19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Data Umum Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani
persoalan kelebihan air baik kelebihan air yang berada di bawah permukaan tanah maupun air yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat dari durasi hujan yang lama. Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan. (Menurut Wesli, Drainase Perkotaan, 2008). Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang khusus mengkaji kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan kota tersebut. Drainase perkotaan juga merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi kawasan permukiman, industri & perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan olah raga, dan lain-lain. Disain drainase perkotaan memiliki keterkaitan dengan tata guna lahan, tata ruang kota, master plan drainase kota dan kondisi sosial budaya masyarakat terhadap kedisiplinan dalam hal pembuangan sampah.
119 Universitas Sumatera Utara
20
2.2
Karateristik Wilayah Studi
2.2.1 Genangan dan Permasalahannya Genangan atau banjir merupakan suatu permasalahan drainase perkotaan. Genangan dapat terjadi akibat air hujan. Faktor - faktor Penyebab Permasalahan Banjir di Medan saat ini, secara umum dijelaskan sebagai berikut: 1.
Kondisi lahan daerah pengaliran sungai-sungai yang melewati
kota sudah
pada taraf yang sangat memprihatinkan, hal ini mengakibatkan peningkatan debit banjir yang sangat signifikan dengan bertambahnya Koefesien Run-Off. Daerah-daerah yang dulunya merupakan daerah resapan air yang diharapkan mampu menyimpan dan menahan air telah berubah fungsi menjadi daerah pemukiman bahkan beberapa diantaranya telah berubah menjadi daerah industri. 2.
Permasalahan sampah di saluran-saluran drainase yang ada. Masalah ini merupakan masalah klasik yang menuntut kesadaran dan partisipasi masyarakat sekitar.
3.
Bukaan/lubang disisi-sisi jalan yang berfungsi untuk menampung
dan
menyalurkan limpasan air hujan yang berada sepanjang jalan menuju ke saluran (Street Inlet) yang tidak terawat dengan baik sehingga menyulitkan air untuk mengalir dari jalan menuju saluran yang ada. Faktor khusus dari penyebab permasalahan banjir Medan : kurangnya saluran induk yang melayani sistem drainase makro kota medan, sedangkan saluran-saluran induk yang ada sekarang ini beberapa diantaranya dalam kondisi yang terlalu dangkal sehingga sulit untuk menarik air dari daerah sekitarnya.
120 Universitas Sumatera Utara
21
2.2.2 Letak Geografis Pemerintahan pada kecamatan Medan Polonia mempunyai luas wilayah seluas 9,01 km2 yang terletak diatas permukaan Laut 27 meter dan yang terdiri dari 5 kelurahan. Batas wilayah secara administrasi adalah sebagai berikut : •
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Petisah
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun Dan Pemerintahan pada kecamatan Medan Johor mempunyai luas wilayah
seluas ± 1.696 Ha yang terdiri dari 6 kelurahan. Batas wilayah secara administrasi adalah sebagai berikut : •
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun dan Medan Polonia
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Namorambe dan Delitua Kabupaten Deli Serdang
•
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan
•
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas
2.2.3. Tofografi dalam daerah pengaliran Kondisi topografi seperti corak, elevasi, gradient, arah pengaliran dan lainlain dari daerah pengaliran mempunyai pengaruh terhadap sungai dan hidrologi daerah pengaliran tersebut. Corak daerah pengaliran adalah faktor bentuk yakni perbandingan panjang sungai utama terhadap lebar rata-rata daerah pengaliran.
121 Universitas Sumatera Utara
22
Jika faktor bentuk menjadi lebih kecil dengan kondisi skala daerah pengaliran yang sama maka hujan lebat yang merata akan berkurang dengan perbandingan yang sama sehingga kemungkinan terjadi banjir akan kecil. Elevasi daerah pengaliran dan elevasi rata-rata mempunyai hubungan dengan infiltrasi, limpasan permukaan, kelembaban dan pengisian air tanah. Gradien daerah pengaliran adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi waktu mengalirnya aliran permukaan, waktu konsentrasi dan mempunyai hubungan langsung terhadap debit banjir. Arah daerah pengaliran mempunyai pengaruh terhadap kehilangan evaporasi dan transpirasi karena mempengaruhi kapasitas panas yang diterima dari matahari. Perencanaan sistem drainase sangat ditentukan oleh topografi wilayah. Kesalahan data topografi akan mengakibatkan kerugian-kerugian yang tidak terduga akibat terjadinya banjir dan genangan yang timbul dari perencanaan sistem drainase yang salah.
Gambar 2.1. Siklus terbentuknya drainase alamiah
122 Universitas Sumatera Utara
23
2.2.4. Klimatologi Dengan adanya kutipan dari buku Badan Pusat Statistik, daerah Kecamatan Medan Polonia terletak pada ketinggian 27 meter diatas permukaan laut, mempunyai luas wilayah seluas 9,01 km2, dan daerah Kecamatan Medan Johor luas areal ±1.696 Ha. Dari hal diatas kita dapat mengetahui bahwa, permasalahan utama drainase adalah terjadinya genangan. Daerah genangan ini mencakup genangan potensial. Hal-hal yang perlu di catat adalah sebagai beriikut : 1. Petakan lokasi genangan yang berada dalam area studi. 2. Catat luas, tinggi dan lamanya genangan serta frekuensi dan waktu kejadian dalam satu tahun untuk masing-masing daerah genangan. 3. Catat penyebab genangan apakah disebabkan karena hujan atau karena tidak dapat mengalir dan lain-lain. Masalah banjir atau genangan yang terjadi pada lokasi tertentu dan penyebab banjir atau genangan tersebut dapat berasal dari kota itu sendiri, akibat kurang berfungsinya saluran drainase yang ada, juga berasal dari luar kotadisebabkan meluapnya sungai sekitarnya akibat terlalu mengalir air hujan dari bagian hulu. Besarnya kerugian tergantung besaran genangan meliputi luas, frekuensi, tinggi dan lamanya genangan, tetapi yang paling menentukan besarnya kerugian adalah nilai kegiatan yang ada dalam lokasi tersebut. Pendekatan umum mengenai penentuan alternatif pemecahan masalah drainase bertitik tolak dari penyebab utama timbulnya banjir/genangan itu sendiri.
123 Universitas Sumatera Utara
24
Ditinjau dari segi fungsi pelayanan sistem drainase perkotaan diklasifikasi menjadi sistem drainase utama (major drainage sistem) dan sistem drainase lokal (minor drainage sistem). a. Sistem Drainase Utama Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran primer, sekunder dan tersier beserta bangunan kelengkapannya yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota. b. Sistem Drainase Lokal Yang merupakan dalam sistem drainase local adalah sistem saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti kompleks permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industry dan komersial. Sistem ini melayani area lebih kecil dari 10 Ha. Bila ditinjau dari segi fisik (hirarki susunan saluran), sistem dainase perkotaan diklasifikasikan atas saluran primer, sekunder, tersier dan seterusnya. a. Sistem Saluran Primer Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder dimensi saluran relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan penerima air. b. Sistem Salura Sekunder Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dan saluran tersier dan limpasan air permukaan sekitarnya, dan meneruskan aliran ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan.
124 Universitas Sumatera Utara
25
c. Sistem Saluran Tersier Adalah saluran drainase yang menerima air dari sistem drainase lokal dan menyalurkannya ke saluran sekunder.
2.3.
Analisa Hidrologi Dalam Perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti persoalan
drainase dan bangunan pengendalian banjir diperlukan Analisa Hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. Dalam menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:
2.3.1. Data Curah Hujan Hujan merupakan komponen yang penting dalam analisa hidrologi perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran dainase. Penentuan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.
125 Universitas Sumatera Utara
26
2.3.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah : -
Distribusi Normal
-
Distribusi Log Normal
-
Distribusi Log Person III
-
Distribusi Gumbel Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis
data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan). Tabel 2.1 Parameter statistik yang penting Parameter Rata-rata Simpangan Baku
Sampel
X =
Polpulasi
1 n ∑ Xi n i =1
(
)
(Standar deviasi) Koefisien Variasi
CV = n
Koefisien Skewness
G=
(
i =1
∫ xf (x ) dx
−∞
1 1 n 2 s= x x − ∑ i n − 1 i =1
{[
CV =
)
3
(n − 1)(n − 2)s 3
2
]}
2
]
σ = E (x − µ )
s x
n ∑ xi − x
∞
µ = E (X ) =
γ=
σ µ
[
E (x − µ )
σ
1 2
3
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34)
126 Universitas Sumatera Utara
27
2.3.2.1 Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal PDF (Probability Density Function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :
P( X ) =
Dimana :
( x − µ )2 exp − −∞≤x≤∞ 2σ 2 σ 2π 1
(2.1)
P(X)
= fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)
X
= variable acak kontinu
μ
= rata – rata nilai X
σ
= simpangan baku dari nilai X
Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan :
KT =
XT − X S
(2.2)
Dimana : XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T Tahunan X
= nilai rata-rata hitung variat
S
= deviasi standar nilai variat
KT
= faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)
127 Universitas Sumatera Utara
28
Nilai faktor frekuansi (KT), umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variabel reduced Gauss).
Tabel 2.2 Nilai Variabel Reduksi Gauss No
Periode Ulang, T (tahun)
Peluang
KT
1 1,001 0,999 -3.05 2 1,005 0,995 -2,58 3 1,010 0,990 -2,33 4 1,050 0,950 -1,64 5 1,110 0,900 -1,28 6 1,250 0,800 -0,84 7 1,330 0,750 -0,67 8 1,430 0,700 -0,52 9 1,670 0,600 -0,25 10 2,000 0,500 0 11 2,500 0,400 0,25 12 3,330 0,300 0,52 13 4,000 0,250 0,67 14 5,000 0,200 0,84 15 10,000 0,100 1,28 16 20,000 0,050 1,64 17 50,000 0,020 2,05 18 100,000 0,010 2,33 19 200,000 0,005 2,58 20 500,000 0,002 2,88 21 1,000,000 0,001 3,09 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)
2.3.2.2 Distribusi Log Normal Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. PDF (Probability Density Function) untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :
128 Universitas Sumatera Utara
29
(Y − µ Y )2 exp − P( X ) = 2 2σ Y Xσ 2π 1
(2.3)
Y = LogX Dimana :
P(X)
= peluang log normal
X
= nilai varian pengamatan
μY
= nilai rata-rata populasi Y
σY
= deviasi standar nilai variat Y
Dengan persamaan yang dapat didekati : YT = Y + K T S
KT = Dimana :
YT
(2.4)
YT − Y S
(2.5)
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan
Y
= nilai rata-rata hitung variat
S
= deviasi standar nilai variat
KT
= faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
2.3.2.3 Distribusi Log Person III Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal.
129 Universitas Sumatera Utara
30
Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang sikembangkan person yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III). Tiga parameter penting dalam LP III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefisien kemencengan sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal. Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III : -
Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X
-
Hitung harga rata-rata : n
log X = -
∑ log X i =1
(
)
2
0.5
(2.7)
Hitung koefisien kemencengen : n
G=
-
n
Hitung harga simpangan baku :
n ∑ log X i − log X s = i =1 n −1 -
(2.6) i
(
n∑ log X i − log X i =1
)
3
(n − 1)(n − 2) s 3
(2.8)
Hitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T dengan rumus :
log XT = log X + K.S
(2.9)
K adalah variable standar (standardized variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G, dicantumkan pada Tabel 2.3
130 Universitas Sumatera Utara
31
Tabel 2.3 Nilai K untuk distribusi Log Person III Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang) 10,101 12,500 2 5 10 25 50 100 Koef. Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded) 99 80 50 20 10 4 2 1 3.0 -0.667 -0.636 -0.396 0.420 1,180 2,278 3,152 4,051 2.8 -0.714 -0.666 -0.384 0.460 1,210 2,275 3,144 3,973 2.6 -0.769 -0.696 -0.368 0.499 1,238 2,267 3,071 2,889 2.4 -0.832 -0.725 -0.351 0.537 1,262 2,256 3,023 3,800 2.2 -0.905 -0.752 -0.330 0.574 1,284 2,240 2,970 3,705 2.0 -0.990 -0.777 -0.307 0.609 1,302 2,219 2,192 3,605 1.8 -1.087 -0.799 -0.282 0.643 1,318 2,193 2,848 3,499 1.6 -1.197 -0.817 -0.254 0.675 1,329 2,163 2,780 3,388 1.4 -1.318 -0.832 -0.225 0.705 1,337 2,128 2,076 3,271 1.2 -1.449 -0.844 -0.195 0.732 1,340 2,087 2,626 3,149 1.0 -1.588 -0.852 -0.164 0.758 1,340 2,043 2,542 3,022 0.8 -1.733 -0.856 -0.132 0.780 1,336 1,993 2,453 2,891 0.6 -1.880 -0.857 -0.099 0.800 1,328 1,939 2,359 2,755 0.4 -2.029 -0.855 -0.066 0.516 1,317 1,880 2,261 2,615 0.2 -2.178 -0.850 -0.033 0.830 1,301 1,818 2,159 2,472 0.0 -2.326 -0.842 0.000 0.842 1,282 1,715 2,051 2,326 -0.2 -2.472 -0.830 0.033 0.850 1,258 1,680 1,945 2,178 -0.4 -2.615 -0.816 0.066 0.855 1,231 1,606 1,834 2,028 -0.6 -2.755 -0.800 0.099 0.857 1,200 1,528 1,720 1,880 -0.8 -2.891 -0.780 0.132 0.856 1,166 1,448 1,606 1,733 -1.0 -3.022 -0.758 0.164 0.852 1,086 1.366 1,492 1,588 -1.2 -2.149 -0.732 0.195 0.844 1,086 1,282 1,379 1,449 -1.4 -2.271 -0.705 0.225 0.832 1,041 1,198 1,270 1,318 -1.6 -2.238 -0.675 0.254 0.817 0.994 1,116 1,166 1,197 -1.8 -3.499 -0.643 0.282 0.799 0.945 1,035 1,069 1,087 -2.0 -3.605 -0.609 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 -2.2 -3.705 -0.574 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 -2.4 -3.800 -0.532 0.351 0.725 0.795 0.823 0.823 0.832 -2.6 -3.889 -0.490 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.796 -2.8 -3.973 -00469 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 -3.0 -7.051 -0.420 0.696 0.636 0.666 0.666 0.666 0.667 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 43)
2.3.2.4 Distribusi Gumbel Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat didekati dengan persamaan : 131 Universitas Sumatera Utara
32
X = X + SK
Dimana :
X
= harga rata-rata sample
S
= nilai varian pengamatan
(2.10)
Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan :
K=
Dimana :
YTr − Yn Sn
(2.11)
Yn
= reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n
Sn
= reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah sample/data ke-n
YTr
= reduced variated, yang dapat dihitung dengan persamaan
berikut ini. T − 1 YTr = − ln − ln r Tr
(2.12)
Tabel 2.4 : Standard Deviasi (Yn), Tabel 2.5 : Reduksi Variat (YTr) dan Tabel 2.6 : Reduksi Standard Deviasi (Sn) berikut mencantumkan nilai-nilai Variabel Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 2.11.
132 Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 2.4 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel No 0 1 2 3 4 5 6 7 10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5403 0.5410 0.5418 40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 50 0.5486 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 90 05586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 100 0.5600 0.5602 0.5603 0.5604 0.5606 0.5607 0.5608 0.5609 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 51)
8
9
0.5202 0.5220 0.5343 0.5353 0.5424 0.5346 0.5477 0.5481 0.5515 0.5518 0.5543 0.5545 0.5565 0.5567 0.5583 0.5585 0.5598 0.5599 0.5510 0.5611
Tabel 2.5 Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi Periode Ulang Gumbel Periode Ulang, TR
Reduced Variate, YTR
Periode Ulang, TR
Reduced Variate, YTR
(Tahun) (Tahun) (Tahun) (Tahun) 2 0.3668 100 4.6012 5 1.5004 200 5.2969 10 2.251 250 5.5206 20 2.9709 500 6.2149 25 3.1993 1000 6.9087 50 3.9028 5000 8.5188 75 4.3117 10000 9.2121 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52) Tabel 2.6 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 0.94 0.96 0.99 0.99 1.00 1.020 1.03 1.04 1.049 20 1.06 1.06 1.07 1.08 1.08 1.091 1.09 1.10 1.104 30 1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.128 1.13 1.13 1.136 40 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.151 1.15 1.15 1.157 50 1.10 1.16 1.16 1.16 1.16 1.168 1.16 1.17 1.172 60 1.17 1.17 1.17 1.17 1.17 1.180 1.18 1.18 1.183 70 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.189 1.19 1.19 1.192 80 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.197 1.19 1.19 1.199 90 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.203 1.20 1.20 1.205 10 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.208 1.20 1.20 1.209 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)44e
9 1.056 1.108 1.138 1.159 1.173 1.184 1.193 1.200 1.206 1.209
133 Universitas Sumatera Utara
34
2.3.3. Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Mononobe yaitu apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut : 2
R 24 3 I = 24 24 t
Dimana :
(2.13)
I
= Intensitas Hujan (mm/jam)
R24
= Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
t
= lamanya hujan (jam)
Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24) jam.
2.3.4. Koefisien Limpasan Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah
134 Universitas Sumatera Utara
35
aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan tetapi limpasan (runoff). Sebagaimana telah diuraikan dalam siklus hidrologi, air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap oleh vegetasi atau oleh permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan air lainnya, maka hujan akan jatuh ke permukaan bumi dan sebagian menguap, berinfiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung kepermukaan tanah menuju alur aliran yang terdekat.
Faktor – factor yang berpengaruhi limpasan aliran pada saluran atau sungai tergantung dari berbagai macam faktor secara bersamaan. Faktor yang berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : -
Faktor meteorologi yaitu karateristik hujan seperti intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan.
-
Karateristik DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan. Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam
penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase dan curah hujan rencana, juga dibutuhkan besaran harga koefisien pengaliran (C). Pengambilan harga C harus disesuaikan dengan rencana perubahan tata guna lahan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Berikut ini koefisien C untuk metode rasional oleh McGuen, 1989 disajikan secara Tabel 2.4.
135 Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 2.7 Koefisien Limpasan Berdasarkan Tata Guna Lahan untuk Metode Rasional, McGuen, 1989 Deskripsi Daerah Perdagangan Daerah Kota/dekat • Permukiman • Rumah tinggal • Kompleks • Permukiman Apartemen Industri Industri ringan Industri berat Taman, kuburan Lapangan bermain Daerah halaman KA Daerah tidak terawat
Koefisien 0.70-0.95
Sifat Permukaan Koefisien Jalan 0.70 – 0.95 • Aspal 0.50 – 0.70 0.80 – 0.95 • Beton 0.30 – 0.50 0.70 – 0.85 • Batu bata 0.40 – 0.60 0.15 – 0.35 • Batu kerikil 0.25 – 0.40 Jalan raya dan trotoir 0.70 – 0.85 0.50 – 0.70 Atap 0.75 – 0.95 0.50 – 0.80 Lapangan rumput 0.005 – 010 Tanah berpasir 0.60 – 0.90 0.10 – 0.15 • Kemiringan 2 0.10 - 0.25 0.15 – 0.20 • Rata-rata 2-7 0.10 – 0.25 • Curam (7 0.20 – 0.40 Lapangan rumput 0.10 – 0.3 Tanah keras 0.13 – 0.17 • Kemiringan 2 0.18 – 0.22 • Rata-rata 2-7 0.25 – 0.35 • Curam (7 (Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 81)
2.3.5. Debit Rencana Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya aleh banjir. Pemilihan atas metode yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam satuan internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut :
Qp = 0,278 C.Cs.I . A
(2.14)
136 Universitas Sumatera Utara
37
Dimana :
Qp = Debit rencana (m3/dtk) C
= Koefisien aliran Permukaan
Cs
= Koefisien tampungan
I
= Intensitas Hujan (mm/jam)
A
= Luas daerah Pengaliran (Ha).
Luas daerah pengeringan pada umumnya diwilayah perkotaan terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karateristik permukaan tanah yang berbeda (subarea) sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing subarea nilainya berbeda dan untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan masing-masing sub area. Untuk penentuan koefisien limpasan harus dipilih dari pengetahuan akan daerah yang ditinjau terhadap pengalaman, dan harus dipilih dengan jenis pembangunan yang ditetapkan oleh rencana kota. Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relative mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus berikut ini :
Cs =
2Tc 2Tc + Td
(2.15)
137 Universitas Sumatera Utara
38
2.3.6. Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik control. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut :
0.87 xL2 Tc = 1000 xS
Dimana : Tc
0.385
(2.16)
= Waktu Konsentrasi (jam)
L
= Panjang saluran (km)
S
= Kemiringan rata-rata saluran
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran td sehingga Tc = to + td.
n 2 to = x3.28 xLx S 3 td =
Ls 60V
0 ,167
(2.17)
(2.18)
138 Universitas Sumatera Utara
39
Dimana :
to
= inlet time ke saluran terdekat (menit)
td
= conduit time sampai ke tempat pengukuran (menit)
n
= angka kekasaran manning
S
= kemiringan lahan (m)
L
= panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m)
Ls
= panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m)
V
= kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)
Titik terjauh to menuju saluran darainase
to Titik Td= Waktu aliran dalam saluran pengamatan Saluran drainase Jarak aliran
to= waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke saluran drainase
Titik terjauh to menuju saluran darainase
Gambar 2.2. Lintasan Aliran Waktu Inlet Time (To) dan Conduit Time (Td)
2.4.
Kriteria Hidrolika Kriteria Hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan
dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.
139 Universitas Sumatera Utara
40
2.4.1. Saluran Terbuka Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka. Saluran terbuka umumnya digunakan pada daerah yang : -
Lahan yang masih memungkinkan (luas)
-
Lalu lintas pejalan kakinya relative jarang
-
Beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran :
•
Kecepatan Dalam Saluran Chezy
V= C√ RI Dimana :
(2.19)
V = Kecepatan rata-rata dalam m/det C = Koefisien Chezy R = Jari-jari hidrolis (m) I = Kemiringan atau gradient dari dasar saluran
Koefisien C dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari pernyataan berikut : 0,0015 1 + s n C= n (23 + 0,00155) 1+ s R 23 +
- Kutter :
- Manning :
1 C= R R
1 6
(2.20)
(2.21)
140 Universitas Sumatera Utara
41
- Bazin :
Dimana :
C=
87 m 1+ R
(2.22)
V = kecepatan (m/det) C = koefisien Chezy (m½/det) R = jari-jari hidraulis (m) S = kemiringan Dasar Saluran (m/m) n = koefisien kekasaran Manning (det/m⅓) m = koefisien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran
•
Debit aliran bila menggunakan rumus Manning 1 2 1 Q = A.V = R 3 I 2 . A (m 3 / det) n
(2.23)
Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkut sedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi. •
Penampang Saluran Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan debit meksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasar tertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika kecepatan aliran meksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari hidraulik R maksimum.
141 Universitas Sumatera Utara
42
Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari hadraulik maksimum keliling basah, P minimum. Kondisi seperti yang telah kita pahami tersebut memberi jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti tampang persegi dan tampang trapezium. 1. Penampang Persegi Paling Ekonomis Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.
Gambar 2.3. Penampang Saluran Persegi Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis : A = B.h
(2.24)
P = B + 2h
(2.25)
B = 2h
atau
h=
B 2
(2.26)
Jari-jari hidroulik R : R=
A B.h = P B + 2h
(2.27)
142 Universitas Sumatera Utara
43
2. Penampang Saluran Trapesium Paling ekonomis Luas penampang melintang A dan Keliling basah P, saluran dengan penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan kemiringan dinding 1:m (gambar 2.4.) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Gambar 2.4 Penampang Saluran Ttrapesium
A = (B + mh )h
(2.28)
P = B + 2h m 2 + 1
(2.29)
B = P − 2h m 2 + 1
(2.30) Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingnya m = 1/√3 atau Ө = 60°. Dapat dirumuskan sebagai berikut : 2 h 3 3
(2.31)
A = h2 3
(2.32)
B=
- Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria) - Luas penampang (A) = (b+mh)h(m²) - Keliling basah (P) = b+2h √1+m² (m) - Jari-jari hidrolis R = A/P (m)
143 Universitas Sumatera Utara
44
1 2 1 - Kecepatan aliran V = R 3 I 2 (m 3 / det) n
(2.33)
2.4.2. Saluran Tertutup Aliran dalam saluran terbuka digerakkan oleh gaya penggerak yang dilakukan oleh jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng, sedang pada saluran tertutup gaya penggerak tersebut dilakukan oleh gradient tekanan. Ketentuan-ketentuan mengenai aliran bagi saluran tertutup yang penuh adalah tidak berlaku pada saluran terbuka. Pendekatan yang digunakan di Indonesia dalam merancang drainase perkotaan masih menggunakan cara konvensional, yaitu dengan menggunakan saluaran terbuka. Bila digunakan saluran yang ditanam dalam tanah biasanya berbentuk bulat atau persegi, maka diasumsikan saluran tersebut tidak terisi penuh (dalam arti tidak tertekan), sehingga masih dapat dipergunakan persamaan saluran terbuka. Saluran tertutup umumnya digunakan pada : •
Daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan)
•
Daerah yang lalu lintas pejalan kakinya padat
•
Lahan yang dipaki untuk lapangan parker.
2.4.3 Dimensi Saluran Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit harus ditampung oleh saluran (Qs dalam m3/det) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang diakibatkan oleh hujan rencana (QT dalam m3/det). Kondisi demikian dapat dirumuskan dengan persamaan berikut: 144 Universitas Sumatera Utara
45
Qs ≥ QT
(2.34)
Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan rumus seperti di bawah ini:
Qs = As.V
(2.35)
Di mana: As = luas penampang saluran (m2) V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det) Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning sebagai berikut: 2
1
1 V = .R 3 .S 2 n
(3.36)
As P
(3.37)
R=
Di mana: V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det) n
= Koefisien kekasaran Manning (Tabel 2.9)
R = Jari-jari hidrolis (m) S = Kemiringan dasar saluran As = luas penampang saluran (m2) P = Keliling basah saluran (m)
145 Universitas Sumatera Utara
46
Nilai koefisien kekasaran Manning n, untuk gorong-gorong dan saluran pasangan dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Koefisien Kekasaran Manning Tipe Saluran
Koefisien Manning (n)
a. Baja
0,011 – 0,014
b. Baja permukaan Gelombang
0,021 – 0,030
c. Semen
0,010 – 0,013
d. Beton
0,011 – 0,015
e. Pasangan batu
0,017 – 0,030
f. Kayu
0,010 – 0,014
g. Bata
0,011 – 0,015
h. Aspal
0,013
(Wesli, 2008, Drainase Perkotaan : 97)
Nilai kemiringan dinding saluran diperoleh berdasarkan bahan saluran yang di gunakan. Nilai kemiringan dinding saluran dapat dilihat pada Tabel 2.9 Tabel 2.9 Nilai Kemiringan Dinding Saluran Sesuai Bahan Bahan Saluran
Kemiringan dinding (m)
Batuan/ cadas
0
Tanah lumpur
0,25
Lempung keras/ tanah Tanah dengan pasangan batuan Lempung
0,5 – 1 1 1,5
Tanah berpasir lepas
2
Lumpur berpasir
3
Sumber: ISBN: 979 – 8382 – 49 – 8
146 Universitas Sumatera Utara