BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1Sistem Perpipaan Sistem perpipaan berfungsi untuk mengantarkan atau mengalirkan suatu fluida dari tempat yang lebih rendah ke tujuan yang diinginkan dengan bantuan mesin atau pompa.Misalnya pipa yang dipakai untuk memindahkan minyak dari tangki ke mesin, memindahkan minyak pada bantalan-bantalan dan juga mentransfer air untuk keperluan pendinginan mesin ataupun untuk kebutuhan sehari-hari diatas kapal serta masih banyak lagi fungsi lainnya.Sistem perpipaan harus dilaksanakan sepraktis mungkin dengan minimum bengkokan dan sambungan las atau brazing, sedapat mungkin dengan flens atau sambungan yang dapat dilepaskan dan dipisahkan bila perlu.Semua pipa harus dilindungi dari kerusakan mekanis.Sistem perpipaan ini harus ditumpu atau dijepit sedemikian rupa untuk menghindari getaran.Sambungan pipa melalui sekat yang diisolasi harus merupakan sambungan flens yang diijinkan dengan panjang yang cukup tanpa merusak isolasi. Untuk merancang sistem pipa dengan benar, engineer harus memahami perilaku sistem akibat pembebanan dan regulasi (kode standard design) yang mengatur perancangan sistem pipa. Perilaku sistem pipa ini antara lain digambarkan oleh parameter-parameter fisis, seperti perpindahan, percepatan, tegangan, gaya, momen dan besaran lainnya. Kegiatan engineering untuk memperoleh perilaku sistem pipa ini dikenal sebagai analisa tegangan pipa atau dahulu disebut juga analisa fleksibilitas. Kode standard desain dikembangkan di negara-negara industri sebagai jawaban dari berbagai kecelakaan/kegagalan pada sistem pipa di pabrik-pabrik yang tidak dirancang dengan aman.Karena itu tujuan utama dari kode standard desain adalah keamanan (“safety”). Pada saat ini ada beberapa buah kode
standard dari komite B31 ini yang sering dipakai sebagai acuan di Indonesia sesuai dengan kebutuhan bidang industry, yaitu : • ASME/ANSI B31.1 untuk sistem perpipaan di industri pembangkit listrik; • ASME/ANSI B31.3 untuk sistem perpipaan di industri proses dan petrokimia; • ASME/ANSI B31.4 untuk sistem pipa transport minyak dan zat cair lainnya; • ASME/ANSI B31.5 untuk sistem perpipaan pendingin; • ASME/ANSI B31.8 untuk pipa transport gas. Pemilihan kode yang akan digunakan pada perancangan sistem perpipaan pada prinsipnya tergantung pada pemilik pabrik, ada kemungkinan sebuah sistem pipa dapat dirancang berdasarkan dua buah kode yang berbeda, sebagai contoh Cogeneration Plants pada pabrik penyulingan dapat dirancang berdasarkan kode B31.1 ataupun B31.3. Perbedaan kode yang dipilih antara lain berpengaruh pada usia pabrik. Pabrik yang dirancang berdasarkan kode B31.3 umumnya memiliki usia 20 sampai dengan 30 tahun, sedangkan dengan B31.1 pabrik dapat diharapkan beroperasi sampai umur 40 tahun. Perbedaan ini terletak pada factor keamanan (safety factor) yang berbeda, yaitu kode B31.3 mengunakan faktor keamanan yang lebih rendah (SF=3.1) dibanding B31.1 (SF=4:1). Ada dua teknik pendekatan yang berbeda dalam merancang sistem pipa, yaitu sistem pipa yang kaku (stiff) dan sistem pipa yang fleksibel.Pendekatan sistem yang fleksibel lebih mudah dimengerti dan dapat dilakukan desain kalkulasi secara manual seperti metode kalkulasi sederhana yang diuraikan diatas. Pendekatan ini menggunakan prinsip semakin fleksibel sebuah struktur semakin rendah tegangan yang akan terjadi. Fleksibelitas dari sistem pipa dapat dibuat dengan beberapa cara, antara lain misalnya dengan menambah expansion loop yang memberikan kebebasan bergerak pada pipa. Metode pendekatan ini hanya ekonomis untuk pipa yang murah harganya, karena
penambahan loop berarti penambahan material pipa dan terutama elbow yang harganya relative mahal.Sistem pipa yang fleksibel tidak membutuhkan tumpuan pipa yang terlalu banyak dan biasanya jenis tumpuannya sederhan dan murah serta tidak menuntut kemampuan engineering yang tinggi. Jika material pipa yang digunakan mahal dan tidak ada ruang yang cukup untuk membuat loop, maka pendekatan kekakuan (stiffness) menjadi alternatif. Metode pendekatan ini dilakukan dengan membuat sistem pipa lebih kaku dengan menambah pipa restrain, yaitu tumpuan pipa (pipe support), guide, anchor dan lainnya.Metode ini semakin popular penggunannya di offshore platform dimana keterbatasan ruangan merupakan faktor penting, dan juga pada on-shore petrochemical plants, dimana sistem modular diterapkan.Metode ini relative lebih sulit dilakukan jika disbanding dengan metode pipa fleksibel karena disini tegangan yang terjadi dibiarkan cukup besar tetapi tetap terkontrol dan dibatasi.Dengan semakin mudahnya penggunaan piranti lunbak untuk menghitung tegangan pipa (pipping stress analysis software) dalam perancangan pipa maka metode ini semakin sering diterapkan. Dibandingkan dengan sistem pipa fleksibel, sistem pipa kaku lebih aman, yaitu jika terjadi kerusakan (failure) seperti kebocoran kemungkinan besar sistem pipa secara keseluruhan akan tetap utuh karena pipa-pipa dipegang oleh banyak tumpuan pipa (pipe restraint). Selain itu sistem pipa kaku akan lebih menguntungkan untuk menahan beban dinamis seperti getaran motor, beban angina dan beban gempa.
2.2 Teori Dasar Tegangan Pipa Dalam menerapkan kode standard desain, engineer harus mengerti prinsip dasar dari tegangan pipa dan hal-hal yang berhubungan dengannya.Sebuah pipa dinyatakan rusak jika tegangan dalam yang terjadi pada pipa melebihi tegangan batas material yang “diizinkan”.Dari defenisi sederhana ini ada dua buah istilah yang harus dipahami dengan benar, yaitu tegangan dalam pipa dan tegangan batas yang “diizinkan”.
Tegangan dalam yang terjadi pada pipa disebabkan oleh beban luar seperti berat mati, tekanan dan pemuaian termal, dan bergantung pada geometri pipa serta jenis material pipa.Sedangkan tegangan batas lebih banyak ditentukan oleh jenis material, dan metode produksinya.Kedua besaran ini dibandingkan dengan menerapkan teori kegagalan (failure theory) yang ada. Dalam membahas kode standard kita harus membedakan pengertian tegangan pipa menjadi dua,yaitu : 1. Tegangan pipa aktual, yaitu tegangan hasil pengukuran secara manual ataupun dengan piranti lunak komputer. Adapun tegangan pipa aktual ini dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni tegangan normal (normal stress) dan tegangan geser (shear stress). 2. Tegangan pipa kode, yaitu tegangan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan tegangan yang tertera dalam kode standard tertentu.
2.2.1 Tegangan Normal Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yang masingmasing adalah : tegangan longitudinal (longitudinal stress), tegangan tangensial atau tegangan keliling (circumferential stress atau hoop stress), dan tegangan radial (radial stress).
2.2.1.1 Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress) Tegangan longitudianal adalah tegangan yang arahnya sejajar dengan sumbu longitudinal (SL) atau tegangan aksial.Nilai tegangan ini dinyatakan positif jika tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik dan negatif jika tegangannya berupa tekan (kompresi).Tegangan longitudinal pada sistem pipa disebabkan oleh gaya-gaya aksial, tekanan dalam pipa, dan bending.
1. Tegangan Longitudinal akibat gaya aksial Gaya yang diberikan baik berupa tekan atau tarik terhadap luas penampang pipa, dengan bentuk persamaan ditulis sebagai berikut :
……………….. (2.1)
Dimana : = Tegangan Longitudinal akibat gaya aksial (KPa) = Gaya aksial (N) = Luas Penampang Pipa (mm2)
……………….. (2.2)
Dimana : do = diameter luar pipa (mm) di = diameter dalam pipa (mm)
Gambar 2.1 Arah gaya aksial pipa
2.
Tegangan longitudinal akibat tekanan pipa (pressure gauge) Tegangan dalam ini dikarenakan fluida yang ada didalam pipa, fluida ini akan memberikan tekanan baik searah dengan panjang pipa dan kesegala arah permukaan pipa.
Gambar 2.2 arah gaya akibat tekanan pipa
Kemudian rumus diatas dapat disederhanakan menjadi : ……………….. (2.3) Dimana : = tekanan longitudinal akibat beban dalam (KPa) = tekanan dalam akibat fluida (KPa) = luas penampang dalam pipa (mm2) = ketebalan dinding pipa (mm) = ro-ri
3. Tegangan longitudinal akibat momen bending Tegangan yang ditimbulkan oleh momen M yang bekerja diujung- ujung benda.Dalam hal ini tegangan yang terjadi dapat berupa Tensile Bending.
Gambar 2.3 bending momen
……………….. (2.4)
Dimana : = Tegangan longitudinal akibat momen bending (KPa) = jarak dari sumbu netral ke titik yang diperhatikan = momen lendutan pada sebuah penampang pipa = momen inersia dari penampang pipa =
(
)
Tegangan ini disebut juga tegangan lendutan (bending stress). Tegangan ini terjadi paling besar jika c=Ro yaitu :
……………….. (2.5) Dimana : Ro = radius luar pipa Z = modulus permukaan =
2.2.1.2 Tegangan tangensial atau tegangan keliling (circumferential stress atau hoop stress) Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa, dan bernilai positif jika tegangan cenderung membelah pipa menjadi dua.
Gambar
tegangan tangensial
Besar tegangan ini menurut persamaan Lame adalah : (
)
……………….. (2.6)
Dimana : = radius luar pipa = radius dalam pipa = jarak radius ke titik yang sedang diperhatikan
2.2.1.3 Tegangan Radial (Radial Stress) Tegangan ini arahnya sama dengan sumbu radial, dan tegangan ini berupa tegangan kompresi (negatif) jika ditekan dari dalam pipa akibat tekanan dalam (pressure gauge), dan berupa tegangan tarik (positif) jika didalam pipa terjadi tekanan hampa (vacuum pressure). (
)
……………….. (2.7)
Dimana : = radius luar pipa = radius dalam pipa = jarak radius ke titik yang sedang diperhatikan
Jika r = ro maka SR = 0 dan jika r =ri maka SR = -P yang artinya tegangan ini nol pada titik dimana tegangan lendutan maksimum, karena itu tegangan ini biasanya diabaikan.
2.2.2 Tegangan geser Tegangan geser terjadi diakibatkan oleh gaya yang bekerja sejajar dengan permukaan pipa dan karena adanya momen torsi yang terdapat pada pipa, momen torsi ini dapat berupa dua gaya yang bekerja sejajar dengan arah yang berlawanan (momen kopel). Tegangan geser terdiri dari dua komponen tegangan, yang masing-masing adalah : tegangan geser akibat gaya geser (shear stress) dan tegangan geser akibat momen puntir (torsional stress).
2.2.2.1 Tegangan geser akibat gaya geser (shear stress) Tegangan geser akibat gaya geser (shear stress) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
……………….. (2.8)
Dimana : V = Gaya Geser A = Luas Penampang
Gambar 2.5 shear stress
Tegangan ini mempunyai nilai minimum di sumbu netral (di sumbu simetris pipa) dan bernilai nol pada titik dimana tegangan lendutan maksimum (yaitu pada permukaan luar dinding pipa).Karena hal ini dan juga karena besarnya tegangan ini biasanya sangat kecil, maka tegangan ini dapat diabaikan.
2.2.2.2 Tegangan geser akibat momen puntir (torsional stress) Tegangan geser akibat momen puntir (torsional stress) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : ……………….. (2.9)
Dimana : = Momen Puntir J = Momen Inersia Polar
Gambar
torsional stress
Tegangan ini terjadi akibat adanya momen yang bekerja pada pipa yang mengakibatkan adanya pergeseran sudut terhadap sumbu pipa, momen yang bekerja dapat berupa momen ataupun gaya yang mengakibatkan terjadinya puntiran.
2.2.3 Tegangan Kode Tegangan kode diturunkan dari teori dasar tegangan dan teori kegagalan dengan memperhatikan hasil penelitian serta percobaan bertahun-tahun.Tegangan kode memberika standard kriteria kegagalan untuk perancangan sistem pipa. Ada dua kriteria kegagalan yang berbeda, yaitu : a. Kegagalan katastrofis yang disebabkan oleh beban primer b. Kegagalan metal lelah yang disebabkan oleh beban sekunder
Karakteristik beban primer adalah : • beban primer biasanya disebabkan oleh gaya (force), seperti tekanan, gaya berat (bobot mati), gaya spring, gaya dari relief valve dan fluid hammer. • beban primer tidak bersifat membatas diri sendiri (selflimiting), maksudnya, setelah deformasi plastis terjadi, selama
beban itu bekerja maka deformasi akan berlanjut terus sampai kesetimbangan gaya tercapai atau terjadinya patah/kerusakan. • beban primer sifatnya tidak berulang (kecuali beban karena pulsasi dan variasi tekanan, yang selain dikategorikan beban primer, juga merupakan beban sekunder) • batas tegangan yang diizinkan untuk tegangan primer didapat melalui teori kegagalan seperti teori von mises, tresca dan rankine berdasarkan tegangan leleh ( (
), tegangan patah
), atau tegangan rupture (creep).
• kegagalan dapat terjadi oleh satu beban tunggal yang menimbulkan deformasi plastis total menyeluruh atau patah. Karakteristik beban sekunder adalah : • beban sekunder biasanya disebabkan oleh perpindahan (displacement), seperti ekspansi termal, getaran, perpindahan anchor dan settlement. • beban sekunder selalu bersifat membatas diri sendiri (selflimiting),
maksudnya,
stelah
deformasi
plastis
terjadi,
deformasi tidak berlanjut terus karena tegangan berkurang dengan sendirinya dn cenderung menghilang. •beban sekunder sifatnya berulang (kecuali settlement) • batas tegangan yang diizinkan untuk tegangan sekunder didapat berdasarkan jumlah siklus beban dari kegagalan kelelahan metal (kurva metal lelah). • Kegagalan tidak dapat terjadi oleh satu beban tunggal, tetapi kerusakan yang katastrofis dapat terjadi setelah sejumlah beban berulang bekerja pada sistem pipa. Oleh karena itu
wa;aupun sebuah sistem pipa telah dengan sukses beroperasi bertahun-tahun, ini tidak menjamin perancangan pipa yang baik dipandang dari kacamata beban sekunder.
2.2.3.1 Tegangan kode ASME/ASMI B31.3 1. Tegangan karena Beban Tetap (Sustained Load) Tegangan karena beban tetap pada pipa disebabkan oleh bobot berat dan tekanan,dimana dapat dirumuskan sebagai berikut : √
……………….. (2.10)
Dimana : = gaya aksial karena beban tetap (lb) = momen lendutan dalam bidang (in-plane) karena beban tetap (in-lb) = momen lendutan luar bidang (in-plane) karena beban tetap (in-lb) = faktor intensifikasi (SIF) in-plane = faktor intensifikasi (SIF) out-plane = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari ASME/ANSI B31.3 Code
2. Tegangan karena beban ekspansi (Expansion Load) Tegangan karena beban ekspansi pada pipa disebabkan oleh perbedaan temperature (beban ekspansi termal), dimana dapat dirumuskan sebagai berikut : √
.….. (2.11)
Dimana : Ml = perbedaan momen lendutan dalam bidang (in-plane) karena beban ekspansi (in-lb) Mo = perbedaan momen lendutan luar bidang (in-plane) karena beban ekspansi (in-lb) MT = perbedaan momen puntir karena beban ekspansi (in-lb) Sc = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari ASME/ANSI B31.3 Code pada temperature rendah (dingin) Sh = tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari ASME/ANSI B31.3 Code pada temperature tinggi (panas) f = faktor reduksi dengan mempertimbangkan kelelahan material (beban dinamis yang berulang)
3. Tegangan karena beban okasional (Occasional Load) Tegangan karena beban okasional pada pipa disebabkan oleh beban perpindahan tumpuan, anchor misalnya karena gempa bumi dan sebagainya, dimana dapat dirumuskan sebagai berikut : SL+Socc ≤ 1,33 Sh ……………….. (2.12) Dimana : Socc= tegangan karena beban okasional
2.2.3.2 Tegangan kode ASME B31.8 Chapter VIII Pada ASME B31.8 Chapter VIII, desain pipa dibagi menjadi 2 lokasi, yaitu : a. pipa yang berada dilaut (pipeline) b. pipa yang berada di platform dan riser. Pipa riser adalah pipa berukuran besar yang digunakan pada operasi laut lepas/laut dalam yang berfungsi untuk mengalirkan fluida dari dasar laut ke permukaan. Yang membedakan antara pipa riser dengan pipa produksi/ tubing yang lazim digunakan pada operasi produksi migas adalah pipa riser didesain spesifik untuk proses produksi di air (dalam hal ini operasi laut lepas) sehingga ukuran dan spesifikasinya telah disesuaikan dengan kondisi air laut dan berbagai faktor yang berpengaruh di dalamnya, misalnya arus dan temperature air laut.
Tabel 2.1 faktor desain ASME B.318 berdasarkan lokasi pipa
1. Tekanan Hoop (Hoop Stress) Tekanan Hoop (Hoop Stress) merupakan reaksi dari material pipa, akibat dari tekanan internal, yang secara statis dapat ditentukan besarannya. Sehingga tegangan yang tejadi tidak akan
melampaui
tegangan
plastik
pipa
yang
dapat
menyebabkan kegagalan pipa. Tekanan hoop dapat dirumuskan dengan : ……………….. (2.13) ……………….. (2.14)
Dimana : D = Diameter luar pipa = Faktor desain hoop stress berdasarkan lokasi pipa. Dapat dilihat pada tabel 2.1 = Tekanan internal = Tekanan eksternal S= Specified Minimum Yield Strength (SMYS) atau nilai batas luluh suatu material. Misalnya pipa jenis API 5L X 52 di mana yield strengthnya (SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter elastis pada material tersebut adalah < 52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi. Dapat dilihat pada tabel 2.2 = Hoop stress T = Faktor batas temperatur (Temperature de-rating Factor). Dapat dilihat pada tabel 2.3 t = tebal pipa (wall thickness)
Tabel 2.2 Specified Minimum Yield Strength (SMYS) atau nilai batas luluh suatu material
Tabel 2.3 Faktor batas temperatur (Temperature de-rating Factor)
2. Longitudinal Stres Tegangan longitudinal merupakan tegangan yang searah dengan panjang pipa. Ada beberapa penyebab terjadinya longitudinal stress yaitu Axial force, Internal pressure dan bending moment. Besarnya longitudinal stress adalah total dari tegangan akibat gaya aksial, tekanan dalam dan momen bending. Tekanan longitudinal dapat dirumuskan dengan : | |
……………….. (2.15)
……………….. (2.16)
[
]
……………….. (2.17)
……………….. (2.18)
……………….. (2.19)
Dimana : A = Luas penampang pipa gaya aksial = Faktor desain longitudinal stress berdasarkan lokasi pipa. Dapat dilihat pada tabel 2.1 = Momen bending internal = Momen bending eksternal S= Specified Minimum Yield Strength (SMYS) atau nilai batas luluh suatu material. Misalnya pipa jenis API 5L X 52 di mana yield strengthnya (SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter elastis pada material tersebut adalah < 52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi. Dapat dilihat pada tabel 2.2 = Tegangan longitudinal maksimum = Tegangan aksial maksimum = Tegangan bending maksimum = SIF (Stress Intensification Factors) bagian dalam. SIF adalah faktor tegangan untuk pipa bengkok dan pipa bercabang. Dapat dilihat pada tabel 2.4 = SIF (Stress Intensification Factors) bagian luar. Dapat dilihat pada tabel 2.4 z = section modulus
I = Momen inersia Ro = jari-jari terluar pipa 3. Kombinasi Tegangan a Kombinasi tegangan berdasarkan Teori Kegagalan Tresca Teori ini menyebutkan bahwa, Kegagalan pada material akan terjadi, apabila tegangan geser maksimum pada material tersebut sama dengan tegangan geser maksimum pada kondisi yield(terjadi deformasi plastis) dalam test beban tarik unaksial. [(
)
]
……………….. (2.20) ……………….. (2.21)
Dimana : A = Luas penampang pipa gaya aksial = Faktor desain kombinasi tegangan berdasarkan lokasi pipa. Dapat dilihat pada tabel 2.1 = Momen bending internal = Momen bending eksternal = Momen torsi S= Specified Minimum Yield Strength (SMYS) atau nilai batas luluh suatu material. Misalnya pipa jenis API 5L X 52 di mana yield strengthnya (SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter elastis pada material tersebut adalah
< 52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi. Dapat dilihat pada tabel 2.2 = Tegangan longitudinal maksimum = Tegangan hoop = Tegangan torsional = SIF (Stress Intensification Factors) bagian dalam. SIF adalah faktor tegangan untuk pipa bengkok dan pipa bercabang. Dapat dilihat pada tabel 2.4 = SIF (Stress Intensification Factors) bagian luar. Dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Stress Intensification Factor
2.3 Desain Pipa dan Komponen Pipa
Sebelumnya sudah dibahas
bahwa ada dua jenis beban yang harus
diperhatikan dalam analisa tegangan pipa (pipe stress analysis). Jenis beban pertama adalah beban primer, yaitu beban yang disebabkan oleh gaya mekanikal dan menyebabkan kegagalan yang bersifat katastrofis. Yang kedua
adalah jenis beban sekunder, yaitu beban yang dipicunya tidak oleh gaya secara langsung melainkan oleh perpindahan atau deformasi pada sistem. Beban sekunder menyebabkan kegagalan fatique yang efeknya terjadi setelah beban sekunder berulang kali diterima sistem pipa. Selain perbedaan penyebab dan beda sifat kegagalan yang diakibatkan, dua jenis beban inipun menuntut solusi perancangan pipa yang berbeda dan tidak jarang pula berlawanan karakternya.
2.3.1 Desain Komponen Pipa Berdasarkan Tekanan Tekanan dalam pipa termasuk beban primer.Gaya tekan dalam sistem pipa secara umum menentuka ketebalan dari komponen pipa. Selain itu kita juga harus mengetahui berapa tekanan kerja yang diijinkan, karena apabila tekanan yang terlalu berlebihan maka akan menyebabkan kebocoran pipa.
2.3.1.1 Tebal minimum dinding pipa lurus Penentuan tebal pipa dilakukam jauh sebelum kegiatan analisa tegangan pipa, yaitu tepatnya dikerjakan oleh engineer pemipaan ketika mendefenisikan spesifikasi kelas pipa. Semua kode pipa mensyaratkan tebal minimum pipa terdiri dari komponen tebal pipa yang diharuskan karena gaya tekan ditambah komponen tebal pipa untuk memperhatikan kemungkinan korosi (corrosion allowance), erosi, toleransi manufaktur (mill tolerance), kedalaman ulir dan sebagainya seperti rumus berikut : ……………….. (2.22)
Dimana : tm = tebal minimum dinding pipa t = tebal minimum dinding pipa akibat gaya tekanan c = toleransi (allowance) untuk korosi, erosi, kesalahan pabrik dan lainnya.
Rumus penentuan tebal minimum pipa lurus karena tekanan untuk tiap kode pipa berlainan, walaupun prinsip dasar yang digunakan adalah sama yaitu tegangan tangensial/sirkumferesial/hoop dari pipa akibat tekanan, untul pipa sangat tipis (
adalah :
……………….. (2.23)
Dimana : = tegangan hoop = diameter luar pipa Untuk pipa tebal (
, rumus Lame harus digunakan :
(
)
……………….. (2.24)
Dimana : = radius luar pipa = radius dalam pipa
Dengan menggunakan pendekatan yang lain, yaitu kesetimbangan gaya diarah tangensial/sirkumferesial dapat ditulis sebagai berikut :
……………….. (2.25)
Atau setelah ditulis ulang menjadi :
……………….. (2.26)
Dimana : = tegangan tangensial/sirkumferesial = diameter dalam = diameter luar = tebal pipa
Berdasarkan ANSI B31.3 tebal minimum dinding pipa akibat tekanan dalam (internal pressure) adalah :
……………….. (2.27)
Dimana : E = faktor kualita produksi Y = koefisien material
Koefisien Y adalah koreksi dari kesalahan asumsi pipa berdinding tipis dan juga untuk memperhitungkan peranan jenis material dan temperatur.Untuk pipa tipis (
nilai Y dapat dilihat di Tabel
304.1.1 dari ANSI B31.3 seperti dalam tabel berikut :
Tabel 2.5 Nilai koefisien Y berdasarkan material dan temperature
Untuk pipa tebal (
, nilai koefisien material tersebut adalah : ……………….. (2.28)
Dimana : = diameter dalam =
-2t
Sedangkan faktor E adalah factor kualitas untuk memperhatikan perbedaan teknik produksi dari pipa, seperti efek perbedaan pengelasan, inspeksi las, factor casting (pengecoran). Nilai E untuk berbagai kode pipa antara 0,8 dan 1,0 dapat dilihat di Tabel A-1A dan A-1B dari ANSI B31.3. MisaLnya untuk pipa API 5L tanpa sambungan (seamless) nilai E=1, dengan sambungan spiral nilai E=0,95 dan dengan sambungan las longitudinal ERW nilai E=0,85.
2.3.1.2 Tekanan Kerja yang Diizinkan- AWP (Allowable Working Pressure) Rumus tebal minimum pipa lurus dapat diubah untuk mendapatkan nilai tekanan kerja yang diizinkan dari pipa yang dirancnag (AWP). Untuk rumus ASME/ANSI B31.3, tekanan kerja yang diizinkan adalah :
……………….. (2.29)
Dimana : t = tebal minimum untuk tekanan dimana toleransi-toleransi untuk korosi, erosi dan sebagainya tidak diikut sertakan.
2.3.2
Desain pipa berdasarkan berat (bobot mati)
Seperti halnya tekanan, beban karena berat/bobot mati dari pipa dan semua komponen pipa termasuk berat insulation, lining, berat fluida, merupakan beban tetap. Tegangan yang terjadi dikategorikan tegangan sustained dan dikombinasikan dengan tegangan akibat gaya tekanan. Bedanya dengan tekanan, beban bobot mati selain menyebabkan tegangan di dinding pipa, juga menyebabkan gaya reaksi pada support/restrain pipa. Sementara, gaya reaksi pada restrain (anchor atau line/limit stop) akibat tekanan hanya ada pada sistem dengan flexible joint.
2.3.2.1 Tegangan atau defleksi karena beban bobot mati Bobot mati dari pipa diasumsikan terdistribusi merata per satuan panjang pipa, dan dianggap ditumpu oleh support secara continue pada jarak yang sama. Permasalahan yang ada, bagaimana kita memodelkan jenis tumpuan dalam teori, apakah tumpuan sederhana (pinned support) dimana rotasi bebas sepenuhnya :
Gambar 2.7 pinned support
Atau tumpuan jepit (fixed support) dimana rotasi sepenuhnya ditahan, seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.8 fixed support
Untuk tumpuan sederhana, maka momen lendut yang maksimum terjadi berada di tengah-tengah span, dan nilainya adalah :
……………….. (2.30)
Dimana : = momen maksimum = beban berat pipa, fluida dan lainnya per satuan panjang = panjang batang (pipe span)
Untuk tumpuan jepit, momen maksimum terjadi tepat ditumpuan dan besarnya adalah :
……………….. (2.31)
Dua persamaan diatas menunjukkan dua nilai ekstrem, kenyataan yang sebenarnya akan berada diantara dua nilai itu. Salah satu nilai kompromi yang diambil adalah nilai tengahnya, yaitu :
……………….. (2.32)
Tegangan yang terjadi karena momen lendut menurut teori elastisitas adalah :
……………….. (2.33)
Dimana : Z = momen tahanan (section modulus) penampang pipa
Dari persamaan diatas maka jika nilai tegangan tidak boleh melebihi tegangan ijin SA, maka jarak maksimum antar tumpuan yang dibolehkan adalah :
√
……………….. (2.34)
Dari rumus diatas maka dapat diturunkan rumus untuk defleksi maksimum yang terjadi akibat beban berat pipa, yaitu untuk model dengan tumpuan sederhana :
……………….. (2.35)
Dimana : ymax= defleksi maksimum (negative artinya kebawah) E = Modulus elastisitas I = momen inersia penampang pipa
Dan untuk tumpuan jepit :
……………….. (2.36)
2.3.2.2 Jarak antar support maksimum (maximum pipe span) Manufacture Standardization Society of the Valve and Fitting Industry (MSS) dalam MSS-SP-69 telah mempublikasikan hasil perhitungan dengan menggunakan rumu-rumus diatas setelah dimodifikasi dengan menggunakan satuan lb, psi, feet-inchies. Kemudian dengan mengambil asumsi berikut : • ketebalan pipa yang digunakan adalah standard pipe ANSI • tidak ada beban terkosentrasi diantara dua support • tidak ada perubahan arah horizontal maupun vertical diantara dua support • Stress Intensification Factor di support diabaikan • maksimum tegangan yang diizinkan 15000 psi (Carbon Steel) • Maksimum lendutan yang diizinkan 0,1 inches
Tabel berikut diambil dari MSS-SP69 untuk maksimum pipe span :
Tabel 2.6 maksimum pipe span Pipe span dibagian pipa vertical (riser) tidak ditentukan dengan standard ini, karena beban berat tidak menimbulkan tegangan dan defleksi. Hal yang pelu diperhatikan adalah bahaya buckling akibat tegangan kompresi di riser, oleh karena itu direkomendasikan, riser support yang menahan berat diletakkan diatas titik berat riser. 2.4
Sistem Penumpu Pipe support adalah salah satu bagian yang penting dalam sistem perpipaan atau di suatu plant.Sistem penumpu berfungsi untuk menahan dan
mengkondisikan suatu sistem perpipaan sehingga aman sampai waktu yang telah ditentukan, bahkan diharapkan berfungsi selama pipa masih digunakan. Di dalam sistem perpipaan, dikenal ada berbagai jenis pipe support yang digunakan untuk menyangga sistem perpipaan tersebut. Oleh karenanya “hanger” termasuk dalam jenis support karena menyangga beban pipa dari atas dan biasanya mengalami beban tension, dan “support” termasuk juga dalam jenis pipe support karena menyangga beban pipa dari bawah dan biasanya mengalami beban compression. Pemodelan tumpuan pipa harus dapat menggambarkan sebaik mungkin keadaan fisik tumpuan yang sebenarnya. Dibawah ini akan dibahas berbagai tipe
tumpuan pipa serta pemodelan pada CAESAR II dan arah derajat
kebebasan yang harus ditahan.
2.4.1
Anchor Anchor adalah jenis support dimana seluruh (enam) derajat kebebasan (X, Y, Z, RX, RY, RZ) sepenuhnya ditahan. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan ANC. Anchor dapat ditemukan pada tumpuan sebagai berikut : • anchor yang sengaja dibuat (biasanya pipa dilas ke struktur atau menggunakan kombinasi clamp dengan baut yang dihubungkan kaku ke struktur) • anchor yang terjadi pada penetrasi ke dinding atau lantai beton • anchor yang diciptakan karena sambungan pipa ke peralatan seperti vessel dan pompa.
Gambar
2.4.2
Anchor
Restrain Restrain yaitu tumpuan yang rigid dan ditahan pada satu atau lebih derajat kebebasan dimana minimal satu derajat kebebasan tetap bebas. Restrain dapat dibedakan sesuai dengan arah penahannya yaitu : • X, Y, Z : translational restrain di dua arah • +X, +Y, +Z : translational restraint, dimana restraint hanya dapat memberikan gaya reaksi diarah positif yang disebut. • -X, -Y, -Z : translational restraint, dimana restraint hanya dapat memberikan gaya reaksi diarah negatif yang disebut. • RX, RY, RZ :rotational restrain di dua arah • +RX, +RY, +RZ :rotational restraint, dimana restraint hanya dapat memberikan momen reaksi diarah positif yang disebut. • -RX, -RY, -RZ : rotational restraint, dimana restraint hanya dapat memberikan momen reaksi diarah negatif yang disebut.
Beberapa contoh restraint diberikan dibawah ini, dengan asumsi +Y arah vertikal keatas :
1. Axial restraint Axial restraint adalah jenis penumpu yang ditahan diarah aksial/longitudinal pipa.Pada CAESAR II restrain type ini ditulis
dengan
X
atau
Z (sesuai
arah
aksial
pipa),
dikombinasikan dengan Z atau X (arah tegak lurus pipa) dan Y dengan Gap jika diperlukan.
Gambar
axial restraint
2. Rod hanger Rod hanger berfungsi menahan gerakan kebawah dari bobot mati pipa dimana titik diamnya (pivot) berada diatas pipa dengan menggunakan pin. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan YROD.
Gambar
rod hanger
3. Sway strut Sway strut merupakan kombinasi 2 pin yang membebaskan 3 arah rotasi dan translasi lateral dan aksial, hanya translasi arah strut yang ditahan rigid. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan X atau Z (sesuai arah strut).
Gambar
sway strut
4. Structural steel restraint Structural steel restrain terbuat dari struktur baja yang menahan pipa dengan rigid. Arah penahan tergantung konfigurasi stuktur baja, yaitu : a. ditahan hanya vertical; pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan Y b. ditahan diarah vertikal dan lateral mendatar; pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan Y dan X atau Z (sesuai arah lateral mendatar pipa)
Gambar
structural steel restraint
5. Penetrasi di dinding atau lantai Penetrasi di dinding atau lantai ini dengan lugs sebagai guide, dua arah lateral translasi dan dua arah rotasi ditahan. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan X, Z, RX dan RZ.
Gambar
penetrasi di dinding
6. Guide Guide adalah jenis support yang menahan arah translasi lateral (tegak lurus dengan pipa) di bidang mendatar atau di dua arah lateral jika pipa dipasang vertikal. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan GUI.
Gambar
guide
7. Slide support (Pipe Shoe) Slide support menahan arah vertikal dari bawah dimana ada friksi antar pipa atau pelat slide dengan tumpuan. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan +Y
Gambar
2.4.3
slide support
Snubber Jenis tumpuan ini hanya bereaksi pada bebean yang bekerja dengan cepat (beban dinamis) dan tidak memberikan penahan pada beban yang bekerjanya lambat seperti berat dan termal.Karena itu snubber pada CAESAR II hanya aktif untuk kasus beban okasional yang diasumsikan bekerjanya cpat seperti beban angin, gempa, beban impuls dan sebagainya. Pada CAESAR II restrain type ini ditulis dengan XSNB, YSNB, dan ZSNB.
Gambar
Snubber
2.4.4
Gaya dan Momen pada tumpuan Momen lentur merupakan kebalikan (arah) dari tahanan momen dengan besaran yang sama, momen lentur dinotasikan dengan M. momen lentur lebih lazim digunakan daripada tahanan momen dalam perhitungan karena momen ini dapat dinyatakan secara langsung dari beban atau gaya-gaya eksternalnya. Gaya geser adalah berlawanan arah dengan tahanan geser tetapi besarnya sama, biasanya dinyatakan dengan V. Ketika pipa dibebani dengan gaya atau momen, tegangan internal terjadi pada batang. Secara umum, terjadi tegangan normal dan tegangan geser. Berikut adalah contoh analisa satu dimensi arah x untuk menentukan arah gaya dan momen pada sebuah pipa yang ditumpu.
Gambar 2.18 sketsa keadaan pipa dalam keadaan ditumpu
Diagram benda bebasnya adalah :
Gambar
diagram benda bebas kesetimbangan gaya dan momen
Dari diagram benda bebas diatas akan didapat gaya-gaya reaksi yang bekerja pada tiap tumpuan, yaitu sebagai berikut :
∑
∑
Persamaan momen untuk batasan
∑
Untuk nilai x=0
Untuk nilai x =a
Dan untuk persamaan gaya gesernya diperoleh : ∑
Untuk nilai x=0
Untuk nilai x=a
Sedangkan persamaan momen untuk batasan
∑
Untuk nilai x=a
Untuk nilai x=L
Dan untuk persamaan gaya geser diperoleh : ∑
Untuk nilai x=a
Untuk nilai x=1
Dari hasil penurunan persamaan diatas untuk momen dan gaya geser akan didapat bentuk diagram untuk masing-masing persamaan momen dan gaya geser dimana gambar yang dihasilkan berdasarkan bentuk dari diagram benda bebas pada gambar 2.20 :
Gambar
diagram gaya geser dan momen lentur
2.5 Analisa Pipa Bawah Laut (On-Bottom Stability) Pipa bawah laut dewasa ini telah berkembang sebagai suatu infrastruktur yang penting dalam usaha pendistribusian minyak, gas maupun fluida lainya. Oleh karena perananya yang penting maka pipa harus didisain untuk dapat menahan beban dan gaya-gaya lingkungan yang bekerja padanya sehingga dapat kuat dan stabil baik pada waktu instalasi, hydrotest maupun selama masa oprasionalnya. Dalam teknologi pipa bawah laut telah dikenal beberapa cara/metode yang digunakan untuk menjadikan pipa bawah laut stabil, metode yang umum digunakan antara lain : -
Menambahkan selimut beton pada pipa yang berfungsi sebagai pelindung dan pemberat pada pipa agar tetap stabil.
-
Mengubur pipa didalam seabed tujuan dari cara ini adalah untuk mengurangi gaya-gaya hidrostatik yang bekerja kalau pipa berada diatas seabed.
-
Membuat tanggul batu (rock beam) yang berfungsi sebagai pemberat pada pipa.
2.5.1 Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Analisa Stabiltas Pipa Bawah Laut Kestabilan pipa bawah laut meliputi kestabilan dalam dua arah yaitu arah vertikal dan horizontal/lateral. Kestabilan ini diperhitungkan terhadap gaya-gaya lingkungan yang bekerja pada pipa, gaya-gaya tersebut adalah gaya inesia, gaya seret (drag force) dan gaya angkat (lift force). Sedangkan resistensi permukaan dasar laut merupakan gaya gesek antara pipa dengan permukaan tanah laut/seabed. Gaya seret dan gaya inersia adalah gaya yang secara bersama-sama bekerja dalam arah horizontal/lateral pada pipa, sedangkan gaya angkat bekerja secara vertikal, gaya angkat ini adalah gaya yang mengurangi berat pipa dalam air yang mempengaruhi kestabilan pipa. Gambar 2.21 berikut adalah gambaran gaya-gaya dalam analisis perhitungan stabilitas pipa bawah laut.
Gambar 2.21 Sketsa gaya-gaya yang bekerja pada pipa bawah laut. Desain stabilitas dari pipa merupakan interaksi yang kompleks antara pergerakan arus air melalui pipa, baik arus yang dibangkitkan oleh gelombang maupun arus yang dibangkitkan oleh pasut yang menimbulkan terjadinya gaya-gaya hidrodinamika pada pipa, dan kombinasi antara total berat tenggelam pipa dengan koefisien gesek antara permukaan pipa dengan tanah. Analisa sederhana dari stabilitas pipa di dasar laut dapat dilakukan dengan berdasar pada keseimbangan statis antara penerapan gaya-gaya hidrodinamika dengan kombinasi gaya penahan tanah . Gaya penahan tanah sebenarnya merupakan gaya gesek yang terdapat pada pertemuan permukaan pipa dengan tanah. Berikut ini adalah gaya-gaya yang terlibat dalam stabilitas: • Berat isi dan berat tenggelam pipa. • Kombinasi gaya drag. • Kombinasi gaya angkat. • Gaya inersia. • Gaya friksi penahan antara permukaan pipa dengan dasar laut.
Gambar 2.22 Gaya-gaya hidrodinamika pada pipa
a. Gaya Seret (Drag Force) Gaya seret terjadi karena adanya gesekan antara fluida dengan dinding pipa atau yang dikenal sebagai skin friction dan adanya vortex yang terjadi dibelakang pipa (form drag), sketsa terjadinya gaya friksi pada pipa dapat dilihat pada Gambar 2.23
Gambar 2. 23 Sketsa terjadinya gaya gesek pada pipa. Terjadinya gaya seret sangat terpengaruh oleh kecepatan aliran, nilai dari gaya seret dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana :
F = gaya seret CD = koefisien seret ρ = masa jenis fluida D = diameter pipa Us = kecepatan siginifikan akibat gelombang Uc = arus laut θ =sudut fasa gelombang
B. Gaya Inersia
Gaya inersia menunjukan adanya gaya dari masa fluida yang dipindahkan oleh pipa, nilainya dipengaruhi oleh percepatan partikel air. Nilai dari gaya inersia dapat dirumuskan seperti berikut:
Dimana : FI = gaya inersia persatuan panjang CM = koefisien hidrodinamik inersia As = percepatan partikel air horizontal efektif
C. Gaya Angkat (Lift Forces)
Gaya angkat adalah gaya hidrodinamik dalam arah vertikal, gaya ini terjadi apabila terdapat konsentrasi streamline pada pipa. Konsentrasi steramline terjadi diatas silinder pipa yang mengakibatkan gaya angkat keatas. Jika terjadi celah sempit antara silinder dan seabed, konsentrasi steamline dibawah silinder pipa akan mengakibatkan gaya angkat negatif kearah bawah. Gambar 2.24 menunjukan sketsa terjadinya gaya angkat pada pipa.
Gambar 2. 24 Sketsa terjadinya gaya angkat pada pipa.
Besarnya gaya angkat ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
……………….. (2.39) Dimana : FL = gaya angkat (lift force) CL = adalah koefisien gaya angkat
2.5.2 Reduksi Pembebanan Pada Pipa Akibat adanya interaksi antara pipa dengan tanah pada suatu sistem pipeline mengakibatkan adanya reduksi gaya-gaya yang bekerja di sekitar pipa. Gaya-gaya hidrodinamika dapat tereduksi karena adanya: • Sifat permeable dari dasar perairan . • Penetrasi pipa ke tanah. • Trenching.
a. Reduksi Gaya Akibat Sifat Permeable Dasar Perairan Pada dasar perairan yang bersifat permeable akan mengizinkan terjadinya aliran arus di bawah pipa yang menyebabkan terjadinya reduksi terhadap beban vertikal. Bila gaya hidrodinamik arah vertikal yang digunakan dalam analisis didasakan pada koefisien pembebanan yang diperoleh dari asumsi non – permeable seabed, maka dapat digunakan faktor reduksi : 0.7
b. Reduksi Gaya Akibat Terjadinya Penetrasi Pipa Ke Tanah Seperti dijelaskan sebelumnya pipa akan terpendam/terkubur apabila daya dukung tanah di mana pipa dipasang tidak dapat menahan gaya yang terjadi. Faktor reduksi gaya yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut: Faktor reduksi gaya arah horizontal
……………….. (2.40)
Faktor reduksi gaya arah Vertikal
(
) ……………….. (2.41)
Gambar 2. 25 Sketsa pipa yang terpendam ditanah
c. Reduksi gaya akibat trenching Pipa yang terdapat dalam parit dengan tinggi parit yang diambil relatif terhadap seabed, dan mempunyai lebar parit tidak lebih dari 3 kali diameter pipa akan mengalami reduksi gaya hidodinamik, dimana faktor reduksinya dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Faktor reduksi gaya arah horizontal ( )
……………….. (2.42)
( )
……………….. (2.43)
- Faktor reduksi gaya arah vertical
Gambar 2.26 Sketsa pipa dalam parit