BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Penelitian Pada pemodelan gelombang ini, yang menjadi daerah pemodelannya adalah wilayah pesisir Kabupaten dan Kota Cirebon. Terkait dengan wilayah pesisir ini, akan dijelaskan tentang keadaan lingkungan termasuk kondisi geografi, keadaan oseanografi, keadaan meteorologi dan keadaan pesisir Cirebon. 2.1.1 Kondisi Geografi Sebagai wilayah studi pemetaan gelombang dan identifikasi kerentanan wilayah pesisir terhadap abrasi ini adalah daerah pesisir di Kabupaten dan Kota Cirebon, Jawa Barat. Perairan Cirebon merupakan perairan yang berada pada posisi 6030’ LS 70 LS dan 108019’ BT – 108050’ BT. Kabupaten dan Kota Cirebon memilkiki daerah seluas 1027,36 km2 (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2012). Daerah ini termasuk salah satu rangkaian pantai utara Pulau Jawa. Daerah Kabupaten dan Kota Cirebon dijadikan wilayah penelitian karena merupakan salah satu daerah pesisir yang mempunyai kerusakan pantai yang cukup parah. Kota Cirebon berada di dalam wilayah Kabupaten Cirebon, seluruh wilayah Kota Cirebon berbatasan dengan Kabupaten Cirebon kecuali di sebelah timur yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Peta administratif Cirebon ditunjukkan pada Gambar 2.1, sedangkan batas administratif Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut. a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu. b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuningan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Berdasarkan topografinya, wilayah di Kabupaten Cirebon dikelompokkan menjadi wilayah kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0–10 m dari permukaan air laut, dan
6
wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara 11– 30 m dari permukaan laut (Pemerintah Kabupaten Cirebon, 2012).
Gambar 2.1. Peta Administrasi Cirebon Sumber: http://www.cirebonkab.go.id/sekilas-kab-cirebon/peta-wilayah Kota Cirebon merupakan dataran rendah dengan ketinggian bervariasi antara 0-150 meter di atas permukaan laut. Kemiringan lereng di wilayah ini antara 0-40 % dimana 0-3 % merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40 % merupakan pinggiran (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2012). 2.1.2 Keadaan Oseanografi Arus adalah proses pergerakan massa air menuju kesetimbangan yang menyebabkan perpindahan massa air secara horisontal dan vertikal. Nurhayati dan Suyarso (2008) melaporkan bahwa kecepatan arus permukaan di perairan Cirebon pada bulan Februari bervariasi antara 5,2 cm/detik–49,7 cm/detik, dengan rata-rata 23,7 cm/detik. Sedangkan di Bulan Juli, kecepatan arus permukaan di perairan Cirebon bervariasi antara 12,7 cm/detik–63,9 cm/detik dengan rata-rata 32,8 cm/detik. Arah arus laut pada bulan Februari beragam, terutama pada permukaan menuju ke timur 7
dan tenggara mencapai 62% sedangkan 38% arah arus permukaan menuju ke barat daya. Pada bulan Juli, pergerakan arus di perairan Cirebon 52% cenderung ke arah timur dan tenggara sedangkan 31% menuju ke arah selatan. Gelombang merupakan pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Kecepatan angin sangat mempengaruhi kekuatan gelombang yang dihasilkan karena angin merupakan pembangkit utama terjadinya gelombang. Dengan adanya data angin, secara tidak langsung dapat diketahui kondisi gelombang di wilayah perairan tersebut. Frekuensi terbesar kecepatan angin di Kabupaten dan Kota Cirebon adalah sekitar 11-16 knot atau 5,5-8 m/s. 2.1.3 Keadaan Meteorologi Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis. Banyaknya curah hujan di wilayah ini adalah 1.351 mm per tahun dengan hari hujan 86 hari. Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan JanuariMaret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus. Rata-rata curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2.260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musim hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni-September (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2012). Keadaan angin di wilayah ini terdapat tiga macam angin, yaitu:
Angin Musim Barat
: antara bulan Desember sampai bulan Maret.
Angin Pancaroba
: antara bulan April sampai bulan November.
Angin Musim Timur : antara bulan Mei sampai bulan Oktober.
Menurut Dinas Pertanian dan Perkebunan Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, keadaan ikilm di wilayah Kabupaten Cirebon dapat dipilahkan ke dalam 5 kelompok kawasan, yaitu kawasan dengan curah hujan <1.500 mm/tahun, 1.5002.000 mm/tahun, 2.000–2.500 mm/tahun, 2.500–3.000 mm/tahun dan kawasan >3.500 mm/tahun.
8
Berdasarkan curah hujan dan hari hujan, wilayah pertanian Kabupaten Cirebon sangat potensial untuk tiga kali pertanaman padi atau padi-padi dan palawija. Unsur iklim lainnya meliputi suhu udara, dengan rerata tahunan sebesar 29,5 oC. Suhu tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu 32,1oC dan terendah pada bulan Januari yaitu 25oC. Adapun kelembaban udara rerata tahunan sebesar 83,07% tertinggi pada bulan April dan Mei sebesar 86,1% dan terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 80,6%. 2.1.4 Keadaan Pesisir Wilayah Cirebon memiliki pantai sepanjang 61 km. Kondisi pesisir tanpa tanaman bakau terlihat hampir di sepanjang garis pantai Kota dan Kabupaten Cirebon. Secara umum karakteristik garis pantai Cirebon terbagi menjadi dua, yaitu garis pantai yang mengalami sedimentasi dan garis pantai yang mengalami erosi. Pantai Losari dan Gebang cenderung mengalami sedimentasi sedangkan pantai Tanjung dan Bangkaderes sampai Karangreja cenderung mengalami erosi (Rositasari, dkk. 2011). 2.2 Gelombang dan Pemodelannya Gelombang adalah pergerakan
naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus
permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut terbentuk oleh adanya transfer energi dari udara ke massa air. Angin merupakan pengaruh utama terjadinya gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar. Gelombang dihasilkan di daerah fetch dan menjalar melintasi laut sampai gelombang tersebut pecah di pantai. Fetch adalah wilayah interaksi antara angin dan air, dan wilayah ini merupakan awal mula terjadinya gelombang
yang
dibangkitkan
oleh
angin
(Windupranata,
2011).
Fetch
mempengaruhi ketinggian dan periode gelombang. Semakin panjang fetch-nya, gelombang yang dihasilkan pun akan semakin tinggi. Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai akan mengalami perubahan bentuk karena perubahan kedalaman laut sepanjang jalur yang dilewati oleh gelombang tersebut. Gelombang yang bergerak menuju pantai akan mengalami perlambatan pergerakan di bagian bawah gelombang yang berbatasan dengan dasar laut. Hal ini merupakan akibat dari gesekan antara air dengan dasar laut. Sementara itu, bagian atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin mendekat 9
dengan pantai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Kejadian inilah yang menyebabkan gelombang tersebut pecah. Gelombang laut tersebut akan pecah jika panjang gelombang lebih kecil dari tujuh kali tinggi gelombang. Gelombang merupakan salah satu kerakteristik dari air laut yang sangat penting untuk diketahui. Manfaat dari data gelombang diantaranya adalah untuk pelayaran kapal, konstruksi bangunan wilayah pesisir, konstruksi bangunan lepas pantai, untuk mengidentifikasi erosi pantai dan perpindahan sedimen laut, untuk rekreasi (surfing), dan masih banyak manfaat yang lainnya. Terkait dengan kerentanan wilayah pesisir terhadap abrasi, gelombang merupakan salah satu fenomena dinamika laut yang berpengaruh. Gelombang yang menjalar dari laut menuju pantai akan mempengaruhi bentuk garis pantai sebagai akibat dari gesekan antara air dengan dasar pantai. Gelombang dapat didefinisikan dengan panjang gelombang, tinggi gelombang, periode gelombang, dan sebagainya. Pada penelitian tugas akhir ini, karakteristik gelombang yang akan dibahas adalah tinggi signifikan gelombang dan arah datangnya gelombang. Data gelombang dapat diperoleh dari pengukuran atau pemodelan. Karena di wilayah Indonesia sangat sulit untuk memperoleh data pengukuran gelombang, maka untuk mendapatkan data gelombang dilakukan pemodelan gelombang. Pemodelan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pemodelan matematik. Pemodelan matematika terbagi dua, yaitu pemodelan analitik dan pemodelan numerik. Pemodelan numerik merupakan pemodelan yang memanfaatkan persamaanpersamaan matematika. Salah satu aplikasi dari pemodelan numerik adalah pemodelan gelombang seperti yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir ini. Dalam pembuatan pemodelan numerik terdiri atas beberapa tahap, yaitu : a. Penentuan Daerah Model dan Batimetri Penentuan daerah model dan batimetri merupakan tahap pertama dalam proses pemodelan. Dalam tahap ini termasuk penentuan grid numerik dan interpolasi data batimetri. Untuk menentukan daerah model dan batimetri dibutuhkan lokasi dan bentuk garis pantai serta data batimetri untuk keseluruhan daerah pemodelan. 10
b. Penentuan Syarat Batas dan Syarat Awal Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan nilai yang akan diberikan pada batas model. Dalam pemodelan harus ditentukan nilai batas antara daerah yang akan dimodelkan dengan daerah yang tidak akan dimodelkan. Nilai untuk batas ini dapat ditentukan dengan data time series, atau dengan persamaan numeris. Data pengukuran diperlukan dalam proses ini. Dalam tahap ini juga ditentukan variabel yang akan digunakan sebagai nilai masukan untuk pembuatan model di daerah batas model tersebut. c. Penentuan Parameter Masukan Model Pada tahap ini dilakukan pemilihan proses yang akan dilakukan dan pemilihan parameter yang akan digunakan dalam simulasi. Pemilihan proses dan parameter tersebut memerlukan masukan data dari pengukuran atau dari model numerik lainnya. d. Analisis Sensitifitas Analisis sensitifitas adalah untuk mengetahui pengaruh dari perubahan variabel yang digunakan dalam proses pemodelan. Dilakukan pemodelan dengan perubahan data masukan, misalnya perbedaan syarat awal termasuk proses dan parameter masukan akan mempengaruhi model yang dihasilkan. e. Verifikasi Hasil Model Hasil pemodelan bisa menunjukkan perilaku yang berbeda dengan fenomena alam. Oleh karena itu hasil pemodelan
harus diverifikasi dengan data
pengukuran. f. Kalibrasi Model Kalibrasi model dilakukan dengan pemilihan proses yang berbeda atau dengan input parameter yang berbeda. g. Validasi Hasil Model Setelah verifikasi dan kalibrasi model, selanjutnya dilakukan validasi. Pada validasi ini, diuji kehandalan dari model yang dihasilkan, misalnya model harus menghasilkan hasil yang bagus pada periode simulasi yang berbeda. h. Aplikasi Model Model dapat diterapkan jika validasinya didapatkan hasil yang memuaskan. Hasil simulasi tersebut kemudian diasumsikan sebagai representasi kondisi alam realistik. Kemudian dalam hal model hidrodinamika, model tersebut 11
dapat digabungkan dengan modul model numerik lainnya, seperti perpindahan sedimen dan gelombang. Pemodelan gelombang terbagi menjadi model dinamik dan model spektral. Pada penelitian ini, yang dilakukan adalah pemodelan spektral menggunakan SWAN (Simulating Waves Nearshore) versi 40.85. SWAN adalah model numerik perhitungan gelombang generasi ketiga untuk memperoleh perkiraan realistik parameter gelombang di area pesisir, danau dan muara dari data angin, dasar perairan (batimetri) dan kondisi lingkungan. SWAN dapat digunakan pada skala yang relevan untuk gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Model gelombang tersebut berdasarkan persamaan keseimbangan gerak gelombang dengan sources dan sink. Model SWAN merupakan model stasioner dengan spektral diskrit dalam frekuensi dan arahnya. Model tersebut diformulasikan dalam istilah densitas gerak N (densitas energi dibagi dengan frekuensi relatif; N = E/σ). Informasi mengenai permukaan laut terdapat dalam spektrum variansi gelombang atau densitas energi E(σ,θ), dimana σ merupakan frekuensi energi gelombang yang tersebar dan θ merupakan arah perambatan gelombang. Biasanya, model gelombang menentukan evolusi densitas gerak N(𝑥, t; σ,θ) dalam ruang 𝑥 dan waktu t. Densitas gerak didefinisikan sebagai N = E/σ. Pada kondisi ini diasumsikan bahwa arus ambient sama dengan koordinat vertikal dan dinotasikan dengan 𝑈 (The SWAN Team, 2011). Secara umum, evolusi spektrum dapat dijelaskan dengan persamaan keseimbangan gerak spektral seperti yang dinyatakan pada persamaan (2.1) (The SWAN Team (2011)). 𝜕𝑁 𝜕𝑡
+ ∇𝑥 .[(𝐶𝑔 + 𝑈) N] +
𝜕 𝐶𝜎 𝑁 𝜕𝜎
+
𝜕 𝐶𝜃 𝑁 𝜕𝜃
=
𝑆𝑡𝑜𝑡 𝜎
… (2.1)
keterangan: 𝜕𝑁 𝜕𝑡
= bagian kinematik dari persamaan ini (laju perubahan densitas gerak dalam
waktu). ∇𝑥 .[(𝐶𝑔 + 𝑈) N] = perambatan energi gelombang dalam ruang 𝑥 geografis dua dimensi.
12
𝜕 𝐶𝜎 𝑁 𝜕𝜎
= efek perubahan frekuensi radian yang disebabkan variasi kedalaman dan arus
rata-rata. 𝜕 𝐶𝜃 𝑁 𝜕𝜃
= refraksi kedalaman terinduksi dan arus terinduksi.
𝑆 (𝜎 ,𝜃 )
= Istilah yang mewakili semua proses fisik yang membangkitkan,
𝜎
menghilangkan, atau mendistribusikan energi gelombang. 𝐶𝜎 dan 𝐶𝜃 merupakan kecepatan perambatan dalam ruang spektral (𝜎, 𝜃). Istilah kedua (∇𝑥,𝑦 .[(𝐶𝑔 + U) N (σ,θ)]) pada persamaan (1) dapat disusun kembali dalam koordinat kartesian, sperikal atau kurvilinier. Untuk aplikasi-aplikasi skala kecil persamaan keseimbangan gerak spektral dapat dinyatakan dalam koordinat kartesian seperti yang dituliskan pada persamaan (2.2) (The SWAN Team (2011)). 𝜕𝑁 𝜕𝑡
+
𝜕 𝐶𝑥 𝑁 𝜕𝑥
+
𝜕 𝐶𝑦 𝑁 𝜕𝑦
+
𝜕 𝐶𝜎 𝑁 𝜕𝜎
+
𝜕 𝐶𝜃 𝑁 𝜕𝜃
=
𝑆𝑡𝑜𝑡 𝜎
… (2.2)
dengan : 𝐶𝑥 = 𝐶𝑔,𝑥 + 𝑈𝑥 ;
𝐶𝑦 = 𝐶𝑔,𝑦 + 𝑈𝑦
Stot = Sin + Snl3 + Snl4 + Sds,w + Sds,br
… (2.3)
keterangan: 𝜕𝑁 𝜕𝑡 𝜕 𝐶𝑥 𝑁 𝜕𝑥 𝜕 𝐶𝑦 𝑁 𝜕𝑦 𝜕 𝐶𝜎 𝑁 𝜕𝜎 𝜕 𝐶𝜃 𝑁 𝜕𝜃
𝑆𝑡𝑜𝑡 𝜎
= laju perubahan energi tiap waktu = perambatan energi gelombang dalam ruang x = perambatan energi gelombang dalam ruang y = efek perubahan frekuensi radian berdasarkan kedalaman dan arus rata-rata = refraksi yang dipengaruhi kedalaman dan arus = Istilah yang mewakili semua proses fisik yang membangkitkan, menghilangkan, atau mendistribusikan eneri gelombang
Sin
= data angin
Snl3
= interaksi gelombang triad
Snl4
= interaksi gelombang quadruplet
Sds,w
= penghamburan karena whitecapping 13
Sds,b
= penghamburan karena kekasaran dasar laut
Sds,br
= penghamburan karena gelombang pecah akibat pengaruh dari kedalaman
Produk dari pemodelan gelombang dengan SWAN adalah karakteristik gelombang seperti tinggi signifikan gelombang (Hsign), arah gelombang (Dir), panjang gelombang (WLEN) dan periode gelombang (TM01). Nilai karakteristik gelombang yang dihasilkan tersebut diturunkan dari energi gelombang pada pemodelan dengan persamaan-persamaan matematik. Untuk mendapatkan tinggi signifikan gelombang digunakan persamaan (2.4) (The SWAN Team (2011)). Hs = 4
𝐸 𝜔, 𝜃 𝑑𝜔𝑑𝜃
… (2.4)
Untuk meringankan perhitungan dalam mendapatkan tinggi signifikan gelombang dapat juga menggunakan persamaan (2.5) (The SWAN Team (2011)). Hs = 4
𝐸 𝜎, 𝜃 𝑑𝜎𝑑𝜃
… (2.5)
keterangan: Hs
= tinggi signifikan gelombang
𝐸 𝜔, 𝜃
= spectrum densitas variansi
𝜔
= frekuensi radian absolut yang ditentukan dengan hubungan dispersi pergeseran Doppler
σ
= frekuensi energi gelombang yang tersebar
θ
= merupakan arah perambatan gelombang
Dan untuk menentukan arah gelombang digunakan persamaan (2.6) (The SWAN Team (2011)). Dir = arctan
𝑠𝑖𝑛𝜃𝐸 𝜎 ,𝜃 𝑑𝜎𝑑𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃𝐸 𝜎 ,𝜃 𝑑𝜎𝑑𝜃
… (2.6)
keterangan: σ
= frekuensi energi gelombang yang tersebar
θ
= merupakan arah perambatan gelombang
14
Persamaan (2.4) dan (2.5) merupakan persamaan untuk memperoleh nilai tinggi signifikan gelombang. Sedangkan persamaan (2.6) merupakan persamaan untuk menentukan arah gelombang. Untuk menentukan periode gelombang absolut rata-rata dari 𝐸 𝜔, 𝜃 digunakan persamaan (2.7) (The SWAN Team (2011)).
Tm01 = 2𝜋
𝜔𝐸 𝜔 ,𝜃 𝑑𝜔𝑑𝜃
−1
𝐸 𝜔 ,𝜃 𝑑𝜔𝑑𝜃
= 2𝜋
𝜔𝐸 𝜎 ,𝜃 𝑑𝜎𝑑𝜃 𝐸 𝜎 ,𝜃 𝑑𝜎𝑑𝜃
−1
… (2.7)
keterangan: Tm01
= peridoe gelombang absolut rata-rata
Sedangkan untuk menghitung panjang gelombang rata-rata digunakan persamaan (2.8) (The SWAN Team (2011)).
WLEN =
2𝜋
𝑘 𝑝 𝐸 𝜎 ,𝜃 𝑑𝜎𝑑𝜃 𝑘 𝑝 −1 𝐸
−1
𝜎 ,𝜃 𝑑𝜎𝑑𝜃
… (2.8)
keterangan: WLEN = panjang gelombang rata-rata p
= power
2.3 Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi Secara umum, kerentanan merupakan tingkatan suatu sistem yang mudah terkena atau tidak mampu menanggulangi bencana. Tingkat kerentanan dapat dilihat dari aspek fisik, sosial kependudukan dan ekonomi. Kerentanan fisik menggambarkan suatu kondisi fisik yang rawan terhadap bencana tertentu. Dalam kaitannya dengan daerah pantai, kerentanan merupakan suatu kondisi yang menggambarkan keadaan dari suatu sistem alami serta keadaan sosial pantai terhadap bencana pantai. Identifikasi kerentanan suatu wilayah tergantung pada jenis fenomena yang mungkin terjadi pada daerah tersebut.
15
Abrasi merupakan salah satu fenomena di kawasan pesisir yang merupakan bagian dari aspek fisik yang menyebabkan kerentanan. Abrasi adalah proses pengikisan pantai yang disebabkan oleh dinamika laut yang bersifat merusak. Gelombang merupakan salah satu dari proses dinamika laut tersebut yang menyebabkan abrasi pantai. Untuk menyimpulkan suatu wilayah pesisir dikatakan rentan terhadap abrasi diperlukan acuan yang disebut dengan Indeks Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi (IKPA). IKPA merupakan suatu nilai indeks yang menggambarkan tingkat kerentanan suatu wilayah pesisir terhadap terjadinya abrasi di wilayah tersebut (Windupranata, dkk. 2011a). Pada Tabel 2.1 terlihat bahwa sudut datang gelombang terhadap pantai dan tinggi gelombang merupakan kondisi fisik yang mempengaruhi kerentanan pantai terhadap abrasi. Tabel 2.1. Indeks Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi (Windupranata, dkk. 2011a) Klasifikasi 4 No Variabel 1 2 3 (Sangat (Aman) (Kurang Rentan) (Rentan) Rentan) Tunggan Pasut 1 < 0,50 0,50 – 1,29 1,30 – 2,00 > 2,00 Maksimum (m) Kecepatan Arus 2 < 0,10 0,10 – 0,29 0,30 – 0,50 > 0,50 Maksimum (m) Tinggi Gelombang 3 < 0,50 0,50 – 1,29 1,30 – 1,99 > 2,00 Signifikan (m) Sudut Datang 0 – 20 atau 20 – 35 atau 4 Gelombang terhadap 80 - 90 35 – 55 70 – 80 55 - 70 o Garis Pantai ( ) Kemiringan Topografi 5 < 5.0 5.0 – 10.0 10.1 – 15.0 > 15.0 Pantai (%) Batu Pasir 6 Jenis Sedimen Batu Halus Pasir Kasar Keras Halus Kawasan 7 Tutupan Lahan Vegetasi Tanah Perairan Terbangun Curah Hujan Rata-rata 8 < 50 51 – 100 100 – 199 > 200 Bulanan (mm) Kecepatan Angin Rata9 <3 4-6 7-9 > 10 rata Bulanan (Bft)
16
Untuk membedakan pengaruh dari variabel terhadap fenomena abrasi dilakukan pembobotan terhadap tinggi signifikan gelombang dan sudut datang gelombang. Pembobotan yang dilakukan adalah dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) yang telah dikembangkan oleh Mugiarto (2012). Nilai bobot untuk masingmasing variabel dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Nilai Bobot untuk Variabel Fisik yang Mempengaruhi Kerentanan (Mugiarto, 2012) No Variabel Fisik Bobot 1
Tunggang Pasang Surut
0,06
2
Arus Maksimum
0,11
3
Tinggi Gelombang
0,23
4
Arah Datang Gelombang
0,23
5
Kemiringan Pantai
0,06
6
Sedimen Pantai
0,23
7
Tutupan Lahan
0,04
8
Curah Hujan
0,02
9
Kecepatan Angin
0,02
Pada Tabel 2.2 terlihat bahwa variabel tinggi signifikan gelombang dan sudut datang gelombang mempunyai bobot yang sama. Dengan demikian, jika pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah dua variabel, maka pembobotan untuk masingmasing variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Nilai Bobot untuk Variabel Tinggi Signifikan dan Sudut Datang Gelombang No Variabel Bobot 1
Tinggi Gelombang Signifikan (Hs)
0,5
2
Sudut Datang Gelombang (SG)
0,5
Untuk menghitung indeks kerentanan pesisir terhadap abrasi menggunakan persamaan (2.4) (Mugiarto, 2012).
17
IKPA = v1 b1 + v2b2 + … + vnbn
… (2.4)
dengan keterangan: IKPA = Indeks Kerentanan Pesisir terhadap Abrasi v
= Nilai masing-masing variabel yang disesuaikan dengan Tabel 2.1
b
= Bobot variabel yang disesuaikan dengan Tabel 2.3
Dalam penelitian tugas akhir ini, persamaan 2.4 disesuaikan dengan variabel fisik yang diteliti sehingga menjadi persamaan 2.5. … (2.5)
IKPA = v1 b1 + v2b2 dengan keterangan: v1
= nilai kelas tinggi signifikan gelombang
b1
= bobot tinggi signifikan gelombang
v2
= nilai kelas sudut datang gelombang
b2
= bobot sudut datang gelombang
Penilaian dari hasil perhitungan IKPA diuraikan pada Tabel 2.4.
IKPA Keterangan
Tabel 2.4. Indeks IKPA (Mugiarto, 2012) 1 s.d. <1,5 1,5 s.d. <2,5 2,5 s.d. <3,5 Aman
Kurang Rentan
Rentan
3,5 s.d. 4 Sangat Rentan
18