BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. UMUM Perkerasan jalan raya dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat telah ditemukan pertama kali di babylon pada 625 tahun sebelum masehi. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti. Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik. Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu lintas. Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi dua, yaitu :
11 Universitas Sumatera Utara
a. Perkerasan lentur (flexible pavement) Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Yang terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan. lapis permukaan (surface) lapis pondasi atas (base) lapis pondasi bawah (subbase) tanah dasar (subgrade) Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
b. Perkerasan kaku (rigid pavemet) Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau langsung di atas tanah dasar. Lapisan – lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah ini.
plat beton (concrete slab) lapis pondasi (subbase)
bawah
tanah dasar (subgrade)
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku
Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement).
12 Universitas Sumatera Utara
c. Perkerasan komposit (composite pavement) Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau sebaliknya. lapis permukaan (surface) plat beton (concrete slab) lapis pondasi (subbase)
bawah
tanah dasar Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit
d. Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada tabel 2.1. Perkerasan Lentur
Perkerasan Kaku
Bahan Pengikat
Aspal
Semen
Repetisi Beban
Timbul rutting (lendutan pada jalur Timbul retak-retak roda) permukaan
Penurunan Dasar Perubahan Temperatur
Tanah Jalan bergelombang tanah dasar)
pada
(mengikuti Bersifat sebagai balok diatas perletakan
Modulus kekakuan berubah. Modulus kekakuan tidak. Timbul tegangan dalam yang kecil berubah timbul tegangan dalam yang besar
Sumber: silvia sukirman.
13 Universitas Sumatera Utara
II.2. KRITERIA KONTRUKSI PERKERASAN LENTUR. Guna untuk dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada sipemakai jalan, maka kontruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
a. Syarat-syarat berlalu-lintas.
Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.
Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.
Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tak mudah selip.
Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.
b. Syarat-syarat kekuatan/struktural. Kontruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:
Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalulintas ke tanah dasar.
Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya.
Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat cepat di alirkan.
Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.
14 Universitas Sumatera Utara
II.3. JENIS DAN FUNGSI LAPISAN PERKERASAN. Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu-lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Adapun susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri dari (Silvia Sukirman, 1999) : a. Lapis Permukaan (surface course) Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut: Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain. Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut: Burtu (laburan aspal satu lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimal 2 cm.
15 Universitas Sumatera Utara
Burda (laburan aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang teridri dari lapisan aspal ditaburi agregat dua kali secara berurutan dengan tebal maksimal 3,5 cm. Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal 1-2 cm. Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2 – 3,5 cm.
Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas. Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana, serta pentahapan kontruksi agar di capai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, antara lain: Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Tebal lapisan bervariasi antara 4 – 10 cm. Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal lapisan padat antara 3 – 5 cm.
16 Universitas Sumatera Utara
Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (ACBase). Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan 37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal nominal rancangan. b. Lapis Pondasi Atas (base course) Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar. c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course) Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar. Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut: Agregat bergradasi baik, dibedakan atas: Sirtu/pitrun kelas A, Sirtu/pitrun kelas B, Sirtu/pitrun kelas C. Stabilisasi: a). Stabilisasi agregat dengan semen, b). Stabilisasi agregat dengan kapur, c). Stabilisasi tanah dengan semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur.
17 Universitas Sumatera Utara
d. Tanah Dasar (subgrade course) Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan di atas tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar harus dipadatkan hingga mencapai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik.
II.4. BAHAN CAMPURAN ASPAL. II.4.1. Agregat Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid) (silvia sukirman). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen (39). Agregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 9095% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume (silvia sukirman). Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain (silvia sukirman). Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik
18 Universitas Sumatera Utara
agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan daya pelekatan dengan aspal.
II.4.1.1. Sifat agregat Sifat dan kwalitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu-lintas. Sifat agregat yang menentukan kwalitasnya sebagai bahan kontruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan dipengaruhi oleh: a. Gradasi
d. Kekerasan dan ketahanan
b. Ukuran maksimum
e. Bentuk butir
c. Kadar lempung
f. Tekstur permukaan
2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik,dipengaruhi oleh: a. Porositas b. Kemungkinan basah c. Jenis agregat
19 Universitas Sumatera Utara
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman, dipengaruhi oleh: a.
Tahanan geser (skid resistance)
b.
Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (bitominous mix workability)
II.4.1.2. Klasifikasi agregat Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).
Batuan beku Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).
Batuan sedimen Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya.
Batuan metamorf Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.
20 Universitas Sumatera Utara
II.4.1.3. Jenis agregat Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial.
II.4.1.4. Persyaratan sifat agregat Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang akan dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, Edisi April 2007 memberikan persyaratan untuk agregat sebagai berikut : Agregat Kasar Agregat Halus Bahan Pengisi (filler)
21 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal. Syarat Jenis pemeriksaan
Standart maks/min
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan SNI 03-3407-1994
Maks. 12 %
Abrasi dengan Mesin Los Angeles
SNI 03-2417-1991
Maks. 40 %
Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-2439-1991
Min. 95 %
Angularitas
SNI 03-6877-2002
95/90(*)
Partikel Pipih dan Lonjong(**)
RSNI T-01-2005
Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200
SNI 03-4142-1996
Maks.1 %
natrium dan magnesium sulfat.
Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI PerkerasanBeraspal, Dep. PU, Edisi April 2007 Catatan : (*)
95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih. (**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5.
Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal. Jenis Pemeriksaan
Standar
Syarat Maks/Min
SNI 03-4428-1997
Maks. 50 %
Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996
Maks. 8 %
Angularitas
Min. 45 %
Nilai setara pasir
SNI 03-6877-2002
Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan Beraspal, Dep. PU, Edisi April 2007)
22 Universitas Sumatera Utara
II.4.1.5. Sifat-sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang arus dipeika antara lain: a. Ukuran butir
f. Tekstur permukaan
b. Gradasi
g. Penyerapan
c. Kebersihan
h. Kelekatan terhadap aspal
d. Kekerasan e. Bentuk partikel
II.4.2. Aspal. Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya.
II.4.2.1. Jenis aspal Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas: 1. Aspal alam, 2. Aspal buatan.
II.4.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal) Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas: a. Aspal keras/semen (AC).
23 Universitas Sumatera Utara
Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman s., 177:1999). AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin, permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) (silvia
sukirman).
Aspal
semen
pada
temperature
ruang
(250 𝑐 −
300 𝑐) berbentuk padat. Aspal semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya (silvia sukirman). Di indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya yaitu: 1. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50 2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70 3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100 4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150 5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300
b. Aspal dingin/cair. Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:
24 Universitas Sumatera Utara
1. RC (Rapid Curing Cut Back) 2. MC (Medium Curing Cut Back) 3. SC (Slow Curing Cut Back)
c. Aspal emulsi. Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.
II.4.2.1.2. Aspal beton Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).
II.4.2.2. Komposisi aspal Aspal merupakan unsur hydrokarbon yang sangat komplek, sangat sukar untuk
memisahkan
molekul-molekul
yang
membentuk
aspal
tersebut.
Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau cokelat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang
25 Universitas Sumatera Utara
memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran.
II.4.2.3. Sifat aspal Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai: 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara aspal itu sendiri. 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri. Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik. Daya tahan (durability) Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain. Meskipun demikian sifat ini dapat diperkirakan dari pemeriksaan TFOT.
26 Universitas Sumatera Utara
Adhesi dan Kohesi Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan. Kepekaan terhadap temperature Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama. Kekerasan aspal Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
27 Universitas Sumatera Utara
II.4.2.4. Pemeriksaan aspal Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifatsifat aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang memenuhi syarat yang telah di tetapkan dapat di pergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur. Pemeriksaan yang di lakukan untuk aspal keras adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan penetrasi 2. Pemeriksaan titik lembek 3. Pemeriksaan titik nyala dan titk bakar dengan cleveland open cup 4. Pemeriksaan penurunan berat aspal (thick film test) 5. Kelarutan aspal dalam karbon tetraklorida 6. Daktalitas 7. Berat jenis aspal 8. Viskositas kinematik
II.4.2.5. Bahan pengisi filler Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan mudah retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk memenuhi workability.
28 Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi sangat lentur dan mudah terdeformasi
oleh
roda
kendaraan
sehingga
menghasilkan
jalan
yang
bergelombang. Tabel 2.4 Gradasi Bahan Pengisi. Ukuran Saringan
Persen Lolos
No. 30 (600 mikron)
100
No. 50 (300 mikron)
95 – 100
No. 200 (75 mikron)
70 – 100
Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal Bila diuji dengan SK SNI M-1966-1990-F, bahan pengisi harus mempunyai nilai indek plastisitas. Tabel 2.5 Bahan Pengisi Dan Nilai Indeks Plastisitas. Jenis Bahan
Nilai Indeks Plastisitas (%)
Abu Batu
≤4
Abu Slag
≤4
Kapur (CaCo3)
≤4
Abu Terbang Semen
≤4
Semen
Tidak disyaratkan
Kapur Hidrolik {Ca(OH)2}
Tidak disyaratkan
Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal)
29 Universitas Sumatera Utara
II.5. BETON ASPAL (AC-WC). Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi yang mana selama pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Daya dukung lapisan perkerasan ditentukan dari sifat-sifat butir agregat dan gradasi agregatnya. Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Prasarana Wilayah adalah AC-WC (Asphalt Concrete-WearingCourse)/Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah salah satu dari tiga macam campuran lapisan aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan AC-Base. Ketiga jenis Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama dengan Pusat Litbang Jalan. Dalam perencanaan spesifikasi baru tersebut menggunakan pendekatan kepadatan mutlak. Beton aspal merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC–WC adalah 4 cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan dan dirancang untuk tahan terhadap perubahan cuaca, gaya geser, tekanan roda ban kendaraan serta memberikan lapis kedap air untuk lapisan dibawahnya. Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau cokelat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat (silvia sukirman). Sebagai salah satu
30 Universitas Sumatera Utara
material kontruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya hanya 4-10% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal (silvia sukirman). Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi. Sebagai bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal. Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam butir agregat itu sendiri. Untuk dapat memenuhi fungsi aspal tersebut dengan baik, maka aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu.
II.5.1. Aspal Properties Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui beberapa uji meliputi: a. Uji penetrasi Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum berdiameter 1 mm selama 5 detik pada temperature 250 𝑐. Besarnya penetrasi di ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter
31 Universitas Sumatera Utara
untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu. b. Titik lembek. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang berkisar antara 300 𝑐 sampai 2000 𝑐. Temperatur pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Aspal dengan titik lembek yang tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur tetapi lebih untuk bahan pengikat perkerasan. c. Daktalitas. Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal, dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik
32 Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi. Daktalitas yang semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat untuk perkerasan jalan. d. Berat jenis. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan alat piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat zat cair suling dengan volume yang sama pada suhu250 𝑐.
Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:
Berat jenis =
(𝐶−𝐴) [(𝐵−𝐴)−(𝐷−𝐶)]
.................................................................... (2.1)
Dimana : A = Berat piknometer (gram) B = Berat piknometer berisi air (gram) C = berat piknometer berisi aspal (gram) D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram)
Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut : V = Vt x Fk..............................................................................................(2.2) Dimana : V = Volume aspal pada temperatur 150 𝑐 Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu Fk = Faktor Koreksi
33 Universitas Sumatera Utara
e. Titik Nyala dan Titik Bakar Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari700 𝑐. Dengan percobaan ini akan diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata sekurangkurangnya 5 detik untuk titik bakar. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal. Semakin tinggi titik nyala dan bakar menunjukkan bahwa aspal semakin tahan terhadap temperatur tinggi. f. Kelekatan Aspal pada Agregat Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan tertentu dalam air. Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal terhadap agregat. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan secara visual.
II.5.2. Marshall Test Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama dengan The Missisippi State Highway Departement. Penelitian ini dilanjutkan the u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall
yang terdiri dari Volumetric
34 Universitas Sumatera Utara
Characteristic
dan
Marshall
Properties.
Volumetric
Characteristic
akan
menghasilkan parameter-parameter: void in meineral agregate (VMA), void in mix (vim), void filled with asphalt (VFWA) dan density. Sedangkan marsall properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow) yang diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall.Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Pada dasarnya, untuk mengetahui kinerja dari campuran aspal yang digunakan pada struktur perkerasan jalan, faktor-faktor yang harus diperhatikan sangat banyak, diantaranya: a. Stability
e. Fracture
b. Durability
strength:
Thermal Conditions
c. Flexibility
f. Skid resistence
d. Fatigue rsistence: Thick Layers;
g. Impermeability
Thin Layers
Overload;
h. Workability
Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari pengujian dengan alat marshall, antara lain: a. Stabilitas b. Marshall quetient (MQ) c. Kelelehan d. Rongga dalam campuran (VIM) e. Rongga dalam agregat (VIM)
35 Universitas Sumatera Utara
Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotien, yang merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).
II.5.2.1. Pengujian marshall untuk perencanaan campuran Untuk keperluan pencampuran, agreat dan aspal di panaskan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 170±20 centistokes (cst) dan di padatkan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 280±30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur 600 𝑐 ± 10 𝑐 dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan. Pengujian Marshall
untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah
metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut : a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan
36 Universitas Sumatera Utara
c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal keras harus dihitung lebih dahulu. Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat. Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada temperatur 600 𝑐 (1400 𝑓). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar aspal optimum untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam pengujian marshall, pelu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur. Pengujian agar direncanakan dengan dasar 1/2 % kenaikan kadar aspal dengan perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah optimum.
II.5.2.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Timbang benda uji di udara b. Selimuti benda uji dengan parafin c. Timbang benda uji berparafin di udara d. Timbang benda uji berparafin di air
37 Universitas Sumatera Utara
Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Timbang benda uji di udara b. Timbang benda uji SSD di udara c. Rendam benda uji di dalam air d. Timbang benda uji SSD di dalam air
II.5.2.1.2. Pengujian Stabilitas Dan Kelelehan (Flow) Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut: a. Rendam benda uji pada temperatur 600 𝑐 (1400 𝑓) selama 30-40 menit sebelum pegujian b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh.
II.5.2.1.3. Pengujian Volumetrik Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa rongga-density, sifat tersebut adalah: a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat b. Rongga dalam agregat mineral c. Rongga udara dalam campuran padat
38 Universitas Sumatera Utara
Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis masingmasing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan. Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:
UdaraVa aspal
Vbe
VmaVb
VbaVmm AgregatVsb
Vse
Vmb
Gambar 2.4. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas padat. Keterangan gambar: Vma = Volume rongga dalam agregat mineral = Volume contoh padat Vmb Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran Va = Volume rongga udara Vb = Volume aspal Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat Vbe = Volume aspal effektif Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah) Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif) Wb = Berat aspal Ws = Berat agregat 𝛾𝑤 = Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3) Gmb = Berat jenis curah campuran padat 𝑉𝑎 % rongga = (𝑉𝑚𝑏) × 100% 𝑉𝑏𝑒+𝑉𝑎
% Vma
=(
Density
= ( 𝑉𝑚𝑏 ) × 𝛾𝑤 = Gmb × 𝛾𝑤
𝑉𝑚𝑏 𝑊𝑏+𝑊𝑠
) × 100%
Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va
39 Universitas Sumatera Utara
atau sering disebut VIM, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda uji, merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dalam dan aspal. Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima beban sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam kilogram.Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi. Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian, dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi. Marshall quetient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat) yang dapat dilihat pada Gambar 3.VMA dihitung berdasarkan BJ Bulk (Gsb) agregat dan dinyatakan sebagai persen volume Bulk campuran yang dipadatkan.
40 Universitas Sumatera Utara
Sumber : Word.com Gambar 2.5 : Ilustrasi pengertian VMA Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat. Pengertian tentang VIM dapat diilustrasikan seperti tampak pada Gambar 4. di bawah ini.
Sumber : word.com Gambar 2.6 : Ilustrasi pengertian tentang VIM.
41 Universitas Sumatera Utara
II.5.2.1.4. Prosedur Untuk Analisa Campuran Beraspal Panas Padat Prosedur ini berlaku untuk benda uji padat yang dibuat di laboratorium dan pada contoh tidak terganggu yang diambil dari lapangan. Dengan menganalisa rongga udara dan rongga pada mineral agregat beberapa indikasi dari kinerja campuran aspal panas selama masa pelayanan dapat diperkirakan. a. Garis besar prosedur. Tahap analisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut: 1. Uji berat jenis curah (bulk spesifik gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau ASTM C 127) dan agregat halus (AASHTO T84 atau ASTM C128) 2. Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T 228 atau ASTM D 70) dan bahan pengisi (AASHTO T 100 atau ASTM D 854) 3. Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran 4. Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041) ASTM T 29 5. Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726) 6. Hitung berat jenis effektif agregat 7. Hitung absorbsi aspal dari agregat 8. Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat 9. Hitung persen rongga (VIM) dalam campuran padat 10. Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat
42 Universitas Sumatera Utara
b. Parameter dan formula perhitungan. Parameter dan formula untuk menganalisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut: 1. Berat jenis curah agregat Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis curah gabungan agregat dapat ditentukan sebagai berikut: 𝐺𝑠𝑏 =
𝑃1 +𝑃2 +⋯+𝑃𝑛 𝑝 1 𝑃2 𝑃 + +⋯+ 𝑛 𝐺1 𝐺2 𝐺𝑛
.................................................................................. (2.3)
Dengan pengertian: Gsb
= berat jenis curah total agregat
𝑃1 , 𝑃2 , … 𝑃𝑛
= Persentase dalam berat agregat 1, 2,...,n
𝐺1 , 𝐺2 , … 𝐺𝑛
= berat jenis curah agregat 1, 2,..., n
Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi dengan menggunakan berat jenis semua kesalahan umumnya kecil dapat di abaikan. 2. Berat jenis effektif agregat. Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis effektif agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut: 𝐺𝑠𝑒 =
𝑃𝑚𝑚−𝑃𝑏 𝑃𝑚𝑚 𝑃𝑏 − 𝐺𝑚𝑚 𝐺𝑏
........................................................................................(2.4)
Dengan penngertian: Gse
= Berat jenis effektif agregat
Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total campuran 100% Pb
= Aspal, persen dari berat total campuran
43 Universitas Sumatera Utara
Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D 2041 Gb
= berat jenis aspal
Catatan : Volume aspal yang terserap oleh aspal, agregat umumnya lebih kecil dari voume air yang terserap. Besarnya berat jenis effektif agregat harus diantara berat jenis curah dan semu agregat. Berat jenis semu (Gsa) dihitung dengan formula: 𝐺𝑠𝑎 =
𝑃1 +𝑃2 +⋯+𝑃𝑛 𝑝 1 𝑃2 𝑃 + +⋯+ 𝑛 𝐺1 𝐺2 𝐺𝑛
..................................................................................
(2.5)
Dengan pengertian : Gsa
= berat jenis semu total agregat
𝑃1 , 𝑃2 , … 𝑃𝑛
= persentase dalam berat agregat 1, 2,..., n
𝐺1 , 𝐺2 , … 𝐺𝑛
= berat jenis semu agregat 1, 2,..., n
3. Berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar aspal Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis maksimum Gmm, untuk kadar yang berbeda diperlukan untuk menghitung persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 𝐺𝑚𝑚 =
𝑃𝑚𝑚 𝑃𝑠 𝑃𝑏 + 𝐺𝑠𝑒 𝐺𝑏
....................................................................................... (2.6)
Dengan pengertian: Gmm
= berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)
Pmm
= campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran 100%
Ps
= agregat, persen berat total campuran
Pb
= aspal, persen berat total campuran
44 Universitas Sumatera Utara
Gse
= berat jenis effektif agregat
Gb
= berat jenis aspal
4. Penyerapan aspal. Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat, penyerapan aspal dapat dihitung dengan persamaaan sebagai berikut: 𝐺𝑠𝑒−𝐺𝑠𝑏
𝑃𝑏𝑎 = 100 (𝐺𝑠𝑏×𝐺𝑠𝑒 ) 𝐺𝑏........................................................................ (2.7) Dengan pengertian: Pba = aspal yang terserap, persen berat agregat Gse = berat jenis effektif agregat Gsb = berat jenis curah agregat Gb = berat jenis aspal 5. Kadar aspal effektif campuran Kadar aspal effektif campuran adalah kadar aspal total dikurangi besarnya jumlah aspal yang meresap kedalam partikel agregat. Persamaan untuk perhitungan adalah sebagai berikut: 𝑃𝑏𝑎
𝑃𝑏𝑒 = 𝑃𝑏 − ( 100 ) 𝑃𝑠.................................................................... (2.8) Dengan pengertian: Pbe
= kadar aspal effektif persen total campuran
Ps
= agregat, persen berat total campuran
Pb
= aspal, persen berat total campuran
Pba
= aspal yang terserap, persen berat total campuran
45 Universitas Sumatera Utara
6. Persen VMA pada campuran aspal panas padat. Rongga adalah mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal effektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihtung berdasarkan berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat. Jika komposisi campuran di tentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 𝑉𝑀𝐴 = 100 − (
𝐺𝑚𝑏−𝑃𝑏𝑠 𝐺𝑏𝑠
).......................................................................(2.9)
Dengan pengertian: VMA
= rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Gsb
= berat jenis curah campuran padat
Pbs
= Agregat, persen berat total campuran
Gmb
= berat jenis curah campuran padat (ASTM D 1726)
Atau jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 𝐺𝑚𝑏
100
𝑉𝑀𝐴 = 100 − ( 𝐺𝑠𝑏 × 100+𝑃𝑏) × 100................................................... (2.10) Dengan pengertian: Pb= aspal, persen berat agregat Gmb= berat jenis curah campuran padat Gsb= berat jenis curah agregat 7. Perhitungan rongga udara dalam campuran padat. Rongga udara, Pa dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara partikel agregat terselimuti aspal, rongga udara dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
46 Universitas Sumatera Utara
𝑃𝑎 = 100
𝐺𝑚𝑚−𝐺𝑚𝑏 𝐺𝑚𝑚
................................................................................ (2.11)
Dengan pengertian: Pa
= rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume
Gmm
= berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)
Gmb
= berat jenis curah campuran padat
8. Persen VFA (sering disebut VFB) dalam campuran padat. Rongga udara terisi aspal, VFA merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 𝑉𝑀𝐴−𝑃𝐴
𝑉𝐹𝐴 = 100 (
𝑉𝑀𝐴
)............................................................................. (2.12)
Dengan pengertian: VFA
= rongga terisi aspal, persen dari VMA
VMA
= rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Pa
= rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume
II.5.3. Evaluasi Hasil Uji Marshall Untuk mengetahui karakteristik campuran yang direncankan memenuhi kriteria yang telah di tentukan, maka perlu dilakukan evaluasi hasil pengujian Marshall, meliputi: nilai stabiltas, pelelehan, dan stabilitas sisa, juga termasuk evaluasi hasil perhitungan volumetrik.
47 Universitas Sumatera Utara
II.5.3.1. Stabilitas Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada benda uji harus mempunyai tebal standar 2,5 in (63,5), apabila diperoleh tinggi benda uji tidak standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan hasil yang diperoleh dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.
II.5.3.2. Pelelehan Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas kekuatan stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara komponen bahan pada benda uji. Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui kuosein Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya. Pada penggambaran hubungan stabilitas, pelelehan dan kuosien Marshall dengan kadar aspal akan mempunyai trend umum:
Nilai stabilitas sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran sampai nilai maksimum saat nilai stabilitas berkurang.
Nilai pelelehan bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal.
Nilai kuoisen Marshall bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran sampai suatu nilai maksimum setelah nilai kuosien Marshall berkurang.
Apabila hasil penggambaran tidak sesuai trend, maka perlu dilakukan evaluasi dari hasil pengujian, apakah alat yang digunakan untuk pengujian tidak standar atau terdapat kekeliruan dalam perhitungan.
48 Universitas Sumatera Utara
II.5.4. Evaluasi Nilai Volumetrik Campuran Beraspal II.5.4.1. Evaluasi VMA VMA = 100 (1-Gmb(1-Pht)/Gsb)........................................................... (2.13) Dari rumustersebut diatas terlihat bahwa VMA merupakan fungsi dari Gmb, Gsb, dan Pb atau Pagg. Keslahan perhitungan akan menyebabkan kesalahan pada penilaian nilai VMA. Sebagai contoh penyimpangan nilai VMA akibat kesalahan perhitungan yang mana kesalahan ini akan menyebabkan pergeseran puncak lengkung hiperbola (titik terendah) kurva hubungan antara VMA dengan kadar aspal. Pergeseran tersebut akan menyebab kesalahan penentuan kadar aspal dan selanjutnya akan sangat mempengaruhi kinerja campuran beraspal yang dihasilkan.
II.5.4.2. Pengaruh Rongga Udara dalam Campuan Padat (VIM) Rongga udara(VIM) setelah selesai dipadatkan dilapangan idealnya adalah 7 %. Rongga udara yang kurang jauh dari 7 % akan rentan terhadap perlelehan, alur dan deformasi plastis. Sementara VIM setelah selesai pemadatan yang jauh dari 7 % akan rentan terhadap retak dan perlepasan butir (disintegrasi). Untuk mencapai nilai lapangan tersebut dalam spesifikasi, nilai VIM rencana dibatasi pada interval 3,5 % sampai 5,5 %. Dengan kepadatan lapangan dibatasi minimum 98%. Hasil penelitian dijalan-jalan utama (lalu-lintas berat) di pulau jawa menunjukkan perkerasan Laston yang mempunyai nilai VIM lapangan diatas 7 % umumnya sudah menampakkan indikasi awal terjadinya retak.Sementara perkerasan yang dimulai menampakkan indikasi awal terjadinya deformasi plastis
49 Universitas Sumatera Utara
umumnya sudah mempunyai VIM lapangan di bawah 3 %.Tujuan perencanaan VIM adalah untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana pada kondisi VIM mencapai tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran mendekati kesesuaian dengan hasil uji di laboratorium
II.5.4.3. Pengaruh Rongga Udara Terisi Aspal (VFA) Kriteria VFA bertujuan menjaga keawetan campuran beraspal dengan memberi batasan yang cukup. Pada gradasi yang sama, semakin tinggi nilai VFA makin banyak kadar aspal campuran tersebut. Sehingga kriteria VFA dapat menggantikan kriteria kadar aspal dan tebal lapisan film aspal. VFA, VMA, dan VIM saling berhubungan karena itu bila dua diantaranya diketahui maka dapat mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFA membantu perencanaan campuran dengan memberikan VMA yang dapat diterima atau memenuhi persyaratan. Kriteria VFA menyediakan tambahan faktor keamanan dalam merencanakan dan melaksanakan campuran beraspal panas. Karena perubahan dapat terjadi antara tahap perencanaan dan pelaksanaan, maka kesalahan dapat ditampung dengan memperlebar rentang yang dapat diterima.
II.5.4.4 Pengaruh Pemadatan Padar kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi akan mengakibatkan VIM dan VMA berkurang. Bila kadar aspal campuran rencana yang dipadatkan sebanyak 2 x 50 tumbukan, diambil sebelah kiri VMA terendah, tapi lalu-lintas ternyata termasuk kategori lalu-lintas berat (yang mana
50 Universitas Sumatera Utara
harus dipadatkan sebanyak 2 x 75 tumbukan) maka akibat pemadatan oleh lalulintas, keadaan kadar aspal yang sebenarnya akan lebih tinggi. Sebaliknya bila campuran dirancang untuk 2 x 75 tumbukan tetapi ternyata lalu-lintas cenderung rendah, maka rongga udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara akan mudah masuk. Akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah terjadi retak serta adesivitas aspal berkurang yang dapat menyebabkan pelepasan butir atau pengelupasan. Karena itu maka usaha pemadatan yang direncanakan di laboratorium harus dipilih yang menggambarkan keadaan lalu-lintas dilapangan.
II.6 PENGUJIAN AIR LAUT II.6.1 Titrimetri Titrimetri merupakan suatu metode analisa kuantitatif didasarkan pada pengukuran volume titran yang bereaksi sempurna dengan analit. Titran merupakan zat yang digunakan untuk mentitrasi. Analit adalah zat yang akan ditentukan konsentrasi atau kadarnya. Selanjutnya akan dikatakan titik ekivalen dari titrasi telah dicapai. Larutan standar merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Agar diketahui kapan harus berhenti menambahkan titran, kimiawan dapat menggunakan bahan kimia, yaitu indikator, bereaksi terhadap kehadiran titran yang berlebih dengan melakukan perubahan warna. Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Perubahan warna ini bisa saja terjadi persis pada titik ekivalen, tetapi bisa juga tidak. Titik dalam titrasi dimana indikator berubah warnanya disebut titik akhir. Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi
51 Universitas Sumatera Utara
perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Tentu saja diharapkan, bahwa titik akhir ini sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Pemilihan indikator untuk membuat kedua titik sama (atau mengoreksi perbedaan di antara keduanya) adalah satu aspek yang penting dalam metode titrimetri. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa. Pada kebanyakan titrasi titik ekuivalen ini tidak dapat diamati, karena itu perlu bantuan senyawa lain yang dapat menunjukkan saat titrasi harus dihentikan. Senyawa ini dinamakan indikator. Persyaratan untuk reaksi yang dipergunakan dalam metode titrimetri, sejauh ini relatif sedikit reaksi kimia yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk titrasi.
II.6.1.1 Syarat-Syarat Yang Harus Dipenuhi Untuk Dapat Dilakukan Analisis Volumetrik 1.
Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2.
Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
3.
Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.
4.
Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
52 Universitas Sumatera Utara
II.6.1.2 Alat-Alat Yang Digunakan Pada Analisa Titrimetri 1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan pipet volume yang telah di kalibrasi. 2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi. 3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
II.6.1.3 Penggolongan Analisis Titrimetri Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan ; 1. Reaksi Kimia : Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi) Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan ditentukan haruslah bersifat asam dan sebaliknya. Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas : a. Asidimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku asam. Contoh : HCl, H2SO4 b. Alkalimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku basa. Contoh : NaOH, KOH Reaksi oksidasi-reduksi (redoks) Yang terjadi adalah reaksi antara senyawa/ion yang bersifat sebagai oksidator dengan senyawa/ ion yang bersifat sebagai reduktor dan sebaliknya. Berdasarkan larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
53 Universitas Sumatera Utara
a. Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai oksidator. Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah : -
Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4
-
Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7
-
Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4
-
Iodimetri, larutan bakunya : I2
b. Reduksimetri adalah titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai reduktor. Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah : Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3.5H2O Reaksi Pengendapan (presipitasi) Yang terjadi adalah reaksi penggabungan ion yang menghasilkan endapan/ senyawa yang praktis tidak terionisasi. Yang termasuk titrasi pengendapan adalah : -
Argentometri, larutan bakunya : AgNO3
-
Merkurimetri, larutan bakunya : Hg(NO3)2/ logam raksa itu sendiri
Reaksi pembentukan kompleks Titrasi kompleksometri digunakan untuk menetapkan kadar ion-ion alkali dan alkali tanah/ ion-ion logam. Larutan bakunya : EDTA 2. Berdasarkan cara titrasi - Titrasi langsung - Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration)
54 Universitas Sumatera Utara
3. Berdasarkan jumlah sampel - Titrasi makro Jumlah sampel : 100 – 1000 mg Volume titran : 10 – 20 mL Ketelitian buret : 0,02 mL. - Titrasi semi mikro Jumlah sampel : 10 – 100 mg Volume titran : 1 – 10 mL Ketelitian buret : 0,001 mL - Titrasi mikro Jumlah sampel : 1 – 10 mg Volume titran : 0,1 – 1 mL Ketelitian buret : 0,001 Ml
II.6.1.4 Prosedur Analisa Salinitas Nacl Dalam Air Laut Dengan Metode Titrasi Argometri Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Titrasi argentometri ialah titrasi dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran di mana akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Metode argentometri disebut juga sebagai metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan. Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
55 Universitas Sumatera Utara
Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang mengandung ion klorida atau bromida. Sisa AgNO3 selanjutnya ditirasi kembali dengan menggunakan ammonium tiosianat menggunakan indikator besi(III) ammonium sulfat. Sebelum dilakukan titrasi kembali, endapan AgCl harus disaring terlebih dahulu atau dilapisi dengan penambahan dietiftalat untuk mencegah disosiasi AgCl oleh ion tiosianat. Halogen yang terikat dengan cincin aomatis tidak dapat dibebaskan dengan hidrolisis sehingga harus dibakar dengan labu oksigen untuk melepaskan halogen sebelum titrasi.
II.6.2 Ph (POTENTIAL OF HYDROGEN) pH berasal dari singkatan potential of Hydrogen. pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan keasaman atau kebasaan suatu zat. Nilai pH bervariasi dari 1 hingga 14. Sebuah larutan yang netral memiliki pH = 7, larutan asam memiliki pH kurang dari 7, dan larutan basa memiliki pH lebih dari 7. Pemeriksaan pH bertujuan untuk mengetahui derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Adapun parameter kadar pH untuk air mineral dengan standart DEPKES, murni, air hujan dan air laut sebagai berikut. 1. pH air minum mineral yang sesuai standart DEPKES: 6,5-8,5 2. pH air minum Demineral/murni/reverse osmosis: 5,0-7,5 3. pH air minum yang paling ideal: 7,0 (pH netral) 4. pH air hujan berbeda-beda di setiap kota antara 3,0-6,0 5. pH air laut adalah: sekitar 8,2
56 Universitas Sumatera Utara
II.7. ZAT CAIR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PERENDAM. Dalam penelitian ini zat yang digunakan sebagai zat perendam aspal yaitu zat cair air tawar dan air laut. a. Air tawar. Air tawar ialah air yang tidak berasa lawan dari air asin. Merupakan air yang tidak mengandung banyak larutan garam dan larutan mineral di dalamnya. Saat menyebutkan air tawar, orang biasanya merujuk ke air dari sumur, danau, sungai, salju, atau es dan air hujan . Air tawar juga berarti air yang dapat dan aman untuk dijadikan minuman bagi manusia. Air Samudera dan lautan tersusun dari banyak garam natrium chlorida (NaCl) hingga air terasa asin, yang tidak bisa dan tidak nyaman untuk dikonsumsi oleh manusia. Parameter umum yang dimiliki oleh air tawar meliputi Kesadahan (Hardness), GH (General Hardness), KH, Alkalinitas, pH, Karbon Dioksida (CO2), Salinitas. Pada penelitian ini air yang digunakan adalah air hujan. Air hujan diasumsikan dapat menggantikan air tawar. Hujan merupakan peristiwa sampainya air dalam bentuk cair maupun padat yang dicurahkan dari atmosfer menuju ke permukaan bumi. Hal ini dikarenakan titik-titik air yang terkandung di dalam awan bertambah semakin banyak sampai pada keadaan dimana awan sudah tidak mampu lagi untuk menampung titik-titik air tersebut, maka akan dijatuhkan kembali ke permukaan Bumi dalam bentuk air hujan atau presipitasi. Adapun macam-macam jenis air hujan antara lain: 1. Berdasarkan Ukuran Butirnya. a. Hujan gerimis (drizzle), diameter butirannya kurang dari 0,5 mm.
57 Universitas Sumatera Utara
b. Hujan salju (snow), terdiri atas kristal-kristal es yang temperatur udaranya berada di bawah titik beku. c. Hujan batu es, merupakan curahan batu es yang turun di dalam cuaca panas dari awan yang temperaturnya di bawah titik beku. d. Hujan deras (rain), yaitu curahan air yang turun dari awan yang temperatur nya di atas titik beku dan diameter butirannya kurang lebih 7 mm. 2. Berdasarkan Proses Terjadinya. a. Hujan zenithal b. Hujan frontal c. Hujan Orografis d. Hujan siklonal e. Hujan Muson atau Hujan Musiman b. Air laut. Laut adalah kumpulan air asin yang luas dan berhubungan dengan samudra. Laut adalah kumpulan air asin yang sangat banyak dan luas di permukaan bumi yang memisahkan atau menghubungkan suatu benua dengan benua lainnya dan suatu pulau dengan pulau lainnya. Air laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahanbahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni. 1. Ammonia <0,25 ppm
5. Carbon dioxide 2- 5 ppm
2. Nitrite <0,25 ppm
6. Oxidation reduction Potential
3. Nitrate <30 ppm 4. Phosphate <0>5,5 ppm
+250-375 mV 7. Water movement > 5x Voleme
58 Universitas Sumatera Utara
8. Temperatur 23 - 28 derajat celcius
12. Alkalinity 8 - 11 dkh 13. Ca 400- 450 ppm
9. Specific gravity 1.022 - 1,026
14. Mg 1200 - 1350 ppm
10. Salinity 32 - 36 ppt
15. Iodide 0,06 - 0,08 ppm
11. ph 8,1 - 8,4
16. Strotium 8,12 ppm
Sumber: Word.com c. Karakteristik air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3 (Angel dan Wolseley, 1992). Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan, dan salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah (ground water), dan gunung es (glacier). Semua badan air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara kontinu.
Sumber : word.com Gambar 2.7: Ikatan hidrogen.
59 Universitas Sumatera Utara
d. Sifat Air Air memiliki karakteristik yng khas yang tidak dimiliki senyawa kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (dugan, 1972: Hutchinson, 1975, dan miller,1992).
Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan,yakni 0-100oc,air berwujut cair. Suhu 0oc merupakan titik beku dan suhu 100oc merupakan titik didih air. Tampa sifat tersebut,air yang terdapat didalam jaringan tubuh makluk hidup maupun air yang terdapat di laut,sungai,danau,dan badan air yang lainnya akan berbentuk gas atau padatan, sehingga tidak akan terdapat kehidupan dimuka bumi ini, karena sekitar 60-90% bagian sel makluk hidup adalah air (pecl,1990).
Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sanggat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi panas maupun dingain dengan seketika. Perubahan suhu air yang lambat mencegah terjadinya stress pada makluk hidup karena adanya perubahan suhuyang mendadak dan memelihara suhu bumi agar sesuai bagi makluk hidup. Sifat ini juga menyebabkan air sanggat baik digunakan sebagai pendingin mesin.
Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energy panas dalam jumlah yang besar. Sebaiknya,proses perubahan uap menjadi cairan melepaskan energy panas yang besar. Pelepasan energy ini merupakan salah satu penyebab mengapa kita merasa sejuk pada saat keringat. Sifat ini
60 Universitas Sumatera Utara
juga merupakan salah satu factor utama yang menyebabkan terjadinya penyebaran panas dimuka bumi ini.
Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai senyawa kimia. Air hujan mengandung senyawa kimia dalam jumlah yang sangt sedikit, sedangkan air laut mengandung senyawa kimia hingga 35000 mg/liter (terbbut,1992). Sifat ini memungkinkan unsure hara terlarut diangkut keseluruh jaringan tubuh makluk hidup dan memingkinkan bahan-bahan toksik yang masuk kedalam jaringan tubuh makluk hidup dilarutkan untuk dikeluarkan kembali. Sifat ini juga memungkinkan air digunakan sebagai pencuci yang baik dan pengencer bahan pencemaran yang masuk ke badan air.
e. Parameter fisika Parameter-parameter fisika yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi cahaya, suhu, kecerahan, kekeruhan, warna, konduktivitas, padatan total, padatan terlarut,padatan tersususpensi, dan salinitas.
II.8. LAMA RENDAMAN SERTA SUHU PERENDAMAN Menurut AASHTO T.165-74 atau ASTM D.1075-54 (1969) ada dua metode uji perendaman Marshall (Immersion Test) yaitu uji perendaman selama 4 x 24 jam dengan suhu ± 50° C dan uji perendaman selama 1 x 24 jam dengan suhu ± 60° C. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui keawetan dan kerusakan yang diakibatkan oleh air. Akibat adanya air atau kombinasi air dengan gaya mekanik yang diberikan, aspal menyelimuti permukaan agregat akan terkelupas kembali. Namun pada aspal dengan tingkat kohesi yang kuat akan melekat erat pada permukaan agregat oleh sebab itu pengelupasan yang terjadi
61 Universitas Sumatera Utara
sebagai akibat dari pengaruh air atau kombinasi air dengan gaya mekanik sangat kecil atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Adhesi dan kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain serta kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Pada penelitian ini lama perendaman yang digunakan adalah 1 × 24 jam dengan memvariasikan waktu lama rendaman serta suhu rendaman yang tetap menggunakan suhu maksimum yang bisa di terima oleh laston yaitu 600 𝑐.
62 Universitas Sumatera Utara