13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sistem Aktivitas Sebagai suatu sistem elemen-elemen transportasi yang terdiri dari sistem
kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan berperilaku sistematik, sehingga perubahan pada satu atau beberapa bagian sistem akam mempengaruhi sistem lainnya. Sebagai suatu sistem yang multidimensi, persoalan transportasi harus ditangani secara parsial tanpa melihat sistem yang terkait. Perubahan sistem kegiatan mengakibatkan peralihan fungsi lahan yang didorong oleh meningkatnya nilai lahan tempat berlangsungnya kegiatan akibat proses pembangunan prasarana jalan atau meningkatnya aksesibilitas jalan (Sarah, 1994). Perubahan guna lahan tersebut berimplikasi pada meningkatanya bangkitan perjalanan yang menimbulkan peningkatan kebutuhan prasarana dan sarana lalulintas yang akan meningkatkan aksesibilitas terhadap guna lahan tersebut. Hal ini akan berimplikasi pada peningkatan nilai lahan yang akhirnya mendorong terjadinya perubahan lahan selanjutnya (Paquette et al., 1982:194 dalam Febri Susanto, 2004). Perubahan pada sistem aktivitas dapat membangkitkan pergerakan baru yang membebani sistem jaringan dan pergerakan. Apabila hal ini tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan gangguan pergerakan yang akirnya menghambat tujuan dari alih fungsi dan intensifikasi (Paquette et al., 1982:194 dalam Febri Susanto, 2004). Ada beberapa alasan orang dalam melakukan pergerakan, diantaranya untuk bekerja, berbelanja, bersosialisasi, berekreasi, dan sebagainya, sedangkan dalam melakukan perjalanan terdapat dua macam lokasi asal dan lokasi tujuan. Sebab terjadinya pergerakan dapat digolongkan berdasarkan maksud perjalanan (LPM-ITB, 1996, 1997ac), yaitu:
14
Aktivitas ekonomi Aktivitas ekonomi ini memiliki 2 tujuan, adapun tujuan pertama yaitu utnuk mencari nafkah sedangkan tujuan kedua untuk mendapatkan barang dan pelayanan, adapun jumlah individu yang melakukan aktivitas ini termasuk tinggi, yaitu sekitar 40-50% dari jumlah penduduk. Aktivitas sosial Aktivitas ini dilakukan untuk menciptakan dan menjaga hubungan pribadi. Umunya kegiatan ini dilakukan ke dan dari rumah teman, ke dan dari tempat pertemuan bukan di rumah. Kegitan ini menghasilkan banyak perjalanan karena kebanyakan fasilitas terdapat dalam lingkungan keluarga. Aktivitas pendidikan Aktivitas ini terjadi pada sebagian besar penduduk yang berusia 5-22 tahun. di negara berkembang jumlahnya sekitar 85%. Aktivitas rekreasi dan hiburan Aktivitas ini merupakan perjalanan ke dan dari tempat rekreasi dan berkaitan dengan perjalanan dan berkendaraan untuk rekreasi. Aktivitas kebudayaan Aktivitas ini melibatkan perjalanan ke dan dari tempat ibadah. Perjalanan ini bukan merupakan perjalanan hiburan. Perjalanan ini termasuk kedalam perjalanan ke dan dari Sistem merupakan gabungan dari beberapa komponen yang saling berkaitan. Apabila salah satu komponen dari suatu sistem tidak bekerja dengan baik, maka sistem tersebut tidak akan bekerja dengan optimal. Pada penelitian ini aktivitas yang menjadi objek adalah kegiatan komersial, berikut ini adalah pembahasannya: Berikut ini akan dijelaskan mengenai gambaran kegiatan komersial yang meliputi pengertian dan klasifikasi jenis kegiatan komersial, pola perkembangan kegiatan komersial dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan komersial.
15
2.1.1
Pengertian Dan Klasifikasi Kegiatan Komersial Kegiatan komersial mengandung pengertian kegiatan pertukaran atau jual/beli
barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan dengan cara perdagangan dan seluruh kegiatan pendukungnya seperti transportasi, komunikasi, perbankan dan sebagainya (Sungguh, Asad, 1992). Kegiatan komersial dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek antara lain: 1. Berdasarkan lokasi dan lingkup pelayanannya, klasifikasi kegitan komersial sebagai bentuk jasa perusahan menjadi tipe kegiatan komersial jalur utama, pinggiran kota, pusat kota dan lokal. Masing-masing tipe kegiatan komersial tersebut memiliki standar bentuk tempat usaha yang berbeda-beda sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia (Hok, 1989). 2. Berdasarkan jenis barang dan sifat kegiatan, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Convenience Shop, meliputi kegiatan perdagangan, barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan harga yang relatif murah, frekuensi pembelian tinggi, daerah jangkauan pekayanan rendah atau sempit dan tingkat pengembalian modal kecil. Contohnya adalah warung dan kios. Shopping Shop, meliputi kegiatan perdagangan barang yang memiliki frekuensi pembelian agak jarang, daerah jangkauan pelayanan agak luas dan tingkat pembelian modal cukup tinggi. Contohnya adalah toko pakaian dan salon, Speciality Shop, meliputi kegiatan perdagangan barang yang memiliki frekuensi pembelian jarang, tingkat sewa dan pengembalian modal tinggi dan daerah jangkauan pelayanan luas. Contohnya adalah toko furniture. Departement and Multiple Stores, meliputi beraneka jenis barang yang disajikan dalam bangunan yang nyaman dan khusus. Contohnya adalah Yogya dan Matahari. Service Shop, seringkali berbentuk ruang kerja/ bengkel, memiliki tingkat sewa dan pengembalian modal kecil, frekuensi pembelian jarang dan wilayah jangkauan pelayanan luas.
16
3. Berdasarkan hirarkinya, dibedakan berdasarkan skala pelayanan (jumlah penduduk, jenis komoditi, jenis fasilitas ekonomi dan ukuran kawasan. Terdiri dari neighbourhood, community, regional, dan superregional centers. 4. Berdasarkan definisi BPS dalam mengklasifikasikan kelompok lapangan usaha. Kegiatan komersial termasuk ke dalam sektor tersier yang mencakup jenis kegiatan sebagai berikut: Sektor perdagangan, hotel dan restoran. Mencakup tiga sub sektor yaitu: a. Perdagangan besar dan eceran. Meliputi kegiatan membeli dan menjual barang, baik barang baru maupun barang bekas, untuk tujuan penyaluran/pendistribusian tanpa merubah sifat barang tersebut. b. Hotel, mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan (hotel berbintang maupun tidak berbintang) serta berbagai jenis penginapan lainnya. c. Restoran, mencakup kegiatan usaha penyediaan makanan dan minuman yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan. Sektor pengangkutan dan komunikasi a. Pengangkutan, mencakup angkutan rel, angkutan laut, angkutan sungai dan penyeberangan, angkutan udara, angkutan jalan raya dan jasa penunjang angkutan. b. Komunikasi, meliputi kegiatan pemberian jasa kepada pihak lain dalam pengiriman surat (wesel, paket, jasa giro dan jasa tabungan), pengiriman berita, dan jasa penunjnag komunikasi seperti warung telekominikasi (wartel), radio panggil (pager) dan telepon seluler. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan a. Bank dan lembaga keungan lain, bank meliputi kegiatan yang memberikan jasa keuangan pada pihak lain seperti menerima simpanan uang. Memberikan pinjaman/kedit, mengirim uang dan sebagainya. Sementara lembaga keungan selain bank mencakup kegiatan asuransi,
17
dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam, dan lembaga pembiayaan. b. Jasa perusahaan, mencakup kegiatan pemberian jasa hukum (advokat dan notaris), jasa akuntansi dan pembukuan, jasa pengolahan dan penyajian data, jasa bangunan/arsitek dan teknik, jasa periklanan dan riset pemasaran, jasa persewaan mesin dan peralatan, jasa bangunan. Sektor jasa-jasa, terdiri dari 2 sub sektor utama antara lain a. Jasa pemerintahan umum. Mencakup kegiatan jasa yang dilaksanaka oleh pemerintah untuk kepentingan rumah tangga dan masyarakat umum. b. Jasa swasta, meliputi kegiatan jasa yang dilaksanakan oleh pihak swasta yang terdiri dari jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi, jasa perorangan dan rumah tangga. Sektor industri pengolahan, terdiri dari sub sektor industri besar dan sedang dan sub sektor indusrti kecil dan industri kerajinan rumah tangga. 5. Berdasarkan pola perkembangannya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga pola.
2.1.2
Pola Kegiatan Komersial Perkembangan
kegiatan
komersial
antara
lain
ditandai
dengan
keanekaragaman jenis barang dan jasa yang diperdagangkan dan luasnya skala pelayanan kegiatan yang dipengaruhi oleh beberapa aspek. Menurut Jones dan Simmons (1993) dalam Gultom (2008), ditinjau dari sudut pandang penawaran, skala pelayanan dan jenis barang atau jasa yang diperdagangkan sangat dipengaruhi oleh distribusi konsumen secara spasial dan juga tingkat kompetensi yang ditimbulkan oleh pola lokasi kegiatan komersial lainnya. Ditinjau dari sisi permintaan, perkembangan kegiatan komersial tersebut dipengaruhi oleh karakteristik pasar yang terdiri dari aspek: a. Lokasi mempengaruhi ukuran pasar yang terdiri dari elemen jumlah polulasi dan rumah tangga serta tingkat pendapatan konsumen b. Tingkat pendapatan rumah tangga
18
c. Faktor kependudukan, terdiri dari usia, jenis kelamin dn komposisi rumah tangga dalam pasar d. Gaya hidup Berry (dalam Hartsorn, 1992) mengklasifikasikan tiga kelompok utama dalam pola perkembangan kegitan komersial khususnya untuk kondisi perilaku konsumen yang lebih kompleks dan kondisi pasar yang tidak beraturan pada metropolitan yaitu: a. Memusat (centers) b. Mengikuti jaringan jalan (ribbons) c. Kawasan usaha
2.2
Sistem Transportasi Sedangkan transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan,
menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Transportasi merupakan kegiatan perpindahan orang dan barang dari suatu tempat (asal) ke tempat (tujuan) dengan menggunakan sarana (kendaraan) (Wijayanto, 2009). Adapun yang akan dibahas dalam sistem transportasi adalah jaringan prasarana jalan Jalan menurut UU No.38 Tahun 2004 Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan
melalui
pendekatan
pengembangan
wilayah
agar
tercapai
keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur
ruang dalam rangka mewujudkan sasaran
pembangunan nasional (wijayanto, 2009).
19
Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. 1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. 2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan: 1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Klasifikasi jalan menurut kelas jalan adalah sebagai berikut: 1. Jalan Kelas I Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dalam ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukaran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terbesar dijinkan lebih besar dari 10 ton.
20
2. Jalan kelas II Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dalam ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjng tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat diijinkan 10 ton. 3. Jalan Kelas III A Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan adalah 18 ton. 4. Jalan Kelas III B Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan adalah 8 ton. 5. Jalan Kelas III C Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm dan muatan sumbu terberat yang dijinkan adalah 8 ton.
2.3
Sistem Lalu Lintas
a.
Terbentuknya Pergerakan Ada beberapa alasan mengapa suatu pergerakan terbentuk. Pertama adalah kenyataan bahwa pergerakan terbentuk karena memang manusia membutuhkan pergerakan tersebut bagi kegiatan kesehariannya, baik dalam skala lokal di mana mereka tinggal maupun dalam skala antar wilayah. Dalam skala lokal pergerakan timbul karena aktivitas manusia tidak selamanya dapat dilakukan di tempat mereka tinggal, apakah di kantor, di pabrik ataupun di daerah pertanian. Sedangkan dalam skala wilayah yang lebih besar dijumpai kenyataan bahwa secara spasial terjadi pemisahan antara satu potensi sumber daya dengan sumber daya yang lain. Sedangkan untuk memanfaatkan suatu sumber daya di suatu tempat akan memebutuhkan sumber daya yang lain di
21
tempat lainnya, sedemikian sehingga akan membutuhkan pemindahaan sumber daya dari satu tempat ke tempat lainnya. b.
Waktu Terjadinya Pergerakan Waktu terjadinya pergerakan sangat tegantung pada kapan seseorang melakukan aktivitas untuk kehidupan kesehariannnya. Dengan demikian waktu perjalanan sangat tergantung dari maksud perjalanan. Perjalanan ke tempat kerja atau perjalanan dengan maksud bekerja biasanya merupakan perjalanan yang dominan, dan karenanya sangat penting untuk diamati secara cermat. Karena pola kerja biasa dimulai sekitar jam 08.00 dan berakhir pada jam 16.00, maka waktu perjalanan untuk maksud tujuan kerja biasanya mengitkuti pola kerjanya. Dalam hal ini kita dapat menjumpai bahwa pada pagi hari, sekitar jam 06.00 sampai jam 08.00 akan dijumpai banyak perjalanan untuk tujuan bekerja. Pada sore hari sekitar jam 16.00 sampai 18.00 dijumpai banyak perjalanan dari tempat kerja ke tempat rumah masing-masing. Mengingat jumlah perjalanan dengan maksud kerja ini merupakan jumlah yang dominan, maka kita dapatkan bahwa teradinya perjalanan dengan maksud kerja ini menyebabkan waktu puncak, di mana dijumpai perjalanan paling banyak. Di samping kedua puncak tersebut, dijumpai pula waktu puncak lainnya, yaitu sekitar jam 12.00 sampai 14.00, di mana pada saat itu orang-orang yang bekerja bepergian untuk makan siang dan kembali lagi ke kantornya masing-masing. Tentu saja jumlah perjalanan yang dilakukan pada siang hari ini tidak sebanyak pagi hari atau sore hari, mengingat bahwa makan siang terkadang dapat dilakukan di kantor ataupun kantin di sekitar kantor. Perjalanan dengan maksud sekolah ataupun pendidikan cukup banyak jumlahnya dibandingkan dengan alasan lain, sehingga pola perjalanan sekolah ini turut mewarnai pola waktu puncak perjalanan. Mengingat bahwa sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai menengah pada umumnya terdiri dari dua shift, yaitu sekolah pagi dan sekolah sore, maka pola perjalanan sekolahpun dipengaruhi oleh keadaan ini. Dalam hal ini dijumpai 3 (tiga) puncak pergerakan, yaitu pada pagi hari jam 06.00 - 07.00, di siang hari pada jam 13.00 - 14.00 dan di sore hari jam 17.00 - 18.00.
22
c.
Karakteristik Lalu Lintas Pada dasarnya sistem lalu lintas jalan yang ada atau tersedia tidak selalu dapat menghubungkan ke setiap tempat tujuan. Umumnya pada sistem lalu lintas terdapat komponen utama, yaitu benda yang digerakkan, ruas jalan (way link), persimpangan jalan (way intersection), dan terminal. Ruas jalan, persimpangan, jalan, dan terminal dalam sistem lalu lintas biasanya dianggap sebagai fasilitas tetap karena mereka tetap berada pada suatu lokasi tertentu (berbeda halnya dengan kendaraan atau peti kemas).
d.
Arus Lalu Lintas Ada beberapa cara yang dipakai para ahli lalu-lintas untuk mendefinisikan arus lalu-lintas, tetapi ukuran dasar yang sering digunakan adalah konsentrasi aliran, kecepatan dan kapasitas dari jaringan jalan yang dilalui. Aliran dan volume lalulintas sering dianggap sama, meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu-lintas dan mengandung pengertian jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam satu interval waktu tertentu, sedangkan volume lalu-lintas lebih sering terbatas pada suatu jumlah kendaraan yang melewati satu titik dalam ruang selama satu interval waktu tertentu. Arus lalu-lintas tersusun mula-mula dari kendaraan tunggal yang terpisah, yang bergerak menurut kecepatan yang dikehendaki oleh pengemudinya, tanpa terhalang dan tidak tergantung pada kendaraan lain. Dengan adanya perbedaan kecepatan, kendaraan yang lebih cepat akan terus mendekati kendaraan yang lebih lambat, bila keadaan lalu-lintas menghalangi kendaraan yang akan mendahuluinya, maka terbentuklah satu arus tunggal. Dengan meningkatnya arus, konsentrasi juga akan meningkat sehingga akan menimbulkan gangguan yang disebabkan ketidakmampuan pengendara untuk menjaga jarak secara tetap dan tanpa adanya perubahan waktu, yang akhirnya akan menyebabkan ketidakstabilan dan hasil yang lebih rendah dari pada hasil maksimum. Secara teoretis pada kondisi demikian tingkat arus maksimum tidak dapat dicapai lagi sampai volume lalu-lintas input dikurangi. Tetapi bila arus meningkat terus maka konsentrasi juga akan meningkat dan kecepatan kendaraan
23
akan turun sehingga ruang yang tersedia akan berkurang yang dapat mengurangi arus. Pada saat kecepatan kendaraan sama dengan nol, konsentrasi akan mencapai nilai maksimum yang lebih dikenal dengan istilah konsentrasi kemacetan (Jam Concentration), saat kendaraan saling berdesak-desakan ( F.D. Hobbs, 1995). Adanya konsentrasi kemacetan, tidak terlepas dari kondisi jalan yang dapat menampung pergerakan arus lalu-lintas dalam satu interval waktu tertentu atau lebih tepatnya dapat disebut kapasitas jalan, yaitu kemampuan jalan dalam menampung jumlah maksimum kendaraan yang dapat melewati sebuah titik pada interval waktu tertentu, yang diukur dalam unit kendaraan smp/jam.
2.4
Kinerja Jalan Kinerja jalan dapat diukur dengan menggunakan arus lalu lintas dan waktu
tempuh, kapasitas jalan, volume jalan, Volume Capacity Ratio, dan Level of Service. a. Arus Lalu Lintas dan Waktu Tempuh Besarnya waktu tempuh pada suatu ruas jalan sangat tergantung dari besarnya arus dan kapasitas ruas jalan tersebut. Hubungan antara arus dengan waktu tempuh adalah jika arus bertambah maka waktu tempuh akan bertambah (Tamin, 2000). Hal ini sebenarnya merupakan konsep dasar teori antrian yang menyatakan bahwa tundaan yang terjadi pada tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan yang tersebar secara acak. Konsep dasar antrian dalam waktu pelayanan merujuk pada waktu minimum yang dibutuhkan kendaraan untuk melalui suatu ruas jalan sesuai dengan tingkat pelayanan jalan yang ada. Waktu pelayanan adalah waktu tempuh yang dibutuhkan ketika kondisi arus bebas (tidak ada kendaraan lain pada ruas jalan), sehingga tundaan antrian dapat dipertimbangkan sebagai pertambahan waktu tempuh akibat adanya kendaraan lain. Dimana waktu tempuh dapat dinyatakan sebagai berikut : Waktu Tempuh = Waktu Pelayanan + Tundaan
24
b. Kapasitas Jalan Arus Lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi. Jika arus lalu lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, semakin tinggi waktu tempuh yang dibutuhkan. Arus maksimum yang dapat melewati suatu ruas jalan disebut kapasitas ruas jalan tersebut (Tamin, 2000). Dengan kata lain kapasitas suatu jalan dapat berdefinisi jumlah kendaraaan maksimum yang dapat bergerak dalam periode waktu tertentu. Kapasitas ruas jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan kendaraan atau dalam Satuan Mobil Penumpang (smp) per jam. Hubungan antara arus dengan waktu tempuh atau kecepatan tidaklah linear. Penambahan kendaraan tertentu pada saat arus rendah akan menyebabkan penambahan waktu tempuh yang kecil jika dibandingkan dengan penambahan kendaraan pada saat arus tinggi. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain atau bergerak sangat lamban (Wijayanto, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan adalah lebar jalur atau lajur, ada tidaknya pemisah/median jalan, hambatan bahu/kerb jalan, gradien jalan, didaerah perkotaan atau luar kota, ukuran kota. Persamaan untuk menghitung kapasitas jalan daerah perkotaan adalah sebagai berikut : C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs Keterangan : C
: Kapasitas (smp/jam)
Co
: Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw
: Faktor penyesuaian lebar jalan
FCsp
: Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak
terbagi) FCsf
: Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb
FCcs
: Faktor penyesuaian ukuran kota
25
c. Volume Capacity Ratio Merupakan perbandingan antara volume yang melintas (smp) dengan kapasitas pada suatu ruas jalan tertentu (smp). Besarnya volume lalu lintas diperoleh berdasarkan survey yang dilakukan di ruas jalan, sedangkan besarnya kapasitas diperoleh dari lingkungan ruas jalan
dan survey geometrik yang meliputi
potongan melintang, persimpangan, alinyamen horizontal, dan alinyamen vertikal. Selanjutnya dihitung berdasarkan model yang di kembangkan oleh Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM). Adapun tingkat pelayanan (VCR) dilakukan dengan persamaan sebagai berikut : VCR =V/C Keterangan : VCR : Volume kapasitas ratio (nilai tingkat pelayanan) V
: Volume lalu lintas (smp/jam)
C
: Kapasitas ruas jalan (smp/jam)
Smp
: Satuan Mobil Penumpang
Sedangkan standar nilai VCR ditetapkan berdasarkan (Indonesia Highway Capacity Manual) adalah sebagai berikut : Tabel II.1 Kriteria Tingkat Pelayanan Jalan Tingkat Pelayanan A B C D E F
Kriteria TP Sangat Tinggi TP Tinggi TP Sedang TP Rendah TP Sangat Rendah TP Sangat Sangat Rendah
Nilai 0,00-0,20 0,21-0,44 0,45-0,74 0,75-0,84 0,85-1,00 >1,00
Sumber : MKJI, 1997
2.5
Korelasi Korelasi adalah istilah statistik yang menyatakan derajat hubungan linear
antara dua variabel atau lebih yang ditemukan oleh Karl Pearson pada tahun 1900. Hubungan antara variabel dalam uji korelasi bukanlah dalam arti sebab-akibat,
26
melainkan hanya hubungan searah saja. Jadi dalam hal ini persyaratan yang harus dipenuhi adalah sesama variabel bebas tidak boleh saling berkorelasi sedangkan antara variabel tidak bebas dengan variabel bebas harus ada korelasi. Persamaan uji korelasi mempunyai nilai R yang harganya diantara -1 dan 1 (-1 ≤ R ≤ +1). Apabila nilai R mendekati – 1 berarti kedua variabel saling liniear negatif artinya peningkatan nilai dari salah satu variabel akan mengakibatkan penurunan nilai variabel lainnya demikian pula sebaliknya jika nilai R mendekati +1. Namun
apabila nilai R
mendekati 0 dapat dikatakan bahwa tidak adanya korelasi antara kedua variabel tersebut. 2.5.1
Tipe-Tipe Variabel
A.
Variabel Bebas Variabel
bebas
merupakan
variabel
stimulus
atau
variabel
yang
mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menetukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi. B.
Variabel Tergantung Variabel tergantung adalah variabel yang memberikan reaksi atau respon jika
dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel tergantung adalah variabel yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas. C.
Variabel Moderat Variabel moderat adalah variabel bebas kedua yang sengaja dipilih oleh
peneliti untuk menentukan apakah kehadirannya berpengaruh terhadap hubungan antara variabel bebas pertama dan variabel tergantung. Variabel moderat merupakan variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk mengetahui apakah variabel tersebut mengubah hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung. D.
Variabel Kontrol Dalam penelitian ini peneliti selalu berusaha menghilangkan atau menetralkan
pengaruh yang dapat menganggu antar variabel bebas dan variabel tergantung. Suatu
27
variabel yang pengaruhnya akan dihilangkan disebut variabel kontrol. Variabel kontrol didefinisikan sebagai variabel yang dikontrol oleh peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya. Jika tidak dikontrol variabel tersebut akan mempengaruhi gejala yang sedang dikaji. E.
Variabel Pengganggu Variabel bebas, tergantung, kontrol dan moderat merupakan variabel-variabel
kongkrit. Ketiga variabel yaitu variabel bebas, moderat dan kontrol dapat dimanipulasi oleh peneliti dan pengaruh ketiga variabel tersebut dapat dilihat atau diobervasi. Lainnya halnya dengan variabel pengganggu, variabel tersebut bersifat hipotikal artinya secara kongkrit pengaruhnya tidak kelihatan, tetapi secara teoritis dapat mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan tergantung yang sedang diteliti. Oleh karena itu, variabel pengganggu didefinisikan sebagai variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan variabel yang sedang dilteliti tetapi tidak bisa dilihat, diukur, dan dimanipulasi; pengaruhnya harus disimpulkan dari pengaruhpengaruh variabel bebas dan variabel moderat terhadap gejala yang sedang diteliti.
2.5.2
Skala Pengukuran
Skala pengukuran dalam penelitian ada empat yaitu nominal, ordinal, interval dan ratio. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dalam subbab dibawah ini. A.
Nominal Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan objek,
individual atau kelompok; sebagai contoh mengklasifikasikan jenis kelamin, agama, pekerjaan dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal diatas digunakan angka-angka sebagai simbol. Apabila kita menggunakan skala pengukuran nominal, maka statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisis datanya. B.
Ordinal Skala pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif
karakteristik yang bebeda yang dimiliki oleh objek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif tentu yang memberikan informasi apakah suatu objek memiliki
28
karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan kelebihannya C.
Interval Skala interval memiliki karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal
dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu dengan adanya interval yang tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karakteristik antara satu individu atau objek dengan lainnya. Skala pengukuran interval benarbenar merupakan angka. Angka-angka yang digunakan dapat dilakukan operasi aritmatik misalnya dijumlahkan atau dikalikan. Untuk melakukan analisa, skala ini mengunakan statistik parametrik. D.
Ratio Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh
skala nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0 (nol) empiris absolut. Nilai absolut nol tersebut terjadi pada saat ketidakhadirannya suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran rasio biasanya dalam bentuk perbandingan antara satu individu atau objek tertentu dengan lainnya. 2.5.3
Korelasi Non Parametrik Spearman Korelasi spearman digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh
antara dua variabel berskala ordinal, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Korelasi ini bersifat non-parametrik. Angka korelasi dapat berupa angka positif (+) atau negatif (-). Jika korelasi menghasilkan angka positif, hubungan variabel bersifat searah. Serah mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel tergantungnya pun besar. Jika korelasi menghasilkan angka negatif, hubungan antara kedua variabel bersifat tidak searah. Tidak searah mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel tergantung menjadi kecil. Angka korelasi berkisar antara 0 samapai dengan 1. Dengan ketentuan jika angka mendekati satu hubungan kedua variabel menjadi kuat. Jika angka korelasi mendekati nol hubungan kedua variabel semakin lemah.
29
2.5.4
Korelasi Parametrik Pearson Product Moment Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan
dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang berskala interval (parametrik) dimana SPSS menyebutnya sebagai scale. Dalam korelasi tidak dibedakan antara variabel bebas dan variabel tergantung karena fokus pengukuran adalah besar kecilnya hubungan dua variabel yang dikorelasikan. Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) atau negatif (-). Jika korelasi menghasilkan angka positif maka hubungannya searah, searah mempinyai makna jika variabel bebasnya besar maka variabel tergantungannya juga besar. Jika korelasi menghasilkan angka negatif, maka jika variabel bebasnya besar maka variabel tergantungnya menjadi kecil. Angka korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Dengan ketentuan jika angka mendekatai satu hubungan kedua variabel semakin kuat. Jika angka korelasi mendekati nol maka hubungan kedua variabel semakin lemah.