5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengelolaan dan Pemeliharaan Lanskap Pengelolaan
atau
pengorganisasian
suatu
kegiatan
pemeliharaan
bergantung pada berbagai faktor yang terdapat pada lokasi seperti pengunjung sebagai pengguna kawasan di masing-masing unit, fasilitas pada waktu-waktu tertentu (akhir minggu, akhir bulan, dan hari libur lainnya), dan luas kawasan yang dipelihara (Sternloff dan Warren, 1984). Dengan mempertimbangkan faktorfaktor tersebut, lebih lanjut (Sternloff dan Warren, 1984) menyatakan bahwa suatu program pekerjaan pemeliharaan disusun spesifik bagi kawasan tersebut karena suatu area pertamanan dan rekreasi tidak ada yang sama persis satu dengan yang lainnya. Pengelolaan menurut Wright (1982) berhubungan dengan kebijakan dan perencanaan yang panjang dan organisasi dari staf serta perlengkapan untuk mencapai pemeliharaan yang efisien. Pengelolaan pemeliharaan yang efektif di suatu area berpengaruh terhadap kelancaran kegiatan pemeliharaan dan keberlangsungan kondisi kawasan lanksap secara keseluruhan. Dalam pelaksanaan pemeliharaan suatu area, penanggung jawab kegiatan pemeliharaan dapat berbeda-beda. Menurut Sternloff dan Warren (1984) metode penetapan pekerjaan pemeliharaan adalah sebagai berikut. a.
Sistem pemeliharaan unit (unit maintenance) Pada sistem ini pelaksana unit dalam taman mengerjakan sendiri semua jenis pemeliharaan. Suatu taman lingkungan harus mempunyai karyawan yang dapat memelihara semua fasilitas dalam taman seperti pemeliharaan gedung, pemangkasan rumput dan semak, dan pemeliharaan lapangan olah raga.
b.
Karyawan pemelihara khusus (specialized maintenance crew) Pada sistem ini karyawan dilatih mengerjakan pekerjaan tertentu saja, seperti khusus memangkas, membersihkan jendela, atau pekerjaan khusus
6
lainnya. Berdasarkan jadwal, karyawan dipindahkan dari satu unit ke unit lainnya. c.
Pemeliharaan dengan kontrak (maintenance by contract) Pada sistem ini pekerjaan pemeliharaan menjadi tanggung jawab kontraktor sesuai dengan kebutuhan yang telah ditentukan. Pengelola tidak dibebani investasi alat dan karyawan. Bagian yang paling penting dalam pemeliharaan lanskap adalah tenaga
kerja yang berada langsung di lapangan. Peralatan dan bahan-bahan yang terbaik sekalipun tidak dapat digunakan tanpa adanya tenaga kerja dan hanya tenaga kerja yang berkualitas dan terlatih yang dapat melakukan pekerjaan pemeliharaan lanskap dengan baik. Pelatihan singkat mengenai prinsip-prinsip dasar dari pemeliharaan lanskap dapat menghasilkan tenaga kerja yang lebih baik dan antusias terhadap pekerjaannya (Carpenter et al., 1975). Menurut Arifin dan Arifin (2005), jumlah tenaga kerja harus optimal, tidak kelebihan atau kekurangan. Besar atau kecilnya jumlah tenaga kerja disesuaikan dengan luas taman serta kemampuan keterampilan pekerja. Efektivitas kerja para operator taman sangat menentukan efisiensi biaya pemeliharaan taman. Jika tenaga kerja bekerja dengan efektif sesuai dengan kemampuan tenaga dan keterampilannya, biaya pemeliharaan taman dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Efektivitas kerja menurut Arifin dan Arifin (2005) sangat ditentukan oleh a.
motivasi kerja dan tingkat keterampilan yang dimiliki tenaga kerja;
b.
sistematika jadwal perencanaan pemeliharaan taman;
c.
ketersediaan alat dan bahan yang sesuai dengan kebutuhan;
d.
tingkat pengawasan pekerjaan di lapangan;
e.
kelancaran komunikasi antara pimpinan dengan para pengawas dan pengawas dengan tenaga kerja pemeliharaan taman di lapangan. Suasana kerja yang kondusif dan sosialisasi yang baik dapat meningkatkan
motivasi kerja dan tingkat keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Mereka dapat saling tukar pengalaman dan pengetahuan khususnya dalam bidang pemeliharaan. Penyusunan jadwal yang baik dan sistematik akan memudahkan landscape maintenance supervisor mengerahkan tenaga kerjanya dengan seefektif
7
dan seefisien mungkin seperti dalam penggunaan alat dan bahan, pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan baik yang diperintahkan maupun berdasarkan inisiatif sendiri sehingga dapat memberikan keuntungan besar bagi semua pihak (Arifin dan Arifin, 2005). Efisiensi dan efektivitas pemeliharaan taman dipengaruhi oleh penguasaan teknik pemeliharaan yang baik dan peralatan yang memadai. Oleh karena itu, pemelihara taman hendaknya memiliki peralatan pemeliharaan yang tepat dan mengetahui jenis peralatan yang digunakan berikut fungsi dan cara kerjanya (Arifin dan Arifin, 2005). Menurut Arifin dan Arifin (2005), untuk mengantisipasi hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan, landscape maintenance supervisor memerlukan suatu sistem pengawasan dan evaluasi. Sistem ini harus dibuat sesederhana mungkin dan memuat semua informasi yang terjadi di lapangan. Selain itu, sistem manajemen harus dapat disosialisasikan kepada semua pihak (dari pihak pengelola hingga tenaga kerja) agar semua pihak dapat mengerti maksud dan tujuan dari sistem manajemen yang telah ditetapkan. Untuk itu diperlukan komunikasi yang lancar antara pimpinan dan tenaga kerja. 2.2
Pemeliharaan Lanskap Pemeliharaan merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan.
Pemeliharaan dimaksudkan untuk menjaga dan merawat areal lanskap dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya. Dengan demikian, kondisinya tetap baik atau semampunya dapat dipertahankan sesuai dengan tujuan dan desain semula (Arifin dan Arifin, 2005). Menurut Arifin dan Arifin (2005), pemeliharaan dibagi menjadi dua, yaitu pemeliharaan ideal dan pemeliharaan fisik. Pemeliharaan ideal merupakan pemeliharaan yang mengacu pada tujuan dan desain semula sehingga pada periode waktu tertentu diadakan suatu evaluasi. Pemeliharaan ideal akan berjalan dengan baik jika didukung oleh upaya-upaya sebagai berikut: a.
perencanaan dan perancangan taman dengan pola sederhana sehingga mempermudah pemeliharaan fisik;
8
b.
penggunaan elemen taman, baik elemen keras maupun elemen tanaman yang tidak sulit dicari agar tidak menyulitkan dalam penggantian dan penyulaman tanaman;
c.
pemilihan sistem struktur yang kuat dan awet serta pemilihan bahan-bahan perkerasan yang sesuai;
d.
pembuatan pola sirkulasi yang jelas dan rasional sehingga alur kegiatan di dalam taman selalu lancar;
e.
perlengkapan taman yang memadai, meliputi penerangan lampu pada malam hari, jaringan utilitas yang ada di bawah tanah yang direncanakan dengan baik sehingga tidak terjadi bongkar pasang pada permukaan tanah. Pemeliharaan fisik merupakan pemeliharaan taman untuk mewujudkan
pemeliharaan ideal yang tidak terlepas dari elemen taman yang memilliki daya hidup sehingga taman tetap terjaga keindahan, keasrian, kenyamanan, dan keamanannya. Secara umum, pemeliharaan fisik untuk tanaman meliputi penyiraman, pemangkasan, penyiangan, pemupukan, penyapuan, pengangkutan sampah serta penyemprotan hama dan penyakit. 2.3
Permukiman Definisi perumahan dan permukiman menurut Undang-Undang RI Nomor
4 tahun 1992 adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan. Lingkungan permukiman adalah
kawasan perumahan
dalam bentuk ukuran dengan penataan tanah dan ruang, sarana, dan prasarana lingkungan yang terstruktur. Perumahan diartikan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Menurut Simonds (1983), permukiman dinyatakan sebagai kelompok rumah yang memiliki ruang terbuka secara bersama dan merupakan kelompok yang cukup kecil untuk melibatkan semua anggota keluarga dalam suatu aktivitas, tetapi cukup besar untuk menampung fasilitas umum seperti tempat berbelanja, lapangan bermain, dan daerah penyangga. Penataan jalur hijau di dalam suatu
9
kawasan permukiman dapat menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi penghuninya. 2.4
Lanskap Permukiman Tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat
seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah membangun berbagai sarana permukiman yang layak bagi masyarakat. Menurut Simonds (1983), permukiman merupakan kelompokkelompok rumah yang memiliki ruang terbuka dan merupakan kelompok yang cukup kecil untuk melibatkan semua anggota keluarga dalam suatu aktivitas umum seperti tempat berbelanja, lapangan bermain, dan daerah penyangga. Lingkungan permukiman yang ideal adalah terdapatnya fasilitas-fasilitas lokal yang tertata rapi dalam suatu kelompok hunian yang berada pada pusat permukiman, adanya hubungan antarrumah dengan hadirnya pedestrian untuk pejalan kaki, taman yang tersebar secara radial, keterhubungan dengan lingkungan luar, dan terdapatnya akses lalu lintas yang mudah (Eckbo, 1964). Tujuh karakteristik yang harus diperhatikan dalam perencanaan kawasan permukiman agar layak dihuni menurut Chiara dan Koppelman (1990) adalah sebagai berikut: a.
kondisi tanah dan lapisan tanah;
b.
air tanah dan drainase;
c.
bebas atau tidaknya dari bahaya banjir permukaan;
d.
bebas atau tidaknya dari bahaya-bahaya topografi;
e.
pemenuhan pelayanan kesehatan dan keamanan, pembuangan air limbah, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, dan jaringan utilitas;
f.
potensi untuk pembangunan ruang terbuka;
g.
bebas atau tidaknya dari gangguan debu, asap, dan bau busuk.
2.5
Pembangunan dan Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah suatu pola penggunaan sumber daya
yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia dengan menjaga lingkungan sehingga kebutuhan tersebut dapat dipenuhi tidak hanya di masa kini tetapi juga untuk generasi mendatang. Istilah pembangunan berkelanjutan yang paling sering
10
dikutip adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Menurut Benson dan Roe (2000), pembangunan yang berkelanjutan memiliki arti yang luas sesuai dengan cakupan bidangnya, tetapi secara umum diartikan sebagai segala usaha yang bertujuan untuk melindungi lingkungan, meningkatkan pembangunan serta untuk memperbaiki kualitas kehidupan saat ini dan masa depan. Secara konseptual, bidang pembangunan berkelanjutan dapat dibagi menjadi tiga bagian penyusunannya, yakni lingkungan berkelanjutan, ekonomi berkelanjutan, dan sosial politik berkelanjutan. Dijelaskan pula oleh Kuik dan Verbrugen (1991) bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah konsep utama untuk mencapai suatu kebijakan lingkungan dengan mempertimbangkan untuk jangka panjang, dapat dimengerti oleh seluruh aspek (tidak terbatas pada ilmuan/tenaga ahli) serta mempunyai sistem yang utuh. Pengelolaan lanskap berkelanjutan adalah cara menggunakan sumber daya alam yang ada baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui agar terjadi perputaran di dalamnya sehingga dapat terus bermanfaat bagi generasi yang akan datang. Dari sisi lanskap, peran arsitek lanskap sebagai seorang ahli lingkungan baik itu seorang designer, planner, engineer, maupun manager harus dapat menciptakan dan mampu mengelola suatu bentukan lanskap sehingga menuju pembangunan lanskap yang berkelanjutan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan, antara lain, pemanfaatan energi, penggunaan dan pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan limbah serta berbagai hal yang terkait untuk mempertahankan keberlanjutan suatu ekologi lingkungan sehingga dapat meminimumkan besarnya biaya. Menurut Arifin et al., (2008) bahwa dalam membangun taman yang berkelanjutan dari segi lingkungan dan secara estetika tidak sulit namun memerlukan perhatian yang serius. Penerapan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan dalam pembangunan dan pengelolaan taman-taman yang ada akan memberikan andil penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan yang sangat diperlukan bagi manusia, tanaman, dan kehidupan liar sehingga pembangunan
11
taman yang berkelanjutan menjadi bagian dari pemecahan masalah lingkungan yang menjadi perhatian kita.