BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Operasi Sistem Tenaga Listrik Sistem tanaga listrik adalah sekumpulan pusat tenaga listrik dan gardu induk yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan jaringan transmisi sehingga merupakan sebuah kesatuan interkoneksi (Marsudi, 1990). Dalam operasi sistem tenaga listrik ada tiga kelompok kegiatan, yaitu (Soejatmiko, 1994): 1. Perencanaan operasi 2. Pengendalian operasi 3. Evaluasi operasi Perencanaan operasi berhubungan dengan perencaan operasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Pengendalian operasi berhubungan dengan pengendalian sistem operasi pada operasi real time. Evaluasi operasi merekam kejadian-kejadian yang terjadi pada sistem dan dengan melihat kembali rekaman data, dicoba untuk menghitung berbagai kejadian yang terjadi pada sistem yang terjadi pada masa yang lalu. Hasil evaluasi operasi akan digunakan untuk mengoptimalkan perencanaan operasi sistem di masa yang akan datang. Keterkaitan kegiatan-kegiatan ini ditunjukkan pada gambar 2.1. Perencanaan Operasi
Perencanaan jangka panjang
Perencanaan jangka menengah
Perencanaan jangka pendek
Pengendalian operasi
Laporan Operasi
Gambar 2.1 Keterkaitan kegiatan-kegiatan pada operasi sistem tenaga listrik (Soejatmiko, 1994)
4
5
Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik tentu memerlukan biaya. Secara garis besar biaya-biaya operasi sistem tenaga listrik terdiri dari (Marsudi, 1990): 1. Biaya pembelian tenaga listrik 2. Biaya pegawai 3. Biaya bahan bakar dan material 4. Biaya-biaya lain Biaya yang terbesar dalam operasi sistem tenaga listrik adalah biaya bahan bakar, kira-kira 60% dari biaya operasi (Marsudi, 1990). Mengingat hal itu maka pengoperasian sistem tenaga listrik harus dikelola atas dasar manajemen yang baik, yang mengutamakan bagaimana menyediakan tenaga listrik seekonomis mungkin dengan tetap memperhatikan mutu dan keandalan. Manajemen operasi sitem tenaga listrik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Marsudi, 1990) : 1. Prakiraan beban (load forecast) 2. Syarat-syarat pemeliharaan peralatan 3. Keandalan yang diinginkan 4. Alokasi beban dan produksi pembangkit yang ekonomis Kempat hal tersebut masih harus dikaji terhadap beberapa kendala seperti : 1. Aliran daya beban dalam jaringan 2. Daya hubung singkat peralatan 3. Penyediaan suku cadang dan dana 4. Stabilitas sistem tenaga listrik 2.2 Persoalan Pokok pada Pembangkitan Tenaga Listrik Pembangkit yang biasa digunakan pada suatu sistem tenaga listrik terdiri dari pembangkit tenaga air dan unit-unit pembangkit termal. Pembangkit tersebut umumnya sekarang sudah berhubungan satu dengan yang lain atau sudah terinterkoneksi. Setelah beroperasi dalam waktu tertentu maka pembangkit tersebut ada yang keluar. Hal ini disebabkan karena ada unit pembangkit yang rusak, atau ada pembangkit yang istirahat untuk keperluan pemeliharaan. Dengan demikian berarti pada waktu tertentu ada unit pembangkit yang keluar dari sistem, sehingga akan menimbulkan pengurangan pada biaya produksi.
6
Pada operasi pembangkit termal, biaya yang dihitung hanyalah biaya bahan bakar. Hal ini karena biaya yang lainnya dianggap konstan. Berarti apabila biaya bahan bakar dapat dihemat penggunaannya maka pengeluaran biaya pada sistem tenaga listrik dapat dikurangi. Sementara itu beban yang akan dilayani berubah-ubah menurut waktu. Perubahan beban tersebut dapat diatasi berdasarkan perhitungan operasi unit-unit pembangkit dengan berdasarkan jumlah pembangkit yang beroperasi. Dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik ditemui berbagai persoalan. Hal ini disebabkan karena pemakaian tenaga listrik yang selalu berubah dari waktu ke waktu, biaya bahan bakar yang relatif tinggi serta kondisi alam dan lingkungan yang sering mengganggu jalannya operasi. Berbagai persoalan yang dihadapi dalam pengoperasian sistem tenaga listrik adalah (Marsudi, 1990) : 1. Pengaturan frekwensi 2. Pemilihan peralatan 3. Biaya operasi 4. Perkembangan sistem 5. Gangguan operasi sistem 6. Pengendalian tegangan sistem Dari berbagai persoalan di atas, biaya operasi khususnya bahan bakar (untuk pusat pembangkit listrik tenaga termal), mempunyai prosentase terbesar dari seluruh biaya pengoperasian tenaga listrik. Oleh karena itu perlu diterapkan berbagai cara untuk mengoptimisasi biaya bahan bakar agar sistem layak dan ekonomis. 2.3 Optimisasi dalam Operasi Sistem Tenaga Listrik Dalam proses operasi sistem tenaga listrik, penyaluran daya listrik dari pusat-pusat pembangkitan tenaga listrik menuju ke pusat-pusat beban, kehilangan daya. Sebuah fungsi (x1, x2, ....., xn) yang biasa disebut fungsi objektif (objective function) adalah fungsi yang dioptimisasikan misalnya dicari nilai maksimum atau minimumnya. Dalam operasi sistem tenaga listrik P(x1, x2, ....., xn) adalah fungsi biaya operasi (bahan bakar) yang perlu dicari nilai optimumnya. x1, x2, ....., xn adalah daya yang dibangkitkan oleh unit pembangkit ke-1, ke-2, ....., ke-n dalam sistem.
7
a. Kendala-kendala yang harus diatasi, digambarkan oleh ketidaksamaanketidaksamaan dan persamaan-persamaan yang harus dipenuhi. Dalam sistem tenaga listrik misalnya digambarkan sebagai berikut : K1 Q( x1 , x2 ,....xn ) K 2
(2.1)
R( x1 , x2 ,....xn ) K 3
(2.2)
Q( x1 , x2 ,....xn ) B L 0
(2.3)
Dengan : Q = besarnya pembangkitan R = besarnya pembangkitan untuk sekelompok unit tertentu misalnya karena pembatasan aliran daya K1 = batas pembangkitan minimal K2 = batas pembangkitan maksimal K3 = batas pembangkitan daya maksimal untuk sekelompok unit pembangkit tertentu ( x1 , x2 ,....xn ) . B = daya yang diperlukan konsumen (beban) L = rugi-rugi daya dalam sistem Batas bawah ketidaksamaan (2.1), K1 biasanya merupakan kendala mekanis dalam sistem. Sedangkan batas atas ketidaksamaan (2.1), K2 ditentukan oleh kemampuan pembangkitan unit-unit pembangkit membangkitkan daya. Ketidaksamaan (2.2) merupakan kendala yang kadang-kadang timbul dalam sistem, misalnya karena ada pembatasan penyaluran bagi sekelompok unit-unit pembangkit tertentu. Persamaan (2.3) adalah persamaan daya harus dipenuhi. Kendala-kendala operasi di atas adalah kendala-kendala untuk keadaan statis. Untuk keadaan dinamis pengoperasian tenaga listrik tidak didiskusikan dalam laporan ini.
2.4 Karakteristik Input-Output Unit Pembangkit Yang dimaksud dengan karakteristik input-output pembangkit termal adalah fungsi yang menunjukkan besarnya energi (H : heat rate characteristics) dalam satuan Mbtu/h atau besarnya biaya bahan bakar (F : production cost
8
function) dalam satuan Rp/h yang diperlukan untuk membangkitkan daya listrik dengan besar tertentu (P:MW) (Wood dan Wollenberg, 1984). Gambar 2.2 adalah contoh karakteristik input-output dari sebuah pembangkit termal (steam turbine generator) dalam keadaan ideal. Incremental heat rate characteristics of termal unit merupakan fungsi yang menunjukkan peningkatan jumlah energi yang diperlukan untuk meningkatkan pembangkitan sebesar satu daya listrik. Turunan dari fungsi masukan energi terhadap daya listrik
Input, H (MBtu) or F (R/h)
yang dibangkitkan adalah ΔH/ΔP (Mbtu/h) (Wood dan Wollenberg, 1984).
H
Output P(MW)
P Pmin
Pmax
Incremental Fuel Cost, ΔF/ΔP (R/kWh)
Gambar 2.2 Kurva Input-Output Ideal suatu Steam generator (Wood dan Wollenberg, 1984).
Approximate
Output P(MW) Pmin
Pmax
Gambar 2.3 Kurva cost rate (Wood dan Wollenberg, 1984).
9
Dengan mengetahui nilai kalori bahan bakar serta harga bahan bakarnya, maka dimungkinkan untuk menentukan laju biaya (cost rate) dari laju panas. Fungsi karakteristik dapat dilihat dari Gambar 2.3 dimana biaya untuk n unit pembangkit secara matematis ditunjukkan oleh persamaan berikut
Fi ( Pi ) ai Pi bi Pi ci 2
i = 1,2,3,....,n
(2.4)
Unit mempunyai batas-batas pembangkitan (Supoma,2010). : Pimin≤Pi≤Pimaks N
P P i 0
i
d
N
(2.5)
Pl
(2.6)
N
Pl
PB
i 0
i
j 0
ij
Pj
(2.7)
Dengan : Fi(Pi) : biaya pemakaian bahan bakar unit termal ke-i (Rp/h) Pi
: daya yang dibangkitkan oleh pembangkit ke-i (MW)
ai,bi,ci : konstanta-konstanta pembangkit Pimin
: batas pembangkitan minimal unit i (MW)
Pimaks : batas pembangkitan maksimal unit i (MW) Pl
: rugi daya (MW)
Pd
: daya
Bij
: koefisien
N
: jumlah unit pembangkit
yang dibutuhkan (MW) rugi daya
Penentuan parameter-parameter ai, bi, ci membutuhkan data yang berhubungan dengan Fi(Pi) dan daya yang dibangkitkan Pi. Bila diketahui sejumlah n titik dimana biaya F(Pi) dan daya Pi diketahui, maka parameterparameter ai, bi, ci diperoleh dengan teknik algoritma estimasi kuadrat terkecil (least-square method). Diharapkan kesalahan total (J) minimum, yang diberikan seperti persamaan 2.8 (Saadat, 1999) : n
J aPi bPi c F ( Pi ) i 1
2
2
(2.8)
10
Penyelesaian persamaan 2.8 adalah dengan menentukan turunan J terhadap a, b, dan c sama dengan nol. Sehingga diperoleh hubungan seperti persamaan 2.9 dan 2.10 (Saadat, 1999) :
n aPi 2 bPi c F ( Pi ) J 2 a i 1 a
aP
2
i
bPi c F ( Pi ) 0
n J 2 2 2 1 Pi 0 0 0 aPi bPi c F ( Pi ) 0 a i 1
n J 2 2 2 Pi aPi bPi c F ( Pi ) 0 a i 1
n aPi 2 bPi c F ( Pi ) J 2 b i 1 b
aP
2
i
bPi c F ( Pi ) 0
n J 2 20 1 Pi 0 0 aPi bPi c F ( Pi ) 0 b i 1
aP
n J 2 2 Pi aPi bPi c F ( Pi ) 0 b i 1 n aPi 2 bPi c F ( Pi ) J 2 c i 1 c
i
2
bPi c F ( Pi ) 0
n J 2 20 0 1 0 aPi bPi c F ( Pi ) 0 c i 1
n J 2 2 aPi bPi c F ( Pi ) 0 c i 1
Sehingga diperoleh persamaan 2.9 :
n J 2 2 2 Pi aPi bPi c F ( Pi ) 0 a i 1
n J 2 2 Pi aPi bPi c F ( Pi ) 0 b i 1
n J 2 2 aPi bPi c F ( Pi ) 0 c i 1
(2.9)
11
Dari persamaan 2.8 dapat disederhanakan menjadi persamaan 2.9 : n n n 2 (n)c Pi b Pi a F ( Pi ) i 1 i 1 i 1 n n n 2 n 3 Pi c Pi b Pi a Pi F ( Pi ) i 1 i 1 i 1 i 1
(2.10)
n n 2 n 3 n 4 2 Pi c Pi b Pi a Pi F ( Pi ) i 1 i 1 i 1 i 1
Persamaan 2.10 diatas adalah linear simultan yang dapat disederhanakan menjadi bentuk matriks seperti ditunjukkan oleh persamaan 2.11 (Saadat, 1999) :
c c P b F sehingga b P 1 F a a
(2.11)
Dengan P adalah matriks bujur sangkar dan F adalah matriks kolom. Kedua komponen matriks ini sudah diketahui, sehingga a, b, dan c dapat diperoleh dengan mengalikan invers matriks P dengan matriks F. 2.4.1 Karakteristik input-output unit pembangkit gabungan Karakteristik input-output unit pembangkit gabungan dalam satu bus pembangkit dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini : 1
2 T
load
S
T
load
n
Gambar 2.4 Karakteristik Input-Output Unit Pembangkit Gabungan
(2.12)
12
Dengan :
Persamaan 2.12 menunjukan bahwa kondisi optimasi dapat dicapai bila incremental fuel cost setiap pembangkit sama atau semua pembangkit beroperasi pada λ yang sama. Namun dalam kondisi ini harus ditambahkan persamaan kendala tiap-tiap unit pembangkit, yaitu jumlah daya keluaran seluruh unit harus sama dengan beban. Disamping itu masing-masing unit harus memenuhi batasbatas
pembangkit.
Secara
matematis
kondisi
ini
dinyatakan
dengan
(Supoma,2010):
Sehingga akan berlaku :
Dengan :
2.4.2
Karakteristik unit kontrak Rate pembelian daya dari sistem lain (kontrak) adalah linear. Pendekatan
nonlinear dilakukan pada unit ini sehingga karakteristik masukan-keluaran unitunit sumber pembangkit mempunyai derajat polinomial yang sama yaitu derajat dua seperti persamaan:
13
qcm(t) pcm(t) = acm(t).pcm2(t) + bcm(t) . pcm dengan : qcm(t) pcm(t)
(2.14)
= besarnya nilai kontrak (Rp/MW) = besarnya daya yang dibangkitkandari kontrak m pada jam ke t (MW)
acm(t)
= koefisien kuadratis
bcm(t)
= konstanta
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode yang diajukan oleh Guan dan Luh. Bila rate kontrak = A Rp/MW, maka karakteristik linearnya adalah : qcm = A Pki. Pendekatan nonlinearnya didekati dengan cara sebagai berikut : bcm(t) dalam persamaan 2.14 diperoleh dari perkalian suatu konstanta sebesar 0,85-0.95 dengan rate kontrak A. Koefisien kuadratis acm dihitung untuk membangkitkan daya dengan biaya yang sama pada pcm. Pada kasus ini nilai kuadratis adalah kecil yang menunjukan biaya yang baru dekat dengan biaya orisinil (Supoma,2010). 2.5 Kuantitas Per-Unit Suatu saluran transmisi tenaga listrik dioperasikan pada tingkat tegangan dimana kilo-volt merupakan unit yang sangat memudahkan untuk menyatakan tegangan. Karena besarnya daya yang harus disalurkan, kilo-watt atau mega-watt dan kilovolt-ampere atau mega volt-ampere adalah istilah-istilah yang sudah biasa dipakai. Tetapi kuantitas-kuantitas tersebut diatas bersama-sama dengan ampere dan ohm sering juga dinyatakan sebagai suatu persentase atau per-unit dari suatu nilai dasar atau referensi yang sudah ditentukan sebelumnya. Tegangan, arus, dan impedansi mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga pemilihan nilai dasar untuk dua saja dari kuantitas-kuantitas tersebut sudah dengan sendirinya menentukan nilai dasar untuk dua kuantitas yang lain. Jika nilai dasar dari arus dan tegangan sudah dipilih maka nilai dari impedansi dan kilovolt-ampere dapat ditentukan. Jadi suatu sistem fase tunggal atau tiga fase dimana istilah arus bearti arus saluran, istilah tegangan berarti tegangan fase ke
14
netral dan istilah kilovolt-ampere berarti kilovolt-ampere perfase, berlaku rumusrumus berikut untuk hubungan bermacam-macam kuantitas : Arus dasar, A
Impedansi dasar
Impedansi dasar
DasarKVA 1
(2.15)
Tegangan dasar,KVLN
Tegangan dasar,VLN Arus dasar, A
(2.16)
Tegangan dasar, KVLN 2 x 1000
Impedansi dasar
Dasar KVA 1
Tegangan dasar, KVLN 2 Dasar MVA 1
Impedansi dasar dari suatu elemen rangkain
Impedansi sebenarnya, Impedansi dasar,
(2.17)
(2.18)
(2.19)
Jika persamaan tersebut dipakai untuk rangkaian berfase tunggal, berarti KVLN berarti tegangan pada saluran berfase tunggal atau tegangan antara saluran ke tanah jika salah satu salurannya ditanahkan. Untuk rangkain tiga fase data-data biasanya diberikan dalam kilovolt-ampere total tiga fase atau megavolt-ampere dan kilovolt antar saluran. Karena kebiasaan dalam menyatakan tegangan antar saluran seperti tersebut diatas, mungkin terjadi kesimpang siuran dalam hubungan antar nilai per unit dari tegangan antar saluran dan nilai per unit dari tegangan fasa. Meskipun tegangan antar saluran dapat saja dipilih sebagai dasar maka yang diperlukan adalah tetap tegangan ke netral. Tegangan dasar ke netral adalah tegangan dasar antara saluran dibagi dengan akar 3 (√3). Karena ini adalah perbandingan antara tegangan antar saluran dan teganagn saluran ke netral dari sitem tiga fase yang seimbang. Impedansi dasar dan arus dasar dapat langsung dihitung dari nilai-nilai tiga fase untuk kilovolt dasar dan kilovolt-ampere dasar, jiki kilovolt-ampere dasar dan
15
tegangan dasar dalam kilo-volt berturut-turut sama dengan kilovolt-ampere dasar untuk total tiga fasa dan tegangan dasar antar saluran, maka diperoleh : Impedansi dasar
Impedansi dasar
Impedansi dasar
Impedansi dasar
Tegangan dasar, KV KVA 3
LL / 3 /3 dasar
x 1000 2
Tegangan dasar, KVLL 2 x 1000 KVA 3 dasar
Tegangan dasar, KVLL 2 MVA 3 dasar
KVA 3 dasar 3 x tegangan dasar, KVLL
(2.20)
(2.21)
(2.22)
(2.23)
Persamaan-persamaan (2.17) dan (2.18) berturut-turut identik dengan persamaan-persamaan (2.21) dan (2.22). tetapi dalam membedakan cara bekerja dengan kuantitas tiga fase dan kuantitas perfase harus diketahui hal-hal sebagai berikut : 1.
Menggunakan kilo-volt antar saluran dengan kilovolt-ampere atau megavoltampere tiga fase
2.
Menggunakan kilo-volt saluran ke netral dengan kilovolt-ampere atau megavolt-ampere perfase. Persamaan (2.15) memberikan arus dasar untuk sistem berfase tunggal
atau untuk sistem tiga fasa dimana dasar-dasarnya ditetapkan dalam kilovoltampere perfase dan kilo-volt ke saluran netral. Persamaan (2.23) memberikan arus dasar untuk sistem tiga fase dimana dasar-dasar ditetapkan dalam kilovolt ampere total untuk ketiga fase dan kilo-volt antar saluran (Stevenson, 1994). 2.5.1 Mengubah dasar kuantitas per-unit Kadang-kadang impedansi perunit untuk suatu komponen dari suatu sistem dinyatakan menurut dasar yang berbeda dengan dasar yang dipilih untuk
16
bagian dari sistem dimana komponen tersebut berada. Karena semua impedansi dalam bagian manapun dari suatu sistem harus dinyatakan dengan dasar impedansi yang sama, maka dalam perhitungannya diperlukan cara untuk mengubah impedansi per-unit dari suatu dasar ke dasar yang lain. Dengan mensubstitusikan persamaan impedansi dasar yang diberikan pada persamaan (2.17) atau persamaan (2.21) kedalam persamaan (2.19) maka diperoleh :
Impedansi dasar
Impedansi sebenarnya, x (KVA dasar) (Impedansi dasar, KV) 2 x 1000
(2.24)
Persamaan (2.24) memperlihatkan bahwa impedansi per-unit berbanding lurus dengan kilovolt ampere dasar dan berbanding terbalik dengan kuadrat tegangan dasar. Karena itu untuk mengubah impedansi per-unit menurut dasar yang diberikan menjadi impedansi per-unit menurut suatu dasar yang baru, dapat dipakai persamaan berikut :
2
Zbus per-unit = Z diberikan per - unit KVdiberikan dasar x KVA baru dasar KVA KVbaru dasar diberikan dasar
(2.25)
Untuk mengubah dasar nilai per-unit selain dengan persamaan (2.25) dapat juga dilakukan dengan mengubah nilai per-unit menurut suatu dasar menjadi nilai ohm dan membaginya dengan impedansi dasar yang baru (Stevenson, 1994). 2.5.2 Keuntungan-keuntungan perhitungan per-unit Membuat perhitungan sistem tenaga listrik dalam nilai per-unit sangat mneyederhanakan perhitungan. Beberapa keuntungan dari metode ini dapat dijabarkan sebagai berikut “ 1.
Pabrik biasanya memberikan impedansi sebuah peralatan dalam persen atau persatuan dengan rating yang tertera pada papan nama sebagai dasar.
2.
Peralatan yang diamati mungkin mempunyai ukuran yang sangat berbeda, kerugian dan jatuh tegangan juga akan sangat bervariasi. Untuk mempunyai tipe umum yang sama, jatuh tegangan per-unit dan rugi-rugi per-unit adalah sama tanpamengindahkan ukuran peralatan.
17
3.
Seperti akan terlihat nantinya pemakaian akar tiga (√3) dalam perhitunganperhitungan tiga fase akan sangat berkurang.
4.
Dengan memilih batas tegangan yang tepat penyelesaian jaringan-jaringan yang mengandung beban trafo menjadi lebih mudah.
2.6 Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik Biaya bahan bakar diperlukan oleh pembangkit termal yang berputar untuk memenuhi beban sistem. Untuk meminimumkan biaya bahan bakar total maka biaya pembangkitan unit-unit yang berputar harus diminimumkan juga. Hal ini mensyaratkan agar terhadap unit-unit yang berputar dilakukan pembebanan secara ekonomis. Faktor utama dalam pengoperasian optimum sistem tenaga listrik adalah biaya pembangkitan daya nyata (daya real), oleh karena itu perlu diperhatikan bagaimana
mengalokasikan
daya
nyata
dalam
bus
generator.
Untuk
menyelesaikan masalah ini ada tiga tahapan yang harus ditempuh, yaitu (Marsudi, 1990) : 1. Penentuan karakteristik input-output masing-masing termal. 2. Alokasi optimum (commitment) daripada generator berupa penjadwalan operasi unit-unit pembangkit termal pada setiap tingkat/level beban yang bervariasi (unit commitment). 3. Alokasi optimum dari pembangkit dalam mensuplai beban berupa pembebanan masing-masing unit pembangkit (Economic Dispatch). 2.7 Admitasi Bus dan Matrik Impedansi Bentuk standar untuk suatu admitasi dengan empat persamaan yang berdiri bebas dalam matrik adalah :
I1 Y11 I 2 Y 21 I 3 Y31 I 4 Y41
Y12 Y13 Y14 Y22 Y23 Y24 Y32 Y 33 Y34 Y42 Y43 Y44
V1 V 2 V3 V4
(2.26)
18
Persamaan-persamaan dalam bentuk ini membuatnya mudah untuk diingat, dan memungkinkan perluasannya untuk jumlah simpul yang lebih banyak. Matrik Y ditunjukan dengan Y(bus) dan dinamakan matrik admitansi. Matrik ini simetris terhadap diagonal utamanya. Admitansi-admitansi Y11, Y22, Y33, dan Y44 dinamakan admitansi sendiri (self admitance) pada simpul itu dan masing-masing sama dengan jumlah semua admitansi yang berujung pada simpul tersebut. Admitansi yang alen adalah admitansi bersama (mutual admitance) simpul-simpul itu dan masing-masing sama dengan jumlah negative semua admitansi yang dihubungna langsung antara simpul yang disebutkan. Dengan membalikan (inverse) matrik admitansi bus maka akan didapatkan matrik yang disebut dengan matrik impedansi bus : Zbus = Ybus-1
(2.27)
dan untuk rangkaian diatas didapatkan :
Z11 Z Z bus 21 Z31 Z 41
Z12 Z13 Z14 Z 22 Z 23 Z 24 Z32 Z33 Z34 Z 42 Z 43 Z 44
(2.28)
Karena Ybus simetris terhadap diagonal utamanya, Zbus juga harus simetris terhadap diagonal utamanya. Unsur-unsur impedansi bus (Zbus) pada diagonal utama dinamakan impedansi titik pengerak (Driving point impedance) simpulsimpul dan unsur-unsur diluar diagonal tersebut dinamakan impedansi pemindah (transfer impedance) simpul-simpul itu (Stevenson, 1994). 2.7.1 Penyekatan matrik Suatu metode manipulasi matrik yang banyak digunakan yang disebut penyekatan adalah pengenalan kembali berbagai bagian suatumatrik sebagai submatrik yang diperlakukan sebagai unsure-unsur tunggal dalam penerapan aturan yang biasa untuk perkalian dan penambahan.
19
Misalnya matrik (A) 3x3 yaitu :
a11 a12 a13 A a21 a22 a23 a31 a32 a33
(2.29)
Matrik ini disekat menjadi empat submatrik oleh garis putus-putus mendatar dan tegak. Matrik ini dapat dituliskan sebagai berikut :
D E A F G
(2.30)
dimana sub matriknya adalah :
a a D 11 12 a21 a22
(2.31)
a E 13 a23
(2.32)
F a31 a32
(2.33)
G a33
(2.34)
Untuk memperlihatkan langkah-langkah dalam perkalian matrik dalam suku-suku submatrik, misalkan matrik (A) dikalikan dengan matrik (B) untuk membentuk hasil kali matrik (C) dimana matrik (B) adalah :
b11 E b 21 b 31
(2.35)
dengan penyekatan seperti yang ditunjukan sehingga dapat dituliskan :
H E J
(2.36)
20
dimana di ssubmatriknya adalah :
b H 13 b23
(2.37)
J b33
(2.38)
Maka dengan mengalikan matrik (A) dengan matrik (B) akan diperoleh hasil berupa matrik (C):
D E H A F G J
(2.39)
DH EJ C FH GJ
(2.40)
Hasil kali diatas akhirnya ditentukan dengan melakukan perkalian dan penjumlahan submatrik yang ditunjukan itu. Jika matrik (C) disusun dari submatrik (m) dan (n) sehingga :
M C N
(2.41)
Perbandingan dengan persamaan (2.39) menunjukan M = DH + EJ N = FH + GJ
(2.42)
Untuk mendapatkan submatrik (N), penyekatan ini menunjukan bahwa :
b N a31 a32 11 a33b31 b21 N a31b11 a32b21 a33b31
(2.43)
Matrik yang akan dikalikan harus dapat digabungkan sejak awalnya. Setiap garis penyekat tegak antara kolom r dan r+1 pada faktor pertama memerlukan suatu garis penyekat mendatar antara baris r dan r+1 pada faktor yang kedua agar submatrik tersebut dapat dikalikan (Stevenson, 1994).
21
2.8 Kehilangan Daya Transmisi Sebagai Fungsi Pembangkitan. Dalam menentukan distribusi beban secara ekonomis diantara pembangkitpembangkit kita menjumpai keperluan untuk mepertimbangkan kehilangan daya dalam saluran. Metode yang telah dikembangkan untuk menyatakan kehilangan daya trasmisi sebagai fungsi dari pembangkitan memungkinkan kita untuk mengkoordinasikan kebijakan daya transmisi dalam menjadwalkan keluaran masing-masing pembangkit seekonomis mungkin untuk suatu beban sistem yang telah ditentukan. Persamaan rugi-rugi transmisi sebagai fungsi dari pembangkitan dapat diturunkan dengan mengubah bentuk generator arus ke dalam daya output dari pembangkit. Misalkan suatu sistem sederhana empat bus dengan dua bus beban dan dua bus generator seperti Gambar 2.5 a. Generator 1 1
I3
I1
4
Z Bus I4
I4
3
2
Load
In
Generator 2
n Gambar 2.5 a Diagram sistem sederhana dengan empat bus (Grainger,1994)
3
1
2
4 + V1n
n
-
Z11 In0
n
Gambar 2.5 b Diagram arus tanpa beban dari gambar 2.5 a( Grainger, 1994)
22
I2 Generator 2 2 -I5 = -I2d 5
Load
Gambar 2.5 c Diagram dari bus generator (bus 2) bersama dengan adanya komponen arus beban –I2d (Grainger, 1994)
Gambar (2.5 a) menunjukan bus satu dan bus dua adalah generator sedangkan bus tiga dan empat adalah bus beban dan bus n adalah sistem netral. .Arus
I3 dan I4 yang dimasukkan dalam bus beban digabungkan bersama ke
bentuk campuran sistem beban ID dengan persamaan : I3 + I4 = ID .........................................................................................................(2.44) Untuk beban dengan jumlah banyak maka , arus beban dapat dihitung dengan persamaan I nbeban
Pn jQ n ........................................................................... (2.45) Vn*
Dimana Pn = daya aktif tiap bus beban n Qn = daya reaktif tiap bus beban n Vn = tegangan pada bus n
Dengan mengasumsikan bahwa tiap-tiap beban adalah pecahan konstan dari total beban sehingga: I3 = d3ID
dan
I4 = d4ID ...............................................................................(2.46)
Dimana d3 + d4 = 1 ........................................................................................... (2.47) Variabel Bus n dapat ditentukan melalui persamaan sebagai berikut: 1
V1n V 2n = V3 n V4 n
Z11 2 Z 21 3 Z 31 4 Z 41
1
2
3
Z12
Z13
Z 22
Z 23
Z 32
Z 33
Z 42
Z 43
4
Z14 I 1 Z 24 I 2 x ..................................................(2.48) Z 34 I 3 Z 44 I 4
23
Dengan mengambil perluasan dari baris pertama pada persamaan (2.48) didapat V1n = Z11I1 + Z12I2 + Z13I3 + Z14I4 ....................................................................(2.49) Sehingga dengan memasukkan persamaan (2.46) ke persamaan (2.49) didapat ID
Z 12 Z 11 Z11 I2+ I1 + I n0 ......................... (2.50) d 3 Z 13 d 4 Z 14 d 3 Z 13 d 4 Z 14 d 3 Z13 d 4 Z14
I n0 merupakan arus tanpa beban yang besarnya
I n0
V1n Z 11 ........................................................................................................ (2.51)
Untuk arus beban campuran dengan n beban , maka arus beban bersama dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan : nbus
I D I nbeban ............................................................................... (2.52) n 1
Di sini dapat dilihat bahwa I n0 merupakan arus tetap yang masuk ke dalam bus n dari sistem, karena V1n adalah konstan. t1
Z 11 Z 12 dan t 2 ....................................................(2.53) d 3 Z 13 d 4 Z 14 d 3 Z 13 d 4 Z 14
Untuk menentukan koefisien (t) dengan n buah bus dan Z1n maka digunakan persamaan :
ti
Z 1i
d n 1
Dimana : d n
................................................................................ (2.54)
nbus
n
Z 1n
I nbeban .....................................................................................(2.55) ID
Koefisien (t) pada persamaan (2.53) merupakan sebuah koefisien atau nilai pengali untuk arus generator dan arus tanpa beban sehingga nantinya didapatkan bentuk arus campuran atau arus bersama yang dapat disederhanakan menjadi :
I D t1 I1 t 2 I 2 t1 I n0 .....................................................................................(2.56) Untuk mendapatkan arus masing-masing bus beban ( I 3 dan I 4 ) maka persamaan (2.56) dapat disubstitusikan ke persamaan (2.46) sehingga didapatkan : I 3 d 3t1 I1 d 3t 2 I 2 d 3t 2 I n0 .......................................................................... (2.57)
24
I 4 d 4 t1 I1 d 4 t 2 I 2 d 4 t1 I n0 .......................................................................... (2.58)
Bentuk arus I1 , I2 ,I3 dan I4 sekarang diubah menjadi bentuk baru yaitu I1, I2 dan In melaui persamaan berikut : I = C Ibaru ..........................................................................................................(2.59) Matrik transformasi C merupakan sebuah nilai yang akan digunakan untuk mengubah bentuk arus beban menjadi arus generator dan tanpa arus beban. Dengan memasukkan komponen matrik transformasi C, arus I1 , I2 ,I3 dan I4 dan arus I1, I2 dan In persamaan (2.59) menjadi :
I1 I 2 = I 3 I 4
d1t1 d t 21 d 3t1 d 4 t1
1 2 3 4
d1t 2 d 2t 2 d 3t 2 d 4t 2
d1t 3 d 2 t 3 x d 3t 3 d 4t3
I1 I 2= C I 3 I 4
I1 I 2 ...................................(2.60) I 3
Matrix transformasi (C) secara umum didefinisikan sebagai berikut : 1
2
1 d 1 t1 2 d 2 t1 C = 3 d 3 t1 ... ... n d n t1
n d 1t 2 d 2t 2 d 3t 2 ... d nt2
d 1t 3 d 2 t 3 d 3 t 3 ................................................(2.61) ... d n t n
Persamaan rugi-rugi daya nyata dapat diturunkan menjadi : *
PL I 1
I2
I n0
C
T
Rbus
C
I1 I ................................................ (2.62) 2 I 3
Dimana Rbus adalah bagian nyata dari Z
bus
. Persamaan rugi-rugi diatas penuh
mewakili rugi-rugi daya nyata sistem dalam bahasan dari arus generator I1 , I2 dan arus tanpa beban I n0 . Dalam permasalahan diatas dimana I n0 = V1n Z11 menjadi angka kompleks yang tetap meninggalkan I1 dan I2 seperti hanya sebuah variabel dalam menyelesaikan persamaan diatas. Gambar 2.5.b membantu untuk menjelaskan mengapa I n0 disebut arus tanpa beban, jika semua beban dan generator dipindahkan dari sistem dan
25
tegangan V1n dipakai pada bus 1 maka arus I n0 akan mengalir karena adanya hubung shunt ke bus n. Arus ini sedikit menormalkan dan relatif tetap sejak dideterminasi oleh impedansi thevenin Z11 tetapi tanpa beban. Sekarang pada tiap-tiap generator bus diasumsikan bahwa si adalah pecahan tetap dari daya reaktif Qg1 dan daya nyata Pg1, dan dapat dituliskan sebagai berikut: Pg1 + Qg1 = (1 + js1)Pg1 ; dan Pg2 + Qg2 = (1 + js2)Pg2 ; ..................................(2.63) Dimana s1 = Qg1 / Pg1 dan s2 = Qg2 / Pg2, arus output dari generator diberikan oleh I1
1
js1 * 1
V
Pg1 1 Pg1 ;
I2
1 js 2 P V2*
g2
2 Pg 2 ; ................................ (2.64)
Sehingga besarnya koefisien ( ) secara umum adalah sebagai berikut :
n
1 js n .................................................................................................... (2.65) Vn*
Dimana : s n
Qn ........................................................................................... (2.66) Pn
Pn = daya aktif pada bus pembangkit n Qn = daya reaktif pada bus pembangkit n
Koefisien alpha pada persamaan (2.61) merupakan koefisien yang akan digunakan untuk mengubah bentuk arus menjadi bentuk daya pembangkitan pada masingmasing pembangkit. Koefisien alpha memiliki nilai terbalik dengan besarnya tegangan. (1/V). Dalam bentuk matriks arus I1 , I2 dan I n0 dapat ditentukan dengan menggunakan persamaaan berikut : I 1 1 I 2 = 0 I 0 0 n
0
2 0
0 0 I n0
Pg 1 Pg 2 ........................................................................... (2.67) 1
Persamaan rugi-rugi didapat dengan memasukkan persamaan (2.67) ke persamaan (2.62) sehingga didapat :
26
Pg1 PL Pg 2 1
T
1 0 0
0
2 0
0 1 T * 0 C Rbus C 0 0 I n0
0
2 0
0 0 I n0
*
Pg1 Pg 2 ................. (2.68) 1
T
Matrix T didefinisikan sebagai berikut :
1 0 T 0 2 0 0
0 0 Rbusbaru I n0
1 0 0 2 0 0
0 0 .................................................. (2.69) I n0
Bentuk Rbusbaru didapat dengan menggunakan matrik transformasi (C) : Rbusbaru C t RbusC * ......................................................................................... (2.70)
Dari persamaan (2.68) jika ada tiga matrik A, B, C mempunyai (A,B,C)T = AT,BT,CT dan mengambil konjugate dari tiap-tiap sisi memberikan (A,B,C)T* = AT*,BT*, CT*, demikian dapat dilihat bahwa matrik T pada persamaan diatas mempunyai sifat yang sesuai. Sebuah matrik yang mempunyai karakteristik demikian disebut hermitian. Tiap-tiap elemen off diagonal (mjj) dari sebuah matrik hermitian adalah sama dengan konjugate kompleks dari elemen (mjj) dan sebuah elemen diagonal adalah angka yang nyata. Penjumlahan
T ke T*
menghilangkan keluaran imajiner dari elemen off diagonal dan diperoleh dua kali bagian nyata T . Bagian nyata (bilangan real) T disebut koefisien rugi-rugi (Matriks B) yang didefinisikan dengan :
B11 B12 B10 2 T T* Matriks B = = B21 B22 B20 2 ...............................................(2.71) 2 B10 2 B20 2 B00 Dengan memasukkan persamaan (2.71) ke persamaan (2.68) , maka rugi-rugi daya (PL) didefinisikan dengan :
PL Pg1 Pg 2
B11 B12 B10 2 1 B21 B22 B20 2 B10 2 B20 2 B00
Pg1 Pg 2 .............................................. (2.72) 1
27
Perluasan persamaan (2.72) memberikan persamaan sebagai berikut
PL B11 Pg21 2 B12 Pg1 Pg 2 B22 Pg22 B10 Pg1 B20 Pg 2 B00 ............................. (2.73) Atau 2
PL i 1
2
P j 1
2
g1
Bij Pgj +
B i 1
i0
Pgi B00 ......................................................... (2.74)
Dengan menyusun kembali persamaan (2.74) ke dalam membentuk ekivalen sehingga didapatkan
PL Pg1
B11 Pg 2 B21
B12 B22
Pg1 + Pg1 Pg 2
B10 Pg + B00......................(2.75) B20
Atau dalam bentuk umum persamaan vektor-matrik PL PGT BPG PGT B0 B00 .............................................................................. (2. 76)
Pada penurunan persamaan diatas bus generator (bus dua) dianggap tidak mempunyai beban sendiri (local load). Jika sekarang bus generator mempunyai beban sendiri seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.c, dimana bus dua mempunyai komponen beban I 2 d , maka dalam pemecahannya beban pada bus dua nantinya diberi nama bus lima. Rbus lalu diperluas untuk memasukkan baris dan kolom untuk bus lima dengan elemen yang serupa dengan baris dua dan kolom dua, Z55 = Z22. Dalam pengembangan matrik transformasi C sama seperti sebelumnya dimana bus lima merupakan bus beban dengan dimasukkannya arus I 5 I 2 d d 5 I D , dimana
I D I 3 I 4 I 5 .................................................................................. (2.77)
(Grainger, 1994) 2.9 Aliran Daya Pada Sistem Tenaga Listrik Dalam melayani kebutuhan beban dan pengoprasian sistem tenaga listrik, maka perlu dilakukan analisa aliran daya. Dalam pengoprasian sistem tenaga listrik parameter-parameter yang perlu diperhatikan sehubungan dengan analisa aliran daya adalah besarnya tegangan (V), sudut fase tegangan (Ө), daya nyata (P), dan daya reaktif (Q). Pada bus-bus yang akan dianalisa, beban dapat ditulis
28
sebagai nilai pembangkit negative. Kadang-kadang terdapat generator dan beban dalam satu bus. Pada bus-bus yang demikian daya kompleks dapat dituliskan :
S1 P1 jQ1 PGi PBi j QGi QBi
(2.78)
dimana : PGi = Daya aktif yang disuplai oleh generator pada bus i QGi = Daya reaktif yang disuplai oleh generator pada bus i PBi = Daya aktif beban pada bus i QBi = Daya reaktif beban pada bus i Untuk menganalisa aliran daya, pada setiap busnya harus diketahui beberapa parameter dari
parameter-parameter yang telah disebutkan diatas.
Dilihat dari parameter yang dimilikinya, maka setiap bus dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu : 1. Bus beban (load bus) Merupakan bus dimana daya nyata (P) dan daya reaktif (Q) ditentukan besarnya. 2. Bus pembangkit (bus generator) Merupakan suatu bus dimana daya nyata (P) dan besarnya magnitude tegangan diketahui. 3. Bus referensi (slack bus) Merupakan bus dimana besarnya tegangan dan sudut fase tegangannya ditentukan, biasanya merupakan dimana suatu generator dihubungkan. Tujuan utama dari analisa aliran daya adalah : 1. Untuk memperoleh besarnya magnitude tegangan dan fase tegangan pada setiap bus yang ada. 2. Menentukan daya nyata dan daya reaktif di setiap bus yang mengalir pada setiap saluran dari suatu jaringan tenaga listrik. 3. Untuk mengetahui semua peralatan apakah telah memenuhi batas-batas yang telah ditetapkan untuk menyalurkan daya sesuai dengan yang diinginkan. 4. Untuk mendapatkan kondisi awal pada perencanaan sistem tenaga listrik yang baru.
29
Data-data tersebut diatas diperlukan untuk menganalisa keadaan sekarang dari sistem tenaga listrik, juga untuk perencanaan pengembangan dan perluasannya. Melalui analisa aliran daya dapat ditentukan pengoprasian yang terbaik setelah mempelajari kelakuan-kelakuan akibat adanya pembangkitpembangkit, saluran-saluran dan beban-beban baru sebelum semua ini terpasang. 2.10
Algoritma Genetika Kemunculan Algoritma Genetika diinspirasikan dari teori-teori dalam ilmu
biologi. Pertama kali dikembangkan oleh Jhon Holland dari Universitas Michigan (1972). Holland mengatakan bahwa setiap masalah yang berbentuk adaptasi alami maupun buatan dapat difomulasikan dalam pendekatan genetika. Algoritma Genetika adalah algoritma pencarian yang didasarkan atas mekanisme evolusi biologis. Sangat banyak istilah dan konsep biologi yang digunakan dalam struktur Algoritma Genetika. Populasi dibangun secara acak dan populasi berikutnya merupakan hasil evolusi kromosom-kromosom melalui iterasi yang disebut generasi. Setiap generasi kromosom akan melalui proses evaluasi dengan menggunakan tolak ukur yang disebut dengan fitness. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukan kualitas kromosom dalam populasi tersebut. Generasi berikutnya diberi istilah anak (off-spring) terbentuk dari gabungan dua kromosom generasi yang bertindak sebagai induk dengan menggunakan penyilang (crossover). Selain operator pindah silang suatu kromosom dapat juga dimodifikasi dengan cara melakukan mutasi (Kusumadewi, 2005). 2.10.1 Parameter Algoritma Genetika Pada algoritma genetika terdapat tiga variable yang harus ditentukan parameternya oleh user antara lain, ukuran populasi, peluang pindah silang dan peluang mutasi. Ukuran populasi biasanya berkisar antara 30 sampai dengan 1000. Jika populasi terlalu kecil, maka akan cepat konvergen disebabkan oleh rendahnya variasi kromosom-kromosom dalam populasi. Tetapi ukuran populasi yang terlalu besar akan menyebabkan proses menjadi lambat. Pada umumnya probabilitas pindah silang ditentukan antara 0,6 sampai 0,9. Mutasi memiliki probabilitas sebesar 1 dibagi jumlah gen, artinya peluang mutasi hanya terjadi
30
pada satu gen saja dalam satu kromosom. Tentu saja penetuan ketiga parameter tersebut bergantung pada masalah yang akan diselesaikan (Suyanto, 2005). 2.10.2 Minimalisasi Biaya Pembangkitan dengan Algoritma Genetika Algoritma Genetika dengan prosedur perulangan dimana mempertahankan ukuran populasi dari kandidat solusi. Setiap tahap perulangan menggunakan tiga operator (reproduksi, crossover, dan mutasi) yang berfungsi menghasilkan generasi populasi individu yang baru. Kromosom dari populasi yang baru terbentuk, dievaluasi berdasarkan nilai fitness. Fungsi biaya bahan bakar dipakai sebagai fungsi dalam menentukan besar nilai fitness kromosom. Dari operator Algoritma Genetika dan pengevaluasian akan diperoleh populasi individu baru yang baik sebagai kandidat solusi. Secara deskriptif Algoritam Genetika sederhana pada optimasi operasi sistem pembangkit sebagai berikut : 1.
Pembangkitan populasi bilangan biner secara acak.
2.
Perhitungan fitness untuk setiap individu dalam populasi.
3.
Membuat keturunan (off-spring) dengan reproduksi, crossover dan mutasi.
4.
Mengevaluasi individu baru dengan menghitung nilai fitnessnya untuk setiap kromosom.
5.
Jika pencarian berhasil tercapai atau pembentukan jumlah generasi sudah tercapai maka dilanjutkan dengan menemukan kromosom terbaik sebagai solusi.
2.10.3 Pengkodean Kromosom dan Decoding Teknik pengkodean merupakan penyandian gen dan kromosom agar dapat diimplementasikan untuk operator genetika. Pengkodean dilakukan dengan cara biner atau string biner. Pada gambar 2.6 terdapat tiga variable yaitu x1, x2, dan x3. Ketiga variable dikodekan ke dalam sebuah kromosom yang terdiri dari Sembilan gen, dimana masing-masing variable dikodekan dalam tiga gen. Dalam pengkodean Algoritma Genetika untuk permasalahan yang membutuhkan ketelitian tinggi diperlukan jumlah gen yang lebih banyak.
31
Binary Encoding x1
x2
x3
0
1
0
1
1
1
0
0
0
g1
g2
g3
g4
g5
g6
g7
g8
g9
Gambar 2.6 Pengkodean Biner (Suyanto, 2005)
Resolusi pengkoden digunakan dalam menentukan parameter pembangkit. Pembangkitan daya listrik pada masing-masing unit dikodekan oleh bilangan biner 0 dan 1 dengan panjang deret masing-masing Bi. Pemilihan nilai dari Bi adalah panjang dari pengkodean dalam daerah pencarian. Untuk menentukan resolusi Ri dengan panjang bit Bi dapat digunakan persamaan :
Ri
U i Li 2 Bi 1
(2.79)
dengan : Ri
= Resolusi string biner
Ui
= Batas atas parameter Pi
Li
= Batas bawah parameter Pi
Bi
= Panjang string biner
Hasilnya adalah setting Pi yang diubah kedalam string biner dengan panjang Bi. Seperti berikut ini parameter Pg1, Pg2 dan Pg3 ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Parameter pembangkit
1
Pmin (p.u) 0.30
Pmaks (p.u) 1.8
a ($/hr) 105.0
b ($/hr) 2.45
c ($/hr) 0.01
2
0.15
0.9
44.1
3.51
0.01
3
0.40
1.9
40.6
3.89
0.01
Bus
Sumber: Basmadi, 2004
Jika resolusi R1, R2, R3 adalah menunjukkan nilai 0.1, 0.5, 0.1, dari persamaan kita memiliki B1,B2,B3 sama dengan 4,4,4. Maka set parameter Pg1, Pg2, dan Pg3 dapat dikodekan pada tebel berikui ini:
32
Tabel 2.2 Pengkodean parameter pembangkit Pg1
Code
Pg2
Code
Pg3
Code
0.3
0000
0.15
0000
0.4
0000
0.4
0001
0.20
0000
0.5
0001
0.5
0010
0.25
0010
0.6
0010
0.6
0011
0.30
0011
0.7
0011
0.7
0100
0.35
0100
0.8
0100
0.8
0101
0.40
0101
0.9
0101
0.9
0110
0.45
0110
1.0
0110
1.0
0111
0.50
0111
1.1
0111
1.1
1000
0.55
1000
1.2
1000
1.2
1001
0.60
1001
1.3
1001
1.3
1010
0.65
1010
1.4
1010
1.4
1011
0.70
1011
1.5
1011
1.5
1100
0.75
1100
1.6
1100
1.6
1101
0.80
1101
1.7
1101
1.7
1110
0.85
1110
1.8
1110
1.8
1111
0.90
1111
1.9
1111
Sumber: Basmadi, 2004
Jika set parameter kandidat adalah 1.7, 0.30, 1.1, maka kromosomnya adalah string biner 111000110111. Untuk decoding adalah kebalikan dari prosedur pengkodeannya. 2.10.4 Nilai Fitness Suatu individu dievaluasikan berdasarkan suatu fungsi tertentu sebagai ukuran performasinya. Dalam evolusi alam, individu yang bernilai fitness tinggi akan berkualitas lebih baik dibandingkan individu yang memiliki nilai fitness rendah. Dalam permasalahan optimasi operasi sitem pembangkit nilai fitness ditentukan dengan pendekatan terhadap fungsi biaya pembangkitan. Fungsi biaya dapat didefinisikan sesuai persamaan 2.4: n
FT (a i Pi bi Pi ci ); i = 1,2,3,…n i 1
2
33
dengan kendala biaya pembangkitan adalah batas atas dan batas bawah Pi pada persamaan 2.4 :
Pi min Pi Pi max i = 1,2,3,…n Pada masalah optimasi, jika solusi yang dicari adalah memaksimalkan sebuah fungsi h, maka nilai fitness yang digunakan adalah nilai dari fungsi h tersebut yakni (Basmadi, 2007): f=h
(2.80)
Tetapi jika masalahnya adalah meminimumkan fungsi h maka fungsi h tidak bisa digunakan secara langsung. Hal ini disebabkan adanya aturan bahwa individu yang memiliki nilai fitness lebih tinggi berkualitas lebih baik. Oleh karena itu nilai fitness yang digunakan adalah :
f
1 h
(2.81)
dengan : f = nilai fitness h = fungsi dari suatu persamaan 2.10.5 Reproduksi Reproduksi dilakukan dengan terlebih dahulu memilih kromosom yang akan dijadikan induk. String biner induk yang bereproduksi adalah terpilih menurut posisi yang dimilikinya berdasarkan roda roulette. Roda roulette merupakan suatu cara menentukan induk yang akan melakukan reproduksi dalam Algoritma Genetika. Masing-masing kromosom menempati juring lingkaran pada roda secara proporsional dengan nilai fitness individu yang dimiliki. Kromosom yang memiliki nilai fitness lebih besar menempati juring lingkaran yang lebih besar dibandingkan dengan kromosom bernilai fitness rendah. Nilai fitness dari masing-masing kromosom dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
34
Tabel 2.3 Kromosom dengan nilai fitness No.
Kromosom
Nilai Fitness
1
K1
1
2
K2
2
3
K3
0,5
4
K4
0,5
Jumlah Sumber: Basmadi,
4
2007
K4 K1 K3
K2
Gambar 2.7 Roda roulatte (Basmadi, 2007)
Gambar 2,7 menunjukan penggunaan cara roda roulette. Kromosom K2 dengan nilai fitness paling besar menempati juring lingkaran paling besar yaitu setengah lingkaran. Dengan demikian K2 memiliki peluang sebesar 0,5 untuk terpilih sebagai induk. Ini diperoleh dari besar nilai fitness yang dimiliki dibagi dengan jumlah total nilai fitness yaitu 2 dibagi dengan 4 (Basmadi, 2007). 2.10.6 Pindah Silang (Crossover) Setelah induk ditentukan maka dilanjutkan pada langkah pindah silang. Crossover
adalah
komponen
Algoritma
Genetika
primer,
yang
mana
meningkatkan eksprlorasi daerah baru dari pencarian solusi. Untuk sepasang
35
orang tua yang terpilih dari populasi, operasi kombinasi dibagi menjadi dua bit string dan ada juga dibagi menjadi lebih dari dua bit string kedalam segmen. Pemilihan setting titik pindah silang ditentukan secara acak. 2.10.6.1 Pindah silang (Crossover) Pada pindah silang satu titik bagian pertama dari induk 1 digabungkan dengan bagian kedua dari induk 2 untuk menghasilkan kromosom baru. Kromosom anak yang terbentuk akan mewarisi sifat kromosom induknya. String baru termasuk kedalam generasi berikutnya sebagai kemungkinan solusi.
Titik Potong
Induk 1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
Induk 2
0
1
0
1
0
1
0
0
0
g1
g2
g3
g4
g5
g6
g7
g8
g9
Anak 1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
Anak 2
0
1
0
0
0
1
1
0
0
g1
g2
g3
g4
g5
g6
g7
g8
g9
Gambar 2.8 Pindah silang satu titik (Suyanto, 2005)
2.10.6.2 Pindah silang banyak titik (Multi point crossover) Pada penyilangan banyak titik dengan m menyatakan posisi penyilangan. Titik potong dipilih secara acak dan tidak diperbolehkan ada posisi yang sama. Variabel-variabel ditukar antara kromosom pada titik tersebut untuk menghasilkan anak.
36
Misalkan ada 2 kromosom dengan panjang 12: Induk 1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
0
Induk 2
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
Posisi pindah silang yang terpilih:
Misalkan (m=3): 2
6
10
Setelah pindah silang, diperoleh kromosom-kromosom baru: Induk 1
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
1
Induk 2
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
Gambar 2.9 Pindah Silang banyak titik (Kusumadewi dan Purnomo, 2005)
2.10.7 Mutasi Operator mutasi ditunjukan oleh nilai tukar bit dalam memilih string dengan peluang yang rendah dari penukaran itu. Mutasi member tambahan pencarian acak pada Algoritma Genetika dan ini perlu dilakukan untuk menghindari local optimum serta memungkinkan solusi menjadi lebih beraneka ragam. Cara untuk mendapatkan mutasi adalah dengan mengganti nilai gen. Setelah dipilih gen dari kromosom secara acak nilai gen yang akan dimutasi diganti 0 ke 1 atau 1 ke 0.
37
1
0
1
1
0
1
0
0
g1
g2
g3
g4
g5
g6
g7
g8
1
0
1
1
1
1
0
0
g1
g2
g3
g4
g5
g6
g7
g8
Kromosom Asal
Hasil Mutasi
Gambar 2.10 Mutasi (Suyanto, 2005)
Peluang mutasi berperan mengendalikan banyaknya gen baru yang akan dimunculkan untuk dievaluasi. Besar peluang mutasi akan terjadi hanya satu gen saja pada kromosom yang melakukan mutasi (Suyanto, 2005):
Pm ut
1 n
(2.82)
dengan : Pmut = Peluang mutasi n
= jumlah gen dalam satu kromosom
2.11 Algoritma Perhitungan dengan Metode Algoritma Genetika (AG) Untuk mendapatkan solusi yang optimal dengan menggunakan Metode Algoritma Genetika untuk menyelesaikan permasalahan economic dispatch, dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut : 1. Inputkan data berupa : a. Koefisien grafik biaya bahan bakar dari tiap generator (a,b,c). b. Batas minimum dan maksimum pembangkitan (MW). c. Koefisien rugi daya transmisi (MW). d. Beban pada periode tertentu. 2. Pembangkitan bilangan biner secara acak sebagai populasi awal kromosom individu. 3. Decoding yaitu pendekatan kembali dari bilangan biner menjadi nilai numeric.
38
4. Perhitungan fungsi biaya bahan bakar n
FT (a i Pi bi Pi ci ); i = 1,2,3,…n 2
i 1
5. Perhitungan nilai fitness individu
f
1 FT
6. Penempatan pada roda roulette untuk memilih induk individu, 7. Pindah silang 8. Mutasi gen dengan peluang terbesar :
Pm ut
1 n
9. Kembali ke langkah no 2 sampai mencapai ukuran populasi yang ditentukan, 10. Pencarian solusi permasalahan yaitu kromosom individu yang bernilai fitness terbaik.