4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Aliran Air dalam Tanah Pergerakan yang terjadi dalam tanah bisa melalui beberapa bentuk yang
berbeda, yaitu cair, gas, dan padatan. Pergerakan air dalam bentuk cair terdiri atas aliran jenuh dan aliran tidak jenuh. Pada aliran jenuh sebagian besar pori terisi oleh air dan air dalam kondisi ini bebas dari tegangan. Sedangkan pada aliran tidak jenuh sebagian pori terisi oleh udara dan air dalam kondisi ini berada di bawah tegangan (Kohnke 1968). Pergerakan air ke dalam dan di dalam tanah secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan erat dengan ukuran dan distribusi pori tanah dan daya tarik padatan tanah terhadap air (Soepardi 1974). Pada dasarnya aliran air tanah dapat dijelaskan dengan hukum Darcy yang dikembangkan pada tahun 1856. Persamaan Darcy untuk menjelaskan aliran air tanah secara sederhana dinyatakan sebagai berikut: gradien
.............................................................................................. (1)
merupakan flux density, K adalah konduktivitas hidrolika, dan H menunjukkan gradien potensial air tanah (Amoozegar & Warrick 1986). Aliran air tidak jenuh dapat dijelaskan melalui persamaan Richard yang dikembangkan pada tahun 1931. Pengembangan persamaan ini didasarkan pada persamaan fluks Buckingham - Darcy. Persamaan aliran air satu dimensi dalam kondisi tanah tidak jenuh, isotermal, dan nonhisteresis adalah sebagai berikut:
1 ................................................................................ (2) merupakan kadar air tanah volumetrik,
adalah potensial matrik,
merupakan fungsi konduktivitas hidrolika tanah, t merupakan waktu, dan z adalah kedalaman tanah (Jury & Horton 2004).
2.2
Sifat Hidrolika Tanah Sifat hidrolika tanah dapat menentukan perilaku sistem aliran air. Pada
dasarnya sifat hidrolika tanah dalam keadaan tidak jenuh digambarkan oleh fungsi konduktivitas hidrolika tanah dan fungsi retensi air tanah (Klute 1986).
5
2.2.1 Fungsi Retensi Air Tanah Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam menyimpan air disebut kurva retensi air tanah (Klute & Dirksen, 1986). Hubungan antara kadar air tanah dan potensial matrik tanah merupakan bagian dasar dari karakterikstik sifat hidrolika tanah (Klute 1986). Menurut Soepradi (1974), terdapat dua gaya utama yang merupakan penyebab utama terjadinya retensi air di dalam tanah. Pertama adalah gaya tarik menarik antara padatan dengan larutan (adhesi) dan kedua adalah gaya tarik menarik antara larutan dengan larutan (kohesi). Fungsi retensi air tanah terutama dipengaruhi oleh tekstur atau distribusi ukuran partikel tanah, dan struktur atau susunan partikel tanah (Salter & Williams 1965, Richards & Weaver 1994, Reeve et al. 1973, Sharma & Uehara 1968, Croney & Coleman 1954 diacu dalam Klute 1986). Kandungan bahan organik tanah dan komposisi zat terlarut juga berperan dalam menentukan retensi air tanah (Klute 1986). Tanah yang bertekstur halus dapat menahan air lebih banyak dalam seluruh selang energi dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar. Hal ini dikarenakan tanah bertekstur halus mempunyai bahan koloidal, ruang pori dan permukaan adsorptif yang lebih banyak (Soepardi 1974). Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar (3 – 5 %), namun pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali, salah satunya adalah dapat
menambah
kemampuan
tanah
untuk
menahan
unsur-unsur
hara
(Hardjowigeno 2010). Penetapan retensi air tanah dapat dilakukan di laboratorium dan langsung di lapangan. Salah satu cara penetapan retensi air tanah di lapangan yaitu dengan mengukur kandungan air tanah pada potensial matrik yang rendah (< 1 atm) menggunakan tensiometer (Kurnia et al. 2006). Cara penetapan retensi air tanah di laboratorium yaitu dengan mengukur kandungan air tanah pada matrik potensial tinggi menggunakan pressure plate apparatus. Tekanan atau potensial matrik yang diberikan biasanya terdiri atas 0,01 atm (pF 1,0); 0,1 atm (pF 2,0); 0,33 atm (pF 2,54); dan 15 atm (pF 4,2) (Sudirman et al. 2006).
6
2.2.2 Fungsi Konduktivitas Hidrolika Tanah Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut konduktivitas hidrolika (Klute & Dirksen 1968). Konduktivitas hidrolika tanah berpengaruh besar terhadap pergerakan air baik dalam kondisi jenuh maupun tidak jenuh. Konduktivitas hidrolika tanah dipengaruhi oleh geometri pori tanah dan sifat fluida di dalam tanah. Tekstur dan struktur tanah menjadi faktor penentu utama dalam geometri pori tanah, sedangkan sifat fluida yang berpengaruh langsung terhadap konduktivitas hidrolika tanah adalah viskositas dan densitas (Klute & Dirksen 1968). Tingkat kemampuan tanah untuk melewatkan air sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Oleh karena itu, konduktivitas hidrolik tanah dibedakan menjadi dua, yaitu konduktivitas hidrolika dalam keadaan tidak jenuh dan dalam keadaan jenuh. Penetapan konduktivitas hidrolika tanah dalam keadaan jenuh dapat dilakukan dengan metode lapang dan laboratorium (Dariah et al. 2006). Pengukuran
konduktivitas
hidrolika
tanah
dalam
keadaan
jenuh
menggunakan metode laboratorium didasarkan pada aplikasi langsung persamaan Darcy untuk kolom tanah jenuh dari suatu penampang melintang yang bersifat seragam. Metode laboratorium yang biasa digunakan diantaranya metode tinggi air konstan/constan head method dan metode falling head (klute & Dirksen, 1986). Metode lapang terbagi dalam dua kondisi, yaitu kondisi tanah dengan permukaan air tanah dangkal dan kondisi tanah dengan permukaan air tanah dalam. Metode yang umum digunakan untuk tanah dengan permukaan air tanah dangkal adalah metode auger hole dan metode piezometer, sedangkan metode yang umum digunakan untuk tanah dengan permukaan air tanah dalam adalah metode auger hole tanah kering (dry auger hole method) (Agus & Suganda 2006). Konduktivitas hidrolika dalam keadaan tidak jenuh (K( )) dapat ditentukan dengan metode laboratorium dan pengukuran di lapangan. Metode laboratorium dilakukan dengan prediksi menggunakan data kurva retensi air tanah (kurva pF) dan data konduktivitas hidrolika tanah dalam keadaan jenuh (Ks). Sedangkan penentuan K( ) di lapangan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
7
1. Metode flux berubah (unsteady drainage flux atau instantaneous profile method), yaitu dengan pengukuran kadar air tanah pada kedalaman dan waktu tertentu secara periodik dan tinggi tekanan air (soil water pressure head) pada keadalaman dan waktu tertentu secara periodik. 2. Plane of zero flux 3. Metode fluks tetap (steady flux method) (Agus et al. 2006) Metode pengukuran K( ) di lapangan biasa dilakukan apabila bahan dan peralatan cukup tersedia, dan lahan yang akan ditentukan K(
)-nya mudah
dijangkau, tanahnya tidak berbatu, bertopografi datar, dan pergerakan airnya lebih banyak dalam bentuk vertikal (Green et al. 1986).
2.2.3 Model–Model Sifat Hidrolika Tanah Terdapat beberapa model yang dapat digunakan untuk menganalisis sifat hidrolika tanah, diantaranya adalah model Lognormal, model Van Genucthen, model Leibenzon, dan model Brooks-Corey. 1. Model Lognormal (Model LN) Model retensi air tanah (model distribusi lognormal) yang diperkenalkan oleh Kosugi dimodifikasi untuk mendapatkan fungsi konduktivitas hidrolika. Modifikasi model retensi air tanah dikembangkan dengan mengkombinasikan distribusi lognormal untuk fungsi distribusi radius pori tanah dengan model Mualem. Berdasarkan model LN, fungsi retensi air tanah dan konduktivitas hidrolika dinyatakan sebagai berikut: ................................................................................. (3) ............................................................ (4) Keterangan: Se = Kejenuhan efektif θ = Kadar air (cm3/cm3) θs = Kadar air jenuh (cm3/cm3) θr = Kadar air sisa (cm3/cm3) K( ) = Konduktivitas hidrolika tidak jenuh (cm/detik) Ks = Konduktivitas hidrolika jenuh (cm/detik) Q = Fungsi distribusi normal = Potensial matrik (cmH2O)
8
= Potensial matrik saat Se = 0.5 atau median radius pori (cmH2O) = Simpangan baku dari distribusi radius pori = Nilai tortuosity Nilai tortuosity sebesar 0,22 disarankan oleh Hendrayanto (1999) yang merupakan nilai terbaik hasil optimasi 30 contoh tanah yang diambil di pegunungan Rokko. Model LN memiliki enam parameter, yaitu θs, θr,
, , Ks,
dan (Kosugi 1996).
2. Model Van Genucten Berdasarkan model Van Genuchten, retensi air tanah dinyatakan melalui persamaan berikut: .................................................................................................. (5)
| |
Model retensi air tanah tersebut dikombinasikan dengan model Mualem untuk mendapatkan model konduktivitas hidrolika tanah sebagai berikut: | |
| | | |
.............................................................. (6)
dan n mewakili fitting parameter. Nilai n > 1 merupakan ukuran ditribusi radius pori, sedangkan m berkaitan dengan n, dimana m = 1 – 1/n (0 < m < 1). Model Van Genucthen memiliki enam parameter, yaitu θs, θr,
,
, Ks, dan
(Van
Genucthen 1980).
3. Model Leibenzon Leibenzon mengusulkan model konduktivitas hidrolika tanah sebagai berikut: ........................................................................................................... (7) Dimana eksponen
adalah parameter empiris yang berkaitan dengan distribusi
ukuran pori (Kutilek & Nielsen 1994 diacu dalam Hendrayanto 1999).
4. Model Brooks - Corey Brooks
dan
Corey
(1964)
diacu
dalam Van
Genucthen
(1980)
menggambarkan kurva retensi air tanah melalui persamaan umum berikut: ........................................................................................................... (8)
9
Sedangkan model konduktivitas hidrolik menurut Brooks dan Corey (1964) diacu dalam Jury dan Horton (2004) dinyatakan melalui persamaan berikut: /
2
;
3 ................................................................ (9)
Dimana Se ≤ 1, h merupakan potensial matrik (pressure head),
adalah
bubbling pressure dan diasumsikan sebagai ukuran maksimum pori yang membentuk saluran kontinu di dalam tanah, sedangkan
merupakan sebuah
parameter karakteristik tanah.
2.3
Variabilitas Sifat Tanah Variabilitas
menurut
pengertian
statistik
merupakan
kondisi
yang
menunjukkan sekumpulan skor atau nilai berarti sama atau tidak. Jika sekumpulan nilai itu sama, distribusi tersebut dinyatakan tidak mempunyai variabilitas. Besar kecilnya variabilitas merupakan gambaran tentang penyebaran distribusi (Irianto 2003). Sifat-sifat tanah bervariasi menurut ruang (Jury & Horton 2004, Warrick et al. 1986, Webster & Oliver 1990, Wilding & Drees 1983). Menurut Wilding dan Drees (1983), keragaman spasial tanah dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu keragaman sistematik dan acak. Keragaman sistematik adalah perubahan sifat-sifat tanah secara bertahap, yang dapat dipahami berdasarkan faktor-faktor dan proses-proses pembentukan tanah pada suatu skala pengamatan tertentu. Keragaman sistematik pada suatu bentang lahan dapat diakibatkan oleh faktorfator berikut: 1. Bentuk lahan (landform) yang meliputi: pegunungan, lembah, dataran tinggi, teras, dan lain-lain. 2. Faktor-faktor pembentuk tanah, yaitu: khoronosekuen (umur geomorfik dan stabilitas bentang lahan), litosekuen (bahan induk dan tipe batuan), toposekuen (topografi dengan bahan induk sama), biosekuen (fungsi biologi, yaitu perubahan mikro atau makro flora dan fauna), klimosekuen (iklim baik mikro maupun makro). 3. Unsur-unsur geomorfik, yaitu: puncak lereng, bahu lereng, punggung lereng, dan kaki lereng. 4. Interaksi dari faktor-faktor tersebut di atas.
10
Sedangkan keragaman acak merupakan perbedaan sifat-sifat tanah yang dapat diamati, tetapi tidak dapat dihubungkan dengan penyebab yang diketahui. Keragaman acak dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut: 1. Perbedaan batuan, merupakan fungsi dari komposisi fisik, kimia, dan mineralogi bahan induk. 2. Perbedaan tingkat pelapukan, merupakan fungsi dari mekanisme pelapukan, pembentukan, transfer hasil pelapukan, dan evolusi bentang lahan. 3. Perbedaan laju erosi dan deposisi, merupakan fungsi dari stabilitas bentang lahan dan proses geomorfik. 4. Faktor-faktor biologi, merupakan fungsi flora dan fauna (termasuk juga pengaruh manusia). 5. Perbedaan hidrologi, merupakan fungsi dari iklim, relief, vegetasi, dan posisi geomorfik pada tempat tertentu. 6. Kesalahan pengambilan contoh (sampling) dan analisis laboratorium. Sitorus (2000) menyimpulkan faktor-faktor yang menyebabkan keragaman tanah dari berbagai penelitian, yaitu: 1. Tipe bahan induk, tanah yang terbentuk dari bahan-bahan yang diangkut atau endapan cenderung lebih beragam dari tanah yang melapuk in situ dari bahan induk. 2. Daerah berbukit dipengaruhi sekurang-kurangnya oleh interaksi dari lima faktor yaitu aspek lereng, ketinggian, vegetasi, permudaan tanah kembali, dan letak atau posisi lereng. 3. Aktivitas biologi tanah dapat meningkatkan keragaman setempat. 4. Alur-alur yang dibuat cacing tanah menghasilkan perbedaan pada jarak pendek. 5. Gradient wilayah dalam iklim menghasilkan perbedaan dalam tanah atau perubahan secara gradual dalam jangka panjang. 6. Pengelolaan manusia terutama pada lahan-lahan yang ditanami. Sifat-sifat kimia tanah dapat dipengaruhi penambahan bahan organik, pemupukan, pengapuran dan pengambilan unsur hara oleh tanaman. Sifat fisik tanah dapat dipengaruhi oleh pengelolaan tanah, pembajakan atau pembalikan lapisan bawah permukaan tanah dan drainase.
11
7. Vegetasi alami penutup tanah. Pada lahan-lahan yang tidak dibudidayakan atau diusahakan, perbedaan tanah dapat mengakibatkan perbedaan dalam kandungan unsur hara pada tanah lapisan atas. Pengetahuan mengenai variabilitas di dalam setiap bidang lahan sangat penting dalam merencanakan penggunaan lahan dan dalam menentukan tindakan pengelolaan berbagai aspek pertanian misalnya penggunaan pupuk, irigasi, dan sebagainya. Pengetahuan ini juga penting pada survei tanah dalam menentukan batas-batas kelas (Beckett dan Webster 1971 diacu dalam Sitorus 2000).
2.3 Semivariogram Menurut Webster dan Oliver (1990) ukuran keragaman spasial antar titik contoh dapat ditunjukan oleh semivarian yang besarnya bergantung pada jarak antar titik. Jarak titik contoh yang kecil akan menghasilkan semivarian yang kecil dan semakin besar jarak antar titik contoh akan menghasilkan semivarian yang semakin besar. Konsep jarak yang digunakan yaitu konsep jarak Euclid. Plot antara semivarian dan jarak disebut semivariogram. Semivariogram berfungsi untuk menggambarkan dan memodelkan korelasi spasial antar data. Semivariogram didefinisikan sebagai berikut: ∑
................................................................(10)
Keterangan: = Semivariogram pada lag h h = Jarak interval n(h) = Jumlah pasangan titik pengamatan yang terpisah oleh jarak interval h = Nilai pengamatan pada titik ke-i , = Pasangan data yang berjarak h Persamaan (10) disebut dengan persamaan semivariogram eksperimental. Untuk mendapatkan model semivariogram, plot yang dihasilkan didekatkan dengan semivariogram teoritis. Sebelum menentukan model semivariogram, perlu dilakukan pendugaan terhadap parameter-parameter semivariogram. Parameterparamater tersebut diduga berdasarkan plot semivariogram yang dihasilkan. parameter yang diperlukan untuk mendeskripsikan model semivariogram adalah:
12
1. Nugget effect (Co) Nugget effect adalah nilai semivarian minimum pada jarak interval mendekati nol. 2. Range (a) Range adalah jarak maksimum dimana masih terdapat korelasi antar data. 3. Sill (C) Sill adalah nilai maksimum semivarian yang diperoleh setelah mencapai range. Nilai sill umunya mendekati ragam dan data tidak berubah untuk jarak yang tidak terbatas (konstan). Gambar 1 menunjukkan model semivariogram beserta parameternya.
Gambar 1 Komponen semivariogram. Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan pendekatan semivariogram untuk menganalisis adanya keragaman suatu sifat di permukaan bumi yang memiliki ketergantungan spasial. Saptadi (1988) melakukan studi keragaman tanah dengan menggunakan pendekatan semivariogram terhadap sifat-sifat fisik tanah, yaitu: distribusi ukuran pori, bobot isi, jenis partikal, distribusi ukuran pori, dan pori air tersedia, di lapisan atas tanah pada tiga kelas lereng. Ainurrasjid (1986) melakukan studi keragaman sifat kimia tanah menggunakan analisis semivariogram. Khoerudin (2010) mengkaji keragaman curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu. Pola semivariogram yang dihasilkan mengikuti model polinomial, linear, dan power law.
13
2.4 Proses yang Terjadi pada Suatu Lereng Lereng adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah yang termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Hubungan antara lereng dengan sifat-sifat tanah tidak selalu sama di semua tempat, karena adanya sifat faktor-faktor pembentuk tanah yang berbeda di setiap tempat. Lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), bagian cembung, bagian cekung, dan kaki lereng. Pada daerah yang berlereng curam terjadi erosi yang terus menerus sehingga tanah-tanah di tempat ini bersolum dangkal, kandungan bahan organiknya rendah dan perkembangan horisonnya lebih lambat dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut yang seterusnya juga dapat mempengaruhi proses pembentukan tanah. Air biasanya meresap dari lereng atas ke kaki lereng. Selain itu air tanah biasanya menjadi lebih dangkal di kaki lereng sehingga tanah menjadi lebih basah dibandingkan dengan lereng atas (Hardjowigeno 1993). Menurut Hendrayanto (1999) terdapat lima posisi lereng, yaitu: puncak lereng (crest slope), atas lereng (upper slope), pertengahan lereng (mid-slope), bawah lereng (lower slope), dan kaki lereng (footslope). Di masing-masing posisi lereng terdapat keragaman spasial sifat hidrolika tanah, yang ditunjukkan oleh paramater model lognormal Kosugi (1996). Sedangkan menurut Ruhe (1960) dalam Hall (1983) terdapat lima posisi lereng, yaitu: puncak (summit), bahu (shoulder), punggung (backslope), kaki (footslope), dan dasar (toeslope). Di masing-masing posisi lereng terdapat prosesproses geomorfik yang khas. Di posisi puncak (summit) banyak air yang ditahan di permukaan tanah, sehingga posisi ini merupakan posisi lereng yang paling stabil. Pergerakan air terutama terjadi secara vertikal, kecuali pada lokasi peralihan dengan bahu lereng atau gundukan-gundukan yang ada pada puncak ini. Pada posisi bahu lereng (shoulder) tergantung pada tingkat kemiringannya, pergerakan dari bahan-bahan di permukaan (rayapan tanah) merupakan proses yang penting, demikian juga halnya dengan pergerakan air di bawah permukaan secara lateral (lateral subsurface water movement). Pergerakan air di bawah
14
permukaan ini tidak seragam pada seluruh bagian lereng, tetapi sering terkonsentrasi pada suatu garis aliran (peroclines) ke bawah lereng. Akibatnya, pada posisi ini bisa terbentuk aliran permukaan (run-off) paling besar dengan erosi paling tinggi, sehingga relatif tidak stabil. Ketebalan solum tanah dan kandungan bahan organik biasanya sedikit pada bagian posisi ini. Pada posisi punggung lereng (backslope) proses yang dominan adalah transportasi bahan-bahan oleh air. Transportasi bahan-bahan berlangsung baik pada permukaan maupun di bawah permukaan. Transportasi di permukaan dapat berupa aliran, luncuran (slump), pencucian permukaan (surface wash), atau rayapan. Perambatan air di bawah permukaan umumnya tidak merata dan hal ini menyebabkan posisi ini tidak stabil. Pada posisi kaki lereng (footslope) yang umumnya berbentuk cekung, proses yang dominan adalah deposisi bahan yang berasal dari bagian di atasnya. Daerah rembesan (seepage) umum ditemukan dan tidak teratur. Pergerakan massa dan deposisi juga tidak teratur dan tidak merata, sehingga posisi ini merupakan posisi lereng konstruksional yang tidak stabil. Dasar lereng merupakan posisi lereng yang paling bawah dan tidak stabil akibat dominasi proses deposisi yang bersifat konstruksional dan tidak merata. Penggenangan terjadi secara periodik serta sering ditemui sisa-sisa saluran. Deposisi terjadi dengan bahan asal yang beraneka ragam jenisnya.