilkan efek yang diinginkan. Seperti yang diungkapkan
oleh
Deddy
Mulyana
(2003),
bahwa
ketika
orang-orang
berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Hal ini berarti,
para
komunikator
pemasaran
memilih
strategi
tertentu
dalam
menyampaikan pesan mengenai produk atau jasa yang mereka wakili berdasarkan bagaimana para konsumen yang menjadi target market yang menerima pesan akan merespons. Komunikasi pemasaran adalah proses manajemen suatu perusahaan untuk melakukan dialog kepada berbagai audiens perusahaan, dengan mengembangkan, menyampaikan, dan
mengevaluasi serangkaian pesan kepada kelompok
stakeholder yang teridentifikasi (Fill, 1999). Komunikasi pemasaran merupakan proses yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengkoordinasikan beberapa elemen promosi dan kegiatan pemasaran lainnya sehingga terjalin komunikasi dengan konsumen perusahaan (Belch & Belch, 2004). Dengan menggunakan marketing communication tools yang tepat, perusahaan selaku komunikator dapat memperkenalkan serta memasarkan barang atau jasanya kepada konsumen selaku komunikan.
Oleh
karena
itu,
perencanaan
dan
pemilihan
marketing
communication tools menjadi penting sebab tools tersebut merupakan perantara komunikasi perusahaan dalam memasarkan dan mengenalkan barang atau jasa mereka. Marketing communication tools yang biasa digunakan oleh pemasaran di antaranya adalah advertising, sales promotion, public relations, personal selling, on-line marketing, dan direct marketing. Untuk mendukung masing-masing tools mencapai tujuan komunikasi pemasaran, pemasar harus benar-benar memikirkan pesan komunikasi pemasaran dan media komunikasi pemasaran untuk menyampaikan pesan tersebut. Perencanaan yang matang dalam perumusan bentuk-bentuk komunikasi pemasaran yang akan digunakan sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan untuk lebih memaksimalkan informasi yang akan disampaikan pada khalayak. “A similar process takes place for the other elements of the IMC program as objectives are set, an overall strategy is developed, message and media strategies are determined, and steps are taken to implement them” (Belch & Belch, 2004).
Selama bertahun-tahun, bentuk komunikasi pemasaran yang diterapkan di banyak perusahaan lebih didominasi oleh mass-media advertising. Bentuk-bentuk komunikasi pemasaran lainnya seperti sales promotion, direct marketing, dan public relations hanya dilihat sebagai bentuk komunikasi pemasaran bantuan, dimana bentuk-bentuk komunikasi pemasaran tersebut tidak terlihat sebagai satu kesatuan yang seharusnya saling terkoordinasi guna menghasilkan komunikasi yang efektif. Namun pada perkembangannya, perusahaan-perusahaan mulai melihat kebutuhan akan suatu kesatuan bentuk komunikasi pemasaran yang disebut dengan integrated marketing communication (IMC) atau komunikasi pemasaran terpadu (KPT), dimana terdapat koordinasi antara elemen-elemen komunikasi
pemasaran
dan
aktivitas
pemasaran
lainnya
yang
akan
dikomunikasikan pada konsumen. KPT dilihat sebagai suatu cara untuk mengkoordinasi dan mengatur program komunikasi pemasaran, yang memastikan perusahaan-perusahaan yang menggunakan konsep ini dapat memberikan pesan yang konsisten tentang perusahaan mereka kepada konsumen. Terdapat beberapa definisi KPT. Salah satunya adalah definisi yang diberikan oleh American Association of Advertising Agencies (AAAA). Lembaga ini mendefinisikan sebagai, “A concept of marketing communications planning that recognizes the added value of a comprehensive plan. Such as a plan evaluates the strategic roles of a variety of communications disciplines – for examples: general advertising, direct response, sales promotion and public relations – and combines these disciplines
to provide clarity, consistency, and maximum impact through the seamless integration of messages.” (Belch & Belch, 2004). Tom Duncan menyatakan komunikasi pemasaran terpadu (KPT) sebagai, “A process for managing the customer relationships that drive brand value. More specifically, it is across-functional process for creating and nourishing profitable relationship with customers and other stakeholders by strategically controlling or influencing all messages sent to these groups and encouraging data-driven, purposeful dialogue with them.” (Duncan, 2004). Berdasarkan kedua definisi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa KPT merupakan sebuah konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang memberikan nilai tambah bagi sebuah perencanaan komprehensif, dimana dalam perencanaan tersebut mengkombinasikan berbagai elemen komunikasi pemasaran dengan penyampaian pesan yang terintegrasi sehingga diperoleh dampak yang jelas, konsisten, dan maksimum. Dampak yang dimaksud disini adalah terbentuknya hubungan dialogis atau dua arah dengan pelanggan dan para stakeholder lain yang dapat meningkatkan nilai sebuah merek. Dalam konsep KPT, keenam elemen yang ada terintegrasi antara satu dengan lainnya, walaupun tiap elemen memiliki peran masing-masing, dan saling melengkapi guna mencapai hasil yang maksimal yaitu pesan tersampaikan secara jelas, konsisten, dan berpengaruh kuat terhadap perusahaan maupun produk yang dihasilkan. Setiap elemen dari bauran komunikasi pemasaran yaitu advertising, sales promotion, public relations, personal selling, on-line marketing, dan direct marketing, memang dapat bekerja cukup baik secara mandiri. Namun dampaknya
akan jauh lebih hebat jika semua elemen komunikasi tersebut mampu diorkestrakan dalam program yang terkoordinasi. Dengan menggabungkan semua maka perusahaan akan dapat memperoleh beragam bentuk variasi dari kegiatan komunikasi pemasaran. KPT berkembang dengan pesat ditunjang oleh beberapa alasan dan kebutuhan. Duncan (2002) mengemukakan alasan dasar pengembangan KPT adalah karena adanya peningkatan persaingan merek, maka perusahaan membutuhkan rancangan program komunikasi yang efektif dan efisien untuk membangun hubungan dengan konsumen dan khalayak lainnya, sehingga integrasi menjadi kunci utama dalam komunikasi merek (brand communication). Di sini KPT dipandang mampu membantu perusahaan untuk mengidentifikasi metode yang sesuai dan efektif dalam berkomunikasi atau membangun hubungan dengan konsumen. Beberapa alasan lainnya, seperti terjadinya pergeseran kekuatan pasar yang semula dikuasai produsen beralih ke tangan konsumen, tidak rasionalnya biaya periklanan atau promosi, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, dan globalisasi pasar turut mendorong perkembangan KPT. Pemikiran sederhana KPT adalah menyamakan persepsi pelanggan, dalam hal ini persepsi mengenai pemahaman terhadap produk atau jasa. Konvergensi penyamaan persepsi ini akan menghasilkan dialog, sehingga memungkinkan produsen mengetahui keinginan konsumen, dan sebaliknya (Prisgunanto, 2006). Di sini KPT muncul sebagai adanya kebutuhan untuk menyesuaikan kebutuhan informasi pelanggan dengan komunikasi pemasaran yang dikoordinasikan.
Perlunya kesesuaian ini muncul untuk menghilangkan kesan ‘membludaknya’ anggaran percuma dalam merancang komunikasi pemasaran yang ada. Pada prakteknya, konsep seperti ini telah diterapkan oleh banyak perusahaan mulai dari perusahaan besar yang memiliki modal cukup besar sehingga memiliki anggaran promosi yang tidak sedikit dalam memperkenalkan produknya, maupun perusahaan-perusahaan kecil dengan budget seminim mungkin untuk berpromosi atau yang di Indonesia lebih dikenal dengan istilah UKM (Usaha Kecil Menengah). Beberapa perusahaan mulai menggunakan pendekatan KPT ini dikarenakan mereka memahami manfaat dari menyatukan bermacam-macam fungsi komunikasi, dalam hal ini alat-alat komunikasi pemasaran, dibandingkan dengan mempergunakan fungsi-fungsi komunikasi tersebut secara otonom.
2.3
Humas / Public Relations Public Relations (PR) merupakan usaha yang direncanakan secara terus-
menerus dengan sengaja, guna membangun dan mempertahankan pengertian timbal balik antara organisasi dan masyarakatnya. Pendapat ini menunjukkan bahwa public relations dianggap sebuah proses atau aktivitas yang bertujuan untuk menjalin komunikasi antara organisasi dan pihak luar organisasi (Coulsin dan Thomas, 2002 : 19). Tujuan utama dari public relations adalah mempengaruhi perilaku orang secara individu maupun kelompok saat saling berhubungan, melalui dialog
dengan semua golongan, dimana persepsi, sikap dan opininya penting terhadap suatu kesuksesan sebuah perusahaan (Davis, 2003 : 23). Fungsi public relations sebagai upaya yang mantap, berencana dan berkesinambungan untuk menciptakan dan membina pengertian bersama antara organisasi dan publiknya. Secara lebih spesifik, Pedro E Teodhore menyebut tujuan komunikasi melalui public relations menciptakan iklim dan pendapat umum yang menguntungkan perusahan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu tercipta harmoni antara perusahaan dengan lingkungannya. Efektivitas PR didalam pembentukan citra (nyata, cermin dan aneka ragam) organisasi, erat kaitannya dengan kemampuan (tingkat dasar dan lanjut) pemimpin dalam menyelesaikan tugas organisasinya, baik secara individual maupun tim yang dipengaruhi oleh praktek berorganisasi (job design, reward system, komunikasi dan pengambilan keputusan) dan manajemen waktu/ perubahan dalam mengelola sumberdaya (materi, modal dan SDM) untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif, yaitu mencakup penyampaian perintah, informasi, berita dan laporan, serta menjalin hubungan dengan orang. Hal ini tentunya erat dengan penguasaan identitas diri yang mencakup aspek fisik, Soemirat dan Ardianto (2004 : 27) menjelaskan efek dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra perusahaan. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan. Public Relations digambarkan sebagai input-output, proses intern
dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Berikut ini adalah bagian dari orientasi PR, yakni image building (membangun citra). Ruslan (2005 : 60) mengatakan bahwa publikasi merupakan salah satu tugas public relations dalam menceritakan atau menyampaikan sebanyak mungkin pesan atau informasi mengenai kegiatan perusahaan kepada masyarakat luas, dengan kata lain publikasi merupakan kegiatan terpenting dan menjadi ujung tombak dari kegiatan public relations. Kegiatan publikasi ini lebih menekankan pada suatu proses dan teknis untuk mempersiapkan dan menerbitkan media komunikasi demi kepentingan kegiatan atau aktivitas publikasi public relations dalam upaya penyampaian pesan, opini, informasi dan berita, yaitu misalnya menerbitkan media brosur, booklet, brosur, artikel di majalah, pemasangan banner, stiker yang dianggap mampu untuk membentuk kesadaran nasabah maupun masyarakat terhadap kebutuhan informasi yang berhubungan dengan suatu produk ataupun perusahaan. 2.3.1 Pengertian Public Relations Definisi public relations menurut The International Public Relationship Association (IPPRA), public relations adalah fungsi manajemen dari sikap budi yang direncanakan, dan dijalankan terus menerus dengan mana organisasiorganisasi dan lembaga yang bersifat umum dan pribadi berusaha memperoleh dan membina pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada sangkut pautnya dengan menilai opini publik diantara mereka dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijaksanaan itu ketatalaksanaan mereka, guna
mencapai tujuan kerjasama yang lebih produktif dan untuk melaksanakan kepentingan bersama yang lebih efisien dengan jalam penerapan berencana dan tersebar luas (Kusumastuti, 2002 : 10). Coulsin dan Thomas (2002 : 19) mengungkapkan bahwa public relations sebagai usaha yang direncanakan secara terus menerus dengan sengaja, guna membangun dan mempertahankan pengertian timbale balik antara organisasi dan masyarakat. Pendapat ini menunjukkan bahwa public relations dianggap sebuah proses aktivitas yang bertujuan untuk menjalin komuniasi antara organisasi dan pihak luar organisasi. Menurut Basu Swastha (1996 : 269), “Public Relations adalah fungsi manajemen yang memberikan penilaian tentang sikap masyarakat, identitas kebijaksanaan dan prosedur dari individu atau organisasi dengan keinginan masyarakat dan melakukan program tindakan untuk mendapatkan pengertian serta pengakuan masyarakat” Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan public relations berperan penting untuk membantu lancarnya kegiatan manajemen, khususnya dalam membantu hal-hal yang berkaitan dengan upaya untuk menilai sikap publik terhadap organisasinya, dengan melakukan komunikasi yang sifatnya 2 arah (two way communication), yang bertujuan untuk menciptakan kerjasama yang positif dalam rangka mendukung tujuan-tujuan perusahaan. 2.3.2 Tujuan Public Relations Menurut Frank Jefkins (1996 : 56), ada beberapa tujuan dari pelaksanaan Public Relations, yaitu:
1.
Untuk mengubah citra umum di mata khalayak sehubungan dengan adanya kegiatan baru yang dilaksanakan oleh perusahaan.
2.
Untuk meningkatkan bobot kualitas para calon pegawai.
3.
Untuk menyebarluaskan suatu cerita sukses yang telah dicapai oleh perusahaan kepada masyarakat luas dalam rangka mendapat pengakuan.
4.
Untuk memperkenalkan perusahaan kepada masyarakat luas serta membuka pasar baru.
5.
Untuk mempersiapkan dan mengkondisikan masyarakat bursa saham atas rencana perusahaan untuk menerbitkan saham baru atas saham tanbahan.
6.
Untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan dengan khalayaknya, sehubungan dengan telah terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan kecaman,sanksian atau salah paham di kalangan khalayak terhadap niat baik perusahaan.
7.
Untuk mendidik para konsumen agar mereka lebih efektif dan mengerti dalam memanfaatkan produk perusahaan.
8.
Untuk meyakinkan khalayaknya bahwa perusahaan mampu bertahan atau bangkit kembali setelah terjadinya suatu krisis.
9.
Untuk menciptakan identitas perusahaan yang baru.
10. Untuk mendukung keterlibatan perusahaan sebagai sponsor dari suatu acara. 11. Untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas dan partisipasi para pemimpin perusahaan dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Dapat disimpulkan secara umum bahwa tujuan public relations adalah menciptakan, memelihara dan meningkatkan citra yang baik dari organisasi kepada publik yang disesuaikan dengan kondisi-kondisi dari para publik yang bersangkutan, dan memperbaikinya jika citra itu menurun. 2.3.3
Peran Public Relations Menurut Cutlip (2000 : 90), Public Relations memiliki 5 fungsi sebagai
berikut: 1.
Hubungan pers : Menyajikan berita dan informasi tentang organisasi secara sangat positif.
2.
Publikasi produk : Mensponsori berbagai usaha untuk mempublikasikan produk tertentu.
3.
Komunikasi perusahaan : Mempromosikan pemahaman tentang organisasi bersangkutan baik melalui komunikasi internal maupun eksternal.
4.
Lobi : Berhubungan dengan badan pembuat undang-undang dan pejabat pemerintah guna mendukung atau menentang undang-undang dan peraturan.
5.
Pemberian nasihat adalah menasehati manajemen mengenai masalah publik dan posisi serta citra perusahaan. Pemberian nasihat itu meliputi pemberian nasihat ketika terjadi kesalah pahaman masyarakat terhadap produk. Di sisi lain, PR juga mampu mengkomunikasikan keterbatasan ataupun
kelebihan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan publik. Cutlip juga menekankan perlunya PR mengingatkan organisasi untuk selalu memikirkan
kepentingan umum. Hal ini juga dikemukakan oleh Bertrand R. Canfield dalam bukunya Public Relations: Principles and Problems (yang dikutip Wardhani 2008 : 4). Peran humas atau PR adalah: 1.
Mengabdi kepada kepentingan umum
2.
Memelihara komunikasi yang baik
3.
Menitikberatkan moral dan prilaku yang baik PR tidak hanya berperan menjadi wasit yang baik, melainkan juga menjadi
pemain yang menjaga moral serta prilakunya yang terbaik. Hal ini dikarenakan PR adalah ujung tombak organisasi yang langsung berhadapan dengan publik. PR pun menjadi cermin organisasi, bila cerminnya bersih, bening dan berkilat, maka publik memandang organisasi dengan lebih positif serta menggunakan kacamata yang bening, dan sebaliknya. Selanjutnya dikatakan public relations mempunyai peran timbal balik, yaitu, harus mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran (image) masyarakat yang positif terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi atau lembaganya dan harus berusaha mengenali, mengidentifikasikan hal-hal yang dapat menimbulkan sikap dan gambaran yang negatif (kurang menguntungkan) dalam masyarakat sebelum sesuatu tindakan atau kebijakan itu dijalankan. 2.3.4 Fungsi Public Relations Menurut Dozier (1992), fungsi PR dalam organisasi merupakan salah stau kunci penting untuk memahami fungsi public relations dan komunikasi organisasi. Fungsi praktisi public relations juga merupakan salah satu kunci untuk
mengembangkan pencapaian profesional dari praktisi public relations. Fungsi public relationship dapat dibagi menjadi dua kategori, antara lain: 1.
Public Relations Manager. Fungsi Manajer Komunikasi, antara lain : a). Expert Prescriber : Praktisi PR membantu manajemen dengan pengalaman dan keterampilan mereka untuk mencari solusi bagi penyelesaian masalah public relationship yang dihadapi oleh organisasi. b). Communication Facilitator : Praktisi PR membantu manajemen dengan menciptakan kesempatan-kesempatan ‘mendengar’ apa kata public dan menciptakan peluang agar public mendengar apa yang diharapkan manajemen. c). Problem Solving Process Facilitator : Praktisi PR membantu kerja manajemen melalui kerja sama dengan bagian lain dalam organisasi untuk menemukan pemecahan masalah yang memuaskan bagi masalah public relations.
2.
Public Relations Technican Communication Technican : Menyediakan layanan teknis komunikasi untuk organisasi sedangkan keputusan untuk teknis komunikasi yang harus dijalankan ditentukan oleh orang atau bagian lain dalam organisasi. Fungsi PR dalam organisasi Cutlip, Center & Broom (yang dikutip
Wardhani, 2008 : 6-7) membagi PR dalam empat fungsi : a.
Expert prescriber
b.
Problem – solving facilitator
c.
Communication facilitator
d.
Communication Technician
Fungsi PR tersebut di atas, akan sangat terkait dengan kebutuhan peran PR dalam organisasi. Cutlip, dan kawan-kawan menjelaskan dalam bentuk tabel di bawah ini: Tabel 2.1 Lingkungan Organisasi & Fungsi PR (Cutlip, 2000 : 47)
Low Threat
High Threat
Little Change
Communication technician
Problem-solving facilitator
Much Change
Communication Facilitator
Expert prescriber
Communication technician berfungsi untuk organisasi yang cenderung stabil dengan ancaman lingkungan yang rendah. Artinya lingkungan organisasi yang sederhana serta tidak banyak ancaman akan menjadikan organisasi lebih stabil, sehingga hanya membutuhkan peranan teknis PR. Contohnya lembagalembaga non profit dan lembaga sosial (charity). Sedangkan fungsi PR sebagai communication facilitator dijalankan dalam organisasi yang memiliki lingkungan luas namun tidak mengancam atau ancamannya rendah dan tidak banyak. Contohnya adalah lembaga-lembaga pendidikan dan beberapa lembaga pemerintahan. Organisasi dengan lingkungan yang sederhana namun penuh ancaman akan mengalami banyak permasalahan. Oleh karena itu, dibutuhkan fungsi PR sebagai problem solving facilitator. Contoh problem yag seringkali dihadapi adalah konflik tenaga kerja,peraturan pemerintah yang menghambat, persaingan yang tidak sehat . Contohnya adalah perusahaan marketing communication, lembaga keuangan dan asuransi, biro konsultan public relations dan lainnya. Organisasi dengan publik yang luas dan penuh dengan ancaman membutuhkan PR yang berfungsi sebagai expert prescriber. Organisasi ini
seringkali menghadapi permasalahan atau krisis. Karena itu dibutuhkan PR yang mampu mendeteksi kemungkinan timbulnya krisis, membuat perencanaan program pencegahan atau penyelesaian, melaksanakan dan mengevaluasi, contohnya perusahaan penerbangan, perusahaan-perusahaan dengan produk atau jasa strategis seperti penyedia listrik, gas, bahan bakar minyak, dan lainnya. 2.3.5 Kegiatan Public Relations Menurut Cutlip dan Center seperti yang dalam buku “Effective Public Relations” (2006 : 31) proses Public Relations sebagai berikut: 1.
Fact Finding (Penemuan fakta). Dilakukan untuk mengetahui apakah situasi
dan
pendapat
dalam
masyarakat
menunjang
atau
justru
menghambat kegiatan oganisasi, instansi atau perusahaan dalam tahap ini seorang Public Relations dituntut: a.
Memperhatikan berbagai kegiatan atau perkembangan sosial politik maupun ekonomi yang secara langsung berhubungan dengan orang atau perusahaan.
b.
Mengumpulkan berbagai data untuk diolah menjadi informasi.
c.
Menganalisis informasi itu agar sesuai dengan keperluan organisasi atau perusahaan
d.
Selalu siap menyajikan berbagai informasi secukupnya kepada setiap unit organisasi atau perusahaan.
e.
Menyempurnakan berbagai macam informasi yang dirasakan masih kurang memadai.
f.
Melengkapi simpanan data dan informasi antara lain dengan menyelenggarakan dokumentasi dan press clippings.
2. Planning (perencanaan). Merupakan bagian penting di dalam usaha memperoleh public opinion yang meguntungkan, perencanaan ini merupakan bidang yang cukup penting dalam perusahaan. Dalam tahap ini public relations perlu sekali mengetahui tujuan dan cita-cita organisasi atau
perusahaan.
Mekanisme
proses
kegiatan
public
relations
menghasilkan perencanaan public relations yang membangun suatu management public relations. Management public relations adalah bagai mana proses pesan yang disampaikan. Berikut gambar hubungan management public relations dengan proses kegiatan public relations. Gambar 2.2 Tahap Planning dalam Management Public Relations
MANAGEMENT PUBLIK RELATIONS
PROSES PUBLIC RELATIONS
PERENCANAAN PUBLIK RELATIONS
3.
Communication (Komunikasi). Dalam tahap ini komunikasi tidak terlepas dari perencanaan tentang bagaimana mengkomunikasikan dan apa saja yang di komunikasikan sebenarnya tidak terlepas dari tujuan yang hendak
dicapai melalui Public Relations. Kegiatan komunikasi dapat berbentuk lisan, tertulis, visual atau dengan menggunakan lambang – lambang tertentu. 4. Evaluation (Evaluasi). Setelah komunikasi di laksanakan, maka suatu organisasi atau perusahaan tertentu ingin mengetahui dampak atau pengaruhnya terhadap public atau khalayak hal ini dilakukan melalui evaluasi. Berfungsi atau tidaknya kegiatan PR juga dapat dilihat dari ciri-ciri dari kegiatannya yakni: 1.
Adanya kegiatan komunikasi dalam organisasi yang berlangsung dua arah (two-way-communication) secara timbal balik.
2.
Adanya usaha-usaha untuk memenuhi rasa tanggung jawab sosial seiring dengan upaya menunjang pencapaian tujuan organisasi.
3.
Adanya upaya untuk memproyeksikan hal yang berkaitan dengan perusahaan masa lalu, sekarang dan yang datang kepada publik internal dan eksternal.
4.
Adanya kegiatan penelitian yang berkaitan dengan sikap publik terhadap perusahaan/organisasi.
5.
Menyampaikan informasi berdasarkan fakta kepada publik.
6.
Menggunakan opini publik dan hasil penelitian lainnya sebagai input bagi perusahaan/organisasi. Sedangkan menurut Ruslan, (2005 : 10), beberapa kegiatan dan sasaran
public relations adalah sebagai berikut:
a.
Membangun identitas dan citra perusahaan, yaitu untuk menciptakan citra dan identitas perusahaan; untuk mendukung kegiatan komunikasi timbal balik dua arah dengan berbagai pihak.
b.
Menghadapi Krisis. Menangani keluhan dan menghadapi krisis yang terjadi dengan membentuk manajemen krisis dan PR recovery image image yang bertugas memperbaiki image dan damage.
c.
Memperoleh aspek kemasyarakatan, yaitu untuk mempromosikan yang menyangkut kepentingan publik dan mendukung kegiatan kampanye sosial, seperti contoh: mensosialisasikan anti merokok, serta menghindari obat-obatan terlarang, dan sebagainya. Berikut adalah gambaran terhadap model komunikasi dalam public
relations, (Ruslan, 2005 : 10) : Gambar 2.3 Model komunikasi dalam public relation
Sumber
Perusahaan Lembaga Organisasi
2.4
Komunikator
Divisi Public Relations
Pesan
Kegiatankegiatan
Komunikan
Publikpublik PR
Franchise (Waralaba)
2.4.1 Pengertian Franchise / Waralaba Waralaba / franchising (dari bahasa Perancis untuk kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun
Efek
Citra publik perusahaan
layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan franchise adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa. Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan franchise ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu. Dengan istilah franchise di dalamnya terkandung makna, bahwa seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yang menghalangi kepada orang untuk menggunakan atau membuat atau menjual sesuatu. Dalam bidang bisnis franchise berarti kebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu (Handri, 2009 : 126). Menurut Collin (2000 : 12), dalam Law Dictionary, Franchise didefinisikan sebagai “License to trade using a brand name and paying a royalty for it”, dan franchising sebagai “Act of selling a license to trade as a franchise”. Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalti. Pemberian waralaba ini didasarkan pada suatu franchise agreement, yang menurut Black Law Dictionary (1997 : 21), adalah: Generally, an agreement
between a supplier of product of service or an owner of desired trademark or copyright (franchisor), and a reseller (franchisee) under which the franchise agrees to sell the franchisor product or service or to business under the franchisor’s name. Dalam pengertian yang demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa seorang penerima waralaba juga menjalankan usahanya sendiri tetapi dengan menggunakan merek dagang atau merek jasa serta dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. Kewajiban untuk mempergunakan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba, oleh penerima waralaba membawa akibat lebih lanjut bahwa suatu usaha waralaba adalah usaha yang mandiri yang tidak mungkin digabungkan dengan kegiatan usaha-usaha lainnya. 2.4.2 Franchise / Waralaba Secara Umum Untuk memasyarakatkan sistem keterkaitan usaha dalam bidang pemasaran di Indonesia di pandang perlu untuk mencari suatu persamaan kata yang lebih mudah dipakai, dibaca, diucapkan dan berakar pada kata – kata yang lazim digunakan di Indonesia. Oleh karena itu istilah di Indonesia lebih dikenal dengan istilah wara laba. Istilah franchise pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Management (LPPM). Sebagai persamaan kata franchise, berasal dari kata WARA (lebih atau istimewa) dan LABA. Franchise berarti usaha yang memberikan laba lebih atau istimewa. Franchise dalam kegiatan format bisnis ini terdiri dari : a.
Konsep bisnis yang menyeluruh dari Pemberi franchise.
b.
Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan
bisnis sesuai dengan konsep pemberi franchise atau franchisor. c.
Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak pemberi franchise atau franchisor. Ada beberapa pengertian tentang hal-hal yang berkaitan dengan bisnis
franchise yaitu: 1.
Franchising adalah suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dan franchisee, dimana franchisor menawarkan dan berkewajiban menyediakan perhatian terus menerus pada bisnis franchise melalui penyediaan pengetahuan dan pelatihan. Franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format, atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh franchisor, franchisee melakukan investasi dalam bisnis yang dimilikinya.
2.
Sistem Franchise adalah cara pemasaran atau distribusi barang dan jasa sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchise) hak istimewa untuk melakukan suatu system usaha tertentu, dengan cara tertentu, waktu tertentu dan disuatu tempat tertentu.
3.
Franchisor adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak berupa lisensi kepada pihak lain (franchise) untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan, atau ciri khas usaha yang dimiliki seperti nama perusahaan, merek dagang, simbol komersil, paten dan hak cipta.
4.
Franchise adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki oleh franchisor. Franchisee mempunyai kewajiban didalam menggunakan sistem, metode, tata cara prosedur yang telah ditentukan oleh franchisor. Hal tersebut tidak boleh dilanggar ataupun diabaikan oleh franchise, disamping itu juga setiap jangka waktu tertentu franchisee wajib menyerahkan sejumlah uang (royalti) kepada franchisor.
2.4.3 Franchise Sebagai Bisnis Franchise merupakan suatu sistem dalam pemasaran barang dan jasa yang melibatkan dua pihak (franchisor dan franchisee), sistem ini merupakan suatu kiat untuk memperluas usaha dengan cara menularkan sukses. Dengan demikian dalam sistem ini harus terdapat pelaku bisnis yang sukses terlebih dahulu dimana kesuksesan yang diperolehnya tersebut akan disebarluaskan kepada pihak lain. Manfaat utama bagi pemilik franchise (franchisor atau pengusaha yang sukses) adalah pengurangan resiko dan investasi modal yang di perlukan untuk suatu keperluan internal. Namun demikian ia memikul tanggung jawab tambahan atas bisnisnya yang menuntut banyak usaha. Bagi pemegang franchise dapat menikmati suatu sistem bisnis teruji yang dimiliki oleh franchisor, yang dalam banyak hal dilengkapi dengan nama dagang yang sudah diterima oleh khalayak ramai. Bagi pihak pengusaha yang akan men-franchise-kan usahanya langkahlangkah yang minimal harus dilakukan adalah : 1). Menentukan usaha yang akan
di franchise-kan; 2). Operasi percontohan; 3). Menyusun paket usaha franchise; 4). Menyusun buku pedoman operasi; 5). Memasarkan paket usaha franchise; 6). Memilih pemegang franchise (franchisor) contoh : Kebab Turki Baba Rafi Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Selanjutnya disebutkan pula bahwa franchise dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain yang berskala kecil dan menengah (franchisee), hak-hak istimewa untuk melaksanakan suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu, di suatu tempat tertentu. Dewasa ini, istilah franchise dipahami sebagai suatu bentuk kegiatan pemasaran dan distribusi. Di dalamnya sebuah perusahaan besar memberikan hak atau priviledge untuk menjalankan bisnis secara tertentu dalam waktu dan tempat tertentu kepada individu atau perusahaan yang relatif lebih kecil. Franchise merupakan salah satu bentuk metode produksi dan distribusi barang atau jasa kepada konsumen dengan suatu standard dan sistem eksploitasi tertentu. Pengertian standar dan eksploitasi tersebut meliputi kesamaan dan penggunaan nama perusahaan, merek, serta sistem produksi, tata cara pengemasan, penyajian dan pengedarannya. Sementara itu Munir Fuady (2005), menyatakan bahwa franchise atau sering disebut juga dengan istilah waralaba adalah suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara 2 (dua) atau lebih perusahaan, di mana 1 (satu)
pihak akan bertindak sebagai franchisor dan pihak yang lain sebagai franchisee, di mana di dalamnya diatur bahwa pihak - pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dari know - how terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis dari suatu produk barang atau jasa, berdasar dan sesuai rencana komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui dari waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun noneksklusif, dan sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor sehubungan dengan hal tersebut. Selanjutnya Munir Fuady (2005), mengatakan lagi bahwa franchisee adalah suatu lisensi kontraktual diberikan oleh franchisor kepada franchisee yang : 1.
Mengizinkan atau mengharuskan franchisee selama jangka waktu franchise, untuk melaksanakan bisnis tertentu dengan menggunakan nama khusus yang dimiliki atau berhubungan dengan pihak franchisor.
2.
Memberikan hak kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan berlanjut selama jangka waktu franchise terhadap aktivitas bisnis franchise oleh franchisee.
3. Mewajibkan pihak franchisor untuk menyediakan bantuan kepada franchisee dalam hal melaksanakan bisnis franchise tersebut seperti memberikan bantuan pendidikan, perdagangan, manajemen, dan lain-lain. 4.
Mewajibkan pihak franchisee untuk membayar secara berkala kepada franchisor sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang dan jasa oleh pihak franchisor.
Adapun pengertian franchise dapat dilihat pula dalam 2 segi (Munir Fuady, 2005), yaitu: 1.
Aspek yuridis. a.
Menurut peraturan perundang-undangan. 1.
Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Merupakan hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap system bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Berdasarkan Penjelasan Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007, yang dimaksud dengan "ciri khas usaha" adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru, dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya, system manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba. Unsur-unsur yang dapat dirumuskan dari definisi di atas adalah: (1) Adanya hak khusus; (2) Pelakunya bisa perseorangan maupun badan usaha; (3) Adanya objek sistem bisnis dengan ciri khas usaha; (4) Tujuannya memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti
berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain; (5) Dasarnya perjanjian waralaba. 2.
Menurut Pasal 1 ayat 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/ Kep / 7/ 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba, yang di maksud dengan waralaba (franchise) adalah perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Unsur-unsur yang dapat dirumuskan dari definisi di atas adalah: (a) Adanya perikatan; (b) Adanya hak pemanfaatan dan atau penggunaan; (c) Adanya objek, yaitu HAKI atau penemuan baru atau ciri khas usaha; (d) Adanya imbalan atau jasa; (e) Adanya persyaratan dan penjualan barang.
b. Menurut pendapat para ahli 1.
Franchise adalah lisensi yang diberikan oleh franchisor dengan pembayaran tertentu. Lisensi yang diberikan itu bisa berupa lisensi paten, merek perdagangan, merek jasa, dan lain-lain yang digunakan untuk tujuan pedagangan tersebat di atas (Ridwan Khaerandy, 1992 : 87).
2.
Menurut Salim (2003:165), pengertian franchise secara yuridis adalah suatu kontrak yang dibuat antara franchisor dan franchisee, dengan ketentuan pihak franchisor memberikan lisensi kepada franchisee untuk menggunakan merek barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu dan pembayaran sejumlah royalti tertentu kepada franchisor. Dalam pengertian tersebut, mengandung beberapa unsur, yaitu: (1) Adanya subjek hukum, yaitu franchisor dan franchisee; (2) Adanya lisensi atas merek barang atau jasa; (3) Untuk jangka waktu tertentu; (4) Adanya pembayaran royalti.
3.
Menurut pendapat Johanes dan Lindawati (2004 : 144), franchising adalah sistem pemasaran barang dan/atau jasa dan/atau teknologi, yang didasarkan pada kerjasama tertutup dan terus menerus antara pelaku-pelaku independen (maksudnya franchisor dan individual franchisee) dan terpisah baik secara legal (hukum) dan keuangan, dimana franchisor member hak pada para individual franchisee dan membebankan kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya sesuai dengan konsep dari franchisor.
4.
Menurut pendapat Juajir Sumardi (1995 : 9), mengatakan bahwa waralaba adalah hubungan kemitraan antara usahawan yang usahanya kuat dan sukses dengan usahawan yang relatif baru atau lemah dalam usaha tersebut dengan tujuan saling menguntungkan
khususnya dalam bidang usaha penyediaan produk dan jasa langsung kepada konsumen. 2.
Aspek bisnis a.
Menurut Handri (2009:126) mengemukakan pengertian franchise dari aspek bisnis, yaitu salah satu metode produksi dan distribusi barang dan jasa kepada konsumen dengan suatu standar dan system eksploitasi tertentu. Pengertian standar dan eksploitasi tersebut meliputi kesamaan dan penggunaan nama, meliputi kesamaan dan penggunaan nama perusahaan, merek, sistem produksi, tata cara pengemasan, penyajian dan pengedarannya. Unsur-unsur franchise dari aspek bisnis, yaitu: 1) Metode produksi; 2) Adanya izin dari pemilik, yaitu franchisor kepada franchisee; 3) Adanya suatu merek atau nama dagang; 4) Untuk menjual produk atau jasa; 5) Di bawah merek atau dagang dari franchise.
b. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), yang dimaksud dengan waralaba adalah: suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, di mana pemilik merek memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu. Berdasarkan rumusan tersebut diatas maka dapat diuraikan bahwa: Waralaba merupakan suatu kontrak atau perjanjian kerjasama standart, yaitu tidak terlepas dengan perihal perikatan (Mariam, 2006 : 1).
Untuk memasyarakatkan sistem keterkaitan usaha dalam bidang pemasaran di Indonesia di pandang perlu untuk mencari suatu persamaan kata yang lebih mudah dipakai, dibaca, diucapkan dan berakar pada kata-kata yang lazim digunakan di Indonesia. Oleh karena itu istilah di Indonesia lebih dikenal dengan istilah wara laba. Istilah franchise pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Management (LPPM). Franchise berasal dari kata WARA (lebih atau istimewa) dan LABA. Franchise menurut Barly Haliem, berarti usaha yang memberikan laba lebih atau istimewa (Iswanto, 2007 : 21). 3.
Segi ekonomi a. Franchise produk dan merek dagang adalah bentuk franchise yang paling sederhana. Dalam franchise produk dan merek dagang ini pemberi waralaba atau franchisor memberikan hak kepada penerima waralaba atau franchisee untuk menjual produk yang dikembangkan oleh franchisor yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merek dagang atau nama dagang franchisor. Pemberian izin atau lisensi penggunaan merek dagang atau nama dagang tersebut diberikan dalam rangka penjualan produk yang di waralaba kan atas pemberian izin penggunaan merek dagang dan nama dagang (Widjaja, 2001 : 13). b. Franchise Format Bisnis adalah pemberian sebuah lisensi dari pemberi waralaba atau franchisor kepada penerima waralaba atau
franchisee, lisensi tersebut memberi hak kepada penerima waralaba atau franchisor untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang pemberi waralaba atau franchisor, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan meminta bantuan yang terus menerus atas dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Sementara, franchise dalam kegiatan format bisnis yang dikutip dari Iswanto (2007 : 26) ini terdiri dari : 1.
Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi franchise.
2.
Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis sesuai dengan konsep pemberi franchise atau franchisor.
3.
Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak pemberi franchise atau franchisor.
Dengan demikian, dari beberapa pengertian franchise yang diuraikan di atas, dapat diperoleh hal-hal yang berkaitan dengan bisnis franchise yang dikutip dari Iswanto (2007 : 24-25) yaitu: 1.
Franchising adalah suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dan franchisee, dimana franchisor menawarkan dan berkewajiban menyediakan perhatian terus menerus pada bisnis franchise melalui penyediaan pengetahuan dan pelatihan. Franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format, atau prosedur yang dipunyai serta
dikendalikan oleh franchisor, franchisee melakukan investasi dalam bisnis yang dimilikinya. 2.
Sistem franchise adalah cara pemasaran atau distribusi barang dan jasa sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchise) hak istimewa untuk melakukan suatu system usaha tertentu, dengan cara tertentu, waktu tertentu dan disuatu tempat tertentu.
3.
Franchisor adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak berupa lisensi kepada pihak lain (franchise) untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan, atau ciri khas usaha yang dimiliki seperti nama perusahaan, merek dagang, simbol komersil, paten dan hak cipta.
4.
Franchisee adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki oleh franchisor. Franchisee mempunyai kewajiban didalam menggunakan sistem, metode, tata cara prosedur yang telah ditentukan oleh franchisor. Hal tersebut tidak boleh dilanggar ataupun diabaikan oleh franchise, disamping itu juga setiap jangka waktu tertentu franchisee wajib menyerahkan sejumlah uang (royalti) kepada franchisor.
5.
Franchise perusaahan kecil adalah sistim pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana sebuah (franchisor) memberikan kepada individu atau (franchisee) yang berskala kecil dan menengah, hak istimewa untuk
melakukan suatu sistem usaha tertentu, dengan cara tertentu, waktu tertentu, dan di suatu tempat tertentu, serta dengan modal yang relatif kecil. Franchise merupakan suatu sistem dalam pemasaran barang dan jasa yang melibatkan dua pihak (franchisor dan franchise), sistem ini merupakan suatu kiat untuk memperluas usaha dengan cara menularkan sukses Iswanto (2007 : 25). Dengan demikian dalam sistem ini harus terdapat pelaku bisnis yang sukses terlebih
dahulu
dimana
kesuksesan
yang
diperolehnya
tersebut
akan
disebarluaskan kepada pihak lain. 1.
Bagi Pihak Pengusaha. Dalam men-franchise-kan usahanya langkah-langkah yang minimal harus dilakukan pihak pengusaha (franchisor), menurut Iswanto (2007 : 26), adalah: 1). Menentukan usaha yang akan di franchise-kan; 2). Operasi percontohan; 3). Menyusun paket usaha franchise; 4). Menyusun buku pedoman operasi; 5). Memasarkan paket usaha franchise; 6). Memilih pemegang franchise (franchisor) contoh : Kebab Turki Baba Rafi
2.
Bagi Pihak Calon franchise (franchisee). Bagi calon pemegang franchise (franchisee), patut disadari bahwa mencari suatu franchise atau bisnis apapun merupakan suatu proses yang cukup rumit, oleh karena itu diperlukan suatu ketelitian yang mendalam terhadap bisnis franchise yang mana paling baik dan mendukung serta dapat dijalankan ditempat calon franchisee berada. Setelah menentukan pilihan untuk membeli dan mengoperasikan bisnis yang di franchise kan dalam
suatu industri yang memenuhi persyaratan baik pendanaan, maupun pribadi, maka penelitian pembelian siap dimulai. Dalam rangka penelitian tersebut calon franchisee dapat melakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut: 1). Melakukan kontak awal dengan pihak franchisor, 2). Melakukan pengkajian terhadap pemilik franchise yang akan dipilih, 3). Mengkaji aspek-aspek finansial yang timbul dari pembelian franchise tersebut, 4). Mengkaji produk dan pelayanan yang unik dari usaha yang akan di franchise kan, 5). Mengkaji merk dagang dan dukungan staf pemilik franchise yang diberikan kepada pemegang franchise (franchisee). 2.4.4
Keunggulan dan kelemahan sistem bisnis franchise Menurut Iswanto (2007 : 28-32), hal ini penting karena dengan
mengetahui keunggulan dan kelemahannya maka dapat menentukan langkahlangkah, khususnya langkah antisipasif jika hendak terjun ke dalam sistem bisnis franchise. 2.4.4.1 Keunggulan Keunggulan bagi pemilik franchise (franchisor): 1.
Sistem usaha dapat berkembang cepat dengan menggunakan modal dan motivasi dari pemegang franchise (franchisee).
2.
Suatu wilayah pasar atau suatu pasar yang baru mudah dikembangkan karena nama dan citra pemilik franchise (franchisor) dapat meluas dengan cepat melalui unit-unit usaha franchise.
3.
Modal untuk memperluas usaha lebih kecil karena sebagian besar biaya untuk mendirikan unit usaha baru dipikul oleh pemegang franchise.
4.
Unit usaha yang dikelola oleh pemiliknya sendiri jelas akan memiliki motivasi yang kuat untuk memberikan pelayanan yang baik pada pelanggan.
5.
Franchisor tidak banyak membutuhkan karyawan, kantor pusat jauh lebih ramping daripada kantor pusat suatu perusahaan yang memiliki jaringan cabang-cabang milik sendiri.
6.
Daya beli kelompok usaha secara keseluruhan meningkat, setiap kali dibuka satu unit usaha franchise yang baru.
7.
Kehadiran kelompok usaha dalam pasar terasa, setiap kali dibuka unit usaha franchise yang baru, selain itu banyak dana dapat dihemat karena promosi dan periklanan dapat dilakukan sebagai satu kelompok.
8.
Hasil belum terlihat satu dua tahun pertama karena pengeluaran masih besar, tetapi dalam tahun ketiga atau keempat dan selanjutnya pengembalian investasi akan cukup tinggi. Keunggulan bagi pemegang Franchise (Franchisee):
1.
Kemungkinan berhasil lebih besar dibandingkan jika memulai usaha dengan tenaga sendiri serta nama/merek dagang sendiri yang masih baru.
2.
Franchisee sebagai pemilik unit usaha bersangkutan bebas berkarya dalam lingkungan yang telah rapi dan stabil.
3.
Franchisee memiliki kemudahan dalam membeli sediaan sebagai anggota dari kelompok yang besar.
4.
Franchisee dapat memanfaatkan produk baru yang dikembangkan oleh bagian penelitian dari pihak franchisor.
5.
Franchisee dapat memanfaatkan pelayanan berupa petunjuk di bidang keuangan dan menejemen dari pihak franchisor serta bantuan dalam pengambilan keputusan.
6.
Franchisee turut menikmati reputasi, kekuatan dan keharuman nama dagang/merek dari franchisor.
7.
Franchisee dapat memanfaatkan paket-paket keuangan yang mungkin disediakan oleh franchisor dalam sistem perbankan.
8.
Franchisee menikmati pelatihan-pelatihan yang diperlukan dari pihak franchisor.
9.
Franchisee dapat bekerja dengan menggunakan sistem yang sudah mantap, prosedur danpedoman operasi yang sudah standar, sehingga dengan demikian tidak perlu bersusah payah menciptakan suatu strategi pemasaran baru atau sistem manajemen baru yang sama sekali belum teruji kehandalannya dalam praktek perdagangan barang atau jasa.
2.4.4.2 Kelemahan a.
Kelemahan Bagi pemilik franchise (franchisor) 1.
Franchisor tidak dapat mendikte Franchisee, dimana jika ia ingin mengadakan perubahan, ia harus berusaha memotivasi Franchisee agar mau menerima perubahan bersangkutan.
2. Harapan franchisee sering terlalu tinggi mengharapkan cepat mendapat untung yang besar sehingga franchisor harus berusaha keras untuk menurunkan harapan yang tinggi tersebut.
3. Franchisor tidak dapat mengadakan perubahan dengan cepat terutama jika melibatkan tambahan biaya. Perubahan biasanya baru dilakukan melalui musyawarah dengan pihak franchisee. 4.
Jika pemegang franchise (franchisee) yang dipilih tidak tapat maka akan dapat menghancurkan reputasi dari Franchisor.
5.
Sistem franchise adalah suatu ikatan jangka panjang sehingga franchisor tidak dapat begitu saja mengakhiri kegiatan franchise secara sepihak tanpa alasan yang sah.
b.
Kelemahan bagi pemegang franchise (franchisee) 1.
Adanya keterikatan pada franchisor, dimana jenis produk yang dapat ditawarkan oleh pihak franchisee biasanya terbatas dan sangat bergantung pada prestasi franchisor.
2.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjadi pemegang franchise (franchisee) tidak sedikit karena harus membayar uang pangkal dan royalti, sehingga dapat mengakibatkan hutang dari pihak franchisee kepada pihak franchisor.
3.
Franchisee adalah bagian dari lingkungan tertentu sehingga ia tidak bebas lagi dalam menjalankan usaha, ia harus memenuhi segala peraturan yang telah ditetapkan oleh franchisor.
4.
Franchisee kadang-kadang diwajibkan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu, misalnya tingkat penjualan tertentu yang biasanya cukup tinggi.
2.4.5 Bentuk-Bentuk bisnis Franchise Menurut Bryce Webster yang dikutip Iswanto (2007 : 36-37), mengemukakan bentuk-bentuk franchise ke dalam 4 kategori, yaitu : a.
Produk Franchise. Pada bentuk ini, franchise berdasarkan lisensi yang diperoleh dari franchisor menjual barang-barang hasil produksi franchisor, sehingga membawa merek dagang franchise. Hubungan yang muncul adalah hubungan distributorship antara franchisee dengan franchisor. Franchise bentuk ini, dewasa ini masih digunakan antara lain pada industri otomotif.
b.
Manufaktur Franchise. Pada bentuk ini, franchisor memberikan bahanbahan rahasia (Secret Ingredients atau Know How) yang menjadi dasar bagi produksi franchisor. Franchisee hanya tinggal menjual produksi barang-barang tersebut sesuai dengan standar produksi dan merek yang telah ditetapkan oleh franchisor, contohnya dari bentuk ini adalah pada industri Soft drink, antara lain Coca Cola, Pepsi dan lain-lain.
c.
Bisnis Format Franchising. Sebagaimana pengertian sebelumnya, bentuk ini sangat popular dewasa ini. Franchisor memberikan lisensi kepada franchisee untuk menggunakan nama franchisor. Namun dalam mengikuti metode standar pengopersian dan berada dibawah pengawasan franchisor. Disamping itu franchisee harus membayar fee atau royalti kepada franchisor. Sebagai
contohnya adalah California Fried
Mc’Donald’s, Texas Fried Chicken dan Kebab Turki Baba Rafi.
Chicken,
d.
Business Opportunity Ventures. Franchisee di sini menggunakan sistem yang dimiliki franchisor dalam menjalankan dan menjual produknya. Bentuk franchise yang semacam ini dapat di contohkan antara lain seperti Vending Machine (mesin produksi). Dari berbagai bentuk franchise yang dikemukakan tersebut diatas
sebenarnya ada beberapa kesamaan yang mendasar meski penamaan bentukbentuk franchise berbeda-beda. Kesamaan yang mendasar dari bentuk-bentuk franchise yang berkembang dan dikembangkan selama ini adalah penggunaan sistem kerja dengan sistem bisnis franchise yang telah distandarkan oleh franchisor bagai mekanisme bisnis franchise yang akan dijalankan oleh franchisee.
2.5
Kerangka Penelitian Dalam pembangunan suatu jenis usaha, perusahaan sangat membutuhkan
adanya suatu strategi perusahaan yang baik dimata konsumen, sehingga tercipta loyalitas yang akan membuat konsumen menjadi setia terhadap suatu perusahaan dalam mempercayakan segala keperluannya. Hal itu dapat dicapai jika perusahaan dapat meningkatkan kualitas dari pada seorang PR (public relations) guna menjalin suatu hubungan yang timbal balik kepada publik. Dari uraian diatas maka dapat digambarkan suatu kerangka berpikir yang menggambarkan alur permasalahan dari penelitian yang akan dilakukan, yang nantinya akan menganalisa permasalahan sempitnya atas pemahaman komunikasi yang berkelanjutan yang akan berdampak pada keberlangsungan suatu usaha.
Gambar 2.4 Kerangka Penelitian
Bisnis Usaha
Franchisor Kebab Turki Baba Rafi
Peran Public Relation
Komunikasi Pemasaran Terpadu (KPT)
Public Relation Advertising Direct Selling Sales Promotion Online Marketing Personal Selling
Kesimpulan