BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengawasan Keuangan Daerah Dalam sub Bab ini akan dijelaskan tentang konsep pengawasan keuangan negara,
pengawasan
keuangan
daerah,
aparat
pengawasan
fungsional
Pemerintahan Daerah, kriteria keberhasilan pengawasan fungsional pemerintahan daerah dan pelaksanaan pengawasan fungsional pemerintahan daerah.
2.1.1 Konsep Pengawasan Keuangan Negara Secara umum yang dimaksud pengawasan adalah segala kegiatan dan tindakan untuk menjamin agar penyelenggaraan suatu kegiatan tidak menyimpang dari tujuan serta rencana yang telah digariskan. Pengertian pengawasan menurut Basuki (2007:173), adalah: “Suatu kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana dan aturan-aturan yang telah ditetapkan”.
Sedangkan pengertian Keuangan Negara menurut undang-undang No. 17 Tahun 2003, yang antara lain mengatakan bahwa keuangan negara adalah: “Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.
Bila pengertian pengawasan diterapkan terhadap pengawasan keuangan negara, maka pengertian pengawasan keuangan negara dilihat dari segi komponen anggaran negara adalah segala kegiatan untuk menjamin agar pengumpulan penerimaan-penerimaan negara, dan penyaluran pengeluaran-pengeluaran negara, tidak menyimpang dari rencana yang telah digariskan dalam anggaran.
Pengawasan
keuangan
negara
sebagian
besar
berkaitan
dengan
pengawasan anggaran, namun pengawasan keuangan negara sesungguhnya merupakan bagian integral dari pengurusan keuangan negara secara keseluruhan. Oleh karena itu bila dikaitkan dengan daur anggaran, maka pengawasan keuangan negara meliputi tahap penyusunannya, tahap pelaksanaanya, maupun tahap pertanggungjawabannya. Dengan kata lain pengawasan keuangan negara sudah harus dimulai sejak tahap penyusunannya dan baru berakhir pada tahap pertanggungjawabannya. Agar pengelolaan
dana
masyarakat
yang
sangat
besar tersebut
dilaksanakan secara transparan dan terjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh lembaga pemerintah, maka diperlukan perluasan peraturan pelaksanaan dan sistem pemeriksaan yang lebih konkrit, tidak sekedar conventional audit, namun perlu juga dilakukan value for money audit (VFM audit). Dalam pemeriksaan yang konvensional, lingkup pemeriksaan hanya sebatas audit terhadap keuangan dan kepatuhan (financial and compliance audit), sedangkan dalam pendekatan baru selain audit keuangan dan kepatuhan juga perlu dilakukan audit kinerja (performance audit) yang meliputi audit ekonomi, efisiensi, efektivitas, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan publik. Salah satu bentuk tindak lanjut penyelenggaraan pengawasan adalah pelaksanaan pemeriksaan. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2001 tentang tata cara pengawasan menyatakan bahwa pemeriksaan adalah salah satu bentuk kegiatan pengawasan fungsional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara peraturan/rencana/program dengan kondisi dan atau kenyataan yang ada. Pemeriksaan merupakan salah satu aspek pengawasan yang bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan yang sesungguhnya telah sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian penekanannya lebih kepada upaya untuk mengenali penyimpangan/hambatan didalam pelaksanaan kegiatan itu.
2.1.2 Pengertian Pengawasan Keuangan Daerah Secara umum yang dimaksud dengan pengawasan adalah segala kegiatan dan tindakan untuk menjamin penyelenggaraan suatu kegiatan yang tidak menyimpang dari tujuan serta rencana yang telah digariskan. Sedangkan pengertian Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2001 adalah: “Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajuban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.”
Sedangkan menurut Keputusan Presiden No. 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa: “Pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Proses kegiatan pengawasan keuangan daerah ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Karena pihak yang paling bertanggung jawab atas kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan tujuan dan rencananya ini adalah pihak atasan, maka pengawasan sesungguhnya mencakup baik aspek pengendalian maupun aspek pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap bawahannya. Bila pengertian pengawasan sebagaimana dikemukakan di atas diterapkan terhadap pengawasan keuangan negara, maka dapat dikemukakan bahwa pengawasan keuangan negara adalah segala tindakan untuk menjamin agar pengelolaan keuangan daerah dapat berjalan sesuai dengan tujuan, rencana, dan aturan-aturan yang telah digariskan.
Karena yang menjadi objek pengelolaan keuangan negara terutama adalah anggaran negara maka pengertian pengawasan keuangan negara dilihat dari segi komponen anggaran negara dapat pula dinyatakan sebagai berikut: “Pengawasan keuangan negara adalah segala kegiatan untuk menjamin agar pengumpulan penerimaan negara dan penyaluran pengeluaran-pengeluaran negara tidak menyimpang dari rencana yang telah digariskan didalam anggaran.”
Salah satu aspek pengawasan adalah pelaksanaan pemeriksaan. Menurut Keputusan Presiden No. 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, pemeriksaan adalah: “salah satu bentuk kegiatan pengawasan fungsional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara peraturan/rencana/program dengan kondisi dan atau kenyataan yang ada”
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan yang sesungguhnya telah sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian penekanannya lebih pada upaya untuk mengenali penyimpangan atau hambatan didalam pelaksanaan kegiatan itu. Adapun pengertian pengawasan fungsional menurut Basuki (2007;178) adalah: “Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, penilaian, monitoring, dan evaluasi”.
Sedangkan pengertian pengawasan fungsional menurut Ihyaul Ulum (2005;137) adalah: “Pengawasan yang dilakukan oleh suatu aparat/unit organisasi yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dalam batas-batas lingkungan kewenangan yang ditentukan.”
Selain itu pengertian pengawasan fungsional juga tersurat dalam keputusan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, pasal 1 adalah: “Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan, dan penilaian.”
Tujuan pengawasan pada dasarnya adalah untuk mengamati apa yang sungguh-sungguh terjadi serta membandingkannya dengan apa yang seharusnya terjadi. Bila ternyata kemudian ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan, maka penyimpangan atau hambatan itu diharapkan dapat segera dikenali, agar dapat segera diambil tindakan koreksi. Melalui tindakan koreksi ini, maka pelaksanaan kegiatan yang bersangkutan diharapkan masih dapat mencapai tujuannya secara maksimal. Dalam hal ini yang melakukan pengawasan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta adalah Inspektorat Kabupaten Purwakarta.
2.1.3 Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintahan Daerah Lembaga Pengawasan Fungsional di Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dilakukan oleh: 1.
Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri/Irjen Depdagri Aparat pengawasan internal di lingkungan Departemen Dalam Negeri
adalah Inspektorat Jendral Departemen Dalam Negeri yang melaporkan hasil pengawasannya kepada Menteri Dalam Negeri sebagai penanggung jawab umum manajemen pemerintahan. Ruang lingkup pengawasan Inspektorat Jendral Departemen Dalam Negeri mencakup substansi program dan administrasi manajemen pemerintahan. Substansi program tersebut meliputi tugas pokok dan fungsi serta segala sesuatu yang berkaitan dengan proses pelayanan. Sedangkan aspek administrasi yang menjadi objek pengawasan adalah pengelolaan sumber daya baik aparatur dan
pelayanan publik (dekonsentrasi dan tugas pembantuan) serta pengelolaan dan pertanggungjawabannya dalam rangka menunjang keberhasilan program (akuntabilitas). 2.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan
instansi pengawas dan pemeriksa keuangan dan pembangunan yang berada di lingkungan pemerintah. BPKP harus melaporkan pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Presiden. Laporan hasil pengawasan dan pemeriksaan BPKP disampaikan kepada menteri atau pejabat lain yang bersangkutan. Apabila laporan hasil pengawasan berkaitan dengan pemeriksaan keuangan, maka tembusan laporan tersebut disampaikan kepada Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Apabila diperkirakan terdapat tindak pidana korupsi, BPKP harus melaporkannya kepada Jaksa Agung. Ruang lingkup pengawasan BPKP mencakup pengawasan kegiatan rutin pembangunan termasuk yang meliputi pemeriksaan tugas pokok dan fungsi keuangan sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan metode kerja. Adapun tugas pokok dari BPKP adalah sebagai berikut: a.
Mempersiapkan perumusan kebijakan pengawasan keuangan dan pengawasan pembangunan.
b. Menyelenggarakan
pengawasan
umum
dan
penguasaan
dan
pengurusan keuangan. c. Menyelenggarakan pengawasan pembangunan. 3.
INSPEKTORAT Propinsi Inspektorat Propinsi merupakan instansi pengawas yang berada di Propinsi
di bawah Gubernur. Badan ini dapat melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah provinsi dan melakukan pengawasan atas pelimpahan pengawasan oleh Pemerintah Pusat. 4.
INSPEKTORAT Kabupaten/Kota Inspektorat Kabupaten/Kota merupakan instansi pengawas yang berada
didaerah di bawah Bupati/Walikota. Badan ini dapat melakukan pengawasan
atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan melakukan pengawasan atas pelimpahan pengawasan atas pemerintah pusat. Adapun tugas pokok dari Inspektorat berdasarkan kepada peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta No. 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Purwakarta, adalah sebagai berikut: “Inspektorat mempunyai tugas pokok melaksanakan pengawasan umum terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, keuangan, kesejahteraan sosial, dan pembinaan aparatur dalam rangka
mendukung
penyelenggaraan
tugas-tugas
Pemerintah
Daerah.”
Untuk menyelenggarakan atau melaksanakan tugas pokok tersebut Inspektorat Kabupaten Purwakarta mempunyai Fungsi: a. Pelaksanaan pemeriksaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah daerah. b. Pelaksanan pengujian serta penilaian atas hasil laporan setiap Perangkat Daerah atau ditunjuk Bupati. c. Pelaksanaan penyusutan kebenaran laporan atau pengaduan terhadap penyimpangan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. d. Pelaksanaan teknis administrasi fungsional. Adapun sasaran pengawasan fungsional yang dilakukan oleh Inspektorat menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2001, adalah melakukan pengawasan terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah Kabupaten/Kotamadya.
2.1.4 Kriteria Keberhasilan Pengawasan Fungsional Pemerintah Daerah Sebelum melakukan audit operasional hendaknya dilakukan penilaian dan pengujian Sistem Pengendalian Manajemen (SPM). Hakekatnya pengendalian manajemen adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk
mengarahkan atau menjalankan operasi sesuai dengan standar atau tujuan yang diinginkan. Dengan
demikian
pengendalian
manajemen
mencangkup
sistem
organisasi, prosedur dan praktik dalam penanganan dan penyelesaian tugastugas manajemen secara efektif, dengan tujuan untuk menilai tingkat efektifitas dan mengenali kemungkinan adanya kelemahan pengendalian manajemen audit. Hiro Tugiman dalam bukunya Manajemen Internal Audit (1996 ; 7) mengemukakan bahwa agar dapat mencapai tujuan pengawasan, diperlukan beberapa unsur penting yang membentuk suatu sistem pengendalian manajemen suatu organisasi yang meliputi : 1. Organisasi 2. Kebijakan-kebijakan 3. Prosedur 4. Personalia 5. Perencanaan 6. Akuntansi 7. Pelaporan 8. Pemeriksaan Intern.
2.1.5 Pelaksanaan Pengawasan Fungsional Pemerintah Daerah Pelaksanaan pengawasan fungsional diarahkan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, dengan tujuan agar pembangunan itu berlangsung sesuai dengan rencana dan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan
pengawasan
fungsional
menurut
Revrisond
Baswir
(1998;138) dapat digolongkan kedalam tiga bentuk kegiatan sebagai berikut: a. Kegiatan Pengawasan Tahunan b. Kegiatan Pengawasan Khusus c. Kegiatan Pengawasan Hal-hal Tertentu
Kegiatan pengawasan tahunan didasarkan atas Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). Dalam pelaksanaannya PKPT dikoordinasikan oleh BPKP yaitu dengan jalan: a.
Menerbitkan nama pengawas aparat pengawasan fungsional pemerintah.
b.
Mengeluarkan pedoman pemeriksaan.
c.
Memantau pelaksanaan PKPT.
d.
Menyelenggarakan rapat koordinasi aparat pengawasan fungsional pemerintah untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan PKPT. Manfaat yang diharapkan dari keberadaan program pengawasan tahunan adalah:
a.
Dihindarinya sejauh mungkin tumpang tindih pelaksanaan pemeriksaan
b.
Terarahnya ruang lingkup dan sasaran pemeriksaan
c.
Menghindari inefisiensi dan pemborosan penggunaan tenaga pemeriksaan
d.
Menghindari
rencana
penyusunan
rencana
kerja
yang
melebihi
kemampuan. Disamping pengawas tahunan yang berencana sesuai dengan PKPT, aparatur pengawasan fungsional pemerintah dapat pula melakukan pengawasan khusus dan pengawasan hal-hal tertentu. Pengawasan
khusus
biasanya
ditujukan
terhadap
penyimpangan-
penyimpangan dan atau masalah-masalah dalam bidang administrasi dalam lingkungan pemerintahan, yang dinilai mengandung dampak luas terhadap jalannya pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Pengawasan khusus ini dapat dilakukan sendiri oleh BPKP atau tim pemeriksa gabungan yang dibentuk oleh kepala BPKP. Sedangkan pengawasan hal-hal tertentu dilaksanakan oleh Inspektorat Jendral Pembangunan atas petunjuk Presiden dan Wakil Presiden. Hasilnya dilaporkan kepada Presiden dan Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menko Ekuin/Wasbang serta kepada kepala BPKP. Audit kinerja pada dasarnya merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Berdasarkan kerangka umum, struktur audit kinerja terdiri atas :
1. Tahap Perencanaan (Planning Phase) 2. Tahap Pengauditan (Audit Phase) 3. Tahap Pelaporan (Reporting Phase) 4. Tahap Penindaklanjutan (Follow-Up Phase) Adapun penjelasan dari setiap tahapan pemeriksaan tersebut di atas adalah:
1. Tahap Perencanan (Planning Phase) Perencanaan terdiri dari dua elemen yaitu survey pendahuluan dan review sistem pengendalian manajemen. Pekerjaan yang dilakukan pada masing-masing elemen bertujuan untuk menghasilkan rencana penelitian yang detail yang dapat membantu auditor dalam pengukuran kinerja dan mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara kinerja da kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. a. Survei Pendahuluan pada tahap ini auditor akan berupaya untuk memperoleh gambaran yang akurat tentang lingkungan organisasi yang diaudit, terutama berkaitan dengan struktur dan operasi organisasi, lingkungan manajemen, kebijakan, standar dan prosedur kerja. Deskripsi yang akurat tentang lingkungan organisasi yang diaudit akan membantu auditor untuk menentukan tujuan audit dan rencana audit secara mendetail, memanfaatkan sumber daya yang ada untuk hal-hal yang sifatnya material, mendesain tugas secara efisien dan menghindari kesalahan. b. Review Sistem Pengendalian pada audit keuangan, auditor memulai pekerjaan dengan melakukan review dan evaluasi terhadap sistem pengendalian intern (SPI) terutama yang berkaitan dengan proses akuntansinya. Sedangkan pada audit operasional, auditor harus menelaah sistem pengendalian menajemen atau sistem pengendalian administratif dengan tujuan untuk menentukan kelemahan pengendalian yang signifikan agar
terjadi perhatian manajemen dan untuk menentukan luas, sifat dan waktu pekerjaan pemeriksaan berikutnya. Sistem pengendalian manajemen memberikan gambara tentang metode dan prosedur yang digunakan oleh organisasi untuk mengendalikan kinerjanya. Pengendalian manajemen itu sendiri bertujuan untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dicapai secara ekonomis, efisien, dan sesuai denga hukum dan peraturan yang berlaku. Prosedur audit yang dilakukan pada tahap review sistem pengendalian secara garis besar terdiri dari tiga langkah yaitu: -
menganalisis sistem manajemen organisasi
-
membandingkan dengan model yang ada
-
mencatat dugaan terhadap setiap ketidakcocokan/ketidaksesuaian.
2. Tahap Pengauditan (Audit Phase) Tahapan-tahapan dalam audit kinerja disusun untuk membantu auditor dalam mencapai tujuan audit kinerja. Review hasil-hasil program akan membantu auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar. Review ekonomis dan efisiensi akan mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar tadi secara ekonomis dan efisien. Review kepatuhan akan membantu auditor untuk menentukan apakah entitas telah melakukan segala sesuatu dengan cara yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku. Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama tergantung pada sumber daya yang ada dan pertimbangan waktu. Dalam menjalankan elemen-elemen tersebut auditor juga harus mempertimbangkan masalah biaya (cost). Atas dasar pertimbangan tersebut, disarankan agar elemen-elemen tersebut dijalankan secara terpisah (sendiri-sendiri). 3. Tahap Pelaporan (Reporting Phase) Adanya permintaan yang tinggi dan transparansi pengelolaan sumber daya publik, menjadi alasan utama untuk melaporkan keseluruhan pekerjaan audit kepada pihak manajemen, lembaga legislatif dan
masyarakat luas. Penyampaian hasil pekerjaan audit dapat dilakukan secara formal dalam bentuk laporan tertulis kepada lembaga legislatif maupun secara informal melalui diskusi dengan pihak manajemen. Laporan tertulis sangat penting untuk akuntabilitas publik. Laporan yang disajikan oleh auditor merupakan kriteria yang penting bagi kesuksesan atau kegagalan pekerjaan. Laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh aparat pengawasan fungsional hendaknya memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Informasi tentang perilaku para petugas dalam melakukan sarana pengawasan melekat atau sistem pengendalian manajemen berikut akibat-akibatnya
terhadap
operasi
maupun
terhadap
keutuhan
kekayaan negara dan keuangan negara. 2. Informasi tentang kualitas sarana pengawasan melekat atau sistem pengendalian manajemen dilihat dari kebutuhan pengawasan preventif. 3. Informasi tentang ketaatan petugas terhadap peraturan internal maupun peraturan perundangan lainnya. 4. Informasi mengenai kualitas hasil akhir operasi atau kegiatan objek yang diperiksa. 5. Saran-saran koreksi atau tindak lanjut yang seyogyanya dilakukan oleh pimpinan atau atasan. 4. Tahap Penindaklanjutan (Follow Up Phase) Dalam tahap penindaklanjutan akan melibatkan auditor, auditee, dan pihak lain
yang
kompeten.
Tahap
penindaklanjutan
didesain
untuk
memastikan/memberikan pendapat apakah rekomendasi yang diusulkan oleh auditor sudah diimplementasikan. Prosedur dmulai dengan tahap perencanan melalui pertemuan dengan pihak manajemen untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi organisasi dalam mengimplementasikan rekomendasi auditor. Kemudian auditor mengumpulkan data yang ada dan melakukan analisis terhadap data tersebut untuk kemudian disusun dalam sebuah laporan. Tindak lanjut dalam bentuk penyempurnaan aparatur pemerintah dibidang kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan tersebut harus
ditetapkan
atau
diatur
melalui
keputusan
menteri,
pimpinan
lembaga
pemerintahan non departemen, atau pimpinan instansi lainnya. Penyempurnaan tersebut adalah konsultasi dengan atau mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
2.2
Konsep Tentang Keuangan Daerah Sub bab ini akan menjelaskan mengenai hubungan antara keuangan daerah
dan keuangan negara, tujuan keuangan daerah, dan sumber-sumber Keuangan daerah.
2.2.1 Hubungan Antara Keuangan Daerah dan Keuangan Negara Ditinjau dari segi penyelenggaraan pemerintah daerah, hubungan antara negara dan daerah didasarkan pada prinsip-prinsip pemberian otonomi yang nyata dan bertanggungjawab yang dalam melaksanakannya dilakukan bersamasama antara azas desentralisasi, azas dekonsentrasi, dan azas penberian bantuan. Dalam hal ini selain daerah mengurus rumah tangganya sendiri, juga melaksanakan tugas pemerintahan pada umumnya dalam batas-batas wilayah kekuasaannya. Menyadari bahwa masyarakat dan daerah semakin berkembang karena dampak hasil pembangunan maka pemerintah pusat memberikan santunan terhadap pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah, karena sumber dana daerah yang terbatas. Dana dari APBD merupakan sumber penerimaan APBD untuk digunakan pada belanja daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penyaluran dana dari APBN ke APBD melalui mekanisme pengurusan keuangan negara serta selanjutnya realisasi pengeluarannya di daerah melalui pengurusan keuangan daerah.
2.2.2 Sumber-Sumber Keuangan Daerah
Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa yang menjadi sumber Keuangan daerah adalah:
1.
Pendapatan Daerah Pendapatan daerah bersumber dari:
a.
Pendapatan Asli Daerah Yaitu semua kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Pendapatan asli daerah terdiri atas : 1. Pajak Daerah. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. 2. Retribusi Daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, mencangkup : Bagian
laba
atas
penyertaan
modal
pada
perusahaan
milik
daerah/BUMD, pemerintah /BUMN, dan swasta atau kelompok usaha masyarakat. 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang mencangkup : Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi, komisi, potongan, ataupun bentuk lain dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. b.
Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari : 1.
Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak, terdiri atas: a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negri dan PPh Pasal 21. Sedangkan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam, berasal dari : a. Kehutanan. b. Pertambangan Umum. c. Perikanan. d. Pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi.
2.
Dana Alokasi Umum Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapat dalam negri neto yang ditetapkan dalam APBN.
3. Dana Alokasi Khusus Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. c.
Lain-lain pendapatan yang sah Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah, pendapatan dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah, dan bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah lain.
2.
Pinjaman Daerah. Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat.
2.2.3 Belanja Daerah Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada satu periode anggaran. Secara umum belanja dalam APBD dikelompokan menjadi empat, yaitu: 1.
Belanja Aparatur Daerah a. Belanja Administrasi Umum. Yaitu semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik. Belanja ini dikelompokan menjadi empat, yaitu: 1. Belanja Pegawai. Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk orang/personil yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai. Belanja pegawai meliputi: -
Biaya gaji dan tunjangan.
-
Biaya Perawatan dan Pengobatan.
-
Biaya Pengembangan Sumber Daya Manusia.
2. Belanja Barang dan Jasa. Merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk penyedia barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Biaya barang/jasa meliputi biaya barang habis pakai, biaya jasa kantor, biaya cetak dan penggandaan, biaya langganan, dan biaya pakaian dinas. 3. Belanja Perjalanan Dinas. Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik. Yang terdiri dari: - Biaya Perjalanan Dinas - Biaya Perjalanan Pindahan - Biaya Pemungutan pegawai yang nganggur. 4. Belanja Pemeliharaan
Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Belanja ini terdiri dari - Biaya Pemeliharaan gedung kantor - Biaya Pemeliharaan rumah dinas dan asrama - Biaya Pemeliharaan meubel air - Biaya Pemeliharaan emplacement kantor. b.
Belanja Operasi dan Pemeliharaan.
Merupakan semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Belanja ini dikelompokan menjadi empat jenis yaitu: 1. Belanja Pegawai. Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan aktivitas dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variable, meliputi: Honorarium,Upah Lembur, Upah uang paket dan Insentif. 2.
Belanja Barang dan Jasa. Merupakan pengeluaran Pemerintah daerah untuk penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan pelayanan publik, meliputi biaya sewa, biaya bahan percontohan.
3.
Belanja Perjalanan Dinas. Merupakan pengeluaran Pemerintah daerah untuk biaya perjalanan yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Biaya ini antara lain meliputi biaya perjalanan dinas dalam daerah dan biaya perjalanan dinas luar daerah.
4.
Belanja Pemeliharaan. Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan langsung dengan pelayanan publik. Terdiri dari biaya pemeliharaan gedung pelayanan umum, biaya pemeliharaan jalan dan jembatan, pemeliharaan kendaraan, pemeliharaan
peralatan operasional,
pemeliharaan
sungai
dan
saluran/kanal,
pemeliharaan
pemeliharaan
kebun
dan
museum, ternak,
pemeliharaan
pemeliharaan
terminal,
taman,
dan
pemeliharaan emplacement. c.
Belanja Modal. Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja Modal dibagi menjadi: a. Belanja Modal Publik b. Belanja Modal Aparatur.
2.
Belanja Pelayanan Publik. a.
Belanja Administrasi Umum yaitu semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan secara
langsung
dengan
aktivitas
atau
pelayanan
publik.
Belanja
ini
dikelompokan menjadi empat, yaitu: 1. Belanja Pegawai Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk orang/personil yang tidak secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai. 2. Belanja Barang dan Jasa Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk penyedia barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik. 3.
Belanja Perjalanan Dinas Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik.
4.
Belanja Pemeliharaan Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik.
b.
Belanja Operasi dan Pemeliharaan
merupakan semua pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. 1. Belanja Pegawai Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan aktivitas dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel. 2. Belanja Barang dan Jasa Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan pelayanan publik. 3. Belanja Perjalanan Dinas Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk biaya perjalanan pegawai yang berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik. 4.
Belanja Pemeliharaan Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan langsung dengan pelayanan publik. c.
Belanja Modal Merupakan pengeluaran Pemerintah Daerah yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah belanja yang bersifat aparatur.
3.
Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan. Merupakan pengalihan uang dari Pemerintah Daerah kepada pihak ketiga
tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. a.
Bantuan
b.
Dana Perimbangan
c.
Pembayaran Bunga Pinjaman
d.
Dana Cadangan
4.
Belanja tidak Disangka. Adanya pengeluaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk
membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian di luar biasa
2.2.4 Pembiayaan Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pembiayaan daerah adalah: “Semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya.”
Sedangkan pembiayaan daerah menurut Mardiasmo (2002;187) adalah: “Transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutupi selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah.”
pembiayaan daerah terdiri dari: a.
Penerimaan pembiayaan, misalnya: 1.
Sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu (yaitu selisih lebih realisasi pendapatan terhadap realisasi belanja daerah).
b.
2.
Penerimaan pinjaman.
3.
penerimaan kembali pemberian pinjaman.
4.
hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pengeluaran pembiayaan. Yaitu semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu, misalnya: pembayaran hutang pokok, pembentukan dana cadangan dan pemberian pinjaman.
2.2.5 Ruang lingkup Keuangan Daerah Keuangan daerah meliputi semua hak dan kewajiban yang dinilai dengan uang yang berhubungan dengan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut mempunyai keterbatasan di dalam ruang geraknya juga mengenai
kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dapat dibagi menjadi : 1.
keuangan yang dipisahkan pengurusnya adalah keuangan daerah yang cara pengelolaannya berdasarkan hukum publik dan hukum perdata. Kekayan ini tidak dikelola langsung oleh pemerintah tetapi diserahkan kepada lembaga - lembaga / badan hukum.
2.
keuangan daerah yang langsung dikelola oleh pemerintah daerah yaitu pemerintah daerah secara aktif menangani segala aspek penerimaan dan pengeluaran daerah. Sebagai kegiatan yang nyata dari pengurusan yang langsung ini adalah kegiatan pemerintah dalam bidang APBD serta pengelolaan barang-barang milik daerah. Ruang lingkup keuangan daerah adalah segala unsur-unsur
keuangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah secara keseluruhan. Ruang lingkup yang dimaksud adalah : 1.
Kekayaan daerah yang langsung oleh Pemerintah Daerah sesuai otonomnya masing-masing serta berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas, wewenang, dan tanggungjawab baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang pembangunan.
2.
Kekayaan milik daerah yang dipisahkan, yaitu seluruh uang dan barang yang pengurusannya tidak dimasukan kedalam APBD tetapi diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
2.3
Efektifvitas Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam melaksanakan kegiatannya suatu pemerintahan mempunyai tujuan
atau target yang hendak dicapai dari anggaran yang telah dibuat setiap tahunnya. Tujuan suatu organisasi yang hendak dicapai itu sangat penting di dalam menentukan jalannya roda pemerintahan. Adapun pengertian Efektivitas menurut Mardiasmo dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Sektor Publik” (2002;132) adalah sebagai berikut:
“Efektivitas adalah hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan.”
Selain itu dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 disebutkan bahwa efektifitas adalah: “Tingkat pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan.” Dari pengertian di atas adalah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan efektivitas adalah derajat keberhasilan suatu organisasi dalam atau sampai sejauh mana organisasi telah mencapai tujuan dari kegiatan yang telah direncanakan sebelum. Pengukuran efektivitas dapat dilihat dari ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan atau yang telah dianggarkan untuk mencapai tujuan tersebut, tetapi efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan talah mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan prinsip-prinsip pengeluaran anggaran, maka efektivitas itu adalah: 1.
Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan.
2.
Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program atau kegiatan, serta fungsi setiap dinas atau lembaganya atau satuan kerja.
3.
Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan potensi nasional.
Oleh karena itu, apakah pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah telah mencapai tujuan yang diinginkan, apabila telah mencapai tujuannya maka Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dalam melakukan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah telah berjalan dengan efektif.
2.3.1 Konsep Dasar Pengelolaan Keuangan Daerah Didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa keuangan daerah adalah: “Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”
Agar keuangan daerah ini dapat dipergunakan dengan baik maka diperlukan pengelolaan keuangan daerah yang baik. Adapun pengertian pengelolaan keuangan daerah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 adalah: “Keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.”
Sistem pengelolaan keuangan daerah terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut: a.
Pengelolaan (optimalisasi dan/atau penyeimbangan) seluruh sembersumber yang mampu memberikan penerimaan, pendapatan dan atau penghematan yang mungkin dilakukan.
b.
Ditetapkan oleh badan Eksekutif dan badan Legislatif, dilaksanakan oleh badan Eksekutif, serta diawasi oleh Badan Legislatif dan seluruh komponen masyarakat daerah.
c.
Diarahkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakatnya.
d.
Didasari oleh prinsip-prinsip ekonomi, efisien, dan efektif.
e.
Dokumentasi, transparansi, dan akuntabilitas. (Abdul Halim, 2004;68)
Objek pengelolaan keuangan daerah adalah sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Pada sisi penerimaan, daerah dapat melakukan dua hal, yaitu: pertama
mobilisasi
sumber-sumber
penerimaan
konvensional
melalui
intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah serta optimalisasi pinjaman daerah dan laba BUMD. Kedua, daerah dapat melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan baru, yaitu penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan. Sedangkan dari sisi pengeluaran, daerah harus dapat melakukan redefinisi proses penganggaran. Selain untuk memungkinkan adanya perbaikan pada tingkat ekonomis,
efisiensi,
dan
efektivitas
setiap
kegiatan
pemerintahan
(penghematan anggaran seperti yang dihasilkan oleh standar analisa belanja), redefinisi anggaran harus juga mampu menanyakan apakah suatu layanan publik masih harus diproduksi sendiri oleh Pemerintah Daerah atau cukup disediakan oleh pemerintah daerah dengan cara kemitraan atau privatisasi. Prinsip pengeluaran daerah adalah meliputi Akuntabilitas. Akuntabilitas pengeluaran daerah adalah kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan penerimaan dan penggunaan uang publik kepada pihak yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut, yaitu DPRD dan masyarakat luas. Prinsip-prinsip akuntabilitas keuangan daerah meliputi: 1.
Adanya sistem akuntansi dan sistem anggaran yang dapat menjamin bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang belaku.
2.
Pengeluara daerah yang dilakukan berorientasi pada pencapaian visi, misi, tujuan, dan hasil (manfaat) yang akan dicapai.
2.3.1.1 Penyusunan Anggaran Daerah Dalam pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah membuat suatu rencana yang dituangkan dalam bentuk anggaran. Mardiasmo (2002; 61) menyebutkan pengertian anggaran adalah :
“Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.”
Sedangkan Revrisond Baswir (2005; 25) mengemukakan definisi anggaran sebagai berikut : “Anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk satu periode dimasa yang akan datang.”
Waluyo (2007; 14) juga menyebutkan anggaran adalah : “Rencana kegiatan keuangan yang berisi perkiraan belanja dalam satu periode dan sumber pendapatannya.”
Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Atas dasar tersebut, penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma-norma dan prinsip anggaran sebagai berikut: 1.
Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab. Mengingat anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggung jawab pemerintah mensejahterakan masyarakat, maka APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. 2.
Disiplin Anggaran
Anggaran yang disusun harus berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan. 3.
Keadilan Anggaran
Pembiayaan pemerintah dapat dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat, untuk itu Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan. 4.
Efisien dan Efektivitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat.
5.
Format Anggaran Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran defisit (defisit budget format) APBD disusun dengan pendekatan kinerja, memuat hal-hal sebagai
berikut: -
Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.
-
Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen
kegiatan yang bersangkutan. -
Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum,
belanja operasi dan pemeliharaan, belanja modal/pembangunan.
2.3.1.2 Realisasi Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah pada hakekatnya merupakan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang meliputi beberapa kegiatan yakni sebagai berikut: 1.
Penyusunan Rancangan APBD (RAPBD)
2.
Pengesahan APBD
3.
Pelaksanaan APBD Dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD tersebut hendaknya
berpegang teguh pada beberapa prinsip, yaitu: 1.
Berpegang teguh pada prinsip APBD
2.
Tetap berpegang teguh pada kebijaksanaan anggaran
3.
Melaksanakan tertib anggaran
4.
Pelaksanaan anggaran yang terpola dan terarah.
2.3.2 Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah Kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta potensi daerah dengan berpedoman pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah antara lain adalah sebagai berikut: a.
Dalam mengalokasikan anggaran baik rutin maupun pembangunan senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip anggaran berimbang dan dinamis serta efisien dan efektif dalam meningkatkan produktivitas.
b.
Anggaran rutin diarahkan untuk menunjang kelancaran tugas pemerintahan dan pembangunan.
c.
Anggaran pembangunan diarahkan untuk meningkatkan sektor-sektor secara berkesinambungan dalam mendukung penyempurnaan maupun memperbaiki sarana dan prasarana yang dapat menunjang peningkatan pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan skala prioritas.
2.3.3 Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah Tujuan utama pengelolaan keuangan daerah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 dapat diringkaskan sebagai berikut: 1.
Tanggungjawab Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga atau orang, termasuk pemerintah pusat, DPRD, kepala daerah, dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalam tanggungjawab mencakup keabsahan dan pengawasan.
2.
Mampu memenuhi kewajiban keuangan
Keuangan daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, jangka pendek dan jangka panjang (termasuk pinjaman jangka panjang). 3.
Kejujuran Pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga kesempatan untuk korupsi dapat diminimalkan.
4.
Hasil Guna Tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk