BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi dan Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsifungsi manajemen itu. Jadi manajemen itu suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Ada beberapa definisi tentang manajemen pada umumnya, walaupun definisi itu beragam bunyinya, tetapi pada pokoknya unsur-unsur yang ada didalamnya adalah sama diantaranya adalah : Hasibuan (2010 : 2) mengatakan bahwa Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Handoko(2009:8) mengatakan
manajemen
adalah
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sedangkan Gullick (2009 : 11) yang dikemukakan oleh Handoko dalam bukunya Manajemen, mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. Definisi di atas menjelaskan manajemen adalah usaha mencapai tujuan tertentu melaluai kegiatan orang-orang. Dalam definisi ini manajemen menitik-beratkan pada usaha memanfaatkan orang lain dalam pencapaian tujuan tersebut, maka orang-orang dalam organisasi harus jelas wewenang, tugas dan tanggung jawab pekerjaannya.
11
12
2.1.1 Fungsi Manajemen Menurut Handoko (2009 : 23) fungsi manajemen terdiri dari planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. 1. Planning Rencana-rencana
yang
dibutuhkan
untuk
memberikan
kepada
organisasi, tujuan-tujuannya, dan menetapkan prosedur terbaik untuk pencapaian tujuan-tujuan itu. 2. Organizing Setelah para manajer menetapkan tujuan-tujuan dan menyusun rencana-rencana atau program-program untuk mencapainya, maka mereka perlu merancang dan mengembangkan suatu organisasi yang akan dapat melaksanakan berbagai program tersebut secara sukses. 3. Staffing Staffing adalah penarikan (recruitment), latihan dan pengembangan, serta penempatan dan pemberian orientasi para karyawan dalam lingkungan kerjayang menguntungkan dan produktif. 4. Leading Sesudah
rencana
dibuat,
organisasi
dibentuk
dan
disusun
personalianya, langkah berikutnya adalah menugaskan karyawan untuk bergerak menuju tujuan yang telah ditentukan. 5. Controlling Semua fungsi terdahulu tidak akan efektif tanpa fungsi pengawasan (controlling). Pengawasan (controlling) adalah penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
2.2
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Adapun pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia, penulis kutip dari beberapa para ahli sebagai berikut :
13
Ranupanojo dan Husnan (dalam permadi 2008 : 10) mengemukakan bahwa Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat. Hasibuan (2007 : 10) menjelaskan manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efesien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Manulang (dalam Permadi 2008 : 11) mengemukakan bahwa Manajemen personalia adalah seni dan ilmu memperoleh, memajukan dan memanfaatkan tenaga kerja, sehingga tujuan organisasi dapat direalisir secara daya guna sekaligus adanya penggairahan bekerja dan para pekerja. Sedangkan menurut Flippo yang dituangkan oleh Hasibuan (2007 : 11) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia, adalah: “Personnel
management
is the planning, organizing, directting,
integration, maintenance, and separation of human resources to the end that individual, organizational and societal objectives are accomplished”. Dari beberapa pengertian di atas maka Manajemen Personalia merupakan bagian dari manajemen yang menitik-beratkan kepada urusan kepegawaian atau seni mengatur dalam hal kepegawaian dengan melaksanakan proses pencapaian, pelaksanaan dan pengontrolan yang berhubungan dengan mendapatkan, mengembangkan, memelihara dan memanfaatkan. Ini berarti meliputi kegiatan mulai dari penentuan, penarikan, menseleksi, menempatkan, mendidik dan melatih, memberikan balas jasa sampai kepada memotivasi para pegawai untuk mendapatkan kepuasan kerja sehingga menimbulkan semangat kerja yang tinggi terhadap para pegawai dalam pencapaian tujuan. Dalam perkataan lain manajemen personalia menyangkut usaha penciptaan kondisi pekerjaan yang lebih baik serta hubungan kemanusiaan yang layak sehingga tujuan perusahaan, pegawai dan masyarakat dapat terwujud.
14
2.2.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Penyelenggaraan manajemen sumberdaya manusia mengandung beberapa macam kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memperoleh gambaran kerja tentang pembagian kerja/fungsi dan aktivitas manajemen personalia, sebagaimana pendapat beberapa para ahli, yang diantaranya : Flippo (Dalam Permadi 2008 : 12), mengemukakan bahwa fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah sebagai berikut : 1. Managerial Function a. Planning (Perencanaan) b. Organizing (Pengorganisasian) c. Directing (Pengarahan) d. Controlling (Pengendalian) 2. Operative Function a. Procurement (pengadaan) b. Development (Pengembangan) c. Compensation (Pengaturan Balas Jasa) d. Integration (Integrasi) e. Maintenance (Pemeliharaan) f. Separation (Pemberhentian) Penerapan dari fungsi manajerial tersebut dalam manajemen personalia dapat diuraikan sebagai berikut : a. Planning Untuk manajer personalia perencanaan berarti bahwa menentukan lebih dulu program personalia yang akan membantu pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. b. Organizing Setelah apa yang akan dilakukan telah diputuskan, maka perlu dibuat organisasi untuk melaksanakannya. Jika perusahaan telah menentukan fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh karyawan, maka manajer personalia haruslah membentuk organisasi dengan merancang susunan
15
dari berbagai hubungan antara jabatan, personalia dan faktor-faktor fisik. c. Directing Kalau kita sudah punya rencana tersebut, maka sudah selayaknya kalau fungsi selanjutnya adalah melaksanakan pekerjaan tersebut. Berarti mengusahakan agar karyawan mau bekerja sama secara efektif. d. Controlling Setelah fungsi-fungsi personalia dilaksanakan maka fungsi selanjutnya yang harus dilaksanakan adalah pengawasan, yaitu mengamati dan membandingkan pelaksanaan dengan rencana dan mengoreksinya apabila terjadi penyimpangan, atau jika perlu menyesuaikan kembali dengan rencana yang telah dibuat. Selanjutnya penerapan dari fungsi operatif dalam manajemen personalia dapat diuraikan sebagai berikut : a. Procurement Fungsi ini bertujuan untuk memperoleh jumlah dan jenis karyawan yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam fungsi ini tercakup penentuan bahan tenaga kerja dan penarikannya, seleksi dan penempatannya. b. Development Setelah
pegawai
diperoleh,
maka
tugas
selanjutnya
adalah
meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta kecakapannya melalui pendidikan dan latihan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan sebaik mungkin. Kegiatan ini menjadi penting sehubungan dengan perkembangan teknologi dan makin kompleksnya tugas manajer. c. Compensation Fungsi ini dirumuskan sebagai pemberian balas jasa atau imbalan yang memadai dan layak kepada karyawan dengan kontribusi yang telah mereka berikan kepada perusahaan.
16
d. Integration Integrasi merupakan suatu tindakan yang menyangkut penyesuaian keinginan dari para pegawai dengan keinginan organisasi, untuk itu para
manajer
perlu
mempertimbangkan
memahami dalam
sikap
pembuatan
dari
karyawan
berbagai
untuk
kebijaksanaan
organisasi. e. Maintenance Fungsi ini bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi-kondisi yang telah ada, yang meliputi pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja serta komunikasi dengan pegawai. f. Separation Merupakan fungsi terakhir, jika pada fungsi operasional yang pertama, perusahaan berusaha untuk memperoleh/menarik tenaga kerja maka fungsi terakhir untuk meningkatkan efektivitas kerja karyawan diperlukan penyempurnaan dalam pelaksanaan tugas, apabila tindakan-tindakan lain dalam penyempurnaan tugas tidak efektif, maka pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan jalan terakhir setelah sebelumnya diberi surat peringatan terlebih dahulu, yang pada akhirnya perusahaan harus mengembalikannya lagi ke dalam kondisi yang sebaik mungkin. 2.3
Corporate social responsibility
2.3.1 Definisi CSR Corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar, walau definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi. Definisi CSR (Corporate social responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
17
Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate social responsibility
(CSR)
merupakan
fenomena
strategi
perusahaan
yang
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan Stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Berikut definisi CSR menurut beberapa ahli: 1. Lawrence, Weber and Post dalam Kartini (2009:2) ‘’CSR means that a corporation should be held accountable for any of its actions that affect people, their communities, and their environment.’’ 2. The World Business Council for Suistanable Development dalam Rahman (2009:10) mengemukakan bahwa ‘’CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi
dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup’’.
‘’Corporate social responsibility
adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan
tanggung
jawab
social
perusahaan
dan
menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan’’ 3. Kotler dan Lee dalam Solihin ( 2009:5 ) ‘’Corporate social responsibility is a commitment to improve
community well being trough discretionary bussines practices and contribution of corporate resources’’.
18
Berdasarkan definisi yang telah di ungkapkan oleh beberapa pakar diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) ini merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan perusahaan untuk menjaga kelangsungan usahanya di masa depan.
2.3.2 Standarisasi Pelaksanaan CSR di Indonesia Di Indonesia, CSR semakin menguat setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007, dimana dalam pasal 74 antara lain diatur bahwa : 1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. 2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. 3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2007)
paragraf
sembilan
secara
implisit
menyarankan
untuk
mengungkapkan tanggung jawab akan masalah sosial sebagai berikut : “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri di mana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.
19
PSAK tersebut tidak secara tegas mengharuskan perusahaan untuk melaporkan tanggung jawab sosial mereka.Pengelompokan, pengukuran dan pelaporan juga belum diatur, jadi untuk pelaporan tanggung jawab sosial diserahkan pada masing-masing perusahaan.
2.3.3 Komponen Corporate social responsibility Carrol dalam Solihin (2009:21) menjelaskan komponen-komponen tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam empat kategori yaitu: 1. Economies responsibilities Tanggung jawab sosial utama perusahaan adalah tanggung jawab ekonomi karena lembaga bisnis terdiri atas aktivitas ekonomi yang mengahasilkan
barang
dan
jasa
bagi
masyarakat
secara
menguntungkan. 2. Legal responsibilities Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan menaati hukum dan peraturan yang berlaku dimana hukum dan peraturan tersebut pada hakikatnya dibuat oleh masyarakat melalui lembaga legislatif. 3. Ethical responsibilities Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis. Etika bisnis menunjukkan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai sebuah isu dimana penilaian ini merupakan pilhan terhadap nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat. 4. Discretionary responsibilities Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi mereka. Ekspektasi masyarakat tersebut dipenuhi oleh perusahaan melalui berbagai program yang bersifat filantropis.
2.3.4 Jenis-jenis Program CSR Kotler dan Lee dalam Solihin (2009:131) menyebutkan enam kategori program CSR. Pemilihan program alternatif CSR yang akan dilaksanakan oleh
20
perusahaan sangat bergantung kepada keenam jenis program tersebut adalah sebagai berikut: 1. Cause Promotions Dalam program ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah sosial atau untuk merndukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat, atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu. Berbagai benefit yang dapat diperoleh perusahaan dengan melaksanakan kegiatan Cause Promotions, menurut Kotler dan Lee adalah sebagai: a. Pelaksanaan Cause Promotions oleh perusahaan akan memperkuat positioning merek perusahaan. b. Pelaksanaan Cause Promotions dapat turut menciptakan jalan bagi ekspresi loyalitas konsumen terhadap suatu masalah sehingga bisa meningkatkan loyalitas konsumen terhadap perusahaan penyelenggara promosi. c. Memberikan peluang kepada para karyawan perusahaan untuk terlibat dalam suatu kegiatan sosial yang menjadi kepedulian mereka. d. Dapat menciptakan kerja sama antar perusahaan dengan pihak-pihak lain (misalnya media), sehingga memperbesar dampak pelaksanaan promosi. e. Dapat meningkatkan citra perusahaan, dimana citra perusahaan yang baik akan memberikan berbagai pengaruh positif lainnya, misalnya meningkatkan
kepuasan
dan
loyalitas
karyawan
yang
dapat
memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kinerja finansial perusahaan. 2. Cause Related Marketing. Dalam
program
ini,
perusahaan
memiliki
komitmen
untuk
menyumbangkan presentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka
21
waktu tertentu, serta untuk aktivitas derma tertentu. Aktivitas Cause Related Marketing (CRM) yang biasanya dilakukan oleh perusahaanperusahaan yaitu menyumbangkan sejumlah uang tertentu untuk setiap produk yang terjual. 3. Corporate Social Marketing.
Dalam program ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye
untuk
mengubah
perilaku
masyarakat
dengan
tujuan
meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan
hidup,
serta
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Kampanye Corporate Social Marketing (CSM) lebih banyak terfokus untuk mendorong perubahan perilaku yang berkaitan dengan beberapa isuisu kesehatan, perlindungan terhadap kecelakaan/kerugian, lingkungan, serta keterlibatan masyarakat. 4. Corporate Philanthropy
Dalam program ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai, paket bantuan, atau pelayanan secara cuma-cuma, Corporate Philanthropy biasanya berkaitan dengan berbagai kegiatan sosial yang dilaksanakan perusahaan, antara lain sebagai berikut: a. Program dalam bentuk sumbangan tunai. b. Program dalam bentuk hibah c. Program dalam bentuk penyediaan beasiswa d. Program dalam bentuk pemberian produk e. Program dalam bentuk pemberian layanan cuma-cuma f. Program dalam bentuk penyediaan keahlian teknis oleh karyawan perusahaan secara cuma-cuma. g. Program mengizinkan penggunaan fasilitas dan saluran distribusi yang dimiliki perusahaan untuk digunakan bagi kegiatan sosial. h. Program yang dilakukan perusahaan dengan cara menawarkan penggunaan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan
22
5. Community Voluntering. Dalam program ini, perusahaan mendukung serta mendorong para karyawan, para pemegang franchise atau rekan pedagang eceran untuk menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasiorganisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program. Bentuk dukungan yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya untuk melaksanakan program Community Volunteering adalah sebagai berikut: a. Memasyarakatkan etika perusahaan melalui komunikasi korporat yang akan mendorong karyawan untuk
menjadi
sukarelawan
bagi
komunitas. Komunikasi ini dapat pula dijadikan sarana agar karyawan mengetahui sumber daya perusahaan yang dapat digunakan untuk suatu peluang aktivitas sukarela. b. Menyarankan kegiatan sosial akan aktivitas amal tertentu yang biasa diikuti oleh para karyawan. Dalam kaitan ini, perusahaan akan menyediakan informasi yang rinci mengenai bagaimana keterlibatan para karyawan perusahaan dalam aktivitas tersebut berikut bentuk kegiatan sosial atau amal yang akan dilakukan. c. Mengorganisasi tim sukarelawan untuk suatu kegiatan sosial. d. Membantu para karyawan menemukan kegiatan sosial yang akan dilaksanakan
melaui
survey
ke
wilayah
yang
diperkirakan
membutuhkan bantuan sukarelawan, mencari informasi melaui situs web atau dalam beberapa kasus dengan menggunakan perangkat lunak (software) khusus yang akan melacak aktivitas sosial yang cocok dengan minat karyawan yang akan menjadi sukarelawan. e. Menyediakan waktu cuti dengan tanggungan perusahaan bagi karyawan yang bersedia menjadi tenaga relawan, dimana waktu cuti ini bervariasi dari hanya beberapa hari kerja sampai menggunakan waktu cuti satu tahun untuk melaksanakan kegiatan sukarela atas nama perusahaan.
23
f. Memberikan penghargaan dalam bentuk uang untuk jumlah jam yang digunakan karyawan tersebut sebagai sukarelawan. g. Memberikan penghormatan kepada para karyawan yang terlibat dalam kegiatan sukarela seperti memberitakan karyawan yang bersangkutan dalam majalah internal perusahaan. Penghormatan bisa juga dengan memberikan penghargaan seperti penyematan pin maupun pemberian plakat, atau memberi kesempatan kepada karyawan yang menjadi sukarelawan untuk memberikan presentasi pada pertemuan tingkat departemen maupun rapat tahunan . 6. Socially Responsible Business Practice (Community Development) Dalam program ini, perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang
mendukung
kegiatan
sosial
dengan
tujuan
meningkatkan
kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Komunitas dalam hal ini mencakup karyawan perusahaan, pemasok, distributor, serta organisasi-organisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat
secara
umum.
Sedangkan
yang
dimaksud
dengan
kesejahteraan mencakup di dalamnya aspek-aspek kesehatan, keselamatan, serta pemenuhan kebutuhan psikologis dan emosional. Beberapa aktivitas yang termasuk ke dalam socially responsible business practice, mencakup hal-hal berikut ini: a. Membuat fasilitas yang memenuhi bahkan melebihi tingkatan keamanan lingkungan dan keselamatan yang ditetapkan. b. Mengembangkan perbaikan proses produksi barang dan jasa seperti berbagai kegiatan untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dan mengurangi penggunaan bahan kimia dalam proses peningkatan pertumbuhan tanaman pangan. c. Menghentikan penawaran produk yang ditengarai membahayakan kesehatan manusia meskipun produk itu legal. d. Memilih pemasok berdasarkan kriteria kesediaan mereka menerapkan dan memelihara aktivitas sustainable development.
24
e. Memilih perusahaan manufaktur dan bahan kemasan yang paling ramah lingkungan dengan berbagai kriteria seperti: perusahaan tersebut memiliki tujuan mengurangi penggunaan sumber daya secara sia-sia, menggunakan sumber daya yang bisa di daur ulang serta mengurangi terjadinya pembuangan racun ke lingkungan. f. Melakukan pelaporan secara terbuka mengenai material produk yang digunakan berikut asal usulnya, potensi bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan produk serta berbagai informasi lain yang berguna bagi konsumen. g. Mengembangkan berbagai program untuk menunjang terciptanya kesejahteraan masyarakat.
2.4 Stakeholder 2.4.1 Pengertian Stakeholder Freeman dalam Solihin (2009:48) mendefinisikan Stakeholder sebagai berikut: “Setiap kelompok atau individu yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan”. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Freeman dapat dipahami bahwa stekeholder merupakan kelompok ataupun individu yang dapat mempengaruhi atau sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan, sehingga
secara eksplisit
dapat
disimpulkan bahwa
Stakeholder
dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup (going corncern) perusahaan. Pendapat lain tentang Stakeholder dikemukakan oleh Blair (1991:61) yaitu: “Stakeholder include those individuals, groups, and other organizations who have an interest in the actions of an organization who have ability to influence it “. Pengertian yang dikemukakan oleh Blair dapat diartikan bahwa Stakeholder sebagai sebuah kelompok atau individu yang memiliki kepentingan dan dapat pula mempengaruhi jalannya operasional perusahaan. Jika dicermati
25
secara substansial kedua pendapat diatas, memiliki orientasi konsep yang sama yaitu menyangkut masalah kelangsungan hidup (going corncern) perusahaan, teori Stakeholder secara filosofis menghubungkan faktor-faktor eksternal yang sangat berhubungan erat dengan pencapaian tujuan perusahaan.
2.4.2 Ruang lingkup Stakeholder Henriques (1999:89) mengemukakan beberapa ruang lingkup Stakeholder, yaitu: 1. Regulasi pemerintah (Governmental Regulation), yaitu peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah menjadi aspek penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Beberapa contoh yang termasuk dalam regulasi pemerintah ini adalah izin operasional perusahaan, analisis dan standar dampak lingungan, peraturan tentang tenaga kerja /perburuhan dan lainnya. 2. Kelompok
Masyarakat
(Community).
Kelompok
masyarakat
harus
diperhatikan, karena kelompok masyarakat adalah elemen konsumen yang akan mengkonsumsi hasil produksi dari perusahaan. Kelompok lain yang dapat dikategorikan bagian dari masyarakat adalah institusi pendidikan yang selalu merespons secara kajian akademis jika terjadi sesuatu hal di dunia usaha terutama yang merugikan masyarakat umum demi kepentingan dan tujuan kelompok tertentu. 3. Organisasi Lingkungan (Environmental Organization), dewasa ini telah menjadi salah satu kekuatan kontrol sosial yang dapat mengawasi aktifitas perusahaan. Orientasi organisasi lingkungan secara umum adalah menghindari eksploitasi yang berlebihan terhadap lingkungan hidup demi kepentingan perusahaan (profit). Aktifitas organisasi lingkungan dapat memobilisasi gerakan masyarakat dan opini terhadap aktifitas perusahaan, sehingga kepentingan organsisi tersebut jika tidak disikapi dengan bijaksana akan berbenturan dengan kepentingan perusahaan. 4. Media Massa (Mass media) dalam lingkungan bisnis saat ini memiliki peran yang sangat dominan dalam membentuk opini masyarakat terhadap suatu aktifitas perusahaan. Media menyediakan informasi bagi perusahaan dan dapat
26
pula sebagai alat publikasi dan sosialisasi yang digunakan oleh perusahaan untuk dapat membangun kepercayaan (image) publik tentang aktfitas-aktifitas sosial yang dijalankan perusahaan. Secara khusus perusahaan-perusahaan tidak pernah menghindari media massa jika terjadi informasi-informasi tentang aktifitas sosial dunia bisnis, tetapi selalu menyikapi sebagai suatu bukti bahwa perusahaan mempersepsikan peran media memang sangat penting dalam dunia usaha. Media dapat membentuk opini masyarakat terhadap perusahaan dan hal tersebut sangat berhubungan erat dengan kepentingan perusahaan, sehingga media juga salah satu kelompok yang menjadi Stakeholder. 2.5
Community development Community development merupakan suatu program / proyek yang
bertujuan
untuk
pengembangan
mempercepat kemandirian
penanggulangan
masyarakat
kemiskinan
melalui
peningkatan
berdasarkan kapasitas
masyarakat. Partisipasi dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pembangunan. Arthur Dunham seorang pakar Community development merumuskan definisi Community development itu”organized efforts to improvethe conditions of community life , and the capacity for community integration and selfdirection.Community development seeks to work primarity through the enlisment and organization of self-help and coprative efforts on the part of the residents of the community, but usually with technical assistance from goverment or voluntary organization.(arthur dunham 1958:3) Rumusan diatas menekankan bahwa pemabanguan masyarakat merupakan usaha-usaha yang terorganisasi yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat, dan memberdayakan masyarakat untuk mampu bersatu dan mengarahkan diri sendiri. Pembangunan masyarakat bekerja terutama melalui peningkatan dari organisasi-organisasi swadaya dan usaha bersama dari individuindividu di dalam masyarakat, akan tetapi biasanya dengan bantuan teknis baik dari pemerintahan maupun organisasi-organisasi sukarela.
27
Arthur
Dunham
membedakan
“Community
development”
dengan
“community organization” yaitu “Community development is concerned with economic life,roads,building,and education, as well health and welfare, in the narrower sense. On the other hand, community walfare organization is concerned with adjusment of social welfare need and resource in cities,states, an nations as in rural villages.” Jadi Community development lebih berkonotasi dengan pembangunan masyarakat desa sedangkan community organization identik dengan pembangunan masyarakat kota. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, Dunham menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat mencakup : 1) program terencana yang difokuskan pada seluruh kebutuhan masyarakat, 2) bantuan teknis, 3) berbagai keahlian yang terintegrasi untuk membantu masyarakat, 4) suatu penekanan utama atas self help dan partisipasi oleh masyarakat. Lebih lanjut Dunham dalam Adi (2003:218-219) mengemukakan bahwa dalam usaha menggambarkan pengembangan masyarakat, terdapat 5 (lima) prinsip dasar yang amat penting yaitu: 1. Penekanan pada pentingnya kesatuan kehidupan masyarakat dan hal yang terkait dengan hal tersebut. 2. Perlu adanya pendekatan antar tim dalam pengembangan masyarakat. 3. Kebutuhan akan adanya communiti worker yang serba bisa (multi purpose) pada wilayah pedesaan. 4. Pentingnya pemahaman kan pola budaya masyarakat lokal. 5. Adanya prinsip kemandirian yang menjadi prinsip utama dalam pengembangan masyarakat. Berdasarkan penelitian terhadap pelaksanaan program pengembangan masyarakat (Community development) di beberapa negara, Conyers (1984:179183) mengemukakan bahwa terdapat 2 (dua) tipe pengembangan masyarakat, yaitu
Pertama,
Community
development
yang
penyelenggaraannya
dikoordinasikan oleh suatu departemen atau instansi pemerintah yang khusus bertanggung jawab atas masalah pembangunan masyarakat. Departemen atau instansi yang bersangkutan memperkerjakan tenaga-tenaga profesional di bidang
28
pembangunan masyarakat yang bertanggung jawab dalam mendorong serta membantu segala jenis kegiatan masyarakat setempat di seluruh daerah. Pelaksannan program pengembangan masyarakat dengan menggunakan tipe ini mampu mengatasi permasalahan pokok yaitu kurangnya sumber daya, khususnya sumber daya manusia dan Kedua, Community development yang pelaksanaannya melibatkan proyek khusus yang mencakup suatu daerah terbatas. Dari definisi Community development di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Community development merupakan suatu proses suatu proses pembangunan yang berkesinambungan. Artinya kegiatan itu dilaksanakan secara terorganisir dan dilaksanakan tahap demi tahap dimulai dari tahap permulaan sampai pada tahap kegiatan tindak lanjut dan evaluasi – follow-up activity and evaluation 2. Community development bertujuan memperbaiki – to improve – kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. 3. Community development memfokuskan kegiatannya melalui pemberdayaan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhankebutuhan mereka, sehinggah prinsip to help the community to help themselve dapat menjadi kenyataan. 4. Community development memberikan penekanan pada prinsip kemadirian. Artinya partisipasi aktif dalam bnetuk akasi bersama – group action- di dlam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dilakukakn berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat.
2.6
Pengertian Image (Citra) dan proses pembentukan image (Citra)
2.6.1 Pengertian image / Citra Image atau citra merupakan keseluruhan dari presepsi seseorang terhadap satu hal yang bentuk melalui proses informasi yang diperoleh dari berbagai sumber. Image atau citra bagi suatu perusahaan adalah hal yang sangat penting karena merupakan asset non fisik terpenting yang harus dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan mungkin dapat dengan mudah membuat suatu produk yang memiliki
29
kualiats dan jaringan distribusi yang handal. Namun, tanpa diikuti citra yang bbaik di mata khalayak usaha tersebut tidak akan berguna. Citra atau image dapat di difinisikan sebagai seperangkat keyakinan, gagasan dan kesan yang di anut seseorang terhadap suatu obyek. Uyung Sulaksana (200:52)
menurut Balmer dan Greyser
(2003 : 173), image
didefisinikan sebagai “Image are the basic elemen of thought” Sedangkan dalam istilah umum public relations yang dikutip oleh Jefkins yang diterjemahkan oleh Harris Munandar (1996:362) “Citra diartikan sebagai kesan, gambaran atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya) atas sesuatu keberadaan, berbagai kebijakan, personil, produk, atau jasa-jasa dari suatu organisasi atau perusahaan”. Menurut Jefkins yang diterjemahkan oleh
Haris munandar (1996:17),
Citra (image) terdiri dari beberapa jenis, yaitu: 1. Citra bayangan (mirror image) adalah suatu citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar terhadap organisasinya. 2. Citra yang berlaku (current image) adalah suatu citra atau pandangan yang melekat pada pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. 3. Citra yang diharapkan (wish image) adalah suatu yang diinginkan oleh pihak manajemen. 4. Citra majemuk (multiple image) adalah suatu variasi citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi atau perusahaan secara keseluruhan. Citra yang berlaku tidak selamanya, bahkan jarang, sesuai dengan kenyataan karena semata-mata terbentuk dari pengalaman atau pngetahuan orangorang luar yang bersangkutan yang biasanya tadak memadai. Citra ini cenderung negatif, citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang dimiliki oleh pengamat atau mereka yang mempercayainya. Citra itu sendiri merupakan keseluruhan dari presepsi seseorang terhadap satu hal yang diebentuk melalui proses informasi yang diperoleh dari berbagai sumber. Dengan demikian positif atau negatifnya citra itu tergantung pada persepsi publik terhadap organisasiyang bersangkutan. Kombinasi dari persepsi dan pendirian seseorang tentang suatu objek akan membentuk suatu opini,
30
kemudian, opini dari para individu ini akan berkembang menjadi konsensus bila masyarakat dalam segmen tertentu mempunyai kesamaan, konsensus yang sudah matang akan menyatu dalam masyarakat itulah yang disebut opini publik. Menurut Nugroho J. Setiadi (2003:181), adanya masalah citra didasarkan pada dua alasan, yaitu: 1. Organisasi dikenal, tetapi mempunyai citra yang buruk, 2. Organisasi tidak dekenal dengan baik, tetapi mempunyai citra yang tidak jelas atau citra didasarkan pada pengalaman yang telah lama berlaku. Menurut Kotler (2006:338) pengertian citra perusahaan adalah “citra adalah prespsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya”. Sedangkan citra perusahaan menurut kotler (2006:338), “citra perusahaan dalah presepsi seseorang mengenai suatu citra organisasi dan presepsi ini diciptakn melalui seluruh indera: penglihatan, pendengaaran, penciuman, peraba, cita rasa dan perasaan yang dialami melalui penggunaan produk , pelayanan konsumen, lingkungan komersial dan komunikasi perusahaan, itu merupakan hasil dari setiap perusahaan yang dilakukan atau tidak dilakukan” Selain itu juga menurut Imam Mulyana Dwi suwandi (2007:2) mengemukakan ”citra perusahaan yang baik dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang di dalamnya terus mengembangkan
kreativitas
bahwa memberikan mafaatyang lebih berarti bagi orang lain” Citra perusahaan, ditentukan oleh berbagai kriteria sumber yang dapat menciptakan citra tersebut yang dapat dikendalikan oleh perusahaanbukan oleh yang lain. Pengendali citra perusahaan terdiri dari etika dan budaya perusahaan, etika pegawai, etikabisnis, etika produk yang dihasilkan , komunikasi, tenaga penjual, harga pemasok, pelyanan dan saluran distribusinya (kottler dan keller 2006:214) Kotler (2006) menyatakan bahwa pada akhirnya citra suatu perusahaan harus meliputi identitas dan faktor-faktor atribut yang dapat dilibatkan dalam keputusan pembelian oleh pelanggan. Lebih jauh lagi
kottler(2006:100)
menyatakan agar bahwa pembangunan citra perusahaan efektif, maka diperlukan
31
usaha yang kuat untuk meningkatkannya melalui atribut yang terlibat dalam keputusan pada pembelian yang selalu dikomunikasikan kepada pasar sasaran. Jika perusahaan tdk dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik sesuai atribut tersebut,
maka
mereka
kehilangan
pangsa
pasarnya.
Dalam
waktu
bersamaanperusahaan telah menganggap bahwa pelanggan menjadi tidak penting atau di abaikan.
2.6.2 Indikator yang mempengaruhi citra Menurut Gary Hammel dan CK Prahalad (2000:484) yang mengemukakan bahwa terdapat empat hal pokok yang harus diperhatikan dalam sebuah citra (images), yaitu: a. Recognition, yaitu tingkat dikenalnya sebuah merek oleh konsumen. Jika sebuah merek tidak di kenal, maka produk atau jasa dengan merek tersebut tidak di jual dengan harga murah. b. Reputatiaon, yaitu tingkat atau statusbagi sebuah merek karena lebih terbukti memiliki track record yang baik. c. Affinity, yaitu sebuah emotional relationship yang timbul antara sebuah merak dengan konsumennya. Sebuah produk atau jasa dengan merek yang disukai akan lebih mudah dijual dan sebuah produk atau jasa yang dipersepsikan memiliki kualitas yang tinggi akan mempunyai reputasi yang baik. d. Domain, yaitu menyangkut seberapa lebar scoope dari suatu produk yang menggunakan merek yang bersangkutan. Proses psikologis dasar memainkan peranan penting dalam suatu memahami bagaimana konsumen benar-benar menilai citra suatu produk atau jasa ynag ditawarkan oleh perusahaan, yang kemudian mereka akan melakukan tindakan terhadap produk atau jasa tersebut dengan melakukan proses pembelian atau bahkan menyingkirkan produk atrau jasa perusahaan tersebut karena dinilai buruk dimata masyarakat. Perusahaan yang cerdas berusaha untuk memahami hal tersebut dengan cara mengamati kegitan pelanggan secara penuh yang meliputi
32
semua pengalaman meraka, memilih, menggunakan, dan bahkan menyingkirkan produk atau jasa tersebut (kotler dan keller 2006).
2.6.3 Proses pembentukan image atau citra Pembentukan image atau citra yang berlaku sangat berkaitan erat dengan persepsi, sikap (pendirian) dan opini individu di dalam suatu masyarakat, elemenelemen tresebut merupakan bahan baku terbentuknya opini publik mengenai citra suatu objek tertentu. Untuk mengetahui positif atau negatifnya citra objek tersebut di benak publik, maka perlu diketahui terlebih dahulu tahapan-tahapan yang dilaluinya seperti yang ditampilkan pada gambar berikut:
Latar belakang budaya Pengalaman masa lalu Nilai-nilai yang dianut Berita yang berkemabang
Persepsi
Opini
konsensus Affect
Pendirian
Behaviour Cognitif
Gambar 2.1 Hubungan antara presepsi-pendirian-opini
Dalam gambar tersebut , opini terbentuk kombinasi persepsi dan pendirian seseorang tentang suatu objek, kemudian opini para individu ini akan berekmbang menjadi konsesnsus bila masyarakat dalam segemen tertentu memiliki kesamaan dan konsensus yang sudah matangb dan menyatu inilah yang disebut opini publik. Adapun proses pembentukan image atau citra sebagai sekumpulan persepsi menurut Hawkins dan Coney
yang dikutip Oemi Abdurrahman
(1995:315), adalah melalui: 1. Tahap penangkapan informasi (exposure) Terjadi disaat suatu rangsangan daerah syaraf penerima indera sseorang (sensory reception).
Opini publik
33
2. Tahap perhatian (attention) Untuk menjadi perhatian seseorang, setelah mencapai daerah syaraf penerima indera seseorang , maka selanjutnya rangsangan tersebut harus dapat menggetrakan syaraf indera dan menimbulkan respon atau sensasi pada otak. 3. Tahap pemahaman (comprehensive) Setelah
mencapai
syaraf
indera
penerimaan
seseorang
dan
menggetarkan syaraf dan indera tersebut kemudian menimbulkan respon langsung atau sensasi pada otak yang kemudian dilakukan pemahaman terhadap sensasi tersebut. Pada tahap pemahaman inilah persepsi terbentuk. Citra adalah realitas, oleh karena itu program pengembangan dan perbaikan citra hasrus didasarkan pada realitas. Jika salah (citra tidak sesuai dengan realitas), dan kinerja kita baik, itu dalah kesalahn dalam berkomunikasi. Jika komunikasi pasar tidak cocok dengan realitas, secara normal realitas akan menang. Komunikasi yang tidak di dasarkan pada realitas hanya akan menciptakan harapan yang lebih tinggi daripada kenyataan yang dirasakan. Akibatnya ketidakpuasan akan muncul dan akhirnya konsumen mempunyai persepsi yang buruk terhadap citra organisasi. Citra akhirnya akan menjadi baik, ketika konsumen mempunyai pengalaman yang cukup dengan realitas bahwa sebenarnya organisasi bekerja lebih efektif dan mempunyai kinerja yang baik.