BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam tinjauan pustaka ini mengemukakan sumber-sumber yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini. Tinjauan kepustakaan dikembangkan melalui penelaahan secara mendalam terhadap buku-buku yang berhubungan dengan tema penelitian yang akan dikaji. Sumber-sumber yang diperoleh penulis dalam menyusun skripsi ini berupa tulisan ilmiah para ahli sejarah dan ahli dalam bidang kemiliteran yang disusun dalam bentuk buku yang berkaitan dengan kajian yang dibahas yaitu tentang sejarah perang dan militer yang mencakup taktik, strategi, dan gaya kepemimpinan para petinggi militer (secara psikologis). Sumber-sumber literatur yang didapatkan oleh penulis dalam tahap pencarian dan pengumpulan sumber sejarah memuat data-data mengenai Blokade Jerman terhadap Inggris di Lautan Atlantik. Diantaranya adalah penelitian-penelitian sejenis yang di dalamnya memuat penelitian-penelitian yang mengkaji mengenai perbedaan strategi dua petinggi angkatan bersenjata Jerman (Kriegsmarines) antara Adolf Hitler dengan Karl Dönitz yang berdampak pada pasang surutnya dukungan terhadap pengembangan dan juga menjadi salah satu gagalnya armada U-boat dalam blokade Inggris di lautan Atlantik pada PD-II (1939-1945). Literatur yang mengkaji mengenai perbedaan cara pandang antara Hitler dan Dönitz yang mengakibatkan pasang surutnya dukungan terhadap armada U-boat ini banyak menggunakan buku-buku dari politik dan militer contohnya adalah buku yang berjudul Geografi Politik
19
20
karya Sri Hayati dan Ahmad Yani (2007), buku karya Gorgon Williamson (2002) yang berjudul ‘Wolf Pack’ The Story Of U-boat In World War II, buku yang berjudul U-boat The Battle Of Atlantic karya Ari Subiakto (2010), buku yang berjudul The Theory and Practice of War karya Michael Howard (1965), buku karya Ladislas Farago (1942) yang berjudul The Axis Grand Strategy, buku Margaret Tuttle Sprout dalam Edwar Mead Earle (1943) yang berjudul Alfred Thayer Mahan : Pengandjur Kekuatan Laut, Doktrin Kontinental Tentang Kekuatan Laut karya Theodore Ropp (Edwar Maed Earle, 1943). Penulis mengklasifikasikan sumber buku yang dimiliki ke dalam beberapa penelitian yang berbeda. Pemaparan tinjauan kepustakaan ini terbagi ke dalam beberapa sub bab. Sub bab ini merupakan konsep-konsep yang diambil dari Ilmu Politik dan Militer. Pertama, mengenai konsep taktik dan strategi perang Jerman 1939-1944. Kedua, blokade Jerman terhadap Inggis dilautan Atlantik tahun 19391944. Sedangkan untuk tijauan teori, penulis menggunakan teori Perang, konsepkonsep taktik dan strategi militer yang nanti akan memaparkan taktik dan strategi dari Clausewitz, Liddell Hart, dan yang terakhir teori Geopolitik dari Alfred Thayer Mahan yang akan dibahas setelah tinjauan pustaka. 2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Konsep Taktik dan Strategi Perang Jerman 1939-1944 Perang menurut Clausewitz taktik perang ialah teori mengenai penggunaan kekuatan-kekuatan militer dalam pertempuran, sedangkan strategi ialah teori mengenai penggunaan pertempuran untuk tujuan perang. perang merupakan
21
sarana untuk mencapai tujuan politik, disamping perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari konflik politik yang menggunakan cara lain (Hamim, 2009). Pelaksanaan perang itu sendiri bisa dilihat dari tiga sudut pandang hirarkhis, yaitu tataran strategis, operasional dan taktis. Pada tataran strategis, perang harus dilihat sebagai sebuah permasalahan yang merupakan bagian dari hal-hal yang mengikuti proses hubungan antar negara. Pada tataran ini juga perang harus dilihat sebagai sebuah hal yang sangat komplek, karena melibatkan banyak unsur didalamnya, bahkan bisa dikatakan semua komponen suatu bangsa bisa di gerakkan dalam rangka perang. Pada tataran operasional, perang bisa dilihat dari aspek pengerahan kekuatan militer. Dalam hal ini perang harus didasarkan pada perencanaan dan perhitungan yang tepat untuk memperoleh hasil yang maksimal. Tataran taktis dari perang lebih banyak membahas bagaimana pasukan di medan pertempuran bertempur dengan cara-cara tertentu untuk mencapai kemenangan militer. Perang Dunia II yang melibatkan hampir sebagian besar negara di Eropa, salah satunya Jerman dan Inggris. Sebuah konsep ‘Blitzkriegs’ digunakan untuk menyerang Polandia dan negara-negara sekitarnya, dengan alasan ingin membuktikan kepiawaian angkatan militer serta membalas rasa sakit yang diderita pada PD-I. Jerman melakukan serangan secara cepat diwaktu lawan sedang lengah merupakan kondisi ideal untuk melakukan penyerangan. Konsep Blitzkriegs yang dikembangan oleh angkatan darat (unit Panzer) yang nantinya akan meluas ke angkatan udara dan angkatan laut (armada U-boat). Hitler sebagai pemimpin tertinggi angkatan bersenjata Jerman sangat mengagumi konsep Blitzkriegs, keberhasilan dan juga kemenangan angkatan darat (unit Panzer) menjadikannya
22
salah-satu armada andalan pada PD-II. Tetapi kekuatan armada Panzer tidak cocok digunakan dalam penyerangan terhadap Inggris. Dilihat dari letak geografis Inggris merupakan suatu negara kepulauan, dimana kekuatan militernya berada pada angkatan laut. Faktor tersebut menjadi alasan mengapa Dönitz sebagai salah satu perwira angkatan laut Jerman yang menginginkan armada U-boat menjadi ujung tombak pertempuran melawan Inggris di lautan atlantik. Di dalam perang salah satu faktor pendukung yang paling kuat adalah dukungan politik dari negara tersebut (Farago, 1942: 13-14). Selain faktor politik ada 3 hal utama dalam yang harus dipahami dalam perang, diantaranya: 1. Perang berguna untuk mengalahkan dan menaklukan musuh, 2. Perang berguna untuk memiliki material-material yang berguna dan didapatkan dari tentara-tentara musuh, 3. Perang juga bisa untuk memenangkan opini publik, maksudnya negara pemengan perang bebas melakukan rekayasa data dan fakta tentang peristiwa yang terjadi sehingga dapat menimbulkan efek yang sangat merugikan bagi negara lawan, dan tidak hanya itu opini publik bisa menjadi sumber kekuatan dari negara-negara yang tidak terikat pada peperangan untuk membantu baik segi moril maupun materil. Pada perang modern teknologi perang menjadi satu-satunya elemen penting bagi sebuah negara disaat melakukan perang. Karena dengan adanya suatu inovasi teknologi militer maka suatu negara akan semakin mudah dalam melakukan penyerangan-penyerangan terhadap negara lawan. Dengan berkembangnya ilmu dan pengetahuan yang semakin pesat, maka negara-negara yang terlibat perang akan semaksimal mungkin untuk mengembangkan teknologi kelengkapan militer
23
yang mereka punya (Haryati, 2007: 130). Negara Jerman salah satu negara yang banyak menciptakan penemuan-penemuan dan juga teknologi canggih (pada jamannya) di bidang militer. Demi menciptakan subuah kemenangan melawan Inggris, angkatang laut Jerman secara terus-menerus melakukan pengembanganpengembangan pada armada U-boat. Walaupun keberadaanya tidak terlalu diperhatikan oleh Hitler, Dönitz selaku perwira armada U-boat terus meyakinkan Hitler dengan cara menciptakan teknologi dan taktik U-boat dalam melakukan operasi di lautan atlantik. Pendapat diatas dikuatkan oleh pendapat Theodore Ropp dalam Alfred Thayer Mahan : Pengandjur Kekuatan Laut (Earle, 1943: 337-344) yang menyatakan bahwa teori-teori dari ahli strategi perang laut yaitu Alfred Thayer Mahan (Mahan). Mahan mengatakan bahwa “strategi angkatan laut dan kekuataan laut bergantung kepada beberapa faktor alamiah (seperti kedudukan insuler danatau kontinental kedudukan suatu bangsa) dan oleh politik-politik nasional meliputi angkatan laut, perniagaan, dan pangkalan-pangkalan di luar negeri. Taktik sebagai suatu keahlian didalam menggunakan senjata-senjata dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman. Lebih jauh Mahan memaparkan enam faktor kekuatan laut diantaranya : letak geografis, bentuk permukaan bumi, penduduk, luas wilayah, karakter bangsa, dan lembaga-lembaga pemerintahan. Penjelasan tersebut sama halnya dengan pemikiran Dönitz, karena jika melihat salah satu faktor yang mendukung kekuatan laut ialah letak geografisnya. Inggris Raya merupakan suatu negara kepulauan yang sebagian kekuatannya terpusat di laut, maka dari itu hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan
24
membentuk kekuatan angkatan laut yang bisa menandingi angkatan laut Inggris. Selain faktor letak geografis Jerman mempunyai teknologi dan semangat nasionalisme yang kuat, meskipun kekuatan angkatan laut Jerman unggul dalam armada U-boat tetapi jumlah dan kapasitasnya masih kurang maksimal pada saat pertempuran. Sehingga satu-satunya alat yang bisa membangkitkan kekuatan militer Jerman adalah dengan semangat nasionalisme, selain berupaya untuk memperoleh kepercayaan penuh dari Hitler untuk membangun kekuata armada Uboat Dönitz juga selalu memberikan nasihat yang bersifat menyemangati bawahannya. Senada dengan pendapat Margaret Tuttle Sprout, Edwar Mead Earle dalam buku Makers Of Modern Strategy (1942 : 401-409) juga menyatakan bahwa Hitler sebagai pemimpin tertinggi angkatan bersenjata juga sekaligus pemimpin negara menginginkan Jerman menjadi negara militer nomor 1 didunia. Berikut pemikiran Hitler yaitu : “...Pendeknya, Blitzkriegs itu sesuai sekali bagi manusia berwatak seperti Hitler. Ukuran pendemokrasian yang dimasukan Hitler kedalam angkatan darat menyebabkan antara lain, ukuran kompetisi yang sangat baik dikalangan perwira-perwira. Tetapi diatas segalanya, ialah kemauan yang memimpin, kekuasaan yang terpusat dan daya dorong yang disumbangkan oleh Hitler kepada seluruh angkatan bersenjata Jerman didalam semua tingakatan level armada alat tempur. Kesatuan, kepintaran, dan keberanian pimpinan tertinggi dipusatkan dan diwujudkan di dalam diri Hitler, yang kekuasaan-kekuasaan totaliternya menjamin koordinasi yang sempurna dari semua angkatan bersenjata yang dipandang esensiil untuk sukses dalam perang modern” (1943 : 402). Naiknya Hitler menjadi pemimpin tertinggi angkatan bersenjata Jerman, menbuat semua aspek mengenai strategi, taktik, dan konsep perang semakin terencana dengan baik. Koordinasi antara para perwira baik angkatan darat,
25
angkatan udara, dan angkatan laut terjalin sangat erat. Konsep Blitzkriegzs merupak konsep yang paling diandalkan oleh Hitler pada akhirnya menyebar keseluruh
kesatuan
angkatan
bersenjata.
Dönitz
pun
sebagai
perwira
Kriegzmarines mendapat pengaruh besar dari konsep Blitzkriegs, sehingga terciptalah sebuah konsep penyerangan secara cepat yang digunakan U-boat dalam misi blokade terhadap Inggris. Konsep tersebut lebih dikenal dengan taktik Wolf Pack, taktik ini merupakan upaya blokade Inggris yang berpadu dengan kombinasi formasi tertentu, untuk melakukan serangan cepat secara mendadak dikala lawan sedang lengah yang disempurnakan oleh teknologi dan teknik para awak dari U-boat itu sendiri. Untuk memperkuat penjelasan Margaret Tuttle Sprout dan Edwar Mead Earle, penulis menggunakan buku yang berjudul The U-boat 1939-1945 Penebar Maut Di Atlantik karya (2010: 1-6) Dody Aviantara yang menyatakan bahwa dalam pengembangan U-boat tidak bisa luput dari suatu upaya Kriegsmarines untuk membangun kekuatan armada kapal selam miliknya yang pernah berjaya pada PD-I. Untuk mengelabui perjanjian Versailles, para ahli kapal selam Jerman menerapkan semua kemampuan rancang bangun yang dimilikinya untuk diperdagangkan kepada negara lain (1930-an). Dari saat itulah Jerman sangat konsen pada disain serta banyak melakukan eksperimen-eksperimen pada kemampuan mesin dan senjata U-boat. Dalam PD-II Kriegsmarines telah mengembangkan suatu teknologi canggih pada armada U-boat. Jauh sebelum pecahnya PD-II Jerman secara sembunyi-sembunyi sudah mengembangkan dan memproduksi U-boat, karena U-boatlah satu-satunya senjata yang ditakuti oleh
26
Sekutu. U-boat ditakuti tidak hanya dari sisi teknologinya saja melainkan banyak faktor-faktor lain yang mendukung keberhasilan U-boat dalam membaitai ratusan kapal-kapal milik sekutu (Inggris khususnya). Faktor lain yang menunjang kekuatan U-boat antara lain yaitu; 1. Kemampuan secara teknik, 2. Misi tempur, 3. Taktik tempur. Ketiga faktor tersebut berpadu dengan teknologi yang dimiliki Jerman menjadi salah-satu andalan Kriegsmarines dalam PD-II. 2.1.2. Blokade Jerman Terhadap Inggris Di Lautan Atlantik 1939-1944 Blokade Jerman pada tahun 1939-1944 adalah suatu usaha Kriegzmarines untuk mengepung serta menutup suatu daerah/negara, sehingga berdampak sangat merugikan bagi negara yang diblokade. Dalam buku yang berjudul ‘Wolf Pack’ : The Story Of The U-boat In World War II karya karya Gordon Williamson (2002) menyatakan bahwa taktik wolf pack merupakan salah satu pengambangan Blitzkriegs dalam bidang taktik penyerangan. Cara kerja taktik wolf pack ini hampir sama dengan konsep blokade, yang pada dasarnya menghalangi dan mengenggelamkan kapal-kapal lawan (Inggris) demi suatu kepentingan. Diperkuat dengan pendapat Ari Subiakto dalam bukunya yang berjudul Uboat The Battle Of Atlantic (2002: 15) bahwa sebuah kerja keras dan pemikiran yang cerdas dari Doenitz menjadikan dirinya sebagai pencetus doktrin taktik dan strategi pada The Battle Of Atlantic, yaitu dengan mengembangkan metode wolf pack atau Rudeltaktik yang dalam bahas Jermannya. Taktik yang telah dirumuskan oleh Dönitz ini pada dasarnnya sangat jauh berbeda dengan taktik tradisional mengenai penggunaan U-boat dalam pertempuran yang umumnya beroparasi sendirian. Berikut penjelasan mengenai pelaksanaan taktik wolf pack :
27
Teori singkatnya adalah, apabila sebuah U-boat yang tengah brkeliaran di Samudra Atlantik menjumpai konvoi kapal dagang sekutu di tengah laut, maka U-boat tersebut diwajibkan melaporkan hasil temuannya itu lewat radio ke pihak BdU (Befehlshaber der U-boote) atau panglima armada Uboat. U-boat penemu atau pelapor itu disebut ‘Shadower’ dan tidak diperkenankan untuk langsung menyerang, melainkan hanya sebagai pengintai atau penguntit sambil tetap menjaga jarak dari deteksi kapal perang yang mengawal konvoi, sampai pihak BdU mengkoordinasikan serang dengan menghubungi sejumlah U-boat lain yang berada paling dekat dengan target sasaran dan memandunya untuk segera menuju kesana (2002 : 16). 2.2.
Tinjauan Teori
2.2.1. Teori Kepemimpinan Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:pemimpin sebagai subjek, dan.yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidakakan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan kepemimpinannya.
28
2.2.1.1.Kepemimpinan Menurut Teori Sifat Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory) Studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan
kemampuan
bagi
keberhasilan
seorang
pemimpin
(http://www.scribd.com/doc/51270756/TEORI-KEPEMIMPINAN). 2.2.1.2.Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory) Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory) Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan
dan
kinerja
bawahan
(http://www.scribd.com/doc/51270756/TEORI-KEPEMIMPINAN).
29
2.2.1.3.Kepemimpinan Berdasarkan Atribut Pemimpin Menurut Kelly dan Micella Kepemimpinan Kharismatik Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan yang lebih penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut. Teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang sedikit
terhadap
identifikasi
pribadi
(http://www.scribd.com/doc/51270756/TEORI-KEPEMIMPINAN).
2.2.2. Teori Geopolitik Geopolitik merupakan suatu teori yang memahami suatu kondisi secara fisik geografis yang berpengaruh pada landasan bagi kehidupan sosial, ekonomi, politik suatu bangsa. Karena geopolitik merupakan jaminan kelangsungan hidup negara, adanya rasa persatuan, dan kesatuan nasional banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat dan kondisi wilayah teritorial bangsa. Ruang lingkup kajian geografi politik hanya ada tiga pokok, yaitu mengkaji tentang Environmental Relationships, National Power, dan Political Region. Environmental Relationships menekankan pada studi perbedaan dan
30
keanekaragaman wilayah negara dan pendudukanya di muka bumi. National Power, yaitu menekankan kepada kekuasaan negara. Political Region menekankan kepada hal-hal yang bersifat teoritis seperti dasar tujuan, dan ruang lingkup geografi politik dan pengorganisasian keruangan. Sedangkan lokasi , luas, bentuk wilayah, keadaan iklim, dan topografi sertapotensi sumber-sumber alamnya mempengaruhi kebijakan strategi dan power, struktur ekonomi dan penyebaran penduduk, dan pola pengembangan pertahanan dan keamanan kekuatan nasional (Sri Hayati, 2007 ). Sedangkan menurut Kamus Politik (Marbun, 2007), Geopolitik ajaran
yang
berpendapat bahwa politik yang dijalankan suatu negara bertalian erat dengan sifat-sifat geografis daerah yang didiaminya. Istilah geopolitik pertama kali dipakai seorang Swedia yang bernama Kjellen, ia hendak menghubungkan soal politik dengan ilmu bumi dalam satu tinjauan yang sistematis dan bersifat ilmu pengetahuan. Dalam prakteknya, pengetahuan ini sering dijadikan alat oleh anasir-anasir (pihak yang endak melebarkan daerah negaranya) dengan memasukan negara kecil disekelilingnya ke dalam daerah kekuasaanya. Senada dengan kedua penjelasan diatas, menurut Morghaentau dalam buku Hidayat (1983: 39) yang penulis baca dalam skripsi Fauzi Fahri (2010) Geopolitik adalah “Suatu ilmu semu yang diterapkan untuk menentukan kekuatan daripada sesuatu bangsa atas dasar faktor geografis”. Mengapa geopolitik dapat dikatakan sebagai anak cabang dari ilmu politik. Menurut Derment Whittlesey dalam Edward Mead Earle (1943) dalam bukunya yang
31
berjudul Makers Of Modern Strategy mengatakan bahwa, karena adanya lima pembagian dari ilmu politik, dan salah satunya adalah geopolitik. Sebagaimana perumusnnya maka istilah geopolitik ini nampaknya dimaksudkan sebagai sinonim dari ilmu bumi politik. Ia menganggap suatu negara merupakan suatu sistem organisme, sama halnya yang dikatakan Ratzel seorang ahli geopolitik dari Jerman.
2.2.2.1.Teori Geopolitik Menurut Friedrich Ratzel (1844-1904) Dalam buku Geografi Politik karya Sri Hayati (2007: 9-10) menyatakan bahwa Friedrich Ratzel merupakan salah satu tokoh dengan paham Fisis Determinisme. Paham fisis determinisme adalah suatu paham politik yang berpendapat bahwa faktor fisik lingkungan sangat berpengaruh terhadap aktivifitas kehidupan politik dan agama. Kekuatan negara menurut Ratzel banyak ditentukan oleh faktor geografis (letak, luas, bentuk, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan hubungan internalnya). Faktor geografis merupakan indikator tumbuh dan berkembanganya kekuatan negara. Negara merupakan Organic State mengalami pertumbuhan dan perkembangan sepeti halnya makhluk hidup dan untuk mempertahkan kelangsungan hidupnya itu ia harus berjuang untuk mendapatkan dan memperluas hidupnya, atau yang sering kita kenal dengan konsep yang digunakan Hitler Libensraum (ruang kehidupan). Tetapi Libensraum menurut Ratzel harus mempunyai batas wilayah yang jelas, bukan konsep yang melegalkan Hitler untuk menginvasi negara-negara disekitarnya.
32
2.2.2.2.Teori Geopolitik Menurut Alfred Thayer Mahan Menurut Alfred Thayer Mahan atau lebih sering disebut Mahan saja berpendapat bahwa kepemilikan maritim yang luas akan menguasai dunia. Teori mahan nampaknya didasarkan pada pengamatannya terhadap Inggris yang telah sukses dalam ekspansinya melalui lautan. Mahan cenderung berpendapat bahwa pola kekuatan dunia masa yang akan datang , didasarkan pada penguasaan atas lautan. Jadi menurutnya, kekuatan laut merupakan kekuatan yang vital untuk menjaga pertumbuhan, kemakmuran, dan keamanan nasional. Sehingga negara yang akan berkuasa adalah negara yang mempunyai kekuatan maritim yang hebat dan juga mampu menguasai lautan (Hayati, 2007: 12). Untuk lebih memperdalam teori Mahan, penulis menambahkan rujukan dari buku Edwar Mead Earle yang berjudul Makers Of Modern Strategy (1943). Strategi angkatan laut dan kekuatan laut menurut penilaiannya bergantung pada kepada beberapa gejala alamiah dan oleh politik-politik nasional mengenai angkatan-angkatan laut, perniagaan, dan pangkalan-pangkalan di luar negeri. Taktik berperan sebagai suatu keahlian didalam menggunakan senjata-senjata dapat berubah, hal tersebut dikarenakan senjata-senjata itu sendiri bisa berubah. Tetapi prinsip-prinsip strategi angkatan laut tetap seolah-olah dibangun diatas batu karang, dan berlaku baik dimasa damai maupun dimasa perang. Hipotesisnya mengatakan bahwa selain kekuatan laut vital bagi pertumbuhan, kemakmuran, dan keamanan nasional, Mahan lebih lanjut mempelajari unsur-unsur kekuatan laut dengan menyebutkan enam faktor pokok yaitu: 1.
33
Letak geografis, 2. Bangun bumi, 3. Luas wilayah, 4. Penduduk, 5. Karakteristik bangsa, 6. Lembaga-lembaga pemerintahan. Letak geografis sebagai faktor terpenting pada kekuatan laut, hal tersebut dapat dinilai dengan mempelajari letak Inggris Raya sebagai kepulauan. Keamanan tanah airnya meringankan beban pemerintah Inggris dari keutuhan atau godaan memelihara dan mengerahkan angkatan darat yang besar, dan yang mengakibatkan penyusutan kekayaan nasional. Bergerak dari pangkalan tanah airnya yang letaknya sangat strategis, angkatan laut Inggris dapat dikonsentrasikan dan justru demikian digunakan sekaligus untuk pertahanan atau untuk memblokade pelabuhan-pelabuhan yang kontinental. Bentuk bumi yang mencakup wilayah nasional menentukan sebagian besarnya watak sesuatu bangsa untuk mengusahakan dan mencapai kekuatan laut. Sifatsifat tanah mungkin menjauhkan orang dari laut atau sebaliknta untuk mempelajari hidup. Bagi setiap bangsa yang memiliki pantai, laut itu merupakan perbatasan, dan kekuasaan nasional sebagaian besar akan ditentukan oleh tata cara bagaimana negara tersebut memperluas perbatasannya. Luas wilayah, dapat merupakan kelemahan daripada kekuatan, hal tersebut bergantung kepada kenyataan sampai dimana wilayah itu sendiri yang didukung oleh penduduk, sumber-sumber kekuatan laut. Besarnya karakteristik penduduk keduanya harus dipertimbangakan dalam mengukur kekuatan laut. Karakteristik bangsa merupakan faktor yang sangat penting bagi majunya suatu bangsa yang mengandalkan kekuatan laut. Berbeda dengan peran pemerintahan yang mempunyai arti penting dalam mencapai kekuatan laut. Kesuksesan yang paling cemerlang dapat terjadi bilamana suatu pemerintahan dengan cara yang bijaksana dan tetap memajukan dan memimpin rakyatnya terhadap potensi laut (Earle, 1943: 340-342).
2.2.2.3.Teori Geopolitik Menurut Karl Haushofer Dan menurut Prof. Karl Haushoffer (Hayati, 2007: 10-11), ada empat poin penting dari sebuah teori geopolitik; a. Geopolitik adalah doktrin kekuasaan negara di atas bumi; b. Geopolitik adalah doktrin perkembanganperkembangan politik yang didasarkan hubungan dengan bumi; c. Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari mekanisme daripada orgenisme politik, ruang, beserta susunannya; d. Geopolitik adalah landasa ilmiah bagi
34
tindakan politik dalam perjuangan hidup matinya sesuatu organisme negara untuk mendapatkan ruang hidup. Ajaran geopolitik yang dikemukakan oleh Haushofer melalui muruidnya yang bernama Rudolf Hess, akan menunjukan pengaruh besar pada teori Lebensraum (ruang hidup), yang ditulis oleh Hitler dalam bukunya Mein Kampf. Penulis mensertakan teori ini karena, Hitler sangat meyakini dan mengaplikasikan teori Haushofer untuk memperoleh justifikasi atas keinginannya untuk melakukan ekspasi terhadap negara-negara lain. Berbicara mengenai teori yang paling sesuai untuk kajian penulis, tentu saja penulis harus melihat dari ketersesuaian apa yang diungkapkan oleh teori tersebut dengan apa yang penulis akan kaji. Dalam hal ini penulis menggunakan teori geopolitik oleh Alfred Thayer Mahan. Hal ini berdasarkan dalam teori mengungkapkan bahwa jika suatu negara ingin menguasai Inggris maka negera tersebut harus memiliki kekuatan laut yang besar dan kuat. Teori ini pula yang mengilhami Doenitz menciptakan taktik wolfpack yang digunakan untuk melumpuhkan Inggris dalam PD-II. Selain itu sebagai perbandingan untuk mengetahui pandangan taktik strategi Hitler pada PD-II, penulis menggunakan teori geopolitik Karl Haushofer. Penulis menggunakan teori Haushofer karena teori ini sangat menginspirasi Hitler dengan teori lebensraumnya, dimana teori ini memaksa negara-negara kecil untuk menyerahkan kuasanya pada negara yang lebih besar dan kuat. Adanya pemahaman seperti itu, maka Hitler menjadikan teori tersebut
35
sebagai suatu justifikasi untuk melakukan ekspansi yang lebih luas lagi dan tidak terkecuali menguasai Inggris.
2.2.3. Teori Perang 2.2.3.1.
Perang Menurut Clausewitz Perang menurut Clausewitz (Hamin, 2009) mengatakan bahwa “….a
continuation of political intercourse, carried on with other means. The political object is the goal, war is the means of reaching it”. Jadi perang merupakan sarana untuk mencapai tujuan politik, disamping perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari konflik politik yang menggunakan cara lain. Kaidah universal yang lain yang juga harus diperhatikan adalah bahwa perang haruslah di dasarkan pada keputusan politis dan tujuan dari perang juga ditentukan oleh para pemimpin politik, bukan pemimpin militer. (Hamim, 2009). Untuk memperkuat penjelasan diatas penulis menggunakan buku Makers Of Modern Strategy karya Edward Mead Earle (1943) menjelaskan bahwa menurut Clausewitz perang bukanlah suatu pertandingan ilmiah ataupun olah raga internasional, akan tetapi adalah suatu tindakan kekerasan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa ilmu tidak bisa membuat perang menjadi lunak atau menjadi mulia. Pertempuran-pertempuran, peperangan,
persetujuan-persetujuan
politik
menurut
pendapatnya,
merupakan suatu totalitas dimana merupakan keseluruhan menguasai
36
bagian-bagian dan juga tujuan menguasai alat. Mengingat sifatnya yang menentukan, pertempuran seolah-olah lebih penting daripada tujuan perang. Clausewitz juga menegaskan bahwa tujuan militer untuk menghancurkan musuh itu seakan-akan menggantikan tujuan terakhir yaitu tujuan politik, karena hubungan antara perang dan politik sangat erat kaitannya. Tidak hanya itu Clausewitz menekankan bahwa seorang jendral harus melepaskan diri dari keputusan-keputusan politik dan juga sebenarnya dia harus berada dalam suatu kedudukan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan politik, dan seorang pemimpin militer juga harus mempunyai ketenangan dan pikiran jernih saat melakukan perintah perang. Karena tujuan-tujuan politik adalah tujuan sedangkan perang adalah alatnya, dan alat tidak mungkin dapat dibayangkan tanpa memikirkan tujuannya. Teori Clausewitz yang pada intinya menganut konsep ofensif dan serangan tersebut mempunyai kecenderungan mengarah kepada kekuatan darat (H. Rothfels dalam buku Edwar Mead Earle, 1943: 88-95). Dari pemaparan diatas penulis menarik suatu pemahaman tentang suatu strategi perang yang erat kaitannya dengan pembahasan pada bab 4, bahwa pemikiran Clausewtiz pada sebuah konsep maupun teori tentang perang sangat berpengaruh pada strategi perang Hitler. Hal tersebut dapat penulis kaitkan dengan melihat sebuah inti dari pandangan Hitler tentang motivasi ingin
melakukan invasi guna
mendapatkan tujuan dari pencapaian pemikiran politiknya. Clausewitz dalam Earle (1943) pun mengatakan bahwa koordinasi yang erat antara falsafah dan pengalaman dapat menjadi kunci utama sebuah peperangan,
37
sama halnya dengan falsafah yang diyakini seorang Hitler yaitu jika ingin menguasai dunia, maka harus menaklukan negara-negara yang menjadi penghalangnya
ataupun
mendukungkannya.
Keyakinan
Hitler
pada
penyerangan secara cepat yang dipengaruhi oleh Napoleon, menjadi sumber landasan teori perang Clausewitz. Sehingga pada setiap kesempatan tanpa dipikirkan terlebih dahulu, seorang Hitler selalu mengutamakan hal-hal yang menjadi teori keyakinannya. 2.2.3.2.
Perang Menurut Thomas Edward Lawrence Menurut Lawrence (Hamin, 2009) mengatakan bahwa perang ibarat
sebuah rumah yang memiliki beberapa aspek structural. “…..bertolak pada pemikiran bahwa keseluruhan rumah adalah perang, maka dalam aspek strukturalnya terdapat strategi, dalam aspek perencanaannya terdapat taktik, dan pada kehidupan di dalamnya terdapat aspek psikologi; ……dan seorang komandan, seperti halnya seorang ahli arsitektur, bertanggung jawab terhadap semuanya.”. Dalam hal ini, Lawrence menitik beratkan pada kejelasan tujuan politis sebagai faktor yang dominan dalam menentukan
kemenangan
dari
sebuah
perang.
(http://hamim94.blogspot.com/2009/09/perang-dan-strategi.html). 2.2.3.3.
Teori Perang Liddell Hart Menurut Margaret Tuttle Sprout (Earle, 1943) Perang dalam
pandangan Liddell Hart adalah bagaimana suatu negara berhasil memenangkan sebuah pertempuran dengan cara mempertahankan diri (defensif). Ia mengatakan bahwa Inggris lebih cocok menggunakan taktik
38
defensif, hal tersebut karena sesuai dengan karakterisrik bangsa Inggris, dan juga memiliki keunggulan pertahanan terhadap ofensif (penyerangan). Karena dengan begitu, sebuah negara yang memilih strategi defensif akan mendapatkan banyak simpati dari negara lain, sehingga akan mendapatkan banyak bantuan baik moril maupun materil. Berkaitan dengan teori geopolitik Inggris, pada pandangannya Hart lebih mempercayai kekuatan laut dari pada kekuatan darat. Karena kondisi letak geografis Inggris yang dikelilingi lautan membuat Hart yakin dan percaya dengan membangun angkatan laut yang besar dan kuat, maka Inggris akan mampu melawan serangan musuh melalui doktrin pertahanannya. Teori mengenai perang dari beberapa tokoh diatas penulis gunakan karena penulis berasumsi bahwa teori perang ini sesuai dengan kajian penulis mengenai latarbelakang perbedaan taktik strategi perang Jerman pada pertempuran di Atlantik melawan Inggris. keyakinan Hitler pada sebuah teori perang cepat dengan gaya khasnya akan mampu menunjukan sisi seni dalam mengolah taktik strategi perang ketika menghadapi musuh, begitu juga Doenitz ketika ia percaya sebuah teori kekuatan laut maka kelak taktik yang akan digunakan pada pertempuran sesuai dengan apa yang ia yakini. Perbedaan teori perang akan mengakibatkan ketidakkompakan antara atasan dan juga bawahan. Karena suatu teori akan sangat berpengaruh pada seseorang yang akan mengambil sebuah keputusan pada medan pertempuran. Teori perang juga sangat berperan bagi keberhasilan sebuah taktik tempur melawan musuh.