BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Biodiesel
2.1.1
Sejarah Biodiesel Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika selatan sebelum perang dunia
II sebagai bahan bakar kendaraan berat. Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan bahan bakar sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr, Rudolf Cristian Karl Diesel (Jerman, 1858-1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara khusus dijalankan dengan minyak tumbuh-tumbuhan. Mesin diesel atau biasa juga disebut Compression Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu mesin motor penyalaan yang mempunyai konsep penyalaan di akibatkan oleh kompresi atau penekanan udara hingga mencapai kondisi titik nyala bahan bakar, sehingga ketika bahan bakar di semprotkan terjadi ledakan pada ruang bakar.
[sumber: www.handelszeitung.ch]
Gambar 2.1 Rudolf Christian Karl Diesel Minyak pertama yang digunakan untuk mesin diesel yang dibuat oleh Dr. Rudolf Christian Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran. Tetapi karena pada saat itu produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan murah, maka bahan bakar mesin tersebut diganti menjadi bahan bakar solar dari minyak bumi.
5 Universitas Sumatera Utara
Biodiesel merupakan metil/etil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed) yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan kadar posfor (degumming) dan asam-asam lemak bebas dengan netralisasi dan steam refining disebut denngan refined fatty oil atau straight vegetable oil (SVO), SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas (kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin dan emisi gas buang. Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan bakar merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung pada mesin diesel. Pada umumnya orang lebih memilih untuk melakukan proses kimiawi pada minyak mentah atau refined fatty oil /SVO untuk menghasilkan metal ester asam lemak (fatty acid methyl ester- FAME) yang memiliki berat molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan dalam mesin diesel konvensional. Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil menggunakan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah gliserida dengan berat molekul dan viskositas tinggi yang mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi asam lemak metal ester (FAME).
6 Universitas Sumatera Utara
Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak biasanya masih mengandung sissa-sisa katalis, methanol, gliserol. Untuk memurnikannya biodiesel mentah tersebut dicuci dengan air hangat, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. 2.1.2 Definisi Biodiesel Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping Bio-etanol. Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan methanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol, atau esterifikasi asam-asam lemak bebas dengan methanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air. Biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, biodiesel lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.[lit8;hal98] Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energy transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol dimesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur yang ada sekarang ini. Dibandingkan dengan solar, biodiesel memiliki kelebihan diantaranya :
Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah)
Tidak beracun
Memiliki sifat pelumasan yang lebih baik dari bahan bakar diesel konvensional
Dapat digunakan tanpa menggunakan modifikasi mesin
Cetane number lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar
7 Universitas Sumatera Utara
Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin
Dapat terurai (biodegradable)
Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui
Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara local.
Adapun kelemahan dari biodiesel adalah:
Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari bahan pangan seperti minyak sawit, kacang kedelai, buah alpukat, jagung, buah singkong, dan lain-lain,
sehingga
dapat
menyebabkan
kekurangan
pangan
dan
meningkatnya harga bahan pangan
Biodiesel lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan dengan diesel konvensional, hal ini dapat menyebabkan korosi pada mesin.
Harga pembuatan biodiesel cenderung lebih mahal disbanding dengan diesel konvensional. Karakteritik dan standar daripada biodiesel ditunjukkan pada table 2.1 di bawah ini:
8 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Standar Karakteristik biodiesel [lit21,hal3]
2.1.3 Pembuatan Biodiesel Agar biodiesel bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi biomassa, dijelaskan pada Gambar 2.2. Teknologi konversi biodiesel tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biodiesel dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.
9 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Teknologi Konversi Biodiesel [lit 5;hal18] 2.1.3.1 Esterifikasi Ester merupakan salah satu gugus dari fungsi dari senyawa karbon. Ester adalah senyawa dengan gugus fungsi – COO – dengan struktur R – COO – R, dimana R merupakan suatu rantai karbon atau atom H, sedangkan R merupakan rantai karbon. Ester mempunyai rumus umum CnH2nO2. Pemberian nama ester terdiri dari dua kata yaitu gugus alkil (berasal dari alkoksi) diikuti dengan nama asam karboksilatnya dengan menghilangkan kata asam. Gugus atom yang terikat pada atom O (Gugus R) diberi nama alkil dan gugus R – COO – H diberi nama alkanoat. Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alcohol. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya keadaan setimbang. Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang berkarakter asam kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial
10 Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2 Transesterifikasi Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng, dengan katalis kondisi basa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi. Transesterifikasi adalah pertukaran alkohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversible dan berjalan lambat tanpa adanya katalis. Penggunaan alkohol atau mengambil alih salah satu produk adalah langkah untuk mendorong reaksi kearah kanan atau produk. Tahapan proses transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh air dan asam lemak bebas Minyak nabati yang akan di transesterifikasi hasrus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1 Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakanharus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida. 2. Perbandingan pengaruh molar alkohol dengan bahan mentah Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida, untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4.8:1 dapat menghasilkan konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi yang didapat akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah satu jam konversi yang dihasilkan adalah 86.7 – 97.1%, sedangkan pada 3:1 adalah
11 Universitas Sumatera Utara
61.5 – 89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena menghasilkan konversi yang maksimum.[lit15] 3. Pengaruh jenis alkohol Pada rasio 6:1, methanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol. 4. Pengaruh jenis katalis Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling popular untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalahion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0.5 – 1.5% berat minyak nabati.[lit15] 5. Metanolisis Crude dan Refined minyak nabati Perolehan metal ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metal ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring. 6. Pengaruh temperature Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 – 65 oC (titik didih metanol sekitar 65oC) Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur juga sangat berpengaruh terhadap kualitas biodiesel yang dihasilkan. 2.2
Biodiesel dari bahan-bahan lainnya
2.2.1 Biodiesel dari bahan baku minyak jelantah kelapa sawit Menurut Wibisono, Adhi; 19 Februari 2013, telah dilakukan sintesis biodiesel dari minyak jelantah kelapa sawit dengan cara reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Biodiesel yang didapat kemudian dianalisis dengan teknik kromatografi gas dan spektrometer massa (GC-MS). Kualitasnya ditentukan dengan analisis sifat fisika dan kimia kemudian dibandingkan dengan standar Jerman DIN V 51606. Hasil analisis GC-MS menunjukkan enam senyawa metil
12 Universitas Sumatera Utara
ester(biodiesel) seperti: metil miristat, metal palmitat, metil linoleat, metil oleat, metil stearat dan metil arakhidat. Biodiesel yang didapat mempunyai berat jenis (0,8976±0,0003g/mL),
vikositas
(4,53±0,0872mm/s),
bilangan
asam
(0,4238±0,0397mgKOH/g), dan bilangan iod (9,3354±0,0288g iod/100g sampel) yang memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh standar Jerman DIN 51606. Dengan kandungan metal ester mencapai 100 % yang diuji dengan menggunakan teknik GC (Gas Cromatography) Sintesis biodiesel dilakukan dengan metoda two stage acid-base melalui dua tahap reaksi, yaitu tahap Esterifikasi, dilakukan dengan mereaksikan sejumlah volume minyak jelantah dengan methanol pada suhu 35oC dengan katalis asam dan disertai dengan pengadukan selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan tanpa pemanasan selama 1 jam. Kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap reaksi kedua yaitu Reaksi Transesterifikasi. Campuran hasil tahap pertama ditambahkan dengan larutan natrium metoksida, kemudian dipanaskan pada suhu 55oC selama 2,5 jam diikuti dengan pengadukan. Setelah itu campuran dipindahkan ke dalam corong pisah dan didiamkan selam 1 jam, akan terbentuk lapisan gliserol dan lapisan biodiesel. Pisahkan lapisan biodiesel dan dicuci pada pH netral beberapa kali dengan air. Keringkan air yang terdistribusi dalam biodiesel dengan garam penarik air (MgSO4 anhidrid). Pisahkan biodiesel dari garam-garam yang mengendap dengan penyaringan. Filtrat yang diperoleh merupakan senyawa metil ester (biodiesel) hasil sintesis.
Identifikasi dan interpretasi hasil sintesis dengan GC-MS yakni biodiesel hasil sintesis dianalisis dengan GC-MS di Lab Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA UGM, untuk memastikan hasil yang diperoleh benar merupakan metil ester (biodiesel).
Penentuan sifat fisika dan sifat kimia biodiesel hasil sintesis, meliputi; Densitas, diukur dengan menimbang volume tertentu biodisel dalam gelas piknometer, Viskositas, diukur dengan metoda Oswald yaitu dengan mengukur laju mengalir biodiesel kemudian dibandingkan dengan laju mengalir dari senyawa pembanding yang telah diketahui densitasnya, Angka Asam, diukur dengan mentitrasi
13 Universitas Sumatera Utara
biodiesel dalam etanol dengan larutan KOH yang telah dibakukan dengan asam oksalat, dengan indicator phenolphtalein (pp), Angka Penyabunan, Sejumlah berat tertentu biodiesel direaksikan dengan jumlah tertentu KOH alkoholis berlebih dalam erlenmeyer tertutup kemudian dididihkan sampai semua biodiesel tersabunkan, ditandai dengan larutan bebas dari butir-butir minyak. Kelebihan KOH dititrasi dengan HCl untuk mencari jumlah KOH yang bereaksi dengan biodiesel, Bilangan Iod, sejumlah berat tertentu biodiesel direaksikan dengan I2 dan KI, kemudian ditutup rapat dan didiamkan selama 30 menit sambil sesekali digoyang. Campuran kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat yang telah dibakukan dengan kalium bikromat, dengan indikator amilum, sampai warna biru hilang. Dengan cara yang sama dilakukan titrasi blangko (tanpa biodiesel) dengan natrium tiosulfat. Selisih tiosulfat yang digunakan blanko dan sampel mencerminkan jumlah iodine yang bereaksi dengan biodiesel. hasil metal ester minyak jelantah sawit ditunjukkan pada tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Hasil Metil Ester Biodiesel Jelantah Sawit [lit 16] Puncak
Waktu Retensi
Luas Puncak
Senyawa yang di Duga
1
15.645
1.32
Metil miristat
2
17.917
34.18
Metil palmitat
3
19.416
11.17
Metil inoleat
4
19.625
46.60
Metil oleat
5
19.801
5.46
Metil staarat
6
21.546
1.28
Metil astilat
2.2.2. Biodiesel dengan bahan baku Biji Kemiri Sunan Tanaman kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) sebagai tanaman penghasil minyak nabati. Bijinya yang beracun menjadikan tanaman ini tidak bersaing dengan pangan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar nabati. Buah kemiri sunan (BKS) terdiri atas sabut atau husk, kulit biji atau cangkang dan inti biji atau kernel, biji atau kernel inilah yang mengandung
14 Universitas Sumatera Utara
minyak kasar yang cukup tinggi (>50 %). Inti dari buah kemiri sunan mampu menghasilkan minyak sebesar 56% [lit 19] Hasil penelitian terhadap warna kernel kemiri sunan yang dipres diperoleh bahwa rendemen MKKS yang dihasilkan berbeda, yaitu : (1) biji dengan warna kernel coklat kehitaman menghasilkan minyak kasar dengan redemen 24,72 % dengan warna minyak coklat kehitaman, (2) kernel berwarna coklat diperoleh sebanyak 37,22 % dengan warna minyak coklat, (3) kernel berwarna coklat keputihan menghasilkan minyak kasar 46,73 % dengan warna minyak coklat kekuningan, (4) kernel berwarna putih menghasilkan minyak kasar sebanyak 52,17 % dengan warna minyak kuning jernih, dan (5) biji tanpa dikupas (dipres dengan cangkangnya) diperoleh rendemen minyak sebanyak 29,81 % dengan warna minyak kasar coklat kekuningan. Dengan hasil yang demikian, biji yang menghasilkan kernel berwarna putihlah yang harus diperoleh untuk menghasilkan rendemen MKKS paling tinggi. Dari biji kemiri sunan dengan kadar air 12 % setelah dikupas cangkangnya akan diperoleh sekitar 70 % kernel dan 30 % cangkang. Kondisi kadar air yang demikian belum dapat menghasilkan MKKS yang optimal dan akan berpengaruh terhadap karakter fisik MKKS yang dihasilkan. Pembuatan minyak kasar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) biji kemiri sunan dikeringkan sampai dengan kadar air 7 % kemudian langsung dipres dengan alat pengepres. Dengan cara ini akan diperoleh minyak kasar sekitar 30 % dengan warna coklat kehitaman dan bungkil 70 % berwarna coklat keputihan. (2) biji kemiri sunan dikupas terlebih dahulu kemudian daging buah/kernelnya dikeringkan sampai dengan kadar air 7% baru dilakukan pengepresan. Dengan cara ini akan diperoleh minyak kasar yang lebih baik dan lebih banyak, yaitu 53 % minyak kasar yang berwarna kuning jernih dan 47 % bungkil yang berwarna putih[lit 13]. Hasil analisis laboratorium terhadap asam-asam lemak MKKS diperoleh komposisi minyak yang terdiri dari asam palmitat 10 %, asam stearat 9 %, asam oleat 12 %, asam linoleat 19 % dan asam alpha-elaeostearat 51 %. Asam alphaelaeostearat mengandung kandungan racun pada minyak. Sedang bungkil yang dihasilkan masih mengandung 6 % nitrogen, 1,7 % potassium dan 0,5 % phosphor
15 Universitas Sumatera Utara
sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk dan biogas untuk menuju Desa Mandiri Energi [lit19].
2.2.3. Biodiesel dengan bahan baku minyak jarak pagar Biodiesel (metil ester) dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak nabati antara lain dari minyak jarak pagar. Proses transesterifikasi dengan pereaksi metanol dan katalis basa (KOH) dapat dilakukan satu atau dua tahap pada berbagai variabel suhu reaksi dan nisbah molar metanol dengan minyak. Penelitian ini bertujuan membandingkan karakteristik físiko-kimia (viskositas, densitas dan bilangan asam) serta persentase ester asam lemak dari metil ester yang dihasilkan. Digunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga variabel perlakuan yaitu (A) tahap transesterifikasi (A1= satu tahap, A2= dua tahap), (B) suhu reaksi (B1= 30oC, B2= 65oC) dan (C) nisbah molar metanol-minyak (C1=3:1, C2=4:1, C3=5:1 dan C4=6:1), serta dua kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses transesterifikasi satu tahap pada suhu 30°C dengan nisbah molar metanol- minyak 5:1 menghasilkan karakteristik metil ester terbaik yaitu viskositas kinematik 3,89 cSt, densitas 0,88g/cm3 dan bilangan asam 0,48 mg KOH/g sampel. Tidak terdapat perbedaan jenis senyawa ester asam lemak pada metil ester hasil transesterifikasi satu dan dua tahap yaitu berturut-turut metil oleat (47,09-47,46%), metil linoleat (32,20-32,53%), metil palmitat (18,65-18,93) dan metil lignoserat (0,26-0,30%). Jumlah persentase senyawa ester asam lemak yang menunjukkan persentase konversi trigliserida menjadi metil ester pada proses satu tahap adalah 100%, sedangkan pada proses dua tahap adalah 99,62%. Rendemen (yield) metil ester pada proses satu tahap adalah 77,99%, lebih tinggi dibandingkan proses dua tahap yaitu 70,80%[lit2]. Berdasarkan karakteristik dan rendemen metil ester, proses satu tahap lebih baik dibandingkan dua tahap. Spesifikasi Metil ester minyak jarak pagar ditunjukkan pada tabel 2.4 di bawah ini.
16 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Spesifikasi Metil Ester Minyak Jarak [lit 1] No
Sample ME
Waktu
Nama Senyawa
Komposisi %
25.217
Metil Palmitat
18.93
25.334
Metil
1.11
Retensi (menit)
Palmitoleat 1
ME satu tahap
28.598
Metil Oleat
47.46
28.986
Metil Linoleat
32.20
31.440
Metil
0.3
Lignoserat Jumlah: No
Sample ME
Waktu retensi
100
Nama Senyawa
Komposisi %
25.25
Metil Palmitat
18.65
25.348
Metal
1.09
(menit)
palmitoleat 2
ME dua tahap
28.443-28.817
Metil oleat
47.09
28.991
Metil Linoleat
32.53
31.457
Metil
0.26
Lignoserat Jumlah:
99.62
2.2.4. Biodiesel dengan Bahan Baku Biji Karet Menurut Soemargono, Edy Mulyadi; pemanfaatan biji karet (Hevea Brasiliensis), sebagai sumber bahan baku biodiesel merupakan terobosan yang tepat untuk meningkatkan nilai tambah perkebunan karet. Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan pola pemungutan minyak biji karet secara maksimal dan mendapatkan kondisi proses produksi biodiesel yang memenuhi standar SNI dan ASTM. Proses produksi biodiesel dilakukan menggunakan
17 Universitas Sumatera Utara
prototip alat berkapasitas 20 liter/jam. Proses esterifikasi dijalankan pada suhu 105C, penambahan methanol 10% dan katalis asam, waktu 90 menit. Proses trans-esterifikasi dijalankan dalam reaktor alir osilasi dengan dosis katalis 1% berat minyak dan methanol sebanyak 15% berat minyak. Variabel yang dipelajari adalah suhu dan waktu proses. Produk biodiesel dimurnikan dengan sistem vakum. Dari hasil penelitian ini diperoleh rendemen kernel sebanyak 53% dari berat biji karet. Sedangkan minyak dalam kernel yang dapat dipungut maksimum 56%
dari
berat
kernel.
Karakteristik
biodiesel
sesuai
dengan
yang
distandarisasikan, yaitu densitas 0,8565 g/ml, angka asam 0,49, angka iod 62,88, kadar ester 97,2%, flash point 178°C dan panas pembakaran 16183 J/g[lit17]. 2.3
Komposisi Bahan Baku Bunga matahari (Helianthus anuus L.) adalah tumbuhan semusim dari
suku kenir-keniran (Asteraceae) yang popular baik sebagai tanaman hias maupun tanaman penghasil minyak. Bunga tumbuhan ini sangat khas yaitu besar, biasanya berwarna kuning terang, dengan kepala bunga yang besar (diameter bisa mencapai 30cm). Bunga ini sebetulnya adalah bunga majemuk, tersusun atas ratusan hingga ribuan bunga kecil pada satu bongkol. Bunga matahari juga memiliki perilaku khas, yaitu bunganya selallu menghadap kearah matahari atau heliotropisme. Tumbuhan ini telah di budidayakan oleh orang-orang India Amerika utara sejak ribuan tahun lalu. Selanjutnya tersebar ke Amerika Selatan dan menjadi salah satu sumber pangan warga Inka. Setelah penaklukan oleh orang Eropa. Bunga matahari diperkenalkan ke eropa dan berbagai penjuru dunia lainnya pada abad ke-16. Semenjak abad ke-17 bijinya digunakan dalam campuran roti atau diolah sebagai pengganti kopi serta coklat. Penggunaannya sebagai sumber minyak mulai dirintis pada abad ke-19. Ada empat kelompok budidaya bagi bunga matahari yang dibedakan berdasarkan kegunaannya:
Kelompok penghasil minyak, pada kelompok ini yang di manfaatkan adalah minyak yang di estrak dari bijinya. Biji kelompok ini memiliki
18 Universitas Sumatera Utara
cangkang biji yang tipis. Kandungan minyaknyanya berkisar 48%-52%. Untuk menghasilkan satu liter minyak diperlukan biji dari kira-kira 60 tandan bunga majemuk.
Kelompok pakan ternak, pada kelompok budidaya ini yang dipanen adalah daunnya yang digunakan sebagai pakan ternak atau pupuk hijau.
Kelompok tanaman hias, Kelompok ini menanam bunga matahari sebagai tanaman hias, jenis bunga matahari yang di tanam adalah bunga matahari yang memiliki warna kelopak yang bervariasi dan memiliki banyak cabang berbunga.
Kelompok bahan pangan, Kelompok ini merupakan kelompok yang menanam bunga matahari untuk diambil biji yang dijadkan sebagai bahan pangan. Seperti telah disinggung dalam bagian kelompok budidaya, pemanfaatan
bunga matahari terutama adalah sebagai sumber minyak, baik pangan maupun industry. Sebagai bahan pangan, minyak bunga matahari cocok dipakai untuk menggoreng, mengentalkan, serta campuran salad. Minyak bunga matahari kaya akan asam linoleat (C18:2), suatu asam lemak tak jenuh yang baik untuk kesehatan manusia dan rendah akan asam oleat. Untuk kepentingan non pangan terdapat jenis minyak biji bunga matahari dengan kandungan asam oleat yang tinggi yaitu 80% hingga 90% asam oleat yang baik digunakan untuk kepentingan teknik. Komposisi Asam lemak pada Biji bunga matahari
Dalam 100 g minyak biji bunga matahari (jenis pangan) Asam Lemak
Kadar (%)
Asam lemak Jenuh Asam Palmitat
6,8
Asam Stearat
5
Asam Lemak tak jenuh Asam oleat
31,5
Asam Linoleat
55,4
19 Universitas Sumatera Utara
Dalam 100 g minyak biji bunga matahari (jenis non pangan) Asam Lemak
Kadar (%)
Asam lemak Jenuh Asam Palmitat
3
Asam Stearat
5
Asam Lemak tak jenuh Asam oleat
83
Asam Linoleat
9
Gambar 2.3 (a)Gambar bunga matahari (b) biji bunga matahari Karakteristik tanaman matahari : a. Klasifikasi Ilmiah Regnum
:
Plantae
Divisio
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Magnolipsida
Ordo
:
Asterales
Familia
:
Asteraceae
Genus
:
Helianthus
Spesies
:
H. annuus
b. Deskripsi Habitat
:Pohon, tinggi 1 - 3 m
Batang
:Keras dan berbulu
20 Universitas Sumatera Utara
:Daun
Daun
tunggal
berbentuk
sentimeter dan lebar 12
jantung dengan panjang 15
sentimeter dan gagang daunnya yang
panjang kemas tersusun : Diameter bunga dapat sampai 30 cm, dengan mahkota
Bunga
berbentuk pita disepanjang tepi cawan dengan ukuran melintang antara 10 hingga 15 sentimeter,berwarna kuning, dan di tengahnya terdapat bunga-bunga yang kecil berbentuk tabung, warnanya coklat. : Berwarna hitam bergaris-garis putih berkumpul di dalam
Biji
cawan. :Tunggang, bulat, dan berwarna coklat
Akar
Tabel 2.5 kandungan gizi bunga matahari
Sifat Fisika dan Kimia Minyak biji bunga matahari Sifat fisik Berbentuk cair Warna
: kuning
Specific Grafity
: 0,920561 𝑔𝑟 : 0,897 𝑐𝑚3
Densitas (60℃)
21 Universitas Sumatera Utara
Flash point (℃)
: 121
Sifat kimia
2.4
Free fatty acid (%)
: 1,35
Bilangan penyabunan
: 188-194
Bilangan iod
: 130-144
Moisture
: 0,2
Impuritis
:0,05
Mesin Diesel Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” oleh karena
penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara yang telah bertekanan dan bertemperatur tinggi sesuai dengan titik nyala bahan bakar sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 15 – 22. Aplikasi dari motor diesel banyak pada industri-industri sebagai motor stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari motor bensin, lebih murah dan perawatannya lebih sederhana [lit 9]. Mesin diesel menghasilkan tekanan kerja yang tinggi, itu sebabnya konstruksi motor diesel lebih kokoh dan lebih besar. Disamping itu, mesin diesel menghasilkan bunyi yang lebih keras, warna dan bau gas yang kurang menyenangkan. Namun dipandang dari segi ekonomi, bahan bakar serta polusi udara, motor diesel masih lebih disukai [lit 10]. Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan panas pada volume konstan [lit 20]. Siklus diesel tersebut ditunjukkan pada gambar 2.2 dan 2.3 di bawah ini.
22 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Diagram P-v [lit.20] Keterangan Gambar: P = Tekanan (atm) V = Volume Spesifik (m3/kg) T = Temperatur (K) S = Entropi (kJ/kg.K) Diagram T-S
Gambar 2.5 Diagram T-S [lit.10]
23 Universitas Sumatera Utara
Keterangan Grafik: 1-2 Kompresi Isentropik 2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik 4-1 Pengeluaran Kalor pada Volume Konstan
2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan menggunakan injector. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4 langkah :
1. Langkah Isap Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katub buang tertutup dan katup isap terbuka yang menyebabkan tekanan udara di dalam silinder seketika lebih rendah dari tekanan atmosfer ,sehingga udara murni langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara. 2. Langkah kompresi Pada langkah ini piston bergerak dari TMB menuju TMA dan kedua katup tertutup. Sehingga udara yang ada pada ruang bakar di kompres sehingga tekanan dan temperatur naik hingga mencapai titik nyala bahan bakar 3. Langkah Usaha Pada langkah ini kedua katup masih tertutup, bahan bakar di semprotkan ke ruang bakar, akibat semprotan bahan bakar di ruang bakar akan menyebabkan terjadi ledakan pembakaran yang akan meningkatkan suhu dan tekanan di ruang bakar. Tekanan yang besar tersebut akan mendorong piston ke bawah yang
24 Universitas Sumatera Utara
menyebkan terjadi gaya aksial. Gaya aksial ini dirubah dan diteruskan oleh poros engkol menjadi gaya radial (putar). 4. Langkah Buang Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywheel akan menaikkan kembali piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust manifold dan langsung menuju knalpot Begitu seterusnya sehingga terjadi siklus pergerakan piston yang tidak berhenti. Siklus ini tidak akan berhenti selama faktor yang mendukung siklus tersebut tidak ada yang terputus. Untuk lebih jelas, prinsip kerja mesin diesel dapat dilihat pada gambar 2.6.
Langkah isap
Langkah kompresi Langkah usaha
Langkah Buang
Gambar 2.6 Prinsip Kerja Mesin Diesel [Lit.11,hal 10] 2.4.2 Performansi Mesin Diesel 1. Nilai Kalor Bahan Bakar. Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil
25 Universitas Sumatera Utara
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong yang ditunjukkan pada persamaan 2.1 di bawah ini: 𝐻𝐻𝑉 = 33950 + 144200 (𝐻2 −
𝑂2 8
) + 9400 𝑆 ..................................... (2.1)
Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg) H2
= Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O2
= Persentase oksigen dalam bahan bakar
S
= Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, uap air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.2. berikut : 𝐿𝐻𝑉 = 𝐻𝐻𝑉 – 2400 (𝑀 + 9 𝐻2 ) ............................................................. (2.2) Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg) M
= Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
26 Universitas Sumatera Utara
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2. Daya Poros Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indikator , yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan demikian besar daya poros itu ditunjukkan pada persamaan 2.3 : 𝑃𝐵 =
2𝜋. (𝑛. 𝑇) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.3) 60
Dimana : PB = daya ( W ) T = torsi ( Nm ) n = putaran mesin ( rpm ) 3. Torsi Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat
27 Universitas Sumatera Utara
dynamometer. Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan menggunakan kopling elastik. Untuk mencari daya dan torsi ditunjukkan oleh persamaan 2.4 dan 2.5 di bawah ini. 𝑃𝐵 = 𝑇=
2𝜋. 𝑛. 𝑇 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.4) 60
𝑃𝐵 . 60 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.5) 2𝜋. 𝑛
Dimana : T = Torsi ( Nm) PB = Daya (W) n = Putaran (RPM) 4. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan. Untuk mencari konsumsi bahan bakar spesifik ditunjukkan oleh persamaan 2.6 di bawah ini: 𝑆𝐹𝐶 =
ṁf =
𝑚𝑓 𝑥 103 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.6) 𝑃𝐵
𝑠𝑔𝑓 𝑥 8 𝑥 10−3 𝑥 3600 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.7) 𝑡
Dengan : SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kw.h) PB = daya (W) ṁf = konsumsi bahan bakar (kg/h)
28 Universitas Sumatera Utara
sgf = spesicific gravity t = waktu (jam) 5. Efisiensi Termal Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi termal brake (thermal efficiency, ηb). Jika daya keluaran PB dalam satuan KW, laju aliran bahan bakar mf dalam satuan kg/jam, maka untuk mencari effesiensi termal ditunjukkan pada persamaan 2.8 di bawah ini 𝜂𝑏 =
𝑃𝐵 𝑚𝑓 .
𝐶𝑉
𝑥3600 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.8)
ηb =effisiensi thermal PB = daya (W) ṁf = konsumsi bahan bakar Cv = nilai kalor bahan bakar 6. Heat Loss in Exhaust Heat loss in exhaust atau dapat dikatakan sebagai besar kehilangan energi yang terjadi akibat adanya aliran gas panas buang dari exhaust manifold ke lingkungan. Gas buang ini berupa aliran gas panas. Besarnya Heat Loss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.9 di bawah ini. 𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = (𝑚𝑎 + 𝑚𝑓) × 𝐶𝑝 × (𝑇𝑒 – 𝑇𝑎 )……….……………………(2.9) dimana: 𝑚𝑎=laju aliran udara
29 Universitas Sumatera Utara
𝑚𝑓 = laju aliran bahan bakar Te = suhu gas keluar exhaust manifold Ta = Suhu lingkungan (27oC) Cp=Panas speseifik Fluida (Kj/KgK) dimana cp yang digunakan adalah cp udara pada temperature 27 oC yaitu sebesar 1.005 Kj/KgK [lit 23] Untuk mengetahui persentase heat loss, maka dilakukan perbandingan antara besarnya heat loss dengan energi yang dihasilkan dalam pembakaran bahan bakar dimana ditunjukkan pada persamaan 2.10. %𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠 =
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.10) 𝑚𝑓 × 𝐿𝐻𝑉
1. Emisi Gas Buang Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas (ketebalan asap). Adapun Standart nilai opasitas berdasarkan peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 21 tahun 2008 tentang ambang batas emisi gas buang untuk mesin stasioner pembangkit tenaga ditunjukkan dalam tabel 2.5 di bawah ini.
30 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Standard Emisi Gas Buang [Lit.12]
31 Universitas Sumatera Utara
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, sulfur atau fosfor. Contohnya hidrokarbon, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lain-lain. Polutan dibedakan menjadi Partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan, dan cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray. Partikulat dapat bertahan di atmosfer sedangkan Polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas. a. Partikulat Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan magnetik asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu Partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan ke dalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir-butir berkumpul menjadi satu maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon-karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna terutama pada saat-saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar misalnya untuk akselerasi maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan berwarna hitam. b. UHC (Unburned Hidrocarbon) Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon jika baru saja dihidupkan atau berputar bebas atau pemanasan.
32 Universitas Sumatera Utara
Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar ditangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga akan menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar. c. Carbon Monoksida (CO) Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira-kira 85% dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk daripada campuran stoikiometris dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk, bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk. d. Nitrogen Oksida (NOX) Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Gas NO merupakan gas yang berbahaya karena mengganggu syaraf pusat. Gas NO terjadi karena adanya reaksi antara ion – ion N2 dan O2
33 Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Polutan Mesin Diesel Polusi udara oleh gas buang dan bunyi pembakaran motor diesel merupakan gangguan terhadap lingkungan. Komponen-komponen gas buang yang membahayakan itu antara lain adalah asap hitam (jelaga), hidro karbon yang tidak terbakar (UHC), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO) dan NO2. NO dan NO2 biasa dinyatakan dengan NOx. Namun jika dibandingkan dengan motor bensin, motor diesel tidak banyak mengandung CO dan UHC. Disamping itu, kadar NO2 sangat rendah jika dibandingkan dengan NO. Jadi boleh dikatakan bahwa komponen utama gas buang motor diesel yang membahayakan adalah NO dan asap hitam. Selain dari komponen tersebut di atas beberapa hal berikut yang merupakan bahaya atau gangguan meskipun bersifat sementara. Asap putih yang terdiri atas kabut bahan bakar atau minyak pelumas yang terbentuk pada saat start dingin, asap biru yang terjadi karena adanya bahan bakar yang tidak terbakar atau tidak terbakar sempurna terutama pada periode pemanasan mesin atau pada beban rendah, serta bau yang kurang sedap merupakan bahaya yang menggangu lingkungan. Selanjutnya bahan bakar dengan kadar belerang yang tinggi sebaiknya tidak digunakan karena akan menyebabkan adanya SO2 di dalam gas buang.
2.4.4. Soot (Jelaga) Jelaga (soot) adalah butiran arang yang halus dan lunak yang menyebabkan munculnya asap hitam dimana asap hitam terjadi karena proses pembakaran yang tidak sempurna. Asap ini membahayakan lingkungan karena mengkeruhkan udara sehingga menggangu pandangan, tetapi karena adanya kemungkinan mengandung karsinogen. Motor diesel yang mengeluarkan asap hitam yang sekalipun mengandung partikel karbon yang tidak terbakar tetapi bukan karbon monoksida (CO). Jika jelaga yang terjadi terlalu banyak, gas buang yang keluar dari mesin akan berwarna hitam dan mengotori udara.
34 Universitas Sumatera Utara
Butir bahan bakar akan lebih mudah menguap dan mempengaruhi proses pengkabutan saat penyemprotan. Butiran bahan bakar yang disemprotkan sangat berpengaruh terhadap proses pembakaran sehingga tekanan penyemprotan divariasikan untuk mempercepat dan memperbaiki proses pencampuran bahan bakar dengan udara. Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat diperoleh homogenitas campuran yang lebih sempurna sehingga pembakaran yang sempurna dapat tercapai. Dengan langkah ini diharapkan besar konsumsi bahan bakar dan kepekatan asap hitam gas buang dapat dikurangi. 2.4.4 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan 2.4.4.1 Sulfur Dioksida Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistim pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan kadiovaskular. Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO2, meskipun dengan kadar yang relatif rendah. 2.4.4.2 Karbon Monoksida Didalam banyak penelitian mengenai mesin diesel diketahui bahwa kandungan karbon monoksida dalam gas buang mesin diesel jauh lebih kecil dibanding kandungan dalam gas buang mesin bensin sehingga hampir dikatakan kandungan CO dalam gas buang mesin diesel tidak ada, tetapi tetap saja harus diketahui potensi bahaya polusi karbon monoksida terhadap kesehatan. Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen
keseluruh
tubuh.
Sifat
ini
menghasilkan
pembentukan
karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2).
35 Universitas Sumatera Utara
Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah. Dampak dari CO bervasiasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada saat terpajan. Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%. Pengaruh CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular telah banyak diketahui. Namun respon dari masyarakat berbadan sehat terhadap pemajanan CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang masih sedikit diketahui. Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai kemampuan untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam lingkungannya yang terjadi pada saat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan kewaspadaan tinggi dan terus menerus, dapat terganggu/ terhambat pada kadar HbCO yang berada dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini secara kasar ekivalen dengan kadar CO di udara masing-masing sebesar 80 dan 35 mg/m3). Pengaruh ini terlalu terlihat pada perokok, karena kemungkinan sudah terbiasa terpajan dengan kadar yang sama dari asap rokok. Beberapa studi yang dilakukan terhadap sejumlah sukarelawan berbadan sehat yang melakukan latihan berat (studi untuk melihat penyerapan oksigen maksimal) menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada kadar HbCO 50% dengan latihan yang lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70% selama 5-60 menit. Gangguan tidak dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut jantung meningkat cepat dan tidak proporsional. Studi dalam jangka waktu yang lebih panjang terhadap pekerja yang bekerja selama 4 jam dengan kadar HbCO 5-6% menunjukkan pengaruh yang serupa terhadap denyut jantung, tetapi agak berbeda.
36 Universitas Sumatera Utara
Hasil studi diatas menunjukkan bahwa paling sedikit untuk para bukan perokok, ternyata ada hubungan yang linier antara HbCO dan menurunnya kapasitas maksimum oksigen. Walaupun kadar CO yang tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal jantung, dan kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data tentang pengaruh pemajanan CO kadar rendah terhadap sistem kardiovaskular. Hubungan yang telah diketahui tentang merokok dan peningkatan risiko penyakit jantung koroner menunjukkan bahwa CO kemungkinan mempunyai peran dalam memicu timbulnya penyakit tersebut (perokok berat tidak jarang mengandung kadar HbCO sampai 15 %). Namun tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa karbon monoksida menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO mampu untuk mengganggu transpor oksigen ke seluruh tubuh yang dapat berakibat serius pada seseorang yang telah menderita sakit jantung atau paru-paru.
37 Universitas Sumatera Utara