BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dewasa ini perkembangan informasi dan teknologi komunikasi mengalami kemajuan yang pesat.Hal ini ditandai dengan adanya kemudahan bagi khalayak luas untuk mengakses informasi melalui berbagai media komunikasi. Kemajuan dan kecanggihan media komunikasi yang diciptakan itulah yang membuat proses komunikasi berjalan dengan semakin lancar. Menurut Effendy (1984:11), proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan (pesan) oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Media komunikasi, sebagai salah satu instrumen (channel) komunikasi memiliki posisi strategis. Instrumen (channel) ini memiliki fungsi yang mendasar ketika proses komunikasi berlangsung. Komunikasi yang menggunakan media massa lazim kita sebut sebagai komunikasi massa. Secara kongkret, Bittner (dalam Rakhmat, 2005:188) merumuskan definisi komunikasi massa,
“mass communication is messages
communicated through a mass medium to large number of people“ (komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Sedangkan menurut Rakhmat (2001:189), komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Ciri-ciri dari komunikasi massa meliputi (Effendy, 1984:20) : 1.
komunikasi massa berlangsung satu arah
2.
komunikator pada komunikasi massa melembaga
3.
pesan pada komunikasi massa bersifat umum
4.
media komunikasi massa menimbulkan keserempakan
5.
komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.
9
Idealisme yang melekat pada pers dijabarkan dalam pelaksanaan fungsinya, selain menyiarkan informasi juga mendidik, menghibur dan mempengaruhi (Effendy & Onong Ucjhana,2006 : 149-150). Namun sekarang ini, khalayak merupakan seseorang yang aktif dan dinamis, keberadaan institusi media sebagai sumber informasi tidak lagi dominan. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya (Nurudin, 2007:192). Khalayak memiliki otoritas personal untuk menentukan media apa yang dapat dikonsumsi untuk pemenuhan kebutuhannya (motivasi). Karlinger (dalam Sugiyono 2005:41) mengemukakan bahwa, teori adalah seperangkat konstruk atau definisi dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variable, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.Sepertihalnya yang telah dikatakan oleh Cooper dan Schindler (dalam Sugiyono 2005:41) mengatakan, teori adalah generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik. 2.1. Televisi Sebagai Media Massa Televisi sebagai media massatelevisi atau yang sering disebut TV merupakan salah satu media massa yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar.Televisi berasal dari kata tele (jauh) dan vision (tampak), jadi televisi berarti tampak atau dapat dilihat dari jauh. Dalam Oxford Learner‟s Dictionary menyebutkan, Television is system of sending and receiving pictures and sounds over a distance by radio waves (televisi adalah sistem pengiriman dan penerimaan visual dan audio dalam suatu jarak tertentu melalui gelombang radio). Secara sederhana kita dapat mendefinisikan televisi sebagai media massa yang menampilkan siaran berupa gambar dan suara dari jarak jauh. Sebagai media massa, televisi merupakan sarana komunikasi massa. Komunikasi massa sendiri mempunyai definisi sederhana seperti yang dikemukakan Bittner (dalam Rakhmat,2005:188) “Mass communication is message communicated through a 10
mass medium to a large of people” (komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Ini berarti antara televisi dan komunikasi massa yang menyangkut khalayak banyak sangat berkaitan satu sama lain.Kemampuan televisi tidak dapat diwujudkan oleh media lain sebelumnya sehingga televisi menjadi medium pembenaran mendekati kaidah ilmiah telah terjawab melalui medium yang absurd, maya, dan juga penuh dengan kebohongan. Sebelumnya orang tak membayangkan kalau ia bisa bersahabat dengan medium yang naïf seperti televisi ini, tetapi nyatanya televisi telah menjadi sahabat baru berjuta-juta manusia di bumi dengan segala sajian hiburan, pengetahuan, dan juga kadang fitnah. Televisi memproduksi sifat dan kemampuan yang ada pada semua manusia, dalam interaksi dengan manusia lain (Bungin, 2001:79). 2.2. Televisi Sebagai Media Pendidikan Televisi selain sebagai media hiburan dan informasi juga dapat digunakan sebagai media pendidikan.Hal ini dikarenakan,televisi mempunyai karakteristik tersendiri yang tidak bisa dimiliki oleh media massa lainnya. Karakteristik audio visual yang lebih dirasakan perannya dalam mempengaruhi khalayak, sehingga dapat dimanfaatkan oleh negara dalam menyukseskan pembangunan dalam bidang pendidikan melalui program televisi sebagai sarana pendukung.Persuasi serta provokasi acara televisi memang mudah sekali membuat penontonnya bereaksi.Apalagi komunikasi yang terbentuk oleh televisi dan penontonnya adalah komunikasi satu arah.Sehingga komunikator atau dalam hal ini misalnya penyiar berita, tak bisa berkomunikasi secara langsung dengan komunikan atau penonton.Sehingga tidak terjadi komunikasi efektif seperti halnya dalam komunikasi intrapersonal.Situasi komunikator yang demikian, menunjukkan bahwa
komunikasi
melalui
media massa,
komunikator
tidak
mampu
mengendalikan arus informasi, karena komunikan tidak dapat interupsi untuk menanyakan/menyanggah informasi yang disampaikan. Sebaliknya komunikator juga tidak mengetahui reaksi dari komunikan saat komunikasi sedang berlangsung.Baru
beberapa
waktu
kemudian
11
reaksi
dari
komunikannya
diketahuinya.Itu pun masih harus dilakukan dengan melakukan penelitian secara mendalam. Umpan balik dalam suatu proses komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting, yaitu sebagai bahan masukan yang diperlukan untuk penyempurnaan siaran pada masa mendatang (Darwanto, 2007:47).Yang lebih dikhawatirkan adalah jika hal ini terjadi pada anak-anak.Mereka yang masih polos relatif lebih mudah terpengaruh oleh siaran televisi. Anak-anak biasanya mudah terpengaruh dan menurut pada apa yang mereka dapat dari siaran televisi. Malah kadang mereka lebih percaya pada televisi ketimbang pada nasihat orang tua atau orang di sekitar mereka.Hal ini tentu harus diwaspadai karena dapat berakibat fatal jika terus dibiarkan. Menurut Patricia Marks Greenfield yang ditulis dalam buku Mind and Media, diungkapkan bahwa media sebagai pembawa pesan bersifat “netral”. Artinya dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap penontonnya, khususnya anak-anak, bukan bersumber pada medianya, melainkan bagaimana memanfaatkan media tersebut.Dengan demikian, peran orang tua sangat dominan terhadap adanya pengaruh positif maupun negatif terhadap anakanak itu (Darwanto, 2007: 121). 2.3. Teori Kultivasi 2.3.1. Asumsi Dasar Teori Kultivasi Teori kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh Professor George Gerbner, seorang Dekan Emiritus dari Annenberg School for Communication di Universitas Pensylvania. Asumsi mendasar dari teori kultivasi adalah terpaan media yang terus-menerus akan memberikan gambaran dan pengaruh pada persepsi pemirsanya. Teori kultivasi dalam bentuknya yang paling mendasar, percaya bahwa televisi bertanggung jawab dalam membentuk, atau mendoktrin
konsepsi
pemirsanya
disekelilingnya.Pengaruh-pengaruh simultan,
terus-menerus,
secara
mengenai dari
realitas
televisi
tersamar
yang
telah
sosial
yang
berlangsung membentuk
ada secara
persepsi
individu/audiens dalam memahami realitas sosial. Lebih jauh lagi hal tersebut akan mempengaruhi budaya kita secara keseluruhan.
12
Hipotesis umum dari analisis teori kultivasi adalah orang yang lebih lama „hidup‟ dalam dunia televisi (heavy viewer) akan cenderung melihat dunia nyata seperti gambaran, nilai-nilai, potret, dan ideology yang muncul pada layar televisi. (J. Bryant and D. Zillman (Eds), 2002). Hipotesis ini menjelaskan bahwa realitas sama dengan yang ada di televisi. Dalam riset proyek indikator budaya (cultural indicator research project) terdapat lima asumsi yang dikaji Gerbner dan koleganya (Baran, 2003 : 324325). 1. Televisi secara esensial dan fundamental berbeda dari bentuk media massa lainnya. Televisi tidak menuntut melek huruf seperti pada media suratkabar, majalah dan buku.Televisi bebas biaya, sekaligus menarik karena kombinasi gambar dan suara. 2. Medium televisi menjadi the central cultural arm masyarakat Amerika, karena menjadi sumber sajian hiburan dan informasi. 3. Persepsi seseorang akibat televisi memunculkan sikap dan opini yang spesifik tentang fakta kehidupan. Karena kebanyakan stasiun televisi mempunyai target khalayak sama, dan bergantung pada bentuk pengulangan program acara dan cerita (drama). 4. Fungsi utama televisi adalah untuk medium sosialisasi dan enkulturasi melalui isi tayangannya (berita, drama, iklan) sehingga pemahaman akan televisi bisa menjadi sebuah pandangan ritual/berbagi pengalaman daripada hanya sebagai medium transmisi. 5. Observasi, pengukuran, dan kontribusi televisi kepada budaya relatif kecil, namun demikian dampaknya signifikan. Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama dimana para pemirsa televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungannya. Dengan kata lain, persepsi apa yang terbangun di benak Anda tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Ini artinya, melalui kontak Anda dengan televisi, Anda belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasannya.
13
2.3.2. Konsep Teori Kultivasi Televisi mempunyai kemampuan untuk menggambarkan apa yang terjadi, apa yang penting dalam berbagai kejadian, dan menjelaskan hubungan-hubungan serta makna yang ada di antara kejadian-kejadian itu. Dengan cara itu, televisi begitu pula media massa lainnya- membentuk lingkungan simbolis. Televisi berfungsi menanamkan ideologi.Usaha untuk menganalisa akibatakibat penanaman ideologi oleh televisi inilah yang disebut dengan cultivation analysis. Misalnya, diduga bahwa makin sering seseorang menonton televisi, makin mirip persepsinya tentang realitas sosial dengan apa yang disajikan dalam televisi. Gerbner
mengemukakan
konsep
mainstreaming
dan
resonance.Mainstreaming artinya mengikuti arus.Mainstreaming dimaksudkan sebagai kesamaan di antara penonton berat (heavy viewers) pada berbagai kelompok demografis, dan perbedaan dari kesamaan itu pada penonton ringan (light viewers). Bila televisi sering kali menyajikan adegan kekerasan, maka penonton berat akan melihat dunia ini dipenuhi kekerasan. Sementara itu, penonton ringan akan melihat dunia tidak sesuram seperti yang dipersepsikan penonton berat. Bila yang disajikan televisi itu ternyata juga cocok dengan apa yang disaksikan pemirsanya di lingkungannya, daya penanaman ideologi dari televisi ini makin kuat. Ini disebut Gerbner sebagai resonance. Penonton televisi yang tinggal di daerah yang penuh kejahatan akan makin yakin bahwa dunia yang disajikan televisi adalah dunia yang sebenarnya. Pembahasan mengenai mainstreaming dan resonance akan dibahas lebih lanjut pada penjelasan teori kultivasi. Menurut teori kultivasi, media, khususnya televisi, merupakan sarana utama kita untuk belajar tentang masyarakat dan kultur kita. Melalui kontak kita dengan televisi (dan media lain), kita belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilainilainya serta adat kebiasaanya.
14
2.3.3. Penjelasan Teori Kultivasi Penelitian kultivasi termasuk kedalam tradisi efek media dalam ilmu komunikasi. Para pakar teori ini berpendapat bahwa televisi memiliki efek yang relatif kecil akan tetapi sifatnya yang simultan maka ia memiliki efek yang memanjang, memiliki efek yang gradual, tidak secara langsung mempengaruhi akan tetapi berjalan secara kumulatif dan efek yang cukup signifikan. Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen sosalisasi dan menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada apa yang mereka lihat sesungguhnya. Gerbner dan kawan-kawannya melihat bahwa film drama yang disajikan di televisi mempunyai sedikit pengaruh tetapi sangat penting di dalam mengubah sikap, kepercayaan, pandangan penonton yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan dan memperkuat ide-ide dan nilai-nilai yang telah terbentuk sebelumnya di dalam masyarakat atau budaya yang telah terbentuk. Media mempertahankan dan menyebarluaskan nilainilai tersebut diantara anggota-anggota kebudayaan tersebut, dan mengikatnya menjadi sebuah kesatuan.Gerbner menyebutnya sebagai efek "mainstreaming" atau efek yang tendensius.Mainstreaming dalam analisis kultivasi terjadi pada pecandu berat televisi (menonton lebih dari 4 jam sehari) yang mana simbolsimbol televisi telah memonopoli dan mendominasi sumber informasi dan gagasan tentang dunia. Para pakar teori ini memisahkan antara efek pertama "first order" dan efek kedua "second order". Efek pertama yakni mengenai keyakinan-keyakinan yang bersifat umum mengenai fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (efek pada ranah kognisi).Dalam konsep teori kultivasi mencerminkan adanya kategorisasi audiens kedalam dua jenis penikmat televisi, yakni "penonton berat/pecandu televisi" dan "penonton ringan".Pecandu berat televisi (heavy viewers), yakni pecandu berat televisi yang seakan-akan dia lebih terpengaruh atau lebih percaya kepada realitas yang dibentuk oleh media dibandingkan dengan kepercayaannya terhadap realitas yang dia alami sendiri secara langsung.Kategori
15
penonton kedua mungkin memiliki lebih banyak sumber informasi dari pada kategori penonton yang pertama. Resonansi (Resonance) menjelaskan efek intensif yang kemudian akan diterima oleh audiens tentang apa yang mereka lihat di televisi adalah merupakan apa yang telah mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Resonance terjadi ketika pemirsa melihat sesuatu di televisi yang sama dengan realitas kehidupan mereka sendiri. Televisi tidak sekadar memberikan pengetahuan, atau melaporkan realitas peristiwa.Lebih dari itu, televisi berhasil menanamkan realitas bentukannya ke benak pemirsa. Sehingga menurut Perse (2001:215) efek dominan kultivasi kekerasan televisi pada individu adalah pada kognitif (meyakini tentang realitas sosial) dan afektif (takut akan kejahatan). Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu. Dengan kata lain, media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu meyakininya. Jadi, para pecandu televisi itu akan punya kecenderungan sikap yang sama satu sama lain. Televisi, sebagaimana yang pernah dicermati oleh Gerbner, dianggap sebagai pendominasi “lingkungan simbolik” kita.Sebagaimana menurut McQuail dan Windahl (1993), teori kultivasi menganggap bahwa televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri.Gerbner (meminjam istilah Bandura) juga berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan. Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jadi, kekerasan yang ditayangkan di televisi dianggap sebagai kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini. Tuduhan munculnya kejahatan di dalam masyarakat kadang-kadang disebut dengan “sindrome dunia makna (mean world syndrome)”.Bagi para pecandu berat televisi, dunia ini cenderung dipercaya sebagai tempat yang buruk dari pada mereka yang tidak termasuk pecandu berat televisi.Efek kultivasi memberikan kesan bahwa televisi mempunyai dampak yang sangat kuat pada diri
16
individu. Bahkan, mereka itu menganggap bahwa lingkungan di sekitarnya sama seperti yang tergambar dalam televisi. 2.4.Penelitian Terdahulu Peran iklan politik televisi terhadap sikap memilih pemilih pemula dalam pilpres 2009, oleh Losiana Matilda Sir. Tujuan penelitian : 1. Menggambarkan pola iklan politik capres-cawapres yang ditayangkan di TV selama menjelang pilpres 2009, 2. Menggambarkan opini pemilih pemula mahasiswa UKSW mengenai iklan politik TV capres – cawapres menjelang pilpres 2009, 3. Menjelaskan peran iklan politik TV capres-cawapres terhadap sikap memilih ( khususnya dalam pengambilan keputusan ) pemilih pemula mahasiswa UKSW dalam pilpres 2009. Hasil penelitian : 1. Pola iklan politik televisi caprescawapres 2009. Pola iklan dari tiap – tiap pasangan capres-cawapres 2009 yang menonjol adalah unsure copy text/ jingle/ jargon/ dan nomor urut dalam pemilu, 2. Opini pemilih pemula terhadap iklan politik dipengaruhi oleh faktor informative dan creative iklan, selain informan yang tertarik dengan iklan politik informan yang tidak tertarik dikarenakan oleh faktor janji yang berlebihan yang diberikan, over expose, adanya persaingan yang tidak sehat oleh capres-cawapres dalam iklan politiknya dan ketertarikan mereka terhadap hal – hal yang berhubungan dengan politik, 3. Peran iklan TV terhadap sikap memilih pemilih pemula mahasiswa UKSW adalah sebagai sarana pemantapan/ peneguhan pilihan mereka terhadap satu pasangan capres-cawapres 2009. Penelitian mengenai Perilaku Pemilih Pemula Maasiswa Dalam Pemilu Presiden 2009 , oleh : Hilda Hosiana Prameswari. Tujuan penelitian : 1. Menggambarkan perilaku pemilih dari pemilih pemula mahasiswa dalam pemilu presiden 2009, 2. Menggambarkan perbedaan faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih pemula dibanding dengan perilaku pemilih yang diungkapkan oleh Firman dan Nurzal. Hasil penelitian : 1. Perilaku pemilih pemula yaitu adalanya kesamaan ideology, personal event, orientasi policy, problem solving, candidate personality (citra kandidat), sosial imagery (citra sosial), current events, lingkungan, pengalaman dengan kandidat, visi dan misi kandidat, money politik (politik uang). 2. Perbedaan faktor dilihat dari pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis. Berdasarkan peneilitan –
17
penelitian diatas Penulis akan melakukan penelitian mengenai Dampak Media Massa Televisi Dalam Mempengaruhi Perspektif dan Sikap Memilih Pemilih Pemula dalam Pemilu 2014. Dengan tujuan 1.melihat dampak media massa televisi terhadap perspektif dan sikap memilih pemilih pemula,2. Menjelaskan faktor – faktor apa saja yang memperngaruhi perspektif dan sikap memilih pemilih pemula. Perbedaan dari penelitian – penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini penulis ingin melihat dampak media massa (mengenai pemberitaan – pemberitaan politik maupun iklan – iklan politik menjelang pemilu 2014), yang kemudian menjadi dasar untuk pernyataan kurang pendidikan politik atau sudah cukup pendidikan politik terhadap pemilih pemula khususnya siswa-siswi SMA di Salatiga.
18
2.5. Kerangka Pikir Penelitian
Peran Media Massa : tentang pemberitaan Metro TV dan TV One tentang PEMILU 2014
Pemilih Pemula Siswa – siswi SMA N 1 Salatiga
Teori kultivasi
Heavy viewers Afektif Kognitif Behavioral
Light viewers Afektif Kognitif Behavioral
Perspektif dan sikap memilih pemilih Pemula
19