8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Remaja Banyak ahli yang memberikan definisi tentang masa remaja. Muss menjelaskan bahwa remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata Latin (adolescere) yang artinya tumbuh ke arah kematangan. Masa remaja dapat ditinjau sejak mulainya seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga dicapainya kematangan sosio-psikologis (Sarwono, 2012). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kriteria remaja dilihat berdasarkan aspek biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah kehamilan yang terlalu awal. Berdasarkan permasalahan tersebut, WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batas usia remaja. Kehamilan pada usia tersebut mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada usia di atasnya. WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Eka, 2012). Menurut Mappire (1982) masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal dan usia 17/18 sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2005). Ketika memasuki usia remaja terjadi perubahan fisik, emosional, maupun seksual. Hormon seksual di dalam tubuh mulai berfungsi. Perubahan hormone tersebut ditandai dengan kematangan seksual, sehingga dorongan seksual yang timbul semakin meluap. Baik remaja putra maupun putri akan merasakan adanya suatu 8
9
dorongan seksual. Dalam budaya Jawa, masa remaja bagi anak pria ditandai dengan upacara khitanan yang dilakukan pada waktu ia berumur antara 10 dan 14 tahun. Sedangkan masa remaja bagi seorang gadis dimulai pada saat ia mendapat haid yang pertama (Sarwono, 2012). Masa remaja adalah suatu masa perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja. Tetapi pada umumnya masa remaja dapat dibagi dalam periode masa puber (Kumalasari & Adhyantoro, 2012) yaitu: a.
Masa remaja awal (10-12 tahun) 1) Lebih dekat dengan teman sebaya 2) Ingin bebas 3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya 4) Mulai berpikir abstrak
b.
Masa remaja pertengahan (13-15 tahun) 1) Mencari identitas diri 2) Timbul keinginan untuk berkencan 3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam 4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak 5) Berkhayal tentang aktifitas seks
c.
Masa remaja akhir (17-21 Tahun) 1) Pengungkapan kebebasan diri 2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya 3) Mempunyai citra tubuh (body image) terhadap dirinya sendiri 4) Dapat mewujudkan rasa cinta Menurut Hurlock (1991) perkembangan remaja difokuskan
pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku
10
secara dewasa. Adapun tugas dan perkembangan remaja (Kumalasari & Adhyantoro, 2012) yaitu: a.
Mampu menerima keadan fisiknya
b.
Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
c.
Mempu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlawan jenis
d.
Mencapai kemandirian ekonomi
e.
Mencapai kemandirian emosional
f.
Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
g.
Memahami dan menginternalisasi nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
h.
Mengembangkan perilaku bertanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa
i.
Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
j.
Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga
2.1.2 Sikap Sikap adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu baik terhadap rangsangan positif maupun rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan (Sarwono, 2005). Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi (Purwanto, 1998). a.
Komponen Sikap Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang (Azwar, 2008) yaitu:
11
1) Komponen kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. 2) Komponen afektif Merupakan
perasaan
yang
menyangkut
aspek
emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek
yang paling bertahan terhadap
pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. 3) Komponen konatif Merupakan
aspek
kecenderungan
berperilaku
tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan
bahwa
sikap
seseorang
adalah
dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku. b.
Tingkatan Sikap Sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2005) yaitu: 1) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
12
2) Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. 3) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dan lain sebagainya) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4) Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. c.
Sifat Sikap Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Purwanto, 1998) 1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. 2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
13
d.
Ciri – Ciri Sikap Ciri-ciri sikap adalah (Purwanto, 1998) 1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannnya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat. 2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu. 3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas. 4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. 5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan - pengetahuan yang dimiliki orang.
e.
Perubahan Sikap Perubahan sikap tidak terjadi tanpa dasar yang jelas. Perubahan sikap berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan obyek tertentu. Interaksi sosial yang terjadi di dalam dan di luar kelompok dapat mengubah sikap bahkan dapat membentuk sikap baru. Faktor–faktor lain yang yang turut memegang peranannya ialah faktor–faktor intern di dalam diri manusia, yaitu selektivitas sendiri, daya pilihannya
14
sendiri, atau minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya. Faktor–faktor internal sendiri masih ditentukan oleh faktorfaktor eksternal, yaitu motif-motif dan sikap lainnya yang sudah terdapat dalam diri pribadi itu. Mengenai faktor eksternal dalam perubahan sikap (Gerungan 2000). Perubahan sikap dapat berlangsung dalam interaksi kelompok, di mana terdapat hubungan timbal balik yang langsung antar manusia. Dan karena komunikasi, di mana terdapat pengaruh-pengaruh (hubungan) langsung dari satu pihak saja (Gerungan, 2000). f.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Sikap adalah salah satu unsur kepribadian yang harus dimiliki seseorang untuk menentukan tindakannya dan bertingkah laku terhadap suatu objek disertai dengan perasaan positif dan negatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Middlebrook (Azwar, 2008) adalah: 1) Pengalaman pribadi Kesan yang kuat dapat menjadi dasar pembuatan sikap pengalaman pada diri individu. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila faktor emosional terlibat dalam pengalaman tersebut. Pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama membekas jika situasinya sangat melibatkan emosi dan benar-benar di hayati oleh diri individu yang bersangkutan. 2) Pengaruh kebudayaan Kebudayaan yang ada dimana seseorang itu tinggal dan dibesarkan memiliki arti yang mendalam pada pembentukan sikap orang tersebut. Di sadari atau tidak
15
kebudayaan telah menanamkan arah sikap seseorang terhadap berbagai masalah yang sedang dihadapinya. 3) Pengaruh orang yang dianggap penting Orang lain yang hidup dan berada di sekitar kita merupakan bagian dari komponen sosial yang sedikit banyak dapat mempengaruhi sikap individu dalam bersikap. Pada masyarakat Indonesia cenderung lebih mempunyai sikap yang searah atau konformis kepada orang yang di anggapnya penting. 4) Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti: televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa membawa perilaku pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengartikan opini individu. Adanya informasi baru mengenai suatu hal
akan
memberikan
landasan
kognitif
bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugesti yang dibawa oleh informasi yang cukup kuat akan memberikan dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuknya arah sikap tertentu. 5) Tingkat pendidikan Prestasi belajar yang didapatkan oleh seorang individu
bisa
digunakan
untuk
mengetahui
taraf
kemampuannya, dari individu tersebut masuk sekolah hingga tingkat pendidikan terakhir yang dia capai. Dengan
pendidikan
memungkinkan
seseorang
mendapatkan pengalaman, pengetahuan, baik secara teoritis maupun praktis mengenai obyek sikap yang mengenai individu tersebut.
16
g.
Cara Pengukuran Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap (Notoatmodjo, 2005). Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap (Monks, 2001). Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2008). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak
langsung dapat
dilakukan
dengan
pernyataan
-
pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2005). 2.1.3
Perilaku Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut
17
tidak selalu diketahui secara sadar oleh individu yang bersangkutan (Hurlock, 2007) Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2005) a.
Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada hakekatnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit,
sistem
pelayanan
kesehatan,
makanan
serta
lingkungan. Perilaku ini mempunyai respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok (Notoatmodjo, 2005) yaitu: 1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) Perilaku
pemeliharan
kesehatan
adalah
usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit atau usaha untuk penyembuhan bila sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga aspek, yaitu: a) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan bila sakit serta pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit. b) Perilaku peningkatan kesehatan c) Perilaku gizi 2) Perilaku pencarian dan penanganan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau pencarian pengobatan (health seeking behavior) Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat sakit atau kecelakaan.
18
Perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 3) Perilaku kesehatan lingkungan Perilaku kesehatan lingkungan adalah cara seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatan. b.
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan Menurut teori Lawrance Green (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor (Notoatmodjo, 2005) yaitu: 1) Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Untuk berperilaku kesehatan, diperlukan pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat perilaku kesehatan tersebut. Disamping itu, kadang kepercayaan akan tradisi masyarakat, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi juga dapat menghambat atau mendorong seseorang untuk berperilaku. Faktor-faktor ini terutama yang
positif
mempermudah
terwujudnya
perilaku
kesehatan, maka faktor ini disebut faktor pemudah. 2) Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Untuk dapat berperilaku sehat, masyarakat memerlukan
19
sarana dan prasarana mendukung atau fasilitas yang memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau pemudah. 3) Faktor penguat (rainforcing factor) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan, termasuk juga undangundang, peraturan yang terkait dengan kesehatan. Untuk dapat berperilaku sehat positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan. c.
Proses Perubahan Perilaku Dalam penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadaptasi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan (Notoatmodjo, 2005) yaitu: 1) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). 2) Interest (merasa senang), yaitu orang mulai tertarik terhadap stimulus atau obyek tersebut. 3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden baik. 4) Trial (mencoba), yaitu orang telah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus. 5) Adaptation (menerima), yaitu subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
20
2.1.4
Perilaku Seksual Remaja Perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual. baik dengan lawan jenis, maupun dengan sesama jenis yang dimulai dari perasaan tertarik hingga perilaku berkencan sampai dengan perilaku senggama. Perilaku seksual secara umum merupakan suatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan (Eka, 2012). Menurut Eka (2012) beberapa perilaku yang menyebabkan perilaku seksual pada remaja antara lain: a.
Masturbasi atau onani merupakan kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang sering kali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.
b.
Berpacaran Merupakan perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.
c.
Pengalaman homo seksual Terjadi remaja yang oriantasi seksualnya memang homo pada beberapa kasus menunjukkan bahwa homo seksual dijadikan sebagai sarana latihan remaja untuk menyalurkan dorongan seksual.
d.
Efek aktifitas seksual yang tidak terkendali Menyebabkan
terjangkitnya
penyakit
HIV/Aids,
kehamilan tidak dikehendaki, menjadi ayah atau ibu di usia dini
21
e.
Penyaluran kegiatan seksual Beberapa kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasaarnya menunjukkan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikan atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Sarwono. W (2012) mengemukakan faktor-faktor yang
dianggap berperan dalam munculnya permasaalahan seksual pada remaja adalah: a.
Perubahan-perubahan hormonal Perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja.
peningkatan
hormon
ini
menyebabkan
remaja
membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu. b.
Penyaluran seksual Hal ini tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma social yang semakin lama menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain)
c.
Norma-norma agama Atuaran yang berlaku dimana seseorang dialarang unntuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.
d.
Pengaruh media Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penuebaran informasi dan rangsangan dari media massa dengan tekhnologi yang canggih (contoh : VCD, buku stensilan, photo, majalah, internet dan lain-lain) menjadi tidak
22
terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengar pada media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tua. e.
Pola asuh orang tua Orang tua sendiri baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks pada anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
f.
Pergaulan yang bebas Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga wanita semakin sejajar dengan pria. Menurut Dariyo (2004) bahwa remaja memasuki usia subur
dan produktif, artinya secara fisiologis mereka telah mencapai kematangan organ-organ reproduksi baik remaja laki-laki maupun remaja wanita. Kematangan organ reproduksi tersebut, mendorong indivuidu untuk melakukan hubungan sosial baik dengan sesame jenis maupun lawan jenis. Mereka berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan dengan membentuk teman sebayanya (peergroup). Pergaulan bebeas yang tidak terkendali secara normatif dan etika moral antara remaja yang berlainan jenis, akan berakibat adanya hubungan seksual di luar nikah (sex pre-marital). Menurut Kaiser Family Foundation berdasarkan sebuah survey nasional remaja, para remaja yang berusia antara 12-18 tahun menyebutkan sejumlah alasan yang sering kali membuat mereka melakukan hubungan seksual (Santrock, 2010) adalah :
23
a.
Pasangan laki-laki atau perempuan mendesak (61% dari perempuan, 23% dari laki-laki)
b.
Beranggapan bahwa dirinya sudah siap (59% dari laki-laki, 51% dari perempuan)
c.
Mereka ingin dicintai (45% dari perempuan, 28% dari lakilaki)
d.
Mereka tidak ingin diolok-olok karena masih perjaka/perawan (43% dari laki-laki, 38% dari perempauan) Hal-hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seks
diluar nikah, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser (Dariyo, 2004) adalah : a.
Faktor mis persepsi Merupakan bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam pacaran. Sering kali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran. Dalam hal itu bentuk ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan berbagai cara, misal pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman bahkan melakukan hubungan seksual.
b.
Faktor Religiusitas : Kehidupan iman yang tidak baik-rapuh Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik, tanpa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi apapun. Sebaliknya bagi individu yang rapuh imannya, cenderung mudah melakukan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran agamanya.
c.
Faktor kematangan biologis Dapat diketahui bahwa masa remaja ditandai dengan kematangan biologis. Dengan kematangan biologis seorang remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi sebagaimana
24
layaknya orang dewasa lainnya, sebab fungsi organ seksualnya telah bekerja secara normal. 2.1.5
Kesehatan Reproduksi Istilah reproduksi berasal dari kata re dan produksi. Re yang berarti kembali dan kata produksi yang artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi berarti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Azwar, 2008). Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat idak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Kumalasari & Andhyantoro, 2012). Masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi adalah hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya, kehamilan yang tidak direncanakan, kawin muda, anak-anak lahir diluar nikah, aborsi, dan penyakit menular seksual (Sarwono, 2005). Kesehatan reproduksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan masalah kehamilan di luar nikah, aborsi, penyakit menular seksual (PMS) termasuk human immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS), kehamilan yang tidak diinginkan, dan masalah lainnya (Kristanti & Pradono, 2000). Kesehatan reproduksi remaja sulit dipisahkan dari kesehatan remaja secara keseluruhan, karena gangguan kesehatan remaja akan menimbulkan gangguan pada sistem reproduksi. Beberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan reproduksi remaja menurut Kumalasari & Andhyantoro (2012) adalah:
25
a.
Masalah gizi buruk 1) Anemia dan kurang energi kronis (KEK) 2) Pertumbuhan
yang terhambat pada remaja
putri,
sehingga mengakibatkan panggul sempit dan beresiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) di kemudian hari b.
Masalah pendidikan 1) Buta
huruf,
yang
mengakibatkan
remaja
tidak
mempunyai akses informasi yang dibutuhkannya 2) Pendidikan rendah dapat menyebabkan remaja kurang mampu
memenuhi
kebutuhan
fisik
dasar
ketika
berkeluarga c.
Masalah lingkungan dan pekerjaan 1) Lingkungan
dan
suasana
kerja
yang
kurang
memperhatikan kesehatan reproduksi 2) Lingkungan sosial yang kurang sehat dapat menghambat kesehatan fisik, mental dan emosional remaja d.
Masalah seks dan seksualitas 1) Pengetahuan yang tidak lengakap dan tidak tepat tentang masalah seksualitas 2) Kurang bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang berkaitan dengan kesehatan seksualitas 3) Penyalahgunaan
dan
ketergantungan
napza
yang
mengarah kepada penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dan hubungan seks 4) Penyalahgunaan seksual 5) Kehamilan remaja 6) Kehamilan pranikah/ diluar ikatan pernikahan e.
Masalah perkawinan dan pernikahan dini 1) Ketidak matangan secara fisik dan mental
26
2) Resoko komplikasi dan kematian ibu dan bayi lebih besar 3) Kehilangan kesempatan untuk mengembangkan diri 4) Resiko untuk melakukan aborsi yang tidak aman 2.1.6
Sumber Informasi Kesehatan Reproduksi a.
Orang tua Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk suatu keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh,
membimbing
anak-anaknya
untuk
mencapai
tahapan tertentu yang akan menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan masyarakat (Davis, 2006). Orang tua mempunyai peran penting dalam perkembangan anak-anaknya khususnya pada masa remaja, sehingga orang tua seharusnya berperan sebagai sumber informasi tentang pendidikan seks yang paling efektif (Hambali, 2000). Menurut Andiyani (2004) beberapa kriteria yang membuat peranan yang dilakukan oleh orang tua diantaranya: 1) Orang tua merasa tidak memiliki tingkat pengetahuan yang cukup untuk menjawab pertanyaan tentang kesehatan reproduksi. 2) Orang tua tidak tahu batasan informasi yang pantas diberikan kepada anaknya. 3) Orang tua tidak tahu umur yang tepat bagi anak untuk mulai memberikan pendidikan seks. 4) Orang tua tidak mengetahui cara berkomunikasi dengan anaknya layaknya seorang sahabat. 5) Orang tua kurang mampu menciptakan suasana terbuka dan nyaman untuk membahas seksualitas dengan anak.
27
Banyak orang tua tidak menjelaskan tentang seksualitas kepada anaknya karena beranggapan anak akan tahu dengan sendirinya setelah dewasa. Padahal hal ini justru dapat membuat anak memperoleh informasi yang salah dan menyesatkan. Seringkali orang tua mengatakan hal ini kepada anak-anak yang beranjak remaja ketika anak-anak mulai bertanya mengenai seks khususnya bila anak perempuan mengalami haid pertama atau anak lelaki mengalami mimpi basah (Davis, 2006). Banyak orang tua enggan, malu atau tabu menjelaskan tentang seksualitas kepada anak-anaknya sehingga beranggapan bahwa anak-anak akan tahu dengan sendirinya setelah dewasa (Andiyani, 2004). Menurut Ahmadi (2003) mengatakan bahwa kemajuan anak tidak terlepas dari bantuan dan pengawasan dari orang tua (ayah dan ibu). yang mengemukakan peran orang tua terhadap anakanaknya, sebagai berikut: 1) Orang tua perlu sekali menciptakan suasana tentram dan damai dalam rumah tangga. Keserasian antara ayah dan ibu, saling mencintai, saling menghargai, saling mengerti dan menerima. Ayah mestinya merupakan lambang ketenangan, kehalusan perasaan, kesejukan, dedikasi dan penuh kasih sayang bagi anak-anaknya (Gerungan, 2000). 2) Keterbukaan hubungan antara orang tua dan anak. Orang tua dan anak sama-sama belajar saling menyesuaikan diri sehingga timbul hubungan yang akrab dan erat. Sering orang tua terlalu banyak melarang, sehinngga menjengkelkan si anak. Sebaiknya larangan itu harus dapat dialihkan menjadi perintah atau anjuran. Usahakan jangan sampai orang tu menjadi musuh besar bagi anak (Gerungan, 2000).
.
28
3) Memperhatikan kasehatan. Orang tua harus jadi dapat segera melihat tandatanda
keletihan
anak.
Kemudian
segera
mencari
penyebabnya (Ahmadi, 2003) yaitu: a) bagaimana makananya sudah cukup baikkah nilai gizinya b) Sudah cukupkah makanan yang dimakannya c) Cukupkan tudurnya. Kemudian segera ditanggulangi penyebabnya sedini mungkin. Dengan keadaan kesehatan yang baik dari dalam maupun luar anak akan menunjang aktifitas anak dalam kesehariannya terutama dalam belajarnya. 4) Perlu adanya pengarahan ataun rangsangan dari orang tua agar anak-anak mempunyai cita-cita untuk masa depannya. Ini akan merupakan target yang harus mereka capai dan harus mereka persiapkan sebaik-baiknya untuk menyongsong hari depan yang gemilang. Cita-cita mereka harus disesuaikan dengan kemampuan dan minat si anak (Ahmadi, 2003). 5) Mengadakan konsultasi dengan guru di sekolah Dengan adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan pihak sekolah terutama guru kelas. Hubungan antara orang tua dengan pihak sekolah (guru) akan membentuk adanya kerjasama dalam hal ini bagaimana cara agar si anak dapat belajar dengan rajin baik di sekolah maupun ketika di rumah (Gerungan, 2000).
.
6) Adanya bimbingan yang terarah dari orang tua untuk mengisi waktu terluang dengan cara terbaik, sehingga akan membuat kebiasaan aktivitas yang menyenangakan (Gerungan, 2000).
.
29
7) Memberikan petunjuk-petunjuk praktis mengenai cara belajar yang efisien, cara mengatur waktu, disiplin belajar, konsentrasi, persiapan menghadapi ujian atau testing dan sebagainya. Waktu anak sebagian besar terada di rumah, sedangkan di sekolah hanya beberapa jam saja (Ahmadi, 2003). 8) Menyediakan tempat belajar yang baik, sesuai dengan persyaratan pendapat
kesehatan. mengenai
Berdasarkan perhatian
dari
orang
beberapa tua
dapat
disimpulkan aspek-aspek perhatian orang tua terhadap anaknya (Ahmadi, 2003) antara lain: 1) menyediakan fasilitas belajar 2) memberikan bimbingan belajar 3) membantu mengatasi masalah anak 4) mengadakan kerjasama dengan pihak sekolah 5) memberikan motivasi belajar b.
Guru/ Sekolah Seorang guru pengaruh besar terhadap setiap informasi yang diterima oleh para murid didiknya. Sekolah merupakan lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap harinya dimasuki selain lingkungan rumah adalah sekolah. Anak sekolah yang sudah duduk dibangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari disekolahnya. Ini mengharuskan hampir sepertiga waktunya dihabiskan di sekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar (Sarwono, 2012). Upaya memperkenalkan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi di sekolah terus diupayakan. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana terus mencari cara agar pendidikan
30
seks bisa menjangkau remaja melalui sekolah. Hingga kini pendidikan seks di sekolah terus ditolak banyak pihak. Pendidikan seks dicurigai sebagai kegiatan kontraproduktif dan mengarah pada pornografi. Padahal, melalui pendidikan seks, remaja mendapat pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi. Dengan demikian, perilaku seks dini dapat ditekan (singgih, 2008). Ada beberapa metode yang dipandang tepat untuk tutorial materi Kesehatan Reproduksi di sekolah. Metode-metode tersebut (Sarwono, 2005) yaitu: 1) Brain-storming (curah pendapat) Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam
rangka
menghimpun
gagasan,
pendapat,
informasi, pengetahuan, pengalaman dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, yaitu gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat, pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
Tujuan curah pendapat adalah untuk
membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta baik yang sama maupun yang berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman atau peta gagasan (mind map) untuk menjadi pembelajaran bersama. 2) Diskusi Kelompok Dalam dikusi kelompok dibahas suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih dalam kelompok-kelompok kecil yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Metode ini dapat membangun suasana saling menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan partisipasi peserta yang masih belum
31
banyak berbicara dalam diskusi yang lebih luas. Tujuan penggunaan
metode
ini
adalah
mengembangkan
kesamaan pendapat atau kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan. 3) Role-play (Bermain peran) Bermain
peran
merupakan
metode
untuk
menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas atau pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar para peserta saling memberikan penilaian. 4) Simulasi Metode ini merupakan metode praktek yang ditujukan untuk mengembangkan ketrampilan peserta, baik fisik maupun mental. Dalam pelaksanaannya, situasi nyata dipindahkan dalam kelas atau ruang belajar karena kesulitan untuk melakukan praktek di situasi yang sesungguhnya. 5) Sosiodrama/sandiwara Dalam metode ini seperti memindahkan sepenggal cerita yang menyerupai kisah nyata atau situasi seharihari ke dalam pertunjukan. Tujuan penggunaan metode ini
untuk
analisa
peristiwa/kasus,
dengan
mempertunjukkan berbagai permasalahan pada suatu tema tertentu sebagai bahan refleksi. Selain untuk mengembangkan
ranah
kognitif,
dalam
hal
ini
kemampuan analisis, ranah afektif juga dikembangkan yaitu aspek awareness. 6) Debat Debat sebagai suatu metode ditujukan untuk menganalisis suatu kebijakan atau tindakan tertentu yang
32
dilakukan baik oleh pemerintah/ lembaga maupun perorangan, dalam hal sisi posistif dan negatifnya. c.
Teman Sebaya Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman. Pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Sutisna, 2009). Menurut Hamburd (1972) manfaat kelompok teman sebaya untuk siswa (Sarwono, 2005): 1) Remaja memiliki Kemampuan melakukan pendekatan dan membina percakapan dengan baik serta bermanfaat dengan orang lain. 2) Remaja memiliki Kemampuan mengamati dan menilai tingkah laku orang lain dalam rangka menentukan apakah tingkah laku itu bermasalah atau normal. 3) Remaja memiliki Kemampuan untuk menggunakan keputusan
yang
dibuat
permasalahan-permasalahan
dalam
mengahadapi
pribadi,
permasalahan
kesehatan, permasalahan sekolah, dan permasalahan perencanaan hubungan dengan teman sebaya. 4) Remaja memiliki Kemampuan untuk mengembangkan keterampilan observasi atau pengamatan agar dapat membedakan tingkah laku abnormal dengan normal.
33
5) Remaja
memiliki
Kemampuan
mendemontrasikan
kemampuan bertingkah laku yang beretika. Remaja menjadikan teman pergaulan sebagai sumber utama dalam mencari informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi. Teman pergaulan mengalahkan peran orang tua. Kebanyakan remaja memang malu berdiskusi dengan orang tua mereka mengenai masalah seksual. Mereka takut kalau bertanya karena pasti dituduh sudah pernah melakukan atau ingin melakukan hubungan seks. Di usia 15-19 tahun remaja perlu mengetahui pendidikan seksual (Hambali, 2006). Informasi mengenai kesehatan reproduksi dan hubungan seksual yang diperoleh dari teman sebaya (peer) sedikit banyak telah memberikan dorongan untuk menentukan sikap remaja dalam melakukan interaksi dengan pasangan. Dukungan teman sebaya menjadi salah satu motivasi dan menjadi salah satu sumber informasi yang cukup signifikan dalam membentuk pengetahuan seksual dikalangan remaja, bahakan informasi teman sebaya bisa menimbulkan dampak negatif karena informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media massa seperti; film, VCD, televisi maupun pengalaman diri sendiri (Andiyani, 2004). Collins dan Loursen menyatakan remaja cenderung lebih terbuka dalam menyelesaikan masalah dengan kelompoknya, hal ini karena adanya konflik atau perbedaan nilai yang dianut remaja dengan keluarga. Dengan demikian peran teman sebaya bagi remaja sangat berarti dalam menjalin informasi mengenai kesehatan reproduksi dan segala problematika seksual di kalangan remaja (Azwar, 2008).
34
d.
Media Massa Media massa
adalah
alat
yang digunakan dalam
penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi (Cangara, 2003) Pada umumnya media massa memiliki peranan dalam maraknya budaya seks bebas yang terjadi di Indonesia saat ini baik itu media cetak, media elektronik atau media siber, banyaknya konten-konten yang terlalu vulgar dan juga akses yang terlalu bebas telah menjadi penyebab terbesar penyebaran seks bebas melalui media massa (Rivers, 2003). Salah satu hal yang juga dapat ditimbulkan dalam pengaruhnya bagi perkembangan remaja di Indonesia adalah maraknya budaya seks bebas, menurut pendapat saya media massa cukup memiliki tanggung jawab yang besar dalam perkembangan seks bebas yang melanda Indonesia banyaknya acara-acara TV atau konten-konten majalah yang terlalu menampilkan kesan vulgar sering kali dicerna secara mentah oleh para remaja (Liliweri, 2007). Banyak dari acara yang dimuat di media elektronik yang terlalu mengekspos hal-hal yang terlalu vulgar, disatu sisi hal ini memang bisa menimbulkan keuntungan bagi pihak media elektronik karena bagaimana pun banyak dari kalangan masyarakat kita yang masih terlalu polos sehingga konten yang saya asumsi kan negatif adalah salah satu hal yang selalu di inginkan untuk dicari dan dinikmati (Rivers, 2003). Tidak hanya di bidang media elektonik, saat ini media massa juga berkembang pesat dalam hal media siber, dan bisa dikatakan perkembangannya jauh lebih cepat dan hebat dibandingkan media cetak dan media elektronik. Media siber tentunya bermanfaat dalam hal meningkatkan pengetahuan dan
35
informasi, Karena akses nya yang lebih cepat dan juga fleksibel, fleksibel dalam hal ini adalah kita dapat mencari secara langsung dan cepat informasi apa yang kita butuhkan saat itu juga (Rivers, 2003). Di media siber para remaja seakan diberi kebebasan lebih, karena akses yang bisa dilakukan dari perangkat komputer atau pun ponsel pribadi sehingga pengawasan yang seharusnya diberikan menjadi seakan-akan begitu longgar, mereka dapat mengakses semua situs tanpa ada yang mengetahuinya, dan dalam hubungannya dengan seks bebas yang semakin merajalela tentu saja adalah kebebasan itu sendiri, ya kebebasan dalam mengakses konten di dunia siber menjadi bumerang tersendiri Karena bagaimana pun begitu banyak situs-situs yang memberikan konten yang tak seharusnya menjadi konsumsi para remaja, dan hal ini secara langsung dapat menjadi pemicu aksi seks bebas yang ada di kalangan remaja (Liliweri, 2007). Jenis-jenis media massa yang pernah digunakan oleh manusia dalam menyampaikan informasi kepada orang lain menurut Sutisna (2009) adalah: 1) Media Cetak Media cetak meliputi koran, majalah, buku, juga leaflet dan pemflet. Tujuan utama media cetak ini adalah sebagai komunikasi publik. 2) Media Elektronik Media elektronik meliputi televisi, radio, Video Compact Disc (VCD) dan Digital Video Disc (DVD). 3) Media Online Media
online
meliputi
website
internet
dan
merupakan media yang paling banyak dipakai remaja untuk memperoleh informasi.
36
Macam-macam media massa yang pernah diguakan manusia sebagai alat komunikasi diantaranya: 1) Koran Koran dapat dikatakan sebagai media massa tertua sebelum ditemukan film, radio dan televisi. Koran memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mengerti huruf, serta lebih banyak disenangi oleh orang tua dari pada kaum remaja dan anak-anak. Salah satu kelebihan koran ialah mampu memberi informasi yang lebih lengkap, bisa dibawa kemana-mana, terdokumentasi dan mudah diperoleh (Cangara, 2003). 2) Majalah Majalah juga harus berusaha keras menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi baru. Sama halnya dengan koran, banyak majalah raksasa yang sangat tertekan. Tidak sedikit majalah mingguan atau bulanan yang sudah puluhan tahun dan berjangkauan luas terpaksa tutup (Rivers, 2003). 3) Radio Radio semakin terdesak oleh televisi, namun masih memiliki banyak penggemar. Kecenderungannya adalah jangkauan siaran radio semakin menyempit sehingga yang paling mampu bertahan adalah radio yang hanya melayani suatu wilayah kecil saja (Rivers, 2003). 4) Televisi Televisi
saat
ini
merupakan
media
dominan
komunikasi massa di seluruh dunia, dan sampai sekarang masih terus berkembang (Rivers, 2003). Televisi menyita banyak perhatian tanpa mengenal usia, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini disebabkan karena televisi memiliki
37
sejumlah kelebihan terutama kemampuannya dalam menyatukan antara fungsi audio dan visual ditambah dengan kemampuannya
dalam memainkan
warna.
Penonton leluasa menentukan saluran mana yang mereka senangi (Cangara, 2003). 5) Film Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar melalui layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan televisi. Memang sejak televisi menyajikan film-film seperti yang diputar
di
kecenderungan
gedung-gedung penonton
lebih
bioskop,
terdapat
senang
menonton
dirumah, karena selain lebih praktis juga tidak perlu membayar (Rivers, 2003). 6) Buku-buku Kontras dengan film, buku terus tubuh pesat, meskipun di masa sebelumnya bisnis buku tidak pernah populer (Rivers, 2003). 7) Pamflet/ leaflet Pamflet/ leaflet biasanya berisi informasi singkat organisasi atau lembaga kesehatan, ,mengenai layanan jasa kesehatan, tentang alat-alat kesehatan, gejala suatu penyakit,
obat
dan
pengobatannya,
serta
tentang
pendidikan maupun pelatihan dalam bidang kesehatan (Liliweri, 2007). 8) DVD/ VCD Pada DVD (Digital Video Disc) dapat juga dimuat beberapa video dengan mutu lebih rendah. DVD adalah sejenis cakram optik yang dapat digunakan untuk menyimpan data termasuk film dengan kualitas video dan audio yang lebih baik dari kualitas VCD. VCD
38
berarti Video Compact Disk yang merupakan format gambar terkompresi (Rivers, 2003). 9) Internet Internet dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas dan besar yang mendunia, yaitu menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana didalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang dinamis dan interaktif (Liliweri, 2007). Pengaruh media massa seperti yang diungkapkan oleh Bungin (2001) adalah: 1) Kognitif Media massa dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. 2) Afektif Media massa dapat mengubah emosi dan perasaan sehingga dapat membentuk sikap masyarakat. 3) Perilaku Efek perilaku yang dibentuk oleh media massa adalah hasil perluasan dari efek kognitif dan afektif. Peran yang ditimbulkan dari media massa menutut Liliweri (2007) adalah: 1) Sebagai institusi sosial yang merupakan seperangkat peran untuk menyebarluaskan informasi. 2) Sebagai agen sosial merupakan proses pembentukan diri berkaitan dengan dunia sosial yang luas.
39
2.1.7
Hubungan Sumber Informasi dengan Perilaku Seksual Kesehatan reproduksi pada remaja memberikan berbagai informasi penting dan benar menyangkut kesehatan reproduksinya, anak akan lebih memahami perkembangan dan perubahan yang akan dialaminya dan karenanya siap menghadapinya remaja berhak memperoleh informasi yang benar, objektif, akurat, jujur mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas (Moeliono, 2008). Teori Piaget menyebutkan bahwa remaja cenderung untuk membangun pengetahuannya dari informasi yang mereka dapat entah itu dari media massa, teman, maupun orang tua. Remaja menggabungkan pengalaman dan pengamatan mereka untuk membentuk pengetahuan mereka dan menyertakan pemikiranpemikiran baru yang mereka dapatkan dari sumber informasi karena tambahan informasi akan mengembangkan pemahaman mereka tentang suatu pengetahuan (Santrock, 2010). Media massa merupakan bagian dari media informasi salah satunya adalah dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Sehingga makin banyak informasi yang didapat dari media massa tingkat pengetahuan seseorang akan semakin tinggi. Teori yang disebutkan oleh Piaget maupun dari Bungin dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan penggunaan media massa dengan tingkat pengetahuan yang diperoleh seseorang (Bungin, 2001)
40
2.2 Kerangka Teori
Sumber Informasi kesehatan reproduksi 1. Orang tua 2. Guru 3. Teman Sebaya 4. Media Massa
Faktor yang mempengaruhi sikap 1. Pengalaman Pribadi 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting 3. Pengaruh Kebudayaan 4. Media Massa 5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Remaja
Sikap terhadap seksualitas
Perilaku
Perilaku seksualitas remaja 1. Masturbasi/ onani 2. Berpacaran 3. Homoseksual 4. Efek aktifitas seksual yang tidak teratur 5. Penyaluran kegiatan seksual
1. Masalah gizi buruk 2. Masalah pendidikan 3. Masalah lingkungan dan pekerjaan 4. Masalah seks dan seksualitas 5. Masalah perkawinan dan pernikahan dini
Faktor yang mempengaruhi munculnya seksual 1. Perubahan-perubahan hormonal 2. Penyaluran seksual 3. Norma-norma agama 4. Pengaruh media 5. Pola asuh orang tua 6. Pergaulan bebas
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber: Azwar (2007), Eka (2012), Notoadmojo (2012).
41
2.3 Kerangka Konsep
Variabel dependen Variabel Independen
Sumber Informasi 1. Orang tua 2. Guru 3. Teman Sebaya 4. Media Massa
Sikap dan Perilaku Seksual Remaja
Variabel Perancu Faktor Yang Mempengaruhi 1. Usia 2. Pendidikan 3. Lingkungan 4. Pengalaman 5. Sosial Budaya
Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
42
2.4 Hipotesis Penelitian Ha: Ada Hubungaan antara Pemanfaatan Sumber Informasi dengan Sikap dan Perilaku Remaja terhadap Perilaku Seksual Pranikah di SMA Negeri 1 Pejagoan Kebumen