BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.
Auditing
II.1.1. Pengertian auditing Auditing adalah salah satu jasa yang di berikan oleh akuntan publik yang sangat di perlukan untuk memeriksa laporan keuangan sehingga laporan keuangan yang di hasilkan oleh pihak perusahaan yang di audit dapat lebih di percaya oleh para pemakai laporan keuangan. Definisi auditing menurut Arens at al (2006:18) adalah sebagai berikut : “Auditing is accumulation and evaluation of evidence about information to determine on report on the degree of corespondene between the quantifiable information and established criteria.” Definisi lainya dikemukan oleh Sunarto (2004: 16), yaitu : “Pengauditan adalah suatu proses sistematik untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian untuk ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” Menurut Soekrisno Agoes (2002:1) adalah : “Suatu pemeriksaan yang di lakukan secara teknis dan sistematis, oleh pihak yang independen , terhadap laporan keuangan yang telah di susun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”
7
Dari tiga definisi di muka, dapat disimpulkan bahwa auditing mempunyai tiga elemen fundamental, yaitu : 1. Seorang auditor harus independen dan kompeten. 2. Auditor bekerja mengumpulkan bukti untuk mendukung pendapatnya. 3. Hasil akhir dari auditor adalah laporan audit yang harus disampaikan kepada para pemakai laporan keuangan yang berkepentingan. II.1.2
Jenis Audit Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, menurut Sukrisno Agoes (2002:5), audit
dapat dibedakan atas : 1. General Audit (Pemeriksaan Umum) Suatu pemeriksaan umum pada laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan tujuan bisa memberikan pendapat
mengenai
kewajaran
laporan
keuangan
secara
keseluruhan.
Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) dan memperhatikan kode etik Akuntan Indonesia yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. 2. Special Audit ( Pemeriksaan Khusus) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP Independen dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak memberikan pendapat secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan hanya pada pusat masalah tertentu yang diperiksa.
8
Menurut Arens (2006:15)
dalam bukunya Auditing suatu pendekatan
terpadu yang di alih bahasakan oleh Amir Abadi Jusuf, audit dikelompokan menjadi empat, yaitu: 1. Financial statement audit 2. Compliance audit 3. Operational audit 4. Forensic audit Financial statement audit adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan. Dalam audit laporan keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran laporan keuangan atau dasar kesesuainnya dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Compliance audit menentukan apakah peraturan, kebijakan, hukum penyajian atau Peraturan Pemerintah dipahami oleh perusahaan yang diaudit, ukuran kesesuaian audit tahunan dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Hasil audit ketaatan tersebut biasanya disimpulkan kepada pihak yang menentukan kriteria tersebut, terdiri dari: (1) ikthisar hasil temuan, atau (2) tingkat ketaatan dengan kriterianya.
9
Operational audit meliputi tinjauan sistematik atas keseluruhan aktivitas orang dalam kaitannya dengan penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien. Audit operasional biasanya sulit dilakukan dibanding audit laporan keuangan dan audit ketaatan, karena sangat sulit untuk mengidentifikasi tujuan atau kriteria yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas dan efisiensi. Forensic audit merupakan sebuah proses ilmiah dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menghadirkan berbagai bukti pada sidang pengadilan karena adanya kasus hukum. Audit forensik dilakukan untuk tujuan mencari bukti dalam pengungkapan terhadap suatu kasus. Tujuan audit investigatif adalah untuk mendeteksi atau mencegah kecurangan. Beberapa contoh dimana audit investigatif dapat dilakukan meliputi: 1. Kecurangan dalam bisnis atau kecurangan yang dilakukan karyawan 2. Investigasi tindakan kriminal 3. Perselisihan pemegang saham dengan persekutuan 4. Kerugian ekonomis bisnis
10
II.2.
Kecurangan
II.2.1. Pengertian Kecurangan Pengertian kecurangan menurut Jack Bologna, Robert J. Lindquist dan Josep T. Wells yang dikutip oleh Amin Widjaja (2005:1) adalah: “Fraud is criminal intended of financially benefit the drivers.” Pengertian lainnya yang dikemukakan oleh Sunarto (2006:57) “Kecurangan dalam pelaporan keuangan yang dinyatakan untuk menyajikan laporan keuangan yang menyesuaikan, seringkali disebut kecurangan manajemen (management fraud).” Soejono Karni (2000:34) juga mengemukakan tentang unsur kecurangan sebagai berikut: “Kecurangan terdiri dari tujuh unsur penting. Apabila tidak terdapat salah satu unsur tersebut, maka tidak ada kecurangan yang dilakukan. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1. Harus terdapat penyajian yang keliru (mispresentation) 2. Dari suatu masa lampau atau sekarang 3. Fakta material 4. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan 5. Dengan maksud untuk menyebabkan pihak lain bereaksi 6. Pihak yang terlukai harus bereaksi terhadap kekeliruan penyajian 7. Mengakibatkan kerugian
11
Kitab
Undang-undang
Hukum
Pidana
menyebutkan
pasal-pasal
yang
mencangkup pengertian fraud diantaranya: “Pasal 362 Pencurian : Mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Pasal 368 Pemerasan dan Pengancaman : Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekuasaan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang. Pasal 372 Penggelapan : Dengan sengaja melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagiannya dalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. Pasal 378 Perbuatan Curang : Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melanggar hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk, menyerahkan sesuatu barang kepadanya atau supaya member utang maupun menghapus piutang.” II.2.2. Klasifikasi Kecurangan Kecurangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam menurut Soejono Karni (2006:35), yaitu: 1. Management Fraud 2. Non Management (employee) fraud 3. Computer Fraud 12
Dan dapat dijelaskan diantaranya adalah: 1. Management Fraud (kecurangan manajemen) Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas sosial ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime. Kecurangan manajemen ada dua tipe, yaitu kecurangan jabatan dan kecurangan koporasi. Kecurangan jabatan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai jabatan penting dan menyalahgunakan jabatannya itu. Kecurangan koporasi adalah kecurangan yang dilakukan oleh suatu perusahaan demi memperoleh keuntungan bagi perusahan tersebut, misalnya manipulasi pajak. 2. Employee Fraud (kecurangan karyawan) Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan. Kadangkadang merupakan pencurian atau manipulasi. Dibandingkan dengan para manajemen, kesempatan untuk melakukan kecurangan pada keryawan bawahan jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan mereka tidak mempunyai wewenang karena pada umumnya semakin tinggi wewenang semakin besar kesempatan untuk melakukan kecurangan. 3. Computer Fraud Tujuan pengadaan computer antara lain digunakan untuk pencatatan operasional atau pembukuan suatu perusahaan. Kejahatan computer dapat berupa pemanfaatan berbagai sumber daya computer di luar peruntukan yang sah dan perusakan atau pencurian fisik atas sumber daya computer itu sendiri.
13
II.2.3. Unsur-Unsur Kecurangan Menurut Jack Bologna, Robert J. Lindquist dan Josep T. Wells yang dikutip oleh Amin Widjaja (2005:25) kecurangan memiliki beberapa unsur diantaranya: 1. Tersembunyi 2. Penyimpangan
dari
kewajiban
pelakunya
dengan
mengorbankan
organisasi 3. Dilakukan dengan tujuan baik langsung maupun tidak langsung demi keuntungan secara finansial 4. Menjadikan kerugian bagi asset, pendapatan maupun cadangan bagi organisasi Dimana kecurangan memiliki bentuk yang disebut segitiga kecurangan atau sering disebut the fraud triangle diantaranya: a. Perceived Pressure Situasi dimana seseorang menyakini bahwa mereka melakukan kecurangan karena kebutuhan, merasa perlu untuk melakukan kecurangan. b. Perceived Opportunity Situasi dimana seseorang menyakini bahwa adanya kesempatan atau kondisi yang menjanjikan keuntungan jika melakukan kecurangan dan tidak terdeteksi. c. Rationalization Suatu bentuk pemikiran yang menjadikan seseorang akan melakukan kecurangan merasa bahwa sikap curang tersebut dapat diterima.
14
II.2.4. Faktor Pendorong Terjadinya Kecurangan Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kecurangan sebagai akibat antara tekanan kebutuhan seseorang dengan lingkungan yang memungkinkan bertindak. Soejono Karni (2000:38) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadi kecurangan sebagai berikut: 1. Lemahnya pengendalian intern a. Manajemen tidak menegakkan perlunya peranan pengendalian internal b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadi conflict of interest 2. Tekanan keuangan terhadap seseorang a. Banyak hutang b. Pendapatan rendah c. Gaya hidup mewah 3. Tekanan non finansial a. Tuntutan pimpinan diluar kemampuan bawahan b. Direktur utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa dikonsultasikan dulu kepada bawahannya c. Penurunan penjualan 4. Indikasi lain a. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai b. Meremehkan integritas pribadi c. Kemungkinan koneksi dengan orang criminal
15
II.3.
Audit Kecurangan
II.3.1. Pengertian Audit Kecurangan Menurut Jack Bologna Paul Shaw yang di kutip oleh Amin Widjaja dalam bukunya yang berjudul Audit Kecurangan (Suatu Pengantar) (2005:36): “Forensic accounting, sometimes called fraud auditing or investigative accounting, is a skill that goes beyond the realm of corporate and management fraud, embezzlement or comercial bribery. Indeed, forensic accounting skill go beyond the general realm of collar crime.” Pendapat lain tentang audit investigatif dikemukakan oleh Messier (2003:17), yaitu: “Forensic audit is an audit to detection or deferrence of a wide variety of fraudelent activities. The use of auditors to conduct forensic audits has grown significantly, especially where the fraud involes financial issues.” Association of Certified Fraud Examiner seperti yang di kutip Amin Widjaja (2005:36), mendefinisikan audit investigatif sebagai berikut: “Fraud auditing is an initial approach (proactive) to detecting financial fraud, using accounting records and information, analytical relationship, and an awareness of fraud perpertration and concealment efforts.” Dari ketiga definisi audit investigatif di atas, dapat disimpulkan bahwa audit investigatif merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan memeriksa kecurangan terutama dalam laporan keuangan yang kemungkinan sedang atau sudah terjadi menggunakan keahlian tertentu dari seorang auditor (teknik audit). 16
II.3.2. Perbedaan Audit Keuangan dengan Audit Kecurangan Audit investigatif terdapat beberapa perbedaan dengan Audit laporan keuangan. Adanya perbedaan yang terlihat antara lain: 1. Dasar Pelaksanaan Audit Pada audit atas laporan keuangan, audit dilaksanakan berdasarkan permintaan perusahaan yang menginginkan laporan keuangannya diaudit. Dasar pelaksanaan audit investigatif adalah permintaan dari penyidik untuk mendeteksi kecurangan yang mungkin terjadi. 2. Tanggung Jawab Auditor. Pada audit atas laporan keuangan, audit bertanggung jawab atas nama lembaga audit atau KAP (Kantor Akuntan Publik) tempat auditor bekerja. Pada audit investigatif, auditor bertanggung jawab atas nama pribadi yang ditunjuk, karena apabila keterangan di sidang pengadilan merupakan keterangan palsu auditor yang bersangkutan akan terkena sanksi. 3. Tujuan audit Tujuan audit atas laporan keuangan adalah untuk mengetahui apakah laporan keuangan perusahaan klien telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Audit investigatif bertujuan untuk membantu penyidik untuk membuat terang perkara dengan mencari bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mendukung dakwaan jasa. 4. Teknik dan Prosedur Audit yang digunakan Dalam audit atas laporan keuangan, prosedur dan teknik audit yang digunakan mengacu hanya pada Standar Auditing, sedangkan audit 17
investigatif mengacu pada Standar Auditing juga kewenangan penyidik sehingga dapat digunakan teknik audit yang lebih luas. 5. Penerapan azas perencanaan dan pelaksanaan audit Pada audit laporan keuangan menggunakan skepik profesionalisme, sedangkan audit investigatif selain menggunakan skepik profesionalisme juga menggunakan azas praduga tak bersalah. 6. Tim audit Dalam audit atas laporan keuangan, tim audit bisa siapa saja yang ada di KAP tersebut. Dalam audit investigatif, tim audit di pilih auditor yang sudah pernah melaksanakan bantuan tenaga ahli untuk kasus yang serupa atau hampir sama dan salah satu ciri dari tim audit harus bersedia menjadi saksi ahli di persidangan. II.4.
Penjualan Kredit dan Piutang
II.4.1. Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Kredit Sistem informasi penjualan merupakan sekumpulan data penjualan yang telah diproses menjadi informasi penjualan yang berguna dan didistribusikan kepada para pemakainya untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam penjualan kredit, jika order dari pelanggan telah terpenuhi dengan pengiriman barang atau jasa, untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang kepada pelanggannya. Standar akuntansi keuangan (2009) mendefinisikan, “Penjualan barang meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau tanah properti lain yang dibeli untuk dijual kembali”.
18
Piutang adalah klaim moneter apa saja untuk debitur. Kredit dapat diakui dalam dua bentuk yaitu perkiraan terbuka atau dibuktikan dengan suatu alat resmi. Niswonger, Warren, Reeve dan Fess yang diterjemahkan oleh Alfonsus Sirait (2006, h. 241), “Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya”. Piutang Menurut Boyton et al (2008,40) meliputi jumlah yang harus dibayar pelanggan, karyawan, dan afiliasi atas akun terbuka, wesel serta pinjaman, dan bunga akrual atas saldo semacam itu. II.4.2. Unit/Fungsi Yang Terkait Penjualan Kredit Bodnar dan William S. Hopwood yang diterjemahkan olehJusuf (2006, h265), Fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit adalah 1. Fungsi Order Penjualan Fungsi order penjualan mengawali pemrosesan order pelanggan dengan menyiapkan order penjualan. 2. Fungsi Kredit Kredit pelanggan harus diverifikasi sebelum dilakukan pengiriman barang untuk pelanggan tetap, cek kredit memuat penetapan jumlah kredit yang diberikan yang sudah mendapat otorisasi umum atau khusus manajemen. 3. Fungsi Produk Jadi Fungsi produk jadi menerima order seperti yang terdapat pada rangkapan persediaan dari order penjualan.
19
4. Fungsi Pengiriman Fungsi pengiriman menerima order untuk pengiriman setelah mencocokkan rangkapan slip pengepakan dengan rangkapan persediaan dari formulir order penjualan. 5. Fungsi Penagihan Fungsi pengiriman menyerahkan dokumen pengiriman ke fungsi penagihan. II.4.3. Dokumen/Form Yang Lazim Digunakan Formulir merupakan media perekam data transaksi yang pertama kalinya sebagai dasar pencatatan dalam catatan. Dalam sistem akuntansi secara manual, media yang digunakan untuk merekam pertama kali data transaksi keuangan adalah formulir yang dibuat dari kertas (paper form). Dalam sistem akuntansi berbasis komputer, formulir yang digunakan disebut formulir elektronik (electronic form) yang merupakan ruang yang ditayangkan dalam layar komputer yang digunakan untuk menangkap data yang akan diolah dalam pengolahan data elektronik. Mulyadi (2007, h214), Dokumen yang digunakan dalam sistem penjualan kredit adalah 1. Surat Order Pengiriman dan Tembusannya Dokumen ini merupakan lembar pertama surat order pengiriman yang memberi otorisasi kepada fungsi pengiriman untuk mengirimkan jenis barang dengan jumlah dan spesifikasi seperti yang tertera dalam dokumen tersebut.
20
Tembusan dokumen ini berupa : a. Tembusan Kredit (Credit Copy) Dokumen ini digunakan untuk memperoleh status kredit pelanggan untuk mendapatkan otorisasi penjualan kredit dari fungsi kredit. b. Surat Pengakuan (Acknowledgement Copy) Dokumen ini dikirimkan oleh fungsi penjualan kepada pelanggan untuk memberitahu bahwa ordernya telah diterima dan dalam proses pengiriman. c. Surat Muat (Bill of Lading) Dokumen ini digunakan sebagai bukti penyerahan barang dari perusahaan kepada customer. 2. Faktur dan tembusannya Faktur penjualan merupakan dokumen yang digunakan sebagai dasar untuk mencatat timbulnya piutang. Faktur penjualan merupakan lembar pertama yang dikirim oleh fungsi penagihan kepada pelanggan. Tembusan dokumen ini berupa : a. Tembusan Piutang (Account Receivable Copy) Dokumen ini merupakan tembusan faktur penjualan yang dikirimkan oleh oleh fungsi penagihan ke fungsi akuntansi sebagai dasar untuk mencatat piutang dalam kartu piutang. b. Tembusan Jurnal Penjualan (Sales Journal Copy) Dokumen ini merupakan tembusan yang dikirimkan oleh fungsi penagihan ke fungsi akuntansi sebagai dasar mencatat transaksi penjualan dalam jurnal penjualan. 21
c. Tembusan Analisis (Analysis Copy) Dokumen ini merupakan tembusan yang dikirimkan oleh fungsi penagihan ke fungsi akuntansi sebagai dasar untuk menghitung harga pokok penjualan yang dicatat dalam kartu persediaan, untuk analisis penjualan, dan untuk perhitungan komisi. 3. Bukti memorial Bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk dasar pencatatan kedalam jurnal umum. Dalam sistem penjualan kredit, bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk mencatat harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.
22
II.4.4. Risiko dan Pengendalian Sistem Informasi Penjualan Kredit Didalam Sistem Informasi Penjualan terdapat resiko-resiko
yang
harus
dihadapi serta pengendalian-pengendaliannya. Ancaman
Kerugian
Pengendalian Internal
Penjualan Retail
Piutang tidak terbayar.
Komunikasi prosedur penjualan yang jelas
antara
pemisahan
customer
tugas
dan
antara
vendor,
departemen
penjualan dan pembelian. Pengiriman
stock
antar Pendapatan yang tidak lengkap di Pengambilan stock yang serempak.
cabang
sembunyikan
Customer
Kesulitan mendapatkan informasi Kontrol yang cukup terhadap master file yang detail mengenai customer.
Customer credit limit
Penjualan
invalid
menyebabkan kerugian Faktur
dari
sesuai
dengan
barang.
vendor
tidak Harga jual yang tinggi
penerimaan
customer. yang Prosedur
untuk
mencetak
customer
credit limit. Pengecekan barang
kualitas
saat
pemisahan
dan
kuantitas
penerimaan
barang,
tugas
antara
departemen
gudang dan fungsi piutang, rekonsiliasi faktur
dari
vendor
dan
penerimaan barang. Tabel 2.1 Resiko dan Pengendalian Sistem Informasi Penjualan Sumber: Eddy Vaassen (2006, p67)
23
laporan
II.5 Sistem Pengendalian Internal II.5.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal Sistem pengendalian internal adalah aturan, prosedur, praktek dan struktur organisasional, dirancang untuk menyediakan jaminan yang layak dimana objektivitas bisnis dapat diterima dan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan akan dicegah, atau dideteksi dan dikoreksi. Committee On Sponsoring Organization (COSO), Pengendalian Internal adalah sebuah proses yang dipengaruhi oleh sejumlah jajaran pimpinan, manajemen dan personel lainnya, dirancang untuk menyediakan jaminan yang layak dalam hal pencapaian objektivitas dalam Keefektifitasan dan efisiensi operasi serta kepercayaan pada laporan keuangan Pengendalian internal adalah aturan, praktek, prosedur, dan peralatan yang dirancang untuk: a) Keamanan aset yang berhubungan dengan badan hukum b) Menyakinkan akurasi dan kepercayaan perolehan data dan informasi produk c) Mendapatkan efisiensi d) Mengukur pemenuhan dengan aturan yang berhubungan dengan badan hukum e) Mengukur pemenuhan dengan regulasi-regulasi f) Mengatur kejadian-kejadian negatif dan pengaruh dari penyuapan, kejahatan, dan aktivitas perusakan.
24
II.5.2 Unsur- Unsur Pengendalian Internal Menurut Boyton (2008) terdapat 5 komponen COSO terkait penjualan, piutang adalah: 1. Lingkungan pengendalian Lingkungan pengendalian terdiri dari beberapa faktor yang dapat mengurangi beberapa resiko inheren yang berkaitan dengan siklus pendapatan. Lingkungan pengendalian dapat diperbaiki apabila pemberian otoritas dan tanggung jawab atas semua aktivitas dalam siklus pendapatan telah dikomunikasikan dengan jelas melalui, di antara yang lain, deskripsi tugas tertulis. 2. Pengendalian Resiko Auditor terumatama berkepentingan dengan bukti penilaian manajemen, dan tanggapan atas, risiko yang muncul dari perubahan situasi seperti sumber pendapatan baru, standar akuntansi baru untuk transaksi pendapatan, dan dampak dari pertumbuhan yang cepat dalam aktivitas siklus pendapatan atau perubahan personil terhadap akuntansi serta pelaporan 3. Informasi dan Komunikasi (Sistem Akuntansi) Pemahaman atas system akuntansi pendapatan memerlukan pengetahuan tentang bagaimana : a. Penjualan diawali b. Barang dan jasa diberikan c. Piutang dicatat d. Kas diterima e. Penyesuaian penjualan dilakukan, termasuk metode pemprosesan data serta dokumen penting dan catatan yang digunakan.
25
4. Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian bermanfaat dalam mengurangi resiko penyelewengan yang berfokus pada penetapan validitas, atau eksistensi, atau kekejadian, atas transaksi penyesuaian penjualan yang meliputi : a. Pemberian potongan tunai b. Pemberian retur penjualan dan pengurangan harga c. Penentuan piutang tak tertagih 5. Pemantauan Komponen ini harus memberikan manajemen umpan balik tentang apakah pengendalian internal yang berkaitan dengan saldo dan transaksi siklus pendapatan telah beroperasi seperti yang diharapkan. Kemungkinan ini mencakup informasi yang diterima dari : a. Pelanggan yang mengalami kesalahan penagihan b. Lembaga
pengatur
yang
memperhatikan
ketidaksesuaian
kebijakan
pengakuan pendapatan atau hal – hal yang berkaitan dengan pengendalian internal c. Auditor eksternal yang mempertimbangkan kondisi yang dapat dilaporkan atau kelemahan material dalam pengendalian internal yang ditemukan pada audit sebelumnya
26