BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Tekanan Darah a. Definisi Tekanan darah arteri didefinisikan sebagai tekanan lateral yang digunakan oleh kolumna darah pada dinding arteri. Tekanan yang digunakan saat darah mengalir melalui arteri. Secara umum, istilah tekanan darah sebenarnya merujuk kepada tekanan darah arteri. Tekanan darah arteri di ungkapkan dalam empat istilah berbeda yaitu: tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan nadi dan rerata tekanan darah arteri (Sembulingam, 2012). b. Istilah dalam Tekanan Darah (1) Tekanan darah sistolik Tekanan darah yang digunakan arteri selama fase sistol jantung. Tekanan Sistolik normal: 120 mmHg (110 mmHg sampai 140 mmHg) (2) Tekanan darah diastolik Tekanan minimum yang digunakan dalam arteri selama fase diastol jantung. Tekanan normal diastol: 80 mmHg (60 mmHg sampai 80 mmHg) (3) Tekanan nadi Perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Normal tekanan nadi adalah: 40 mmHg (120-80=40). (4) Rata-rata Tekanan darah arteri Rata-rata tekanan yang ada dalam arteri.
Hal ini bukan
aritmetik rata-rata tekanan sistolik dan diastolik tetapi tekanan diastolik ditambah satu per tiga tekanan nadi. Untuk menentukan tekanan ratarata, tekanan diastolik dipertimbangkan daripada tekanan sistolik karena
7
8
periode diastolik dalam siklus jantung lebih panjang (0.53 detik) daripada periode sistolik (0.27). Rerata tekanan arterial normal: 93 mmHg (80+13=93). Rumus untuk menentukan rerata tekanan arteri : rerata tekanan arteri= Tekanan Diastolik + 1/3 dari tekanan nadi. Tekanan darah merupaka kalkulasi perkalian curah jantung (cardiac output) dengan tahanan perifer. Tekanan darah yang normal dijaga dengan regulasi dua faktor tersebut. Idealnya, volume darah kelaur dari jantung harus setara dengan volume darah yang masuk ke atrium dan ventrikel. Tahanan perifer juga mengkontrol tekanan darah. Perubahan diameter arterioles meregulasi tahanan perifer. Pusat vasomotor berada di medulla oblongata bertugas mengkontrol tahanan perfier. Ketika tekanan darah arteri naik secara tiba-tiba, baroreseptor di aorta dan arteri karotid mengingatkan pusat vasomotor, yang akan memvasodilatasi pembuluh darah untuk menurunkan tahanan perifer (Clark, 2005). c. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah Dua faktor yang mempengaruhi tekanan darah (Mader, 2004): 1) Curah jantung (denyut jantung x volume sekuncup) Denyut jantung merupakan intrinsik tetapi dibawah kontrol ekstrinsik (saraf). Oleh karena itu, semakin cepat denyut jantung, semakin besar tekanan darah (mengasumsikan tahanan perifer). Mirip dengan mekanisme sebelumnya, semakin besar volume sekuncup, semakin tinggi tekanan darah. Volume sekuncup dan denyut jantung meningkatkan tekanan darah hanya jika venous return adequat. Venous return tergantung dari tiga faktor: a) Perbedaan tekanan darah, tekanan darah sekitar 16 mm hg dalam venule vs 0 mmHg di atrium kanan b) Pompa otot skeletal dan pompa respirasi Pompa skeletal bekerja seperti ini: ketika otot skelet berkontraksi, otot skelet menekan dinding yang lemah pada pembuluh darah vena. Hal ini menyebabkan darah bergerak
9
kembali melalui katup. Sekali melewati katup, tekanan untuk kembali menutup katup dan menjaga darah supaya tidak kembali. Pompa respirasi bekerja ketika inhalasi terjadi, tekanan thoraks turun dan tekanan abdominal meningkat sebagaimana dada mengembang. Mekanisme ini menolong darah dari vena kembali ke jantung karena aliran darah mengalami penurunan tekanan. Selama ekspirasi tekanan berbalik tetapi katup dalam vena kembali mengalir. c) Volume darah total dalam sistem kardiovaskuler Besarnya venous return juga tergantung pada volume darah total dalam sistem kardiovaskuler. Sebagaimana di ketahui, volume ini dalam sirkulasi pulmona dan sirkuit sistemik sekitar 5 L. Jika jumlah volume darah menurun, katakanlah sebagai akibat pendarahan, tekanan darah menurun. Sebaliknya, jika volume darah meningkat (karena retensi air, sebagai contoh), tekanan darah meningkat. 2) Tahanan perifer (diameter arteri dan panjangnya) Regulasi neural untuk tahanan perifer. Pusat vasomotor berada di medula oblongata mengontrol vasokonstriksi. Pusat ini berada di bawah kontrol pusat kardioregulasi. Jika tekanan darah turun, baroreseptor dalam pembuluh darah memberikan sinyal kepada pusat kardioregulasi. Impuls berkonduksi dengan saraf simpatis menyebabkan tekanan darah meningkat dan arteriol berkonstriksi
melalui
pusat
vasomotor.
Hasilnya
terjadilah
peningkatan tekanan darah. Faktor apa yang mendasari penurunan tekanan darah? Jika tekanan darah meningkat di atas rata-rata, baroreseptor memberikan sinyal pada pusat kardioregulasi dalam medula oblongata. Konsekuensinya, denyut jantung menurun dan arteriol berdilatasi (Sembuligam, 2012). Regulasi hormonal untuk mengatur tahanan perifer. Epinephrin dan norepinephrin meningkatkan denyut jantung,
10
sebagaimana disebutkan, ketika volume darah dan level sodium darah rendah, ginjal mensekresikan enxim renin. Renin berkonversi angiotensinogen ke angiotensin I, yang berubah kembali menjadi angiotensin II dengan mengkonversikan enzim yang ditemukan diparu. Angiotensin II menstimulasi adrenal korteks untuk mengeluarkan aldosteron untuk meningkatkan volume darah dan tekanan
dalam
dua
jalan.
Pertama,
angiotensinogen
II
mengkonstriksikan arterioles secara langsung dan kedua, aldosteron menyebabkan ginjal mereabsorbsi sodium. Ketika sodium darah meningkat, air diserap dan volume darah serta tekanan darah dipertahankan. d. Variasi Tekanan Darah pada Manusia 1)
Usia Tekanan darah arteri naik seiring peningkatan usia Tabel 2.1 Tekanan darah pada usia yang berbeda (Sembuligan, 2012) USIA Tekanan Darah Sistolik BARU LAHIR 75 mm Hg >1 BULAN 85 mm Hg >6 BULAN 90 mm Hg >1 TAHUN 95 mm Hg Pubersitas 120 mm Hg 50 TAHUN 140 mm Hg 70 TAHUN 160 mm Hg 80 TAHUN 180 mm Hg USIA BARU LAHIR >1 BULAN >6 BULAN >1 TAHUN Pubersitas 50 TAHUN 70 TAHUN 80 TAHUN
Tekanan Darah Diastolik 40 mm Hg 45 mm Hg 50 mm Hg 55 mm Hg 80 mm Hg 85 mm Hg 90 mm Hg 95 mm Hg
11
2)
Jenis Kelamin Wanita ketika masuk periode menopause, tekanan darah 5 mmHg lebih rendah daripada pria pada usia yang sama. Setelah menopause. Tekanan darah wanita menjadi setara dengan pria pada usia yang sama.
3)
Bentuk Tubuh Beberapa studi menyatakan Tekanan darah lebih tinggi pada orang yang mengalamii kelebihan berat badan dan obesitas dibandingkan dengan individu yang kurus. Tekanan darah dapat meningkat seiring dengan peningkatan berat badan
4)
Variasi Diurnal Pada pagi hari, tekanan darah berangsur rendah. Tekanan darah secara bertahap meningkat dan mencapai maksimum pada siang hari, lalu berangsur rendah kembali di malam hari.
5)
Setelah Makan Tekanan darah meningkat beberapa jam setelah makan dikarenakan terdapat peningkatan curah jantung
6)
Selama Tidur Biasanya tekanan darah akan turun 15-20 mmHg selama tidur. Tekanan darah meningkat sedikit selama tidur dihubugkan dengan aktivitas bermimpi
7)
Kondisi Emosional Selama kegembiraan atau kecemasan, tekanan darah meningkat karena produksi hormone adrenalin
8)
Latihan Tekanan darah sistolik meningkat 20-30 mm Hg lebih tinggi dibandingkan dengan level basal karena peningatan jumlah dan usaha kontraksi serta volume sekuncup. Normalnya, Tekanan diastolik tidak dipengaruhi oleh latihan yang berintensitas sedang. Tekanan dastolik tergantung dari tahanan perifer yang tidak berubah oleh latihan intensitas sedang. Pasca latihan intensitas
12
tinggi, tekanan darah sistolik meningkat 40-50 mmHg diatas level basal. Tetapi, tekanan diastolik menurun karena tahahnan perifer menurun pada latihan intensitas tinggi (Sembulingam, 2012). e. Regulasi tekanan darah 1) Sistem saraf Satu dari fungsi yang paling penting adalah control saraf pada sirkulasi adalah kapabilitasi untuk peningkatan secara cepat pada tekanan arteri. Berdasarkan tujuan ini fungsi seluruh vasokonstriktor dan kardioakselerator sistem saraf simpatis distimulasi bersama-sama. Pada saat yang sama, terdapat reciprocal inhibisi dari sistem saraf parasimpatis sebagai sinyal penghambat ke jantung (Ganong, 1995). a) Hampir semua arteriol dari sirkulasi sistemik berkontriksi Peristiwa ini terjadi arena peningkatan tahanan perifer, oleh karena itu tekanan arteri menikan. b) Vena khususnya (tetapi pembuluh darah besar lainnya tetap pada sirkulasi yang baik) secara kuat berkontriksi Aliran darah yang keluar dari pembuluh darah besar tubuh menuju ke jantung
dapat meningkatkan volume darah pada bilik jantung.
Penguluran jantung kemudian menyebabkan jantung berdenyut dengan kuat dan kuantitas darah yang dipompa meningkat. Hal ini pun meningkatkan tekanan arteri. c) Jantung distimulasi oleh sistem saraf otonom. Hal ini disebabkan peningkatan denyut jantung, denyut yang meningkat bisa tiga kali lebih besar dari biasanya. Sinyal nervus simpatis mempunyai efek yang langsung secara signifikan untuk mempengaruhi peningkatan kekuatan kontraksi dari otot jantung. Kemampuan ini akan menyebabkan jantung memompa volume darah dalam jumlah yang lebih bear. Selama sinyal saraf simpatis kuat maka jantung dapat memompa darah dua kali jumlah volume darah normal. Mekanisme ini terdapat pada peningkatan tekanan darah secara akut (Guyton, 2006).
13
d) Kontrol Baroreseptor pada tekanan darah Refleks barorseptor diketahi sebagai mekanisme saraf terbaik pada kontrol tekanan arteri. Secara dasar, refleks ini diinisiasi oleh reseptor penguluran yang disebut dengan baroreseptor atau pressoresptor, berlokasi di titik spesifik pada sebagaian besar dinding arteri sistemik yang besar. Peningkatan tekanna arteri mengulur baroreseptor dan menyebabkan transmisi sinyal kepada sistem saraf pusat. Sinyal timbal balik kemudian dikirim ulang melalui sistem saraf otonom ke dalam sirkulasi untuk menurunkan tekanan arteri ke level normal (Guyton, 2006). Baroreseptor merupakan reseptor penguluran pada dinding jantung dan pembuluh darah. Reseptor sinus karotid dan arkus aortic memonitor sirkulasi arteri. Reseptor juga berlokasi dalam dinding atrium kiri dan kanan tepatnya di jalan amsuk vena cava superior dan inferior dan vena pulmonalis. Sinus karotid merupakan rongga kecil dalam arteri karotid internal diatas percabangan karotid yang masuk ke karotid eksternal dan internal. Baroreseptor berlokasi pada rongga ini dan dapat ditemukan juga di dinding arkus aorta. Reseptor terletak di dalam lapisan tunika adventitia pembuluh darah. Baroreseptor juga sensitif terhadap gravitasi dalam kontrol pengaturan tekanan darah (Ganong, 1995).
Gambar 2.1
14
Sistem Baroreseptor sebagai Kontrol Tekanan Arteri (Guyton, 2006) Tekanan arteri rerata secara terus menerus dipantau oleh baroreseptor (reseptor tekanan) di dalam sistem sirkulasi, ketika terdeteksi adanya penyimpangan dari normal maka berbagai respons refleks teraktifkan untuk mengembalikan tekanan arteri rerata ke nilai normalnya. Penyesuaian jangka pendek (dalam hitungan detik) dilakukan dengan mengubah curah jantung dan resistensi perifer total, yang diperantarai oleh pengaruh sistem saraf otonom pada jantung, vena, dan arteriol. Kontrol jangka panjang (dalam hitungan menit sampai hari) dicapai melalui penyesuaian volume darah dengan cara memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanismemekanisme yang mengatur pengeluaran urin dan rasa haus (Sherwood, 2007). Setiap perubahan pada tekanan arteri rerata memicu suatu refleks baroreseptor otomatis yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total dalam upaya untuk memulihkan tekanan darah ke normal. Seperti semua refleks, refleks baroresptor mencakup reseptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen dan organ efektor (Sherwood, 2007). Baroreseptor secara terus menerus memberi informasi tentang tekanan arteri rerata; dengan kata lain, sensor ini selalu menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap tekanan didalam arteri. Ketika tekanan dara arteri meningkat sehingga kecepatan lepas muatan di neuron-neuron aferen terkait meningkat. Sebaliknya, penurunan tekanan arteri rerata memperlambat kecepatan lepas muatan yang dibentuk neuron aferen oleh baroreseptor (Sherwood, 2007). Pusat integrasi yang menerima impuls aferen tentang keaadaan tekanan arteri rerata adalah pusat kardiovaskular, yang terletak di medula di dalam batang otak. Jalur eferennya adalah sistem saraf otonom. Pusat kontrol kardiovaskular mengubah perbandingan antara aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ-organ efektor (jantung dan pembuluh darah) (Sherwood, 2007).
15
Jika karena suatu penyebab tekanan arteri rerata meningkat di atas normal, maka baroreseptor sinus karotis dan arkus aorta meningkatkan frekuensi lepas muatan di neuron-neuron aferennya. Pusat kontrol kardiovaskuler, setelah mendapat informasi oleh peningkatan lepas muatan bahwa tekanan darah terlalu tinggi, berespons dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem kardiovaskular. Sinyal-sinyal eferen ini mengurangi kecepatan jantung, menurunkan isi sekuncup, dan menyebabkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan curah jantung dan resistensi perifer total, diikuti oleh penurunan tekanan darah kembali ke normal (Sherwood, 2007). Sebaliknya, ketika tekanan darah turun di bawah normal, aktivitas baroreseptor menurun, memicu pusat kardiovaskular untuk meningkatkan aktivitas saraf vasokonstriktor dan saraf simpatis jantung, sekaligus menurunkan impuls parasimpatisnya. Pola aktivitas eferen ini menyebabkan peningkatan kecepatan jantung dan isi sekuncup, disertai oleh vasokonstriksi arteriol dan vena. Pusat vasomotor menjadi lebih aktif dari biasanya kemudian Perubahan-perubahan ini meningkatkan baik curah jantung maupun resisten perifer total sehingga tekanan darah naik ke arah normal (Sherwood, 2007). Pengaturan tekanan darah berfungsi
sebagai
fungsi
homeostatis
tubuh
manusia
untuk
menyesuaikan dengan kondisi dan keadaaan lingkungan. e) Regulasi tekanan darah melalui mekanisme kemoreseptor Kemoreseptor merupakan reseptor yang memberikan respon untuk berubah dalam komponen kimia darah. Kemoreseptor perifer mempengaruhi pusat vasomotor. Kemoreseptor perifer diletakkan di badan karotid dan badan aortik. Kemoreseptor perifer sensitif terhadap berkurangnya pasokan oksigen, penumpukkan karbondioksida dan konsentrasi ion hidrogen didalam darah.
16
Ketika tekanan darah menurun, aliran darah ke kemoreseptor menurun,
menghasilkan
penurunan
kadar
oksigen
dan
terjadi
penumpukkan karobondioksida dan ion hidrogen. Faktor-faktor ini membangkitkan
kemoreseptor
yang
mengirim
impuls
untuk
menstimulasi pusat vasokonstriktor. Tekanan darah beserta aliran darah meningkat. Kemoreseptor memiliki peran besar dalam menjaga respirasi daripada tekanan darah (Ganong, 1995). f) Pusat yang lebih tinggi Pusat vasomotor dikontrol oleh impuls dari dua pusat yang lebih tinggi di dalam otak 1)
Korteks cerebral Area 13 dalam cerebral korteks berkonsentrasi pada reaksi emosional. Selama kondisi emosional, area ini mengirim impuls ke pusat vasomotor. Pusat vasomotor diaktivasi, tonus vasomotor ditingkatkan dan peningkatan tekanan
2)
Hipotalamus Stimulasi dari posterior dan lateral nuclei dari hipotalamus
menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan dalam tekanan darah. Stimulasi dari area peroptik menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Impuls dari hipotalamus dimediasi melalui pusat vasomotor (Sembuligam, 2012). Kontrol hipotalamus terhadap arteriol kulit untuk tujuan pengaturan
suhu
lebih
didahulukan
daripada
kontrol
pusat
kardiovaskuler terhadap pembuluh yang sama untuk tujuan pengaturan tekanan darah. Akibatnya, tekanan darah dapat turun ketika pembuluh-pembuluh kulit melebar untuk mengeluarkan kelebihan
panas
dari
tubuh,
meskiun
respons
baroreseptor
menghendaki vasokonstriksi kulit untuk membantu mempertahankan resestensi perifer total yang adekuat (Sherwood, 2007).
17
g) Pusat respirasi Selama awal ekspirasi, tekanan darah arteri meningkat sedikit berkisar 4 sampai 6 mmHg. Tekanan akan menurun selama bagian selanjutnya dari ekspirasi dan selama inspirasi karena dua faktor: (1) Radiasi impuls dari pusat respirasi terhadap pusat vasomotor (2) Perubahan
tekanan
pada
rongga
thoraks,
mengakibatkan
perubahan pengembalian vena dan curah jantung. Aliran darah melalui sistem vena tidak hanya membutuhkan aksi jantung tetapi yang lainnya pada kontraksi otot skeletal, pergerakkan bernapas, dan vasokoksntriksi vena. Otot skeletal menekan vena dengan katup, sejumalah darah bergerak dari satu katup ke katup lainnya, menolong untuk mendorong darah melalui vena menuju sistem jantung. Selama inspirasi, tekanan rongga thoraks menurun dan tkenan rongga abdominal meningkat. Darah secara bertahap keluar dari vena abdominal dan masuk ke dalam vena toraks. Ketika teknana vena rendah, dinding vena mengkontraksikan untuk menolong darah masuk ke jantung (Clark, 2005). 2) Renal Ginjal memainkan peran yang penting dalam regulasi jangka panjnag pada tekanan darah arteri. Ketika tekanan darah meningkat dengan pelan dalam beberapa hari/bulan/tahun, mekanisme saraf beradaptasi untuk mengubah tekanan dan sensitivitas terhadap perubahan berkurang, sehingga kedepannya hal tersebut tidak dapat lagi meregulasi tekanan kembali. Pada beberapa kondisi mekanisme renal beroperasi secara efisien untuk meregulasi tekanan darah. Oleh karena itu, disebut dengan regulasi jangka panjang. Ginjal meregulasi tekanan darah dalam dua jalan: a)
Regulasi volume cairan ekstraseluler Ketika tekanan darah meningkat, ginjal mensekresikan air dan
garam dalam volume yang besar khususnya sodium dengan jalan meningkatkan tekanan diuresis dan tekanan natriuresis. Tekanan
18
diuresis merupakan eksresi air dalam kuantitas besar dalam bentuk urin karena tekanan darah meningkat bahkan peningkatan yang sedikit dari tekanan darah mengakibatkan eksresi air dua kali lebih besar. Tekanan natriuresis adalah eksresi sodium dalam kuantitas yang besar pada urin, karena diuresis dan natriuresus terdapat penurunan volume cairan ekstraseluler tekanan darah yang membawa tekanan darah arteri kembali ke nilai yang normal. Ketika tekanan darah menurun, reabsorbsi air dari tubulus renal meningkat. Oleh karena itu volume cairan ekstraseluler meningkat selain itu curah jantung dan volume darah juga meningkat menghasilkan restorasi tekanan darah arteri (Guyton, 2006). b)
Mekanisme renin-angiotensin Aksi angiotensin II ketika tekanan darah dan cairan ekstraseluler
menurun, sekresi renin dari ginjal meningkat. Renin kemudian berkonversi menjadi angiotensin I. Angiotensin I kemudian dikonversi menjadi angiotensin II oleh ACE (Angiotensin-Converting Enzyme) Angiotensin II melakukan dua cara untuk mengembalikan tekanan darah: (1) Angiotensin II menyebabkan konstriksi arterioles dalam tubuh sehingga tahanan perifer meningkat dan tekanan darah meningkat. Sebagai tambahan, angiotensin ii menyebabkan konstriksi dari afferent arteriole dalam ginjal sehingga filtrasi glomerular dikurangi. Mekanisme atau proses ini menyebabkan retensi dari garam dan air, meningkatkan volume cairan ekstraseluler kembali ke level normal yang kemudian meningkatkan tekanan darah ke level yang normal. (2) Secara simultan, angiotensin II menstimulasi adrenal korteks untuk mensekresi aldosteron. Hormon ini meningkatkan reabsorption sodium dari tubulus renalis. reabsorbsi sodium diikuti reabsorbsi air, menghasilkan peningkatan volume cairan ekstraseluler dan
19
volume darah. mekanisme ini mengembalikan tekanan darah pada level yang normal. Aksi angiotensin III dan angiotensin IV seperti angiotensin II, angiotensin III dan IV juga meningkatkan tekanan darah dan menstimulasi korteks adrenal untuk mensekresikan
aldosterone
(Guyton, 2006) 3) Hormonal Hormon sebagai salah satu komponen penting yaitu chemical massangger juga berperan dalam pengaturan tekanan darah. Banyak hormon yang terlibat dalam regulasi tekanan darah baik hormon yang meningkatkan tekanan darah maupun menurunkan tekanan darah seperti yang ditunjukkan pada tabel. Tabel 2.2 Hormon yang Berperan dalam Regulasi Tekanan Darah (Sembuligam, 2012) No. Hormon
yang
meningkatkan Hormon
tekanan darah 1. Adrenaline
yang
menurunkan
tekanan darah Vasoactive intestinal polypeptide (VIP)
2. Noradrenaline
Bradykinin
3. Thyroxine
Prostaglandin
4. Aldosteron
Histamine
5. Vasopressin
Acetylcholine
6. Angiotensin
Atrial natriuretic peptide
7. Serotonin
Brain natriuretic peptide
8.
-
Ctype natriuretic peptide
Hormon yang bertugas meningkatkan tekanan darah dapat dilihat melalui penjelasan dibawah ini:
20
a) Adrenalin Adrenalin disekresikan oleh medula adrenalis. Hormon ini juga dihasilkan oleh saraf posganglion simpatis. Adrenalin mengatur tekanan darah melalui aksi jantung dan pembuluh darah. Adrenalin menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah melalui reseptor alfa. adrenalin juga menyebaban dilatasi pembuluh darah melalui beta reseptor dalam beberapa area tubuh seperti otot skelet, hati dan jantung. Sehingga, tahanan perifer juga diturunkan yang mengarah terhadap penurunan tekanan darah. b) Noradrelanin Hormon ini dikeluarkan oleh medula adrenalis. Hormon ini dikeluarkan
oleh
saraf
simpatis
posganglion.
Noradrenalin
meningkatkan tekanan diastolik karena efek vasokontriktor. Efek ini memiliki pengaruh yang kuat pada pembuluh darah dibandingkan pada
jantung.
Kuatnya
pengaruh
pada
pembuluh
darah
menyebabkan konstriksi pada semua pembuluh darah di tubuh melalui
reseptor
alfa.
Sehingga
pada
akhirnya
disebut
vasokonstriktor general. Aksi noradrenalin berfungsi meningkatkan tahanan perifer dan tekanan diastolik dan peningkatan tekanan sistolik sedikit melalui peningkatan kekuatan kontraksi jantung. c) Tiroksin Tiroksin dikeluarkan dari kelenjar tiroid meningkatkan tekanan sistolik tetapi menurunkan tekanan diastolik. Hormon tersebut meningkatkan tekanan sistolik dengan meningkatkan curah jantung. Curah jantung meningkatkan karena penigkatan colume darah dan kekuatan kontraksi jantung d) Aldosteron Hormon ini dikeluarkan oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi sodium dan air dan oleh karena itu meningkatkan cairan ekstraseluler dan volume darah yang
21
mengarahkan pada peningkatan tekanan darah dengan peningkatan volume darah. e) Vasopressin Vasopresin atau yang dikenal dengan hormon antidiuretik disekresi oleh kelenjar pituitary posterior yang memiliki potensial aksi pada pembuluh darah, khususnya arteri.
Potensial aksi menyebabkan
konstriksi pada arteri seluruh tubuh sehingga tekanan darah meningkat. f) Angiotensin Angiotensin II, III, dan IV yang berasal dari angiotensinogen menyebabkan konstriksi pada arteriol sistemik dan meningkatkan tekanan darah. g) Serotonin Serotonin diketahui 5-hydroxytryptamine. Serotonin dikeluarkan dari banyak sumber. Hormon ini meningkatkan tekanan darah dengan vasokonstriksi Hormon yang bertugas menurunkan tekanan darah penjelasannya dapat dilihat dibawah ini: a) Polipeptida vasoaktif intestinal Hormon ini disekresi dalam perut dan usus halus. Jumlah kecil dari hormon ini disekresi dalam usus besar. VIP merupakan vasodilator dan menyebabkan dilatasi pada pembuluh darah perifer dan menurunkan tekanan darah. b) Bradykinin Bradikinin diproduksi dalam darah selama kondisi seperti inflamasi. Selama kondisi ini, enzim dalam darah yang disebut dengan kallikrein diaktivasi. Enzim ini mengaktifkan alfa globulin untuk membentuk kallidin yang akan dikonversi menjadi bradikini. Bradikinin merupakan substansi vasodilatator dan menyebabkan penurunan tekanan darah.
22
c) Prostaglandin Prostaglandin (PGE) merupakan substansi vasodilatator. Hormon ini disekresi dari hampir semua jaringan tubuh. Hormon ini menurunkan tekanan darah d) Histamin Histamin disekresikan oleh hipotalamus, korteks limbik dan bagian yang lain dari cerebral korteks. Histamin juga dikeluarkan dari ajringan selama kondisi alergi, inflamasi atau bahaya. Histamin menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. e) Asetilkolin Asetilkolin
merupakan
dikeluarkan
oleh
banyak
neurotransmitter sumber.
kolinergik
Asetilkoli
yang
menyebabkan
vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. f) Atrial natriuretic peptida. Hormon yang dikeluarkan oleh otot atrial di jantung. Hormon menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah. g) Brain natriuretic peptide Hormon ini dikeluarkan oleh otot atrial di jantung, hormon ini juga menyebabkan dilatasi pada pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah. h) Tipe c natriuretik peptida Hormon ini dikeluarkan oleh banyak jaringan termasuk miokardium dan endhotelium pembuluh darah. Hormon ini menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi 4) Mekanisme lokal untuk pengaturan tekanan darah a) Vasokonstriktor lokal Substansi vasokonstriktor lokal merupakan derivat dari endhotelium vaskuler. Substansi ini disebut faktor konstriksi derivat endhotelium. Faktor-faktor tersebut adalah endothelins (ET) yang merupakan peptida dengan 21 asam amino. Sementara ini yang
23
dapat diidentifikasi dari tiga tipe endhotelin adalah ET1, ET2 dan ET3. Endhotelin diproduksi dari penguluran pembuluh darah. Peptida ini dapat aktif dengan aktivasi phospolipase yang selanjutnya mengaktivasi prostacyclin dan tromboksan A2. Dua substansi ini menyebabkan konstriksi pembuluh darah dan peningkatan pembuluh darah (Mader, 2004). b) Vasodilator lokal Terdapat dua tipe vasodilatator lokal : (1) Vasodilator metabolik Vasodilatator
yang
berasal
dari
metabolik
adalah
karbondioksida, laktat, ion hidrogen dan adenosin. (2) Vasodilator endhothelial Nitrit oksida (NO) adalah faktor relaksasi derivat endhotelium. Derivat ini di sintesis dari arginin. Sintesis nitrit oksida (NO) distimulasi oleh asetilkolin, btadikinin, substansi p dan platelet. Nitrit oksida (NO) berperan sebagai vasodilator, defisiensi dari hal ini membawa secara konstan terjadinya vasokonstriksi dan hipertensi. Fungsi lain dari nitrit oksida adalah untuk ereksi penis dengan vasodilatasi dan pembukaan kavernosa korpora, aktivasi makrofag di otak, destruksi sel kanker dan relaksasi otot polos dari traktus gastrokintestinal. Tipe nitrit oksida i.
NO3 (Nitrat)
ii.
NO+ (Nitrosonium Kation)
iii.
NO- (Nitroxyl anion) (Ganong, 2003)
f. Pengukuran Tekanan Darah Tekanan darah arteri diukur dengan alat yang dinamakan dengan sphygmomanometer (Blood Pressure Cuff). hasil pengukutan dilaporkan dalam bentuk pecahan tekanan sistolik per tekanan diastolik seperti contoh
24
120/80.
angka yang lebih atas mengindikasikan tekanan sistolika rteri
dalam millimeter raksa (mmHg) dan angka yang berada diabwah mengindikasikan angka diastol juga dalam satuan millimeter raksa (Clark, 2005). Sebuah stetoskop ditempatkan diatas arteri antecubital dan manset tekanan darah dan dipompa sekitar lengan atas. Manset terus dipompa sampai adanya efek tekanan untuk menutup arteri brachial, tidak ada suara yang terdengar dari arteri antecubital dengan stetoskop. Bagaimanapun, ketika tekanan sudah cukup untuk menutup arteri selama bagian siklus tekanan darah, sebuah suara kemudian di dengar dengan setiap pulsasi, suara ini disebut suara korotkoff. Penyebab pasti suara korotkoff masih diperdebatkan, tetapi suara ini dipercaya terutama oleh aliran darah oleh karena bagian pembuluh darah yang teroklusi. Aliran ini menyebabkan turbulensi pembuluh darah dibawah manset dan mekanisme ini mengakibatkan vibrasi terdengar melalui stetoskop (Guyton, 2006). Penentuan tekanan darah dengan metode auskultasi, tekanan dalam manset pertama meningkat diatas tekanan arteri sistolik, arteri brachial menjadi kolaps sehingga tidak ada darah yang mengalir ke arteri yang lebih rendah selama bagian dari siklus tekanan. Oleh karena itu, tidak ada suara korotkof terdengar di arteri yang lebih bawah tetapi kemudian tekanan manset secara bertahap dikurangi. Segera setelah tekanan dalam manset menurun diatas tekanan sistolik, darah mulai untuk masuk melalui arteri dibawah manset selama puncak tekanan darah, dan seseorang mulai untuk mendengarkan suara dari arteri antecubital yang sinkron dengan denyut jantung. Segera setelah suara ini mulai untuk terdengar, level tekanan diindikasikan oleh manometer dihubungkan ke manset setara terhadap tekanan sistolik (Guyton, 2006). Ketika tekanan dalam manset menurun lebih rendah lagi, suara korotkoff berubah dalam kualitas, menurunkan kualitas ketukan dan keritmisan. Kemudian, akhirnya ketika tekanan dalam manset jatuh setara dengan tekanan sistolik, arteri tidak lagi menutup selama diastol, yang
25
berarti faktor dasar menyebabkan suara (aliran darah melalui arteri yang diremas) tidak lagi terdengar. Oleh karena itu, suara tiba-tiba berubah menjadi kualitas teredam, kemudian tidak muncul setelah 5-10 milimeter turun dalam tekanan manset. Pemeriksa mencatat tekanan manometer ketika suara korortkof berubah menjadi kualitas teredam, tekanan ini setara dengan tekanan diastolik, dengan pulihnya aliran darah maka tidak ada suara lagi yang terdengar. Metode auskultasi untuk menentukan tekanan sistolik dan diastolik tidak seluruhnya akurat tetapi biasanya memberika nilai 10% dari individu ditentukan dengan pengukuran langsung dengan kateter dari arteri yang ada didalam arteri. Pada praktek klinis tekanan darah arteri dinyatakan sebagai tekanan sistolik per tekanan diastolik, dengan batas untuk tekanan darah yang dianjurkan adalah kurang dari 120/80 mmHg dan tidak lebih dari 140/100 yang beresiko terhadap penyakit hipertensi.
Gambar 2.2 Pengukuran Tekanan Darah Arteri (Mader, 2004)
2. Indeks Masa Tubuh (IMT) IMT
adalah
sebuah
instrumen
pengukuran
yang
sederhana,
menghubungkan berat badan (kg) dengan tinggi badan individu (m2 ). Badan Kesehatan dunia telah merekomendasikan berat badan yang termasuk dalam
26
derajat ‗berat badan dibawah normal (underweight) dan gradasi berat badan yang berlebih (Overweight) yang dihubungkan dengan peningkatan resiko beberapa penyakit tidak menular (Nishida, 2004). Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan rekomendasi nilai referensi (cutt-off points), untuk mengklasifikasikan kondisi berat badan seseorang (underweight, normal, dan overweight). Walaupun beberapa perbedaan dalam nilai range normal untuk populasi berbeda telah dikenalkan oleh WHO, bagaimanapun terdapat perdebatan kecocokan. Oleh karena itu, organisasi WHO merekomendasikan klasifikasi universal dari Indeks Masa Tubuh. Yang diset dari cut-off points untuk mengklasifikasikan kondisi berat badan : <18.5 underweight; 18.5-<25.0 normal; 25.0 overwight. Klasifikasi cut-off points dari WHO didasarkan pada probabilitas untuk melacak diabetes dan angka kematiannya (Romero et al, 2012). Diabetes hanya sebuah konsekuensi kemungkinan diantara kelainan yang lain yang diasosiasikan
dengan obesitas manakala obesitas mengalami
peningkatan prevalensi pada populasi muda pada akhir dekade ini dan hal tersebut telah diputuskan sebagai epidemik di hampir seluruh negara. Obesitas dapat dilihat sebagai kasus yang khusus bertahap atau komponen dari sindroma metabolik dan dapat dipahami secara lebih baik bahwa ketika hal tersebut dianalisa sebagai komponen dan dalam beberapa kasus sebagai konsekuensi
dari
sindroma.
Perjalanan
menuju
sindroma
metabolik
merupakan proses multifaktorial, bisa menjadi feedback positif maupun negatif dan juga individu dengan overweight tentunya (diperiksa dengan BMI) (Romero et al, 2012.) Indeks masa tubuh selama masa anak-anak dapat memprediksi kelebihan berat badan pada kehidupan selanjutnya, guna melihat kemungkinan yang buruk, obesitas pada anak-anak diasosiakan dengan efek merugikan secara bokimia, fisiologis, dan psikologi yang memiliki hubungan erat dengan resiko penyakit kronis pada masa dewasa (Nagai et al, 2003).
27
Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks massa tubuh a. Usia Beberapa studi menyatakan kelompok indeks masa tubuh (IMT) Obesitas dapat meningkat secara terus menerus dari usia 20-60 tahun, setelah usia 60, angka obesitas mulai menurun. Hasil survei Kesehatan Inggris (2003) dalam Burhanm (2013) menyatakan bahwa kelompok usia 16-24 tahun tidak beresiko menjadi obesitas dibanding kelompok usia lebih tua. Kelompok usia paruhbaya dan pensiun memiliki resiko obesitas lebih tinggi. b. Jenis Kelamin Pria dikategorikan memiliki resiko kelebihan berat badan (overweight) jika dibandingkan wanita, walaupun pada kenyataannya banyak wanita yang memiliki kategori obesitas. Distribusi lemak tubuh juga berdasarkan jenis kelamin, pria cenderung mengalami obesitas visceral (abdominal) dibandingkan dengan wanita. Proses-proses fisiologis berkontribusi dalam peningkatan simpanan lemak
diketahui dapat
tubuh pada wanita
(Burhan, 2013) c. Genetik Beberapa bukti menunjukkan bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi berat badan seseorang. Diperkirakan lebih dari 40% variasi IMT dijelaskan oleh faktor genetik. IMT sangat berhubungan erat dengan generasi pertama keluarga (Burhan, 2013). d. Aktivitas fisik Aktivitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang dihasilakan oleh kontraksi otot sehingga menghasilkan energi. Berjalan kaki, berkebun, naik turun tangga, bermain bola, bermain bola, menari, merupakan aktivitas fisik yang baik untuk dilakukan. Bagi kepentingan kesehatan, aktivitas fisik haruslah sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih 30 menit setiap harinya dalamseminggu. Tujuan penurunan berat badan atau mencegah peningkatan berat badan dibutuhkan aktivitas fisik sekitar 60 menit dalam sehari (Burhan, 2013).
28
3. Merokok a. Definisi Merokok adalah aktivitas seseorang untuk menghisap rokok (zat nikotin) mencakup jumlah dan intensitasnya (Minichino et.al., 2013). Nikotin benar-benar diasosiasikan dengan banyak efek kesenangan seperti relaksasi, efek mood dan efek kambuh. Nikotin menunjukkan untuk memiliki aksi positif terhadap bertahannya seorang individu dalam rokok sebagai contoh individu diketahui untuk merokok hanya tembakau yang mengandung nikotin dan perokok umumnya memodifikasi perilaku merokok untuk mempertahankan level khusus nikotin dalam tubuh (Benowitz, 2008). b. Faktor yang mempengaruhi merokok Pada kalangan usia muda kebiasaan merokok mungkin sudah dimulai sejak mereka berada dalam fase remaja. Kebiasaan tersebut umumnya menjadi semakin meningkat dan menjadi bagian gaya hidup yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi baik berasal dari internal maupun eksternal. Alamsyah (2009) dalam Sulistyawan (2012) menyatakan mengemukakan faktor yang mempengaruhi perilaku merokok diantaranya adalah pengetahuan mengenai rokok, pengaruh lingkungan sekitar, sarana yang mendukung serta alasan psikologis. Lawrence Green dalam Sulistyawan (2012) melakukan analisis perilaku manusia dan tingkat kesehatan. kesehatan dapat ditentukan melalui faktor yang mendukung diantaranya faktor presdiposisi (fakror internal) berupa pengetahuan, individu, keluarga yang memfasilitasi seseorang memiliki sikap, tindakan, keyakinan, kepercayaan akan suatu nilai. selanjutnya faktor pendukung yang memberikan kesempatan bagi individu dalam perilaku kesehatan berupa sarana dan prasarana dan yang terakhir adalah faktor pendorong atau faktor yang menguatkan perilaku (Fikriyah, 2012)
29
Secara garis besar
faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan
merokok diantaranya sebagai berikut: 1) Pengetahuan Pengetahuan berpengaruh terhadap
merokok karena pengetahuan
menentukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan. internalisasi dan implementasi pengetahuan yang didapat baik melalui formal maupun informal akan bahaya rokok bagi kehidupan sebenarnya merupakan tameng bagi seorang individu untuk mampu menghindari kebiasaan merokok tetapi sayangnya pengetahuan itu hanya berakhir sebagai paham
dan
tidak
diimplementasikan
dalam
kehidupan
nyata
(Sulistyawan, 2012). 2) Faktor Biologis Komponen rokok paling dominan disamping ribuan komponen kimia yang ada didalamnya nikotin paling banyak di bahas secara teoritis untuk mengungkap efek yang akan ditimbulkan dari rokok. Nikotin dapat merangsang reseptor dopamin untuk respon mendapatkan relaksasi, ketenangan serta mengurangi efek cemas dan tegang. Fikriyah (2012) mengatakan variasi efek nikotin dipengaruhi oleh adanya polimorfisme gen reseptor dopamin yang memacu lebih besar atau kecilnya untuk kemudahan pengaruh candu obat. 3) Lingkungan Lingkungan mempengaruhi seseorang untuk menggunakan rokok, faktor lingkungan dan faktor sosial (keluarga dan teman sebaya) menjadi faktor utama lingkungan yang mendorong seseorang untuk merokok. Faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi adalah ketersediaan
fasilitas-fasilitas
atau
sarana-sarana
kesehatan.
Ketersediaan ini yang akan menentukan bagi seorang individu kegiatan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengisi waktu luang untuk mengalihkan kebosanan. Lingkungan sosial juga turut andil dalam faktor yang mempengaruhi merokok. Orang tua dan keluarga adalah lingkungan
30
sosial yang sebagaian besar mengisi porsi kehidupan seseorang. Jika dalam satu keluarga terdapat anggota keluarga yang merokok sedikit banyak kebiasaan tersebut dapat ditiru oleh anggota keluarga yang lain walau tidak menutup kemungkinan ada bagi anggota keluarga yang tidak merokok tidak berniat dan tidak akan mengikuti kebiasaan tersebut. Lingkungan sosial yang selanjutnya adalah teman sebaya. Manusia sebagai makhluk yang ditakdirkan sebagai makhluk biopsikososial ingin merasa dianggap keberadaannya di kelompok sosialnya, apabila individu sudah dibekali prinsip-prinsip tertentu yang positif misalnya mengenai merokok, individu tidak serta merta mengikuti kebiasaan merokok yang biasa teman-temannya lakukan. (Fikriyah, 2012) 4) Efek Psikologis Faktor psikologi masih berkaitan dengan pembahasan sebelumnya faktor lingkungan. Faktor Merokok dapat menjadi sebuah cara bagi remaja agar mereka
tampak bebas dan dewasa saat mereka
menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya yang merokok, tekanan tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu, stres, kebosanan, ingin kelihatan gagah, dan sifat suka menentang, merupakan hal-hal yang dapat mengkontribusi mulainya merokok (Sulistyawan, 2012) c. Bentuk dan Komponen Rokok Efek nikotin pada pengguna bervariasi pada bagaimana nikotin masuk kedalam tubuh. Sangat bermanfaat untuk memahami perbedaan bentuk tembakau. Manusia telah menggunakan tembakau pada bentuk yang bervariasi dalam beberapa abad. Saat ini, penggunaan tembakau yang paling banyak adalah rokok buatan pabrik atau dikenal dengan rokok industri. Produk tembakau secara umum dapat dikategorikan sebagai yang mudah dibakar (tembakau yang dihisap) atau tidak dibakar (bentuk primer
31
tembakau yang dikunyah atau disedot). Bentuk tembakau dapat dibagi menjadi dua tembakau yang mudah dibakar dan tidak dibakar (WHO) 1) Tembakau yang mudah terbakar (dihisap) a)
Rokok Industri Rokok industri mengandung parutan dan atau tembakau yang disusun kembali dengan ratusan tambahan zat kimia. Isi yang digulung dalam kertas dan bisa mempunyai filter di ujung. Berdasarkan atlas tembakau komunitas kanker di amerika. Jumlah rokok yang dijual oleh produk industri tembakau di dunia jumlahnya 96% dari total penjualan. Walaupun rokok yang paling diminati untuk konsumsi tembakau, produk lain yang dominan di beberapa negara seperti contoh mengunyah tembakau dan bidis di india dan kreteks di Indonesia.
b) Roll-Your-Own Cigarettes (RYO) Roll-Your-Own Cigarettes adalah istilah yang digunakan untuk rokok yang terbuat dari serbuk tembakau dan kertas yang digulung ( kertas rokok). Rokok RYO dapat di gulung oleh pengguna atau dibuat dengan mesin penggulung. Miskonsepsi yang biasa terjadi adalah rokok RYO lebih natural dan oleh karena itu lebih aman daripada rokok industri. Bagaimanapun keduanya mengandung bahan yang sama. Sebagai tambahan, produk rokok yang dibakar yang langsung dibakar dari tembakau memproduksi banyak komponen zat kimia racun dalam asap tembakau. c)
Cerutu Cerutu terdiri
dari tembakau kering
yang digulung dan
dipermentasi dan dibungkus oleh lembaran. Pengguna menghela asap ke dalam mulutnya tetapi secara tipikal tidak dihirup. Bagaimanapun, perokok cerutu juga merokok rokok industri atau merupakan eks perokok produk industry secara siginifikan seperti di hirup daripada hanya pengguna cerutu.
32
d)
Pipa dan pipa air Pipa dibuat oleh substansi yang bervariasi pipa di buat dari termasuk kayu dan tanah lait. Tembakau di tempatkan didalam bowl pipa dan asap dihirup melalui batang. Pipa tanah liat digunakan di sekitar Asia Tenggara. Pipa air (juga dikenal dengan istilah narghile, shisha, hookah, atau hubble-bubble) secara luas digunakan untuk smoke tembakau di asia tengah, afrika utara, dan beberapa bagian di asia, dan pipa air mencapai popularitas di beberapa negara barat. Diperkirakan 3/4 (74.1%) mahasiswa wanita di mesir dilaporkan lebih menyukai merokok melalui pipa air untuk merokok karena wanita percaya memiliki resiko bahaya yang kurang. Individu yang menggunakan perangkat ini tidak sadar bahwa mereka dapat menghisap setara satu bungkus rokok dalam satu tipikal 30-60 menit dengan pipa air karena besarnya kuantitas pure, tembakau shredded digunakan.
e)
Bidis Bidis merupakan jenis rokok yang kecil, digulung dengan tangan, rokok teridiri dari tembakau tidak memiliki filter yang memiliki rasa atau tidak berasa yang dibungkus didalam tendu atau temburni daun (plants indigenous di negara india dan asia tenggara). Bidis akan terikat dengan tali yang berwarna pada ujungnya dan bidis dilengkapi dengan varian rasa (vanilla, strawberry, mangga). Bidis terkadang dipersepsi memiliki resiko bahaya yang lebih rendah
atau
lebih
natural
daripada
rokok
konvensional.
Bagaimanapun asap bidi mengandung konsentrasi nikotin, tar dan karbon monoksida daripada rokok konvensional yang dijual diamerika serikat. Level tar dan karbonmonoksida dari asap bidi dapat lebih tinggi daripada rokok industri karena pengguna memerlukan untuk meniup lebih keras untuk menjaga bidi lit. Bidis merupakan tipe tembakau yang paling banyak digunakan di India.
33
f)
Kreteks Kreteks
merupakan rokok cengkeh yang memiliki rasa
yang secara luas digunakan di Indonesia. Kreteks magandung sebuah campuran dari sobekkan tunas cengkeh dan tembakau yang menghasilkan sebuah distinct, aroma tajam. Kreteks sering menggunakan kandungan eugenol yang memiliki efek anastetik dan zat itu memerlukan inhalasi lebih dalam. Asam rokok cengkeh mengandung lebih banyak nikotin, tar dan karbonmonoksida dari pada asap dari rokok konvensional. 2) Tembakau yang mudah terbakar (dihisap) a)
Tembakau yang dikunyah Tembakau
yang
dikunyah
digunaan
secara
oral
dengan
menempatkan diantara antara gusi dan pipi dan secara pelan dihsap dan dikunyah. Beradasarkan atlas tembakau "mengunyah tembakau juga diketahui sebagai plug, loose-leaf, chimo, toobak, gutkha dan twist. Pan masala atau betel quid mengandung tembakau, kacang areka dan slaked lime yang dibungkus di dalam daun betel. Produk ini juga mengandung rasa manis dan agen rasa lain. b)
Tembakau bubuk basah dan kering Pengguna bubuk tembakau menyimpan sejumlah kecil tembakau sedotan (bubuk tembakau) dimulut antara pipi dan gusi. Bubuk dapat berupa tembakau bubuk basah atau kering. Satu tipe dari tembakau bubuk basah adalah snus digunakan terutama di Swedia dan Norwegia dan sekarang sedang dicoba pemasarannya di Amerika Serikat. Snus dapat digulung sendiri oleh pengguna atau membelinya dalam bungkus yang dapat menyerap dan diletakkan di bagian bawah bibir atas. Snus yang berbentuk paket kantong tidak perlu di ludahkan oleh pengguna spit.
d. Tembakau Pada dasarnya penentuan karakteristik atau kecanduan merokok sama dengan kecanduan obat oleh karena itu karakteristik kecanduan dapat kita
34
lihat berdasarkan kriteria obat yang dikembangkan pada tahun 1988 oleh Surgeon General's Report. Penentuan penggunaan kembali suatu zat oleh seseorang kriteria mempertimbangkan kecanduan terhadap suatu zat haruslah memproduksi efek psikoaktif. Berikut kriteria
obat menurut
Surgeon General's Report (1988) dalam Benowitz (2008) : 1) Kriteria primer (a) Penggunaan berulang (b) Efek psikoaktif 2) Kriteria tambahan (a) Pola stereotip dalam penggunaan/ konsumsi (b) Tetap menggunakan walaupun tahu akan bahaya yang akan ditimbulkan (c) Mudah kambuh setelah usaha berhenti (d) Ingin mendapatkan (obat, rokok) sesegera mungkin 3) obat/rokok menyebabkan: (a) Toleransi (b) fisik (c) Efek euforia. Selanjutnya sebagai referensi kita juga melihat karakteristik kecanduan berdasarkan kriteria royal college of physicians merinci kriteria kecanduan (ash, 2016): 1) Keinginan kuat untuk mengambil sesuatu yang menjadi candu 2) Substansi yang dikonsumsi dalam jumlah besar atau lebih panjang than intended 3) Kesulitan untuk mengontrol penggunaan 4) Kesepakatan
yang
jelas
pada
waktu
yang
dihabiskan
untuk
menggunakan atau recovery dari effek yang ditimbulkan oleh substansi 5) Prioritas yang lebih tinggi untuk penggunaan substansi dari pada aktivitas dan tanggung jawab. 6) Kontinuitas meskipun tahu akan bahaya yang ditimbulkan 7) Penurunan toleransi
35
e. Instrument pengukuran Instrumen pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini untuk menilai merokok adalah Fagerstrom Test for Nicotine Dependence. Test Fagerstrom untuk merokok merupakan instrumen standar untuk pemeriksaan intensitas fisik terhadap nikotin. Tes tersebut di desain untuk menyediakan pengukuran nikotin berhubungan dengan merokok (Fagerstrom KO, 1991). Tes ini terdiri dari 6 item yang mengevaluasi kuantitas konsumsi rokok dan penggunaan berulang pada. Penilaian tes Fagerstrom yaitu untuk item ya/tidak diberikan skor dari 0 sampai dengan 1 dan item pilihan multiple di berikan skor dari 0 sampai dengan 3. Item di jumlah untuk menghasilkan skor total 0-10. Semakin tinggi skor total Fagerstrom, fisik nikotin semakin besar intensitasnya. Dalam klinis, Tes fagerstrom digunakan oleh dokter untuk mendokumentasikan indikasi penyusunan medikasi untuk penghentian konsumsi nikotin. Kuisioner Fagerstrom kuisioner kemudian
dikembangkan lagi oleh Karl-Olov
Fagerstrom (Fagerstrom KO, 1991) . 4. Aktivitas Fisik Aktifitas fisik sering didefinisikan dalam konteks energi yang dikeluarkan dari gerakkan badan yang diproduksi oleh otot-otot skeletal dan secara substansial meningkatkan pengeluaran energi yang lebih jika dibandingkan saat istirahat. Dosis atau volume aktivitas fisik dapat dikalkulasi dari frekuensi, durasi (waktu), intensitas dan tipe dari aktivitas fisik (Tammelin, 2003). Menurut Thompson et. al., (2009) aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot rangka yang menghasilkan peningkatan yang substansial atas pengeluaran energi istirahat. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit
36
kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2013). Aktivitas fisik dan latihan, keduanya merupakan sitilah yang ditujukan untuk gerakkan yang disengaja dan membakar kalori. Aktivitas fisik adalah aktivitas yang membawa badan kita untuk bergerak seperti berkebun, berjalan, menggaruk daun dan menggunakan tangga daripada elevator. Latihan merupakan bentuk aktivitas fisik yang khususnya direncanakan, terstruktur, dan berulang seperti training beban, tai chi, atau kelas aerobik. Aktivitas fisik dan latihan keduanya penting dan dapat menolong meningkatkan kemampuan manusia untuk mengerjakan aktivitas fisik sehari-hari dengan baik (The National Institute on Aging, 2013). Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik bagi remaja yang kegemukan atau obesitas, berikut ini beberapa faktor tersebut (Burhan, 2013): a. Umur Aktivitas fisik remaja sampai dewasa meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya. Kemudian akan menurun seiring dengan pertambahan usia dan kondisi tubuh. Penurunan aktivitas fisik banyak menimbulkan permasalahan pada usia lanjut. b. Jenis kelamin Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar. c. Pola makan Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas, karena bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan merasa mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olahraga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang
37
berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari
ataupun
berolahraga,
sebaiknya
makanan
yang
akan
dikonsumsi dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh tidak mengalami kelebihan energi namun tidak dapat dikeluarkan secara maksimal. d. Penyakit atau kelainan pada tubuh Berpengaruh terhadap kapasitas jantung-paru, postur tubuh, obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada tubuh seperti di atas akan mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan. Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan olahraga yang berat. Obesitas juga menjadikan kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik. e. Perubahan Faal tubuh setelah melakukan aktivitas fisik (olahraga) Setelah melakukan olahraga (aktivitas fisik), tubuh akan mengalami perubahan faal yaitu: 1)
Perubahan karena aktivitas fisik (olahraga) sesaat, tubuh akan memberikan reaksi apabila melakukan aktivitas fisik yang cukup berat, berupa: peningkatan denyut nadi, frekuensi pernafasan per menit, konsumsi oksigen, suhu tubuh, dan produksi keringat. Perubahan ini bersifat sementara dan akan menghilang setelah kegiatan fisik berakhir.
2)
Pengaruh karena aktivitas fisik (olahraga) yang teratur dan berlangsung lama (a)Perubahan otot rangka berupa : (1)
Pembesaran otot
(2)
Peningkatan jumlah miofibril
(3)
Daya tahan otot meningkat
(4)
Tendon dan ligamen menjadi lebih kuat
(b) Perubahan pada sistem kardiovaskular : (1)
Frekuensi denyut jantung istirahat lebih rendah
(2)
Isi sekuncup jantung meningkat
38
(3)
Volume darah meningkat
(4)
Jumlah total hemoglobin meningkat
(5)
Ukuran jantung membesar
(6)
Tekanan darah menurun
(7)
Perubahan pada sistem pernafasan :
(8)
Ventilasi maksimal paru permenit meningkat
(9)
Efisiensi ventilasi paru meningkat
(10) Volume paru meningkat (11) Kapasitas difusi paru pada keadaan istirahat dan bekerja meningkat Pengaruh perubahan adaptif faal tubuh yang menguntungkan ini akan meningkatkan derajat kesehatan, sehingga mengurangi resiko penyakit seperti penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, stroke, hiperkolesterolemia, dan diabetes melitus Aktivitas fisik lebih merupakan bentuk multidimensional yang komlpeks dari perilaku manusia ketimbang kelas perilaku dan secara teoritis, meliputi semua gerak tubuh mulai dari gerakan kecil hingga turut serta dalam lari maraton. Meskipun bersifat perilaku, aktivitas fisik mempunyai konsekuensi biologis. Biasanya aktivitas fisik mengacu kepada gerakan beberapa otot besar seperi terjadi ketika menggerakkan lengan dan tungkai. Aktivitas fisik umumnya diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi (Gibney et al., 2005). Aktivitas fisik dapat dikelompokkan pada level intensitas yang berbeda. Semakin meningkat intensitas, maka akan mempengaruhi secara besar pada variasi fungsi tubuh. Konsumsi oksigen yang dihubungkan secara langsung dengan penggunaan energi meningkat
dari 0.25 liter permenit pada saat
istirahat sampai lebih dari satu liter selama jalan santai. Selama usaha yang maksimal, kebutuhan meningkat 2-7 liter per menit, naik 10-25 dari keadaan saat istirahat (Johan, 2010). Pengukuran aktivitas fisik dapat menggunakan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) yang merupakan salah satu jenis kuesioner
39
yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas fisik seseorang. IPAQ berisikan pertanyaan yang meliputi jenis, durasi dan frekuensi seseorang melakukan aktivitas fisik dalam jangka waktu tertentu misalkan dalam 7 hari terakhir. Berbagai jenis aktivitas fisik tersebut dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu aktivitas ringan, aktivitas sedang dan aktivitas berat. Pengukuran17 aktivitas fisik dapat dilakukan dengan cara mengukur banyaknya energi yang dikeluarkan untuk aktivitas setiap menitnya. Metode IPAQ memiliki kelebihan yaitu memiliki ketelitian yang tinggi dan juga mudah di gunakan khususnya pada responden dewasa. Sebagai standar yang dipakai adalah banyaknya energi yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan istirahat duduk yang dinyatakan dalam satuan METs (Metabolic Equivalent Task). Satu METs diartikan sebagai energi yang dikeluarkan per menit/kg BB orang dewasa (1 METs = 1.2 kkal/menit) (Aripin, 2015). IPAQ menetapkan skor aktivitas fisik dengan rumus: METs/minggu = METs Level (jenis aktivitas) X Jumlah menit aktivitas X Jumlah hari/minggu. Kategori aktivitas fisik menurut IPAQ adalah total energi yang dikeluarkan dalam aktivitas fisik dalam satu minggu (7 hari) terakhir, dikatakan aktivitas ringan jika kurang dari 600 METs/minggu, aktivitas sedang jika sebesar antara 600 – 1500 METs/minggu, sedangkan aktivitas berat jika lebih dari 1500 METs/minggu (Craig, dkk., 2003; IPAQ group, 2002; Wolin, dkk., 2008; Harvard Publication Health, 2009) dalam Aripin (2015) Total aktivitas fisik sehari-hari merupakan penjumlahan dari semua aktivitas pekerjaan, rumah tangga, dan aktivitas luang serta olahraga, telah mengalami penurunan beberapa decade terakhir. Partisipasi waktu luang sebagaimana aktivitas pekerjaan telah menurun seiring dengan peningkatan otomotisasi dan penggunaan teknologi. Menghabiskan Waktu pada kegiatan yang statis atau pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas. ( coomuting passif) telah meninggkat dan bisa jadi memiliki pengaruh negative pada total aktivitas total dan gilirannya kesehatan jasmani (Macki and Zafari, 2004) . Aktivitas fisik diklasifikasikan menurut intensitasnya: berat, sedang, ringan, atau statis. Klasifikasi tersebut merupakan kombinasi dari frekuensi,
40
intensitas dan durasi yang menentukan tingkat aktivitas fisik total seseorang. Individu bisa menggunakan jumlah energi total yang selama satu jam kegiatan ringan dengan individu yang melaksanakan aktivitas sedang selama 30 menit atau 20 menit aktivitas berat. Aktivitas fisik juga secara konvensional dapat diklasifikasikan dalam emapt tipe yaitu : Okupasi (Pekerjaan), aktivitas Rumah Tangga, Transportasi (Sperti Travelling dan berangkat-pulang bekerja), waktu luang (rekreasi, olahraga) (World Cancer Research Fund / American Institute for Cancer Research, 2007). Lebih lanjut klasifikasi ini dapat di jabarkan sebagai berikut: a. Pekerjaan Okupasi aktivitas fisik adalah aktivitas yang merujuk pada performa pekerjaan, biasanya rentang waktu sekitar 8 jam kerja sehari. Respons dosis menuju pada hubungan antara peningkatan level (dosis) dari aktivitas fisik pada perubahan level yang mendefinisikan parameter kesehatan ( faktor resiko, penyakit, level kecemasan, dan kualitas hidup) (Howley, 2001). b. Waktu Luang Waktu luang adalah deskripsi yang luas dari aktivitas yang diikuti seseorang selama waktu luang, berdasarkan ketertarikan personal dan kebutuhannya. Waktu luang merupakan waktu yang dimilki seorang inidividy diluar kegiatan yang bersifat kewajiban sehari-hari seperti pekerjaan atau aktivitas rumah tang. Aktivitas ini termasuk program latihan seperti berjalan dimana latihan dan olahraga (dalam hal ini merupakan sub bagian dari akticias fisik), hiking, berkebun, olahraga dan menari. Elemen ini biasanya aktivitas ini menghasilkan pengelauran energy substansial, walaupun intensitas dan durasi dapat luas dan bermacam-macam (Howley, 2001). Aktivitas yang dilakukan diluar dari kegiatan yang bersifat ‗kewajiban‘ (diluar waktu sekolah/pekerjaan atau diluar aktivitas rumah tangga) bagi seorang individu, dapat dipilih secara bebas. Kegiatan yang biasanya dilakukan seperti latihan, olahraga atau aktivitas media
41
(menonton televisi, mendengarkan musik, memainkan permainan computer, membaca), aktivitas performa (bernyanyi, menari dan drama) dan aktivitas dengan komunitas (Pekerjaan sosial atau kelompok ibadah) dalam hal pengeluaran energy. aktivitas fisik dilihat sebagai perilaku bikultural. c. Latihan atau Aktivitas Olahraga Sering kali terdapat kesulitan bagi masyarakat untuk mendefinisikan latihan dan olahraga apalagi dapat membedakannya. Beberapa studi dan literature mengatakan keberagaman definisi memang nyata adanya karena perbedaan perspektif untuk mengartikan dua istilah tersebut. Para ahli berusaha membuat definisi kedua istilah tersebut supaya dapat kita pahami karakteristik masing-masing dari latihan dan olahraga (Australia Bureau of Statistic, 2008). Latihan
merupakan
subkategori
dari
aktivitas
fisik
yang
direncanakan, terstruktur, berulang dan bertujuan untuk peningkatan atau pemeliharaan satu atau lebih komponen dari kesehatan jasmani secara objektif (Booth, 2012). Isitilah yang terdapat pada latihan adalah Detraining
dan
overtraining.
Detraining
menjelaskan
perubahan
fisiologis, biokimia dan morfologi setelah penurunan atau penghentian latihan training. Overtraining menjelaskan kondisi seorang inidividu melakukan latihan yang berlebihan dari yang dapat ditoleransi menghasilkan penurunan performa dan gejala fisiologis dan psikologis yang bervariasi Olahraga dan rekreasi fisik yang berhubungan dengan aktivitas fisik, kesehatan jasmani dan latihan merupakan konsep yang berbeda dan penting untuk dibedakan semua istilah itu. Jangkauan dan definisi olahraga dipengaruhi konteks yang berbeda dan kecenderungan individu. Olahraga tidak hanya menunjukkan kemampuan fisik diatas rata-rata tetapi
juga
merupakan
kesempatan
pekerjaan,
kenikmatan
atau
meningkatkan kesehatan dan kesegaran jasmani seseorang. Olahraga dapat dilaksanakan dengan aturan yang formal dari organisasi olahraga
42
dan dalam bentuk kompetisi atau sebagai aktivitas rekreasi yang memiliki aturan formal yang telah disepakati (Howley, 2001). Olahraga sulit didefinisikan secara kebetulan untuk kepentingan pengukuran. Olahraga merupakan aktivitas yang melibatkan penggunaan fisik, keterampilan dan atau koordinasi tangan-mata sebagai focus yang primer dalam beraktivitas, dengan elemen kompetisi yang dilengkapi pola dan aturan dari perilaku serta mempengaruhi eksistenisi aktivitas secara formal melalui organisasi (Australia Bureau of Statistic, 2008). Semua cabang lahraga mempunyai elemen fisik. Penampilan power fisik dan keterampilan adalah komponen penting dalam olahraga. Bagaimanapun, banyak aktivitas yang dapat kita anggap sebagai olahraga yang mungkin menggunakan komponen tunggal atau ganda pada level yang berbeda. Aktivitas seperti panahan, billiard atau berenang atau memancing tidak melibatkan penggunaan fisik yang berat, akan tetapi kegiatan tersebut membutuhkan keterampilan koordinasi fisik yang kompleks (Australia Bureau of Statistic, 2008). Latihan dan aktivitas fisik yang teratur penting untuk fisik dan kesehatan mental bagi setiap orang, termasuk usia lansia. Aktif beraktivitas dapat menolong kita melanjutkan apa yang sedang dikerjakan dengan menikmati dan tetap mandiri. Aktivitas fisik yang teratur dalam periode yang panajng dapat memberikan manfaat yang kesehatan dalam jangka panjang (The National Institute on Aging, 2013). Terdapat sejumlah latihan dan olahraga yang dapat berkontribusi untuk meningkatkan kapasitas fisik individu. Sejumlah tipe dibawah ini dibahas berdasarkan tipe latihan atau olahraga yang biasanya ditawarkan di pusat kebugaran, asosiasi olahraga, pilihan pribadi (Johan, 2010). 1)
Aerobik Aerobik adalah grup latihan dengan kombinasi langkah, lari dan loncat. Bentuk latihan ini juga dapat termasuk penguatan dan fleksibilitas, tetapi dua kelompok ini tidak sering muncul dalam jenis latihan ini. Aerobik dibagi menjadi low impact dan high impact. Low
43
impact tidak memasukkan lari dan loncat sebagai komponen gerak dan high impact melibatkan kedua gerakkan itu. Kombinasi antara keduanya biasanya yang paling sering dipakai dilapangan. 2)
Aqua Aerobik Air berperan sebagai tahanan dan seseorang dapat meregulasi tahanan itu sendiri dengan menurunkan atau meningkatkan intensitas. Aqua aeorobk merupakan alternatif yang baik untuk individu yang tidak terlatih atau mengalami kelebihan berat badan karena olahraga ini dipertimbangkan memiliki resiko cedera yang minimal. Baik aerobik fitness dan kekuatan dilatih dalam level low impact.
3)
Aqua Running Berlari dalam kolam dengan sebuah rompi atau sabuk untuk mengangkat lebih besar dan posisi yang optimal dalam air merupakan bentuk low impact dari latihan. Aqua running merupakan latihan yang disaranan terutama pasca cedera dan masuk masa rehabilitasi. Latihan ini efektif untuk perbaikan kondisi fisik dan memberbaiki kapasitas latihan individu. Frekuensi dan langkah yang lebih besar memfasilitasi peningkatan jumlah kekuatan baik bagi otot maupun suplai oksigen yang terkirim ke organ
4)
Olahraga Bola, Netball dan Raket Terdapat
sejumlah
permainan
bola/netball
dan
raket
yang
mempengaruhi kebugaran fisik dalam berbagai jalan. Permainan ini memiliki efek positif terutama pada kebugaran aerobik, kekuatan otot dan koordinasi. Contoh aktivitas termasuk sepakbola, bola tangan, bola basket, bola voli, floorball, tenis, squash, dan tenis meja. 5)
Menari Menari merupakan tipe aktivitas yang menuntut permintaan tinggi akan banuak komponen dari kebugaran fisik seperti koordinasi, keseimbangan, fleksibilitas, kebugaran aerobik dan kekuatan otot. Menari sebagaian besar dilakukan dengan musik atau bentuk lain
44
dari ritme yang mengiringi/ terdapat sejumlah bentuk yang berbeda dari tari, seperti tari tradisional, disco/freestyle, hiphop/break, salsa, sport dance, capoeira, flamenco, folk dance dsb. 6)
Pilates Pilates merupakan tipe aktivitas yang terdiri dari sistem latihan dikembangkan oleh joseph pilates awal abad 20. Kekuatan otot dan fleksibilitas
dikombinasikan
dengan
fokus
konsentrasi,
keseimbangan, pernapasan dan relaksasi. Training pilates memiliki tujuan objektif untuk membangun kekuatan pada seluruh tubuh dengan penekanan abdominal dan otot postural. Manfaat yang didapat adalah mendapatkan kontrol tubuh yang baik dengan aktivitas yang membutuhkan ketenangan dan ketepatan. Prinsip penting pada latihan ini adalah pernapasan aktif dan eksekusi gerakkan. Pilates dapat dilakukan secara berkelompok pada matras dengan variasi bola, lingkatan dan berat badan atau secara individu dengan atau tanpa perangkat tertentu. 7)
Lari Lari adalah sebuah aktivitas yang menempatkan permintaan tinggi akan kebugaran aerobik karena grup otot besar. Lari dapat dilakukan baik indoor maupun outdoor. Olahraga ini termasuk jenis olahraga yang mudah diakses serta melakukannya. Di sisi lain lari memiliki sisi tidak untungnya dimana olahraga ini mempengaruhi otot, ligamen dan persendian relatif keras yang dapat mengarah pada kerja berlebihan dan kecenderungan terjadinya cedera. Individu yang baru memulai lari sebaiknya berlanjut secara hati-hati, dengan kata lain dimulai pada jarak yang lebih pendek dan secara bertahap meningkatkan jarak dari rute latihan dan jumlah sesi latihan perminggu
8)
Berenang Berenang dapat dilakukan baik indoor maupun outdoor. Gaya yang paling banyak digunakan biasanya gaya dada, belakang dan crawl.
45
Berenang
merupakan
aktivitas
non-weight
bearing
(tidak
membebankan berat tubuh terhadap gravitasi) adan alternatif yang baik untuk orang dengan kelebihan berat badan, alasan utamanya adakah olahraga ini memiliki resiko cedera yang kecil dibandingkan dengan olahraga yang menggunakan prinsip weight bearing. 9)
Yoga Yoga berarti penyatuan dan merupakan bentuk aktivitas mental dan fisik kuno yang berakar dari kebudayaan asia. Objektif olahraga yoga untuk mencari kedamaian diri. Terdapat sejumlah akar yoga dan satu yang paling banyak diketahui di dunia barat adalah yoga fisik yang didasarkan pada posisi tubuh (asans), pernapasan (pranayama) dan meditasi (dhyana). Akar yoga ini menggunakan latihan fisik atau posisi, teknik pernapasan, relaksasi dalam dan meditasi. Individu akan mencoba untuk menguatkan tubuh dan fikiran dalam keseimbangan natural. Sebuah sesi latihan terdiri dari beberapa latihan yang berbeda. Beberapa latihan mudah dan yang lainnya sedikit lebih sulit, yoga bersifat individu. Latihan mengkombinasikan pernapasan, dengan menarik napas dan mengeluarkan napas melalui hidung. Efek yang diinginkan dari yoga adalah mengurangi stress dan stress fisik, mental dan emosional sama baiknya dengan fleksibilitas yang lebih baik dan kekuatan.
Individu dengan gaya hidup yang cenderung statis, aktivitas fisik yang ringan termasuk berdiri, berjalan disekitar kantor atau rumah dan berbelanja atau mempersiapkan makanan. Waktu rekreasi mungkin termasuk kedalam ringan, sedang dan berat aktivitas fisik tergantung dari sifatnya dan intensitas aktivitas, hobi dan pursuit. Sebagaian besar individu dengan aktivitas yang aktif berintenitas sedang atau berat pada pekerjaan profesi atau di rumah (pekerjaan rumah tangga dengan tangan) atau aktivitas fisik sedang dalam transportasi (Berjalan dan bersepeda). Individu dengan perkejaan yang statis dapat menjadi aktif dalam beraktifitas sebagaimana indivudu yang
46
berpartisipaso dalam manual labour, tetapi biasanya hanya jika berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sedang dan aktivitas fiisk occasional berat diluar pekerja (World Cancer Research Fund / American Institute for Cancer Research, 2007). Duduk berdiri, dan aktivitas fisik ringan lainnya pada hakekatnya sama dengan aktivitas fisik membangun hidup yang normal seperti pengulutan, fidgeting dan memelihara postur adalah bentuk aktivitas fisik. Latihan dan bebrbagai bentuk training fisik lainnya adalah bentuk dari aktivitas rekreasi/waktu senggang seperti lari, bersepeda, menari dan aktivitas lainnya yang meningkatkan kemampuan konsumsi oksigen dan meningkatkan fungsi akrdiovaskuler atau anaerobic seperti latihan tahanan menggunakan beban yang meningkatkan kekuatan otot dan massanya (World Cancer Research Fund / American Institute for Cancer Research, 2007). Beberapa faktor yang menentukan seberapa besar peningkatan pada seorang individu jika derajat aktivitas fisik meningkat. Satu faktor penting adalah fitness/ level performa ketika latihan dimulai. Seseorang yang masuk kedalam inaktif dan dalam kondisi kebugaran yang kurang memiliki kecenderungan peningkatan yang lebih dibandingkan individu yang terlatih dengan baik. Efek latihan bersifat sepsifik pada organ dan jaringan-jaringan yang dilatih. Hanya otot-otot yang beradaptasi dan hanya bagian skeleton tertentu yang dibebani dapat dikuatkan. Lama periode latihan saat training juga memainkan peran yang besar. Walaupun beberapa efek dari latihan dipertimbangkan lebih besar jika training dilanjutkan dalam beberapa bulan ke tahun. Tentu saja, efek latihan secara bertahap akan memasuki masa "level off" dan latihan dilakukan hanya untuk memelihara tingkat kebugaran individu (Johan, 2010). 5. Reaktivitas tekanan darah a. Definisi Reaktivitas tekanan darah adalah respon tekanan darah terhadap stress atau stimulasi berupa kondisi emosional maupun stimulasi, paparan dingin dan panas atau dengan stress latihan fisik yang diberikan kepada
47
seseorang. Reaktivitas tekanan darah dapat digolongkan dalam hiporeaktor, normoreakor dan hiperreaktor (Bond et al, 2001) b. Faktor-faktor yang mempengaruhi 1) Latihan Selama latihan yang berat, otot memerlukan peningkatan aliran darah. Aliran darah dihasilkan dari vasodilatasi lokal dari pembuluh darah otot yang bekerja yang disebabkan peningkatan metabolisme sel otot. Peningkatan tambahan dari mekanisme ini menghasilkan kenaikan tekanan darah arteri disebabkan stimulasi simpatis dari keseluruhan sirkulasi selama latihan. Selama latihan yang berat, tekanan darah arteri meningkat sekitar 30 sampai 40 % yang meningkatkan aliran darah hampir dua kali lipat (Hamer et.al., 2005). Peningkatan tekanan darah selama latihan yang dihasilkan terutama dari efek berikut ini: pada waktu yang sama area motor dari otak menjadi diaktivasi untuk menyebabkan latihan, sebagaian besar aktivasi sistem retikuler dari batang otak juga diaktifkan yang melibatkan juga peningkatan stimulasi dari vasokonstriktor dan area kardioakselerator dari pusat vasomotor.
Peningkatan tekanan arteri
secara cepat untuk menjaga langkah dengan peningkatan aktivitas otot (Monteiro dan Filha, 2004). 2) Kondisi Emosional Selama kecemasan atau kegembiraan yang berlebihan, tekanan darah arteri terkadang meningkat dua kali dibandingkan nilai normal dalam beberapa detik. Peningkatan ini dikarenakan adanya peran hormon adrenalin yang terstimulasi oleh keadaan tersebut.impuls simpatis ditransmisikan ke medula adrenal pada waktu yang sama impuls
simpatis
ditransmisikan
ke
pembuluh
darah.
Impuls
menyebabkan medula untuk mensekresikan baik epinefrin maupun norepinefrim kedalam sirkulasi darah. Dua hormon ini dibawa kedalam aliran darah ke semua bagian tubuh (Gasperin et.al., 2009).
48
Ketika hormon ini beraksi secara langsung ke pembuluh darah, biasanya menyebabkan vasokonstriksi, tetapi terkadang epineprin justru membuat vasodilatasi karena kemungkinan jaringan tersebut memiliki efek stimulasi
reseptor "beta" adregenik yang menciptakan dilatasi
dibandingkan konstriksi pada pembuluh darah tertentu. Mekanisme ini dinamakan reaksi alarm bagi tubuh dimana peningkatan tekanan darah arteri yang segera mensuplai darah ke sebagaian atau semua otot tubuh yang mungkin perlu respon secara instan untuk mengeluarkan mekanisme "flight"/ lari dari bahaya (Santarcangelo et.al., 2013) 3) Temperatur Pengaturan termoregulasi melibatkan respons lokal sebagaimana respon umum. Ketika pembuluh darah kutaneus dingin, pembuluh darah menjadi lebih sensitif untuk ketokalamin dan konstriksi arteriol serta venule. Efek dingin lokal ini langsung mempengaruhi darah untuk menjauh dari kulit. Mekanisme memelihara panas juga penting bagi hewan yang hidup dalam lingkungan dingin (air) yaitu dengan transfer panas dari arterial ke vena di ekstremitas (Ganong, 2003). Vena dalam bekerja sama dengan arteri mensuplai darah bagi ekstremitas dan panas ditransferkan dari darah arteri yang hangat ke ekstremitas pada darah vena yang datang dari ekstremitas (pergantian). Mekanisme ini menjaga ekstremitas yang dingin tetapi dapat mengkonservasi panas tubuh (Ganong, 2003). c. Mekanisme Reaktivitas tekanan darah akibat paparan dingin Stimulasi dingin yang digunakan pada penelitian ini pada dasarnya membuat pembuluh darah berkonstriksi (vasokonstriksi) melalui aktivasi kerja saraf simpatis yang selanjutnya berpengaruh terhadap reaktivitas tekanan darah (peningkatan tekanan darah dibandingkan keadaan basal). Penurunan temperatur oleh paparan stimulasi dingin pada kulit menyebabkan vaskonstriksi dan respons lokal (yang diatur oleh hipotalamus bagian posterior dimainkan pada bagian regulasi suhu pengaturan termoregulasi melibatkan respon lokal sebagaimana respons general pada
49
pembuluh darah. Reaksi ini disebabkan efek lokal temperatur langsung pada pembuluh darah dan juga oleh refleks lokal cord yang dikonduksi dari reseptor kulit ke medula spinalis (saraf simpatis) dan kembali ke area kulit yang sama dan kelenjar keringat dan sistem saraf otonom yang meregulasi kulit adalah saraf simpatis. Ketika pembuluh darah kutaneus dingin memiliki kecenderungan untuk memiliki sensitivitas terhadap produksi ketokolamin yang membuat arteriol serta venule berkonstriksi yang dapat mendorong adanya peningkatan tekanan darah (Mourot et.al., 2009). Peningkatan tekanan darah terjadi dikarenakan peningkatan curah jantung saat periode awal stimulasi dengan peningkatan aktivitas saraf simpatis.jantung sendiri secara langsung distimulasi oleh saraf otonom, terjadi peningkatan pompa cardiac. Proses ini disebabkan peningkatan denyut jantung, denyut jantung kadang-kadang meningkat tiga kali lebih besar daripada biasanya. Sebagai tambahan, sinyal saraf simpatis memiliki efek langsung untuk meningkatkan usaha kontraktil pada otot jantung, mekanisme ini juga meningkatkan kemampuan jantung untuk memompa darah dalam volume yang lebih besar. Selama stimulasi simpatis yang lebih kuat jantung dapat memompa dua kali sebesar kemampuannya saat kondisi normal. (Mourot et.al., 2009) Peningkatan aktivasi dan inhibisi saraf simpatis memiliki efek masingmasing terhadap pembuluh darah. Efek aktivasi saraf simpatis sebagaimana dijelaskan secara fisiologis adalah vasokonstriksi pembuluh darah dapat meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme peningkatan tahanan perifer di tahanan. Tahanan perifer adalah ukuran tahanan atau oposisi terhadap aliran darah yang melalui suatu pembuluh, akibat gesekan (friksi) antara cairan yang bergerak dan dinding vaskuler yang diam (Ganong, 2003). Seiring dengan meningkatnya resistensi akibat stimulus dingin yang diberikan, darah menjadi semakin sulit melewati pembuluh sehingga laju aliran berkurang (selama gradien tekanan tidak berubah). Secara teori peningkatan tonus vaskuler otot polos disebabkan oelh stimulasi simpatis
50
yang meningkatkan tekanan pada volume dari arteri atau vena. Dimana inhibisi simpatis menurunkan tekanan pada setiap volume. Kontrol pada pembuluh darah dari mekanisme ini yang diatur saraf simpatis memiliki nilai yaang berarti untuk mengurangi dimensi dari satu segmen sirkulasi, dan memindahkan darah ke segmen yang lain (Mourot et.al., 2009) Umpamanya, jika terjadi peningkatan tonus vaskuler diseluruh sirkulasi sistemik sering menyebabkan darah dalam volume yang tinggi untuk di pindahkan ke dalam jantung yang menjadi suatu metode yang prinsip dimana tubuh menggunakan darah tersebut untuk peningkatan kemampuan pompa jantung (Kumar et. al., 2012). Jika resistensi meningkat maka gradien tekanan harus meningkat secara proporsional agar laju aliran tetap. Karena itu, jika pembuluh membentuk resistensi yang lebih besar maka jantung harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi adekuat (Guyton, 2006). Satu dari fungsi paling penting kontrol saraf adalah kemampuan untuk menyebabkan peningkatan yang cepat pada peningkatan tekanan darah. Untuk tujuan ini, keseluruhan fungsi vasokonstriktor dan kardioakselerator dalam sistem saraf simpats di stimulasi bersama. Pada waktu yang sama, terdapat inhibisi reciprocal dari sinyal inhibisi vagal parasimpatis untuk meningkatkan tekanan darah. Prosesnya meliputi: 1) Hampir semua arteriol dari sirkulasi sistemik berkonstriksi. Sebagai akibatnya terjadi peningkatan total tahanan perifer, yang diikuti peningkatan tekanan darah. 2) Vena khususnya (tetapi juga pada pembuluh darah lainnya) bekontriksi secara kuat. Pemindahan darah dari pembuluh darah perifer yang besar ke jantung, terjadi peningkatan volume darah dalam bilk jantung. Penguluran jantung kemudian menyebabkan jantung berdetak dengan usaha yang kuat dan memompa untuk meningkatkan kuantitas darah sehingga akan terjadi pennigkatan tekanan darah (vaskuler) (Sembuligam, 2012).
51
d. Instrumen Pengukuran Cold Pressor test dipertimbangkan sebagai manuver eksitasi simpatis diantara beberapa teknik non-invasif yang tersedia untuk memeriksa status otonom kardiovaskuler. Cold pressor merupakan standar test yang sering digunakan sebagai pemeriksaan stressor laboratorium. Cold pressor test meningkatkan aktivasi sistem saraf simpatis oleh perintah pusat dan metabolik lokal khususnya adenosine (Kumar et. al., 2012). Cold pressor test telah diterima sebagai alat ukur aktivitas simpatis yang baik khususnya reaktivitas tekanan darah . Peningkatan reaktivitas kardiovaskuler terhadap Cold pressor tes menolong untuk memprediksikan perkembangan hipertensi dimasa yang akan datang. Efek peningkatan aktivitas saraf simpatis dalam sistem kardiovaskuler meliputi konstriksi artriolar, peningkatan denyut jantung dan peningkatan kontraktilitas kardiak. Hal tersebut menjadi faktor yang bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan darah
darah dan tekanan darah diketahui sebagai respons dari
pressor (Kumar et. al., 2012). Mekanisme perkembangan hipertensi esensial yang diketahui dengan jelas mengenai cold pressor test dapat memprediksi hipertensi sampai saat ini adalah: 1) Vasokonstriksi yang terlalu sering dan atau terlalu lama yang disebabkan oleh jawaban sistem saraf simpatis yang berlebihan terhadap pacuan dari luar. 2) Vasokonstriksi karena tertimbunnya ion Ca di dalam sitoplasma otot polos di tunika media akibat kelainan membran genetik, dan hipervolemi yang disebabkan oleh kelainan ginjal yang genetik, yang meretensi ion Ca dan air. Hipervolemi menyebabkan naiknya curah jantung dan ini dapat menaikkan tekanan darah. Kenaikan tekanan darah karena hipervolemi ini akan menekan dinding vasa darah (menaikkan tekanan transmural), sehingga
secara myogenik
berkontraksi dan terjadilah vasokosntriksi.
otot
vasa darah akan
52
Kedua hal ini lama-lama menyebabkan hipertrofi otot polos di tunika media, sehingga dinding vasa yang menjadi lebih tebal. Jika vasa dengan dinding ini berkontraksi maka tingkat pengecilan lumen menjadi lebih besar, sehingga lumen vasa menjadi lebih kecil dari pada kalau dinding vasa tidak tebal pada tingkat kontraksi yang sama. Dengan demikian akibat vasokonstriksi yang tebal ialah kenaikan tekanan darah yang lebih tinggi daripada yang tidak tebal. Vasokonstriksi umum dapat ditimbulkan secara refleks dengan memasukkan satu tangan didalam air dingin. Kalau hal ini menyebabkan kenaikan tekanan darah yang tinggi maka ini berarti bahwa: 1) Saraf simpatis mengadakan jawaban yang berlebihan dan atau. 2) Dinding vasa darah sudah mulai menebal yang menandai adanya permulaan hipertensi. (F.R. Bahler dalam Meliala Andreantya dkk. (2005)). Tata cara
melaksanakan
pengukuran
yang dilakukan dengan
instrument Cold Pressor test adalah sebagai berikut: 1) Siapkan satu panci/baskom dan air yang dapat dipertahankan pada 4 derajat celcius catatan : kita dapat menggunakan air pada 4-10 derajat celcius dan berharap untuk melihat responsenya. 2) Instruksikan pasien untuk terlentang atau duduk dengan tenang selama 5 menit. Lebih baik untuk menggunakan posisi terlentang selama memungkinkan 3) Ukurlah Tekanan darah dan denyut jantung 2 sampai 3 kali untuk menentukan level normal, Kempiskan manset sypgnomanometer pada lengan 4) Menggunakan lengan tanpa manset, celuplah tangan pasien ke dalam air es dan biarkan selama dua menit. Jika merasa nyeri saat di celup angkatlah tangan saat itu juga 5) Menentukan tekanan darah dan denyut jantung setiap 30 detik untuk 2 menit. Catat: banyak percobaan Cold Pressor Test hanya satu menit pencelupan. Jika subjek naracoba merasakan nyeri dalam 2 menit,
53
persingkat waktu menajdi satu menit. Bahkan percobaan ini dapat dilakukan pada kaki 6) Angkat tangan subjek naracoba dari air es 7) Segera ukur tekanan darah sistolik dan diastolic dan hitung denyut jantung pada interval 30 detik sampai keduanya kembali normal 8) Hitunglah rata-rata normal tekanan darah sistolik dan diastolic sebelum pencelupan. Kurangi nilai tertinggi setelah pencelupan dengan rata-rata tekanan darah setelah pencelupan. (Silverthorn, Dee U. and Joel Michael, 2013). 6. Resiko Penyakit hipertensi Kadang kadang mekanisme kontrol tekanan darah tidak berfungsi dengan benar atau tidak mampu secara sempurna mengompensasi perubahanperubahan yang terjadi. Tekanan dapat terlalu tinggi (hipertensi jika di atas 140/90 mm hg) atau terlalu rendah (hipotensi jika di bawah 100/60 mm hg). Hipotensi dalam bentuk ekstrimnya adalah syok sirkulasi.
Hipertensi
merupakan kelainan tekanan darah yang paling sering dijumpai. Terdapat dua golongan besar hipertensi, hipertensi sekunder dan hipertensi prime, bergantung pada penyebabnya. a. Hipertensi Sekunder Kausa pasti hipertensi hanya dapat ditemukan pada 10% kasus. Hipertensi yang terjadi akibat masalah primer lain di sebut hipertensi sekunder. Beberapa contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi ginjal, hipertensi endokrin, hipertensi neurogenik. b. Hipertensi Primer Penyebab yang mendasari 90% kasus hipertensi tidak diketahui. Hipertensi semacam ini dikenal sebagai hipertensi primer (esensial atau idiopatik). Hipertensi primer adalah suatu kategori umum untuk peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh beragam penyebab yang tidak diketahui dan bukan suatu entitas tunggal. Orang dapat memperlihatkan kecenderungan genetik yang kuat mengidap hipertensi
54
primer, yang dapat dipercepat atau diperburuk oleh faktor kontribusi misalnya kegemukan, stres, merokok atau kebiasaan makan. Berbagai kemungkinan potensial bagi hipertensi primer. 1)
Gangguan penanganan garam oleh ginjal Gangguan fungsi ginjal yang terlalu kecil untuk menimbulkan tanda-tanda penyakit ginjal, mungkin secara diam-diam menjadi penyebab akumulasi perlahan garam dan air ditubuh, yang mengakibatkan peningkatan progresif tekanan darah.
2)
Asupan Garam Berlebihan Garam secara osmotis menahan air, dan karenanya meningkatkan volume darah dan berperan dalam kontrol jangka panjang tekanan darah, maka asupan garam berlebihan secara teoris dapat menyebabkan hipertensi. Namun masih diperdebatkan apakah pembatasan asupan garam perlu dianjurkan sebagai cara untuk mencegah dan mengobati tekanan darah tinggi.
3)
Kelainan membran plasma misalnya gangguan Na+-K+ Kelainan semacam ini, dengan mengubah gradien elektrokimia menembus membran plasma, dapat mengubah kepekaan dan kontraktilitas jantung dan otot polos di dinding pembuluh darah sedemikian rupa sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu, pompa NA+-K+ sangat penting dalam penanganan garam oleh ginjal.
4)
Kelainan pada NO, endotelin, dan bahan kimia vasoaktif lokal lainnya. Sebagai contoh, kekurangan NO dapat ditemukan di dinding pembuluh darah sebagaian pasien hipertensi yang menyebabkan gangguan kemampuan vasodilatasi. Selain itu, suatu kelainan di gen yang menyandi endotelin, suatu vasokonstriktor kerja lokal, diduga kuat berperan sebagai penyebab hipertensi.
55
5)
Kelebihan vasopresin Bukti-bukti eksperimen terakhir mengisyaratkan bahwa hipertensi dapat disebabkan oleh malfungsi sel penghasil vasopresin di hipotalamus. Vasopresin adalah vasokonstriktor kuat dan juga mendorong retensi air (Sherwood, 2007).
Obesitas dan hipertensi telah menjadi isu kesehatan publik dengan peningkatan prevalensi secara global, berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan
dan
kematian
dari
penyakit
kardiovaskuler
sebagaimana
peningkatan biaya sosio-ekonomi. 1.5 miliar orang di dunia mengalami kelebihan berat badan. Sekitar 200 juta dan 300 juta wanita mengalami obesitas. Lebih dari 1/10 populasi dewasa dunia mengalami obesitas. Peningkatan berat badan dan obesitas adalah resiko ke lima dari kematian global dengan setidaknya 2.8 juta orang dewasa meninggal dunia sebagai hasil dari malnutrisi (Lu et.al., 2015). Berdasarkan estimasi global di tahun 2000, 972 juta dwasa memiliki hipertensi dan diprediksi akan meningkat sebesar 60 % ke total 1.56 milyar pada tahun 2025. Insiden dan prevalensi obesitas meningkat di negara berkembang karena urbanisasi yang tidak terencana dan mengadopsi gaya hidup barat serta penurunan aktivitas fisik. Peningkatan berat badan dan obesitas telah dilaporkan menjadi faktor signifikan penentu dari hipertensi. Sebuah studi mengatakan 10 % peningkatan berat badan dihubungkan dengan 7mmHg peningkatan tekanan darah sistolik (SBP). Peningkatan indeks masa tubuh, sistolik, diastolik dan tekanan nadi merupakan sesuatu yang linier. Peningkatan indeks masa tubuh 1.75 kg/m2 pada pria dan 1.25 kg/m2 pada wanita akan menyebabkan 1 mm hg peningkatan pada tekanan darah sistolik. (Lu, et.al., 2015). Hipertensi terkadang disebut "Silent Killer" karena bisa saja tidak terdeteksi sampai terjadinya kejadian stroke atau kejadian serangan jantung. Sejak lama telah difikirkan bahwa genetik tertentu dapat diperhitungkan menjadi awal perkembangan hipertensi. Penelitian sekarang telah menemukan dua gen yang terlibat pada beberapa karakteristik individu. Satu kode gen
56
untuk angiotensinogen, angiotensinogen kemudian dikonversi menjadi vasokonstriksi yang kuat sebagai bagian dari produk gen yang ke dua. Saat ini, bagaimanapun usaha perlindungan melawan perkembangan hipertensi adalah untuk mengecek tekanan darah secara teratur untuk mengadopsi gaya hidup yang dapat menjauhkan resiko hipertensi. Hipertensi dapat terjadi lebih sering pada orang dengan berat badan 20% diatas berat badan yang direkomendasikan sebagaimana tinggi badan. Karena lebih banyak jaringan memerlukan suplai nutrisi, jantung harus mengirim ekstra darah dibawah tekanan yang besar pada individu yang mengalami kelebihan berat badan. Kondisi ini sangat sulit untuk menurunkan berat badan sekali berat badannya mengalami kelebihan dan oleh karena itu kontrol berat badan harus menjadi usaha yang dilakukan sepanjang masa. Bahkan penurunan berat badan dapat membawa pada penurunan hipertensi. 4.5 kg kehilangan berat badan memiliki kesempatan untuk pencapaian tekanan darah normal tanpa obat-obatan (Hamer et.al., 2005) Beberapa studi menunjukkan penurunan berat badan melalui diet dan latihan fisik yang teratur memiliki manfaat dengan penurunan berat badan. 5% penurunan berat badan dihubungkan dengan mekanisme dengan reduksi level renin-angiotensinogen, penurunan aktivitas saraf simpatis dan peningkatan fungsi endothelial. Mekanisme itulah yang membawa pada penurunan pada tekanan darah. Kelebihan berat badan dan obesitas, seperti tantangan kesehatan publik lainnya harus diatasi dan dicegah sebagaimana yang diimpikan dalam strategi global WHO pada aspek diet, aktivitas fisik dan kesehatan (Zheng et.al., 2014).
7. Kontribusi indeks masa tubuh terhadap reaktivitas tekanan darah Secara garis besar pada individu dengan berat badan lebih dan obesitas tela terjadi perubahan pada fungsi sistem saraf otonom, struktur dan kesehatan pembuluh darah berupa penebalan dinding arteri dan kekakuan arteri serta reaktivitas pembuluh darah berupa penurunan dilatasi endotelial. Sherwood (2007) mengatakan sel endotel merupakan sel epitel khusus yang melapisi
57
lumen pembuluh darah, melepaskan berbagai mediator kimiawi yang berperan kunci dalam mengatur kaliber arteriol secara lokal serta mengeluarkan bahanbahan vasoaktif sebagai respons terhadap perubahan kimiawi dan fisika lokal, bahan-bahan ini menyebabkan relaksasi (vasodilatasi) atau kontraksi (vasokonstriksi). Mediator vasoaktif lokal yang paling banyak dipelajari adalah nitrat oksida (NO) yang menyebabkan vasodilatasi arteriol dengan memicu relaksasi otot polos arteriol di sekitarnya (Cooper et.al., 2012). Zat ini dapat melakukannya dengan menghambar masuknya ca+ pemicu kontraksi kedalam sel otot-otot polos. NO adalah molekul gas yang kecil, sangat reaktif, berumur pendek. sel-sel endotel mengeluarkan bahan-bahan kimia penting lain di luar NO. Endotelin, bahan vasoaktif endotel lainnya, menyebabkan kontraksi otot polos, dan adalah salah satu vasokonstriktor paling kuat yang teridentifikasi. bahan-bahan kimia lain, yang dikeluarkan dari endotel sebagai respons terhadap perubahan kronik aliran darah ke suatu organ, memicu perubahan vaskuler jangka panjang yang secara permanen mempengaruhi aliran darah ke suatu daerah. Adanya penebalan pada pembuluh darah arteri karotid
angat
berpengaruh vasokonstriksi yang mudah terjadi bersamaan aktivitas saraf simpatis yang meningkat pada individu dengan kelebihan berat kemudian akan terjadi peningkatan tahanan perifer/ resistensi dan sebagai respon akhir adalah kenaikan tekanan darah (Woo et.al., 2004). Mader (2004) mengatakan ketika seseorang mengalami peningkatan berat badan akan menyebabkan jantung perlu bekerja dengan keras untuk mengirimkan darah ke jaringan yang dituju adanya penebalan dan pengerasan dinding arteri memaksa jantung untuk memproduksi darah secara besar dengan menambah kekuatan kontraksi, mekanisme ini meningkatkan tahanan perifer yang akhirnya menimbulkan peningkatan tekanan darah. Secara fisiologis darah "bergesekan" dengan lapisan dalam pembuluh sewaktu mengalir maka semakin luas permukaan pembuluh yang bekontak dengan darah, semakin besar resistensi terhadap aliran. Luas permukaan ditentukan baik oleh panjang (l) maupun jari-jari (r) pembuluh. Pada radius
58
tetap, semakin panjang pembuluh, semakin besar luas permukaan dan semakin besar resistensi terhadap aliran. Karena panjang pembuluh di tubuh tidak berubah maka hal ini bukan merupakan faktor variabel dalam kontrol resistensi vaskuler (Mader, 2004) Perubahan selanjutnya adalah peningkatan aktivitas saraf simpatis yang hingga saat ini masih belum jelas mekanisme yang tepat untuk menggambarkan mekanisme peningkatan aktivitas simpatis, tetapi kita dapat menjelaskan bagaimana saraf simpatis meningkatkan tekanan darah. Norepinefrin yang dibebaskan dari ujung saraf simpatis berikatan dengan reseptor adregenik alfa 1 di otot polos arteriol untuk menimbulkan vasokonstriksi. Arteriol otak adalah satu-satunya pembuluh yang tidak memiliki reseptor alfa 1 sehingga tidak terjadi vasokonstriksi di otak. Arteriol otak perlu untuk tidak secara refleks menyempit oleh pengaruh saraf karena aliran darah otak harus tetap untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang terus menerus, apapun yang terjadi di bagian lain tubuh. Aktivitas simpatis berperan penting dalam mempertahankan tekanan arteri rerata, menjamin gaya dorong yang adekuat bagi aliran darah ke otak dengan mengorbankan organ-organ lain yang dapat lebih tahan terhadap pengurangan aliran darah. Organ-organ lain yang benar-benar membutuhkan tambahan darah, misalnya otot-otot yang aktif (termasuk otot jantung), memperolehnya melalui kontrol lokal yang mengalahkan efek simpatis. Sherwood (2007) mengatakan tidak terdapat persarafan parasimpatis yang sifnifikan ke arteriol. Vasodilatasi dapat terjadi ketika terjadi penurunan aktivitas vasokonstriksi simpatis dibawah level tonik (melalui pelepasan Nitrit Oksida (NO), tetapi pada individu dengan berat badan lebih terjani penurunan fungsi vasodilatasi endotelial yang menurunkan produksi nitrit oksida (NO) sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang terus menerus apalagi jika diberikan stimulasi berupa stress fisiologis (dingin) yang membawa peningkatan reaktivitas tekanan darah lebih tinggi dibandingkan individu yang mempunyai berat badan yang normal.
59
8. Kontribusi merokok terhadap reaktivitas tekanan darah Pembahasan mengenai pengaruh rokok pada tekanan darah dapat dipahami dari komponen zat kimia yang ada dalam rokok salah satunya nikotin. Paparan nikotin dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan reaktivitasnya hal ini disebabkan nikotin dapat menstimulasi produksi hormon norepinefrin, menyebabkan kerusakan vaskuler endhotelium serta pengerasan dan kekakuan arteri (Bowman et.al., 2007). Ketika seseorang merokok, nikotin disuling dari tembakau yang dibakar dan droplet kecil dari tar mengandung nikotin dihirup dan tersimpan didalam paru. Selama merokok, nikotin masuk ke aliran darah secara cepat ke otak mencapai puncaknya setelah inhalasi. Nikotin akan mengikat Nicotinic Acetlcholine Receptor (nAChRs). Setelah mengikat dengan Nicotinic Acetlcholine Receptor (nAChRs) Nikotin menyebabkan pengeluaran dopamin di area mesolimbik, korpus striatum dan cortex frontal. Bagian penting khususnya neuron dopaminergik dalam area ventral tegmental area pada midbrain
dan
mengeluarkan
dopamin
di
area
nucleus
accumben.
Neurotransmitter lain termasuk norepinephrine, acetylkoline, serotonin, amonobutyric acid (GABA), glutamat dan endorpin juga dikeluarkan dimediasi oleh berbagai efek dari nikotin (Benowitz, 2008). Neurotransmitter norephineprine dalam regulasi tekanan darah bertugas untuk meningkatkan tekanan darah setelah peningkatan aktivitas simpatis melalui vasokonstriksi pembuluh darah. Norepinefrin adalah hormon vasokonstriktor terkuat. ketika sistem saraf pusat distimulasi dalam sebagaian besar atau semua bagian tubu selama stress atau laihan, simphatetic nerve endings dalam jaringan mengeluarkan norepinefrin yang membangkitkan denyut jantung dan kontraksi vena dan arterioles. sebagai tambahan, peningkatab saraf simpatis mempengaruhi kelenjar medula adrenalis menyebabkan keluarnya norepinefrin dan epinefrin secara bersamaan ke dalam darah. Stimulus dari paparan nikotin secara terus menerus akan meningkatkan vasokonstriksi pembuluh darah. Ketika terdapat stimulus stress
60
secara
bersamaan
produksi
noreponefrin
dapat
lebih
besar
untuk
meningkatkan tekanan darah (Minichino et.al., 2013). Merokok dapat menyebabkan disfungsi vaskuler berupa kerusakan vaskuler endotelium. Kerusakan disebabkan kandungan asap rokok yang dapat menurunkan produksinitrit oksida (NO) yang merupakan faktor relaksasi derivat endhotelium. Derivat ini di sintesis dari arginin. Sintesis nitrit oksida (NO) distimulasi oleh asetilkolin, btadikinin, substansi p dan platelet. Nitrit oksida (NO) berperan sebagai vasodilator (Sembuligam, 2012). Kerusakan ini meningkatkan molekul adhesi dalam sel endotelial dan menurunkan kemampuan sel untuk mengeluarkan nitric oxide dan substansi lain yang menolong untuk mencegah adesi macromolekul, platelet dan monosit ke endotelium. Saat monosit masuk ke endothelium, masuk ke dinding pembuluh intima dan selanjutnya akan berubah menjadi makrofag yang mengoksidasi lipoprotein memberikan makrofag tampilan seperti busa. Makrofag bentuk busa mengumpul dalam pembuluh darah dan membentuk tampilan kumpulan lemak. Makrofag mengeluarkan substansi yang menyebabkan inflamasi dan proiferasi selanjutnya dari otot polos dan jaringan fibrous di permukaan dalam permukaan dinding arter. Walaupun tanpa oklusi fibroblas plak dan akhirnya membentuk deposit dala jumlah besar kepadatan jaringan konektif fibrosis menjadi lebih besar yang membuat arteri kaku (Bowman et.al., 2007). Ketika arteri menjadi kaku pembuluh darah cenderung mengalami penurunan pada kemampuan distensibilitasnya seperti yang diketahui karakteristik berharga dari sistem vaskuler adalah semua pembuluh darah mempunyai kemampuan distensibilitas.ketika tekanan di pembuluh darah meningkat, kemampuan dilatasi dari pembuluh darah membantu penurunan tahanan pembuluh darah. Sehingga hasilnya meningkatkan aliran darah tidak hanya karena peningkatan tekanan tetapi juga karena penurunan tahanan, biasanya memberikan dua kali aliran yang meningkat
untuk setiap
peningkatan tekanan.distensibilitas pembuluh darah juga memainkan peran penting yang lain dalam fungsi sirkulasi. Sebagai contoh, distensibilitasi arteri membolekan sirkulasi untuk mengakomodasi pulsatile output jantunf dan
61
untuk meratakan tekanan pulsasi. Mekanisme ini memberikan efek aliran darah melalui pembuluh darah yang sangat kecil (Marder, 2004). Hubungan volume aliran darah secara langsung proporsional dengan diameter yang ada pada pembuluh darah. Ketika diameter pada segmen pembuluh darah dipertimbangkan, aorta memiliki diameter maksimum dan kapiler memiliki diameter yang minimum. Diameter pembuluh darah dipertimbangkan dalam hubungannya dengan area cross-sectional yang dilalui aliran darah. Diameter pembuluh darah aorta tergantung pada elastisitas dari dinding dan kecenderung recoiling menolong dalam pemeliharaan aliran dan tekanan. Diameter dari arteriol tergantung pada tonus simpatis (Guyton, 2006). Penurunan distensibilitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan mengakibatkan peningkatan cardiac output dan bersamaan pemberian stimulus stress akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak terpapar oleh nikotin.
9. Kontribusi aktivitas fisik terhadap reaktivitas tekanan darah Mekanisme hemodinamis yang diusulkan untuk menjelaskan hubungan aktivitas fisik dan reaktivitas tekanan darah adalah adanya mekanisme perolehan status sirkulasi hipokinetik dari aktivitas fisik yang aktif (Santosa dan Sidik 2012). Individu yang terbiasa dengan gaya hidup aktif dan rutin berolahraga memiliki fungsi vaskuler yang baik sehingga terhindar dari arterial stiffness dan disfungsi endothelial seperti diketahui dalam mekanisme lokal pengaturan tekanan darah endothelial memiliki faktor relaksasi derivat yang dinamakan dengan nitrit oksida (NO) (Torrance et.al., 2007). Derivat ini di sintesis dari arginin. sintesis nitrit oksida (NO) distimulasi oleh asetilkolin, btadikinin, substansi p dan platelet. Nitrit oksida (NO) berperan sebagai vasodilator, defisiensi dari hal ini membawa secara konstan terjadinya vasokonstriksi dan hipertensi. Perubahan fisiologis terkait dengan efek latihan/olahraga yang rutin adalah perubahan secara bertahap terhadap kapasitas kardiovaskuler terutama peningkatan curah jantung dan penurunan denyut jantung. Menurunnya
62
frekuensi denyut jantung pada saat istrirahat bagi individu yang aktif kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya tonus saraf para-simpatis, sedangkan menurunnya frekuensi denyut jantung sewaktu berolahraga kemungkinan disebabkan menurunya rangsangan simpatis, sehingga dengan menurunnya aktivitas saraf simpatis maka reaktivitas tekanan darah terhadap stimuli cenderung tetap berada pada level normoreaktor (Santosa dan sidik 2012). Denyut jantung secara umum menurun 5-10 denyutan pada individu yang rutin berolahraga dibandingkan individu dengan aktivitas fisik yang sedenter. Menurunnya denyut jantung sebagai akibat dari penurunan aktivitas simpatis memiliki manfaat yang besar terutama ketika tubuh manusia harus menghadapi stimulasi berupa stress fisiologis, latihan maupun psikis. Perluasan strutur jantung dan peningkatan kapasitas pompa memberikan kesempatan jantung untuk memompakan darah / voume sekuncup dalam jumlah yang besar / tanpa harus meningkatkan denyutan jantung secara tajam sehingga curah jantung tidak perlu untuk meningkat secara berlebih (Foss, 1998). Curah jantung saat istirahat bagi orang yang terlatih meningkat 40% dibandingkan orang yang tidak menjalani gaya hidup tersebut. Peningkatan curah jantung bersamaan dengan meluasnya struktur bilik jantung masa otot juga meningkat 40 persen atau lebih (Foss, 1998). Oleh karena itu, seseorang yang menjalani gaya hidup aktif secara konstan tidak hanya mendapatkan hipertrofi otot skeletal tetapi begitu juga jantung yang mendapatkan peningkatan kapasitas berupa perluasan struktur jantung (hipertrofi dinding ventrikel (kiri) dan peningkatan kapasistas pompa sehingga kebutuhan sirkulasi perifer menjadi lebih baik. Curah jantung yang normal didapatkan dari volume sekuncup yang banyak dan dari penurunan denyut jantung. Efektivitas pompa jantung dari setiap denyut adalah 40 sampai 50 persen lebih besar pada individu yang aktif dibandingkan individu yang sedenter, efekttivitas pompa jantung berkorespondensi dengan penurunan denyut jantung ketika istrirahat (Guyton, 2006).
63
Peningkatan curah jantung tidak semata-mata didapatkan dari penurunan denyut jantung dan peningkatan volume sekuncup tetapi perubahan fungsi otot rangka oleh karena efek latihan rutin juga berperan Perubahan yang terjadi pada otot-otot rangka dengan latihan adalah peningkatan mitokondria dan enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif. Terjadi peningkatan jumlah kapiler, dengan distribusi darah ke serat otot menjadi lebih baik. Efek akhir adalah ekstraksi O2 yang lebih sempurna dan akibatnya untuk beban kerja yang sama, peningkatan pembentukan laktat lebih rendah. Peningkatan aliran darah ke otot menjadi lebih rendah dan karena hal ini, kecepatan denyut jantung dan curah jantung kurang meningkat dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih pada saat adanya stimulus (Ganong, 1995) Penurunan denyut jantung, penurunan aktivitas saraf simpatis dan efektivitas curah jantung memberikan dampak terhadap tahanan perifer yang tidak meningkat sehingga peningkatan tekanan darah yang tajam tidak terjadi akibat stimulus yang diberikan. Karakteristik khusus yang penting dari pengaturan tekanan saraf adalah kontrol saraf untuk tekanan darah adalah kecepatannya untuk merespon, mulai dari beberapa detik dan seiring meningkatnya tekanan dua kali dari waktu normal sekitar 5 sampai 10 detik. Sebaliknya, inhibisi segera dari stimulasi saraf kardiovaskuler dapat menurunkan tekanan darah dengan waktu 1.5 waktu normal 10 sampai dengan 40 detik. Oleh karena itu, kontrol saraf dari tekannan arteri sejauh ini paling cepat dari semua mekanisme untuk kontrol tekanan (Mourot, 2009).
B. Penelitian Relevan Park et.al. (2012) melaksanakan penelitian terhadap 12 individu dengan status berat bada berlebih/overweight dan 12 individu dengan status berat badan normal/ideal. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan respons peningkatan berlebihan pada sistem saraf simpatis dengan parameter tekanan darah, denyut jantung, dan aktivitas saraf simpatis otot) terhadap stress dingin melalui instrument cold pressor test.
64
Penelitian ini menunjukkan rata-rata peningkatan respon tekanan
darah
sistol pada individu overweight (peningkatan tekanan darah sistol= 18.5 mm/hg dan tekanan diastol= 13.6 mm/hg) lebih tinggi dibandingkan individu dengan berat badan ideal (peningkatan tekanan darah sistol = 15.9 mm/hg dan tekanan darah diastol =13.6 mm/hg) sedangkan untuk rata-rata peningkatan tekanan darah diastol terhadap stressor pada individu overweight dan berat badan ideal tidak menunjukkan perbedaaan. Individu overweight/kelebihan berat badan dengan status tekanan darah pada level normotensi memiliki kecenderungan peningkatan reaktivitas simpatis yang berimplikasi terhadap respon peningkatan tekanan darah terhadap stress dingin, hasil tersebut dapat berkontribusti untuk meningkatkan resiko hipertensi di masa depan pada individu overweight/kelebihan berat badan dibandingkan individu dengan berat badan ideal. Abtahi et al. 2011 melakukan penelitian mengenai korelasi merokk dengan tekanan darah dan tekanan nadi. penelitian ini melibatkan 3115 (1842 (59.1%) wanita) dengan rentang usia 21-73 tahun.prevalensi pre hipertensi dan hipertensi (JNC VII) adalah 42.6% dan 18.2%. pre hipertensi lebih banyak terjadi pada perokok tetapi hipertensi lebih banyak terjadi pada non perokok. tekanan nadi lebih besar pada perokok berat daripada seseorang yang merokok kurang dari 20 bungkus per tahun, walaupun sebenarnya perbedaan tidak siginifikan secara statistik. Berger et.al. meneliti 7082 subyek normotensif kelompok dewasa muda yang bertujuan untuk menguji tekanan darah latihan yang dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan hipertensi dimasa depan. Semua subjek secara berkala dilakukan skrening dan menyelesaikan tes treadmill sambil dipantau reaktivitas tekanan darahnya. Setelah percobaan tiga tahun lamanya pada subjek, mereka dibagi pada beberapa kelompok berdasarkan rata-rata tekanan sistolik dan diastolik sewaktu latihan ≤158; 158 to 170; 170 to 183; ≥183 mm Hg untuk sistol) dan (≤73; 73 to 77; 77 to 82; ≥82 mm Hg untuk tekanan diastol). Penelitian ini menghasilkan 1036 (14.6%) subjek mengalami perkembangan hipertensi dengan peningkatan (5%, 9%, 17%, dan 35%) pada tekanan darahnya selama follow up
65
selama 5 tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada individu kelompok usia muda respon tekanan darah terhadap latihan dihubungkan dengan perkembangan hipertensi di masa depan.
C. KERANGKA BERFIKIR 1. Kontribusi Indeks Masa Tubuh terhadap Reaktivitas Tekanan Darah Berat badan seseorang berkaitan erat dengan jumlah dan distribusi lemak adipose yang ada pada tubuh. Lemak atau lipid mempengaruhi kondisi pembuluh darah dimana semakin jumlah lipid tinggi didalam tubuh maka diameter pembuluh darah akan lebih menyempit. Penyempitan diameter pembuluh darah akan membuat laju aliran darah akan semakin terhambat dan diperlukan tekanan yang tinggi untuk menanggulanginya. Pemberian stimulus stress thermal (Cold Pressor Test) dapat meninjau seberapa besar respon tekanan darah setelah diberikan stimulus. Resistensi atau tekanan yang tinggi karena menyempitnya pembuluh darah akan
memberikan
respon yang tinggi. 2. Kontribusi Merokok terhadap Reaktivitas Tekanan Darah Rokok mengandung banyak zat kimia yang dapat mempengaruhi keadaan fisiologis tubuh manusia. Salah satu zat yang paling disoroti adalah nikotin. Secara ringkas dapat dijelaskan nikotin dapat menstimulasi pengeluaran hormon
norepinefrin
yang
selama
ini
sudah
diketahui
sebagai
vasokonstriktor terbesar bagi pembuluh darah. Merokok dalam jangka panjang dapat membuat penebalan atau pengerasan pembuluh darah yang menurunkan kemampuan distensibilitas pembuluh darah karena pembuluh darah dalam keadaan vasokonstriksi yang lebih sering ditambah pengaruh dari produksi hormon norepinefrin yang distimulus oleh nikotin. Vasokonstriksi merupakan proses awal terjadinya peningkatan resistensi pembuluh darah dan akan dilanjutkan dengan peningkatan reaktivitas tekanan darah berlebih dibandingkan individu yang tidak merokok
66
3. Kontribusi Aktivitas Fisik terhadap Reaktivitas Tekanan Darah Aktivitas fisik yang sedenter cenderung merugikan aspek fisiologis manusia, inaktivitas fisik dan gaya hidup serba instan memberikan kesempatan yang lebih kecil bagi manusia untuk bergerak secara aktif seperti berjalan melalui tangga, menggunakan transportasi non mesin, meluangkan waktu dalam aktivitas latihan. Gaya hidup sedenter salah satunya dapat mempengaruhi kapasitas kardiovaskular manusia dimana terjadi
penurunan
kapasitasnya.
Individu
yang
cenderung
aktif
menunjukkan penurunan denyut jantung istrirahat serta perluasan struktur jantung. Penurunan ini memberikan kontribusi yang besar bagi tekanan darah, jantung tidak perlu untuk meningkatkkan frekuensi denyutnya untuk memompa darah dalam volume yang banyak ke jaringan perifer. Jumlah darah yang dipompa tetap lebih besar karena efek perluasan struktur jantung dan penguatan otot jantung walaupun tanpa diikuti peningkatan yang tajam dari denyut jantung. Efek ini menghasilkan reaktivitas tekanan darah tetap dalam rentang yang rendah dibandingkan individu yang sedenter dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kontribusi Indeks Masa Tubuh, Merokok dan Aktivitas Fisik terhadap Reaktivitas Tekanan Darah. Intake makanan yang berlebih dan inaktivitas fisik atau sedenter dapat mengakibatkan peningkatan berat badan yang berarti peningkatan jumlah lipid yang ada dalam tubuh manusia yang mengakibatkan perubahan pada struktur pembuluh darah dimana akan terjadi penebalan pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah. Gaya hidup aktif (latihan, olahraga, meminimalisir gaya serba instan) memberikan kontrol berat badan, hal ini disebabkan salah satunya karena massa otot yang tinggi pada individu yang terbiasa terlibat dalam gaya hidup aktif akan
membakar kalori lebih tinggi dibandingkan individu sedenter.
Kebiasaan lain yang memperburuk kondisi kesehatan manusia adalah merokok. Merokok dengan kandungan zat kimia berbahaya berkontribusi
67
pada kondisi pembuluh darah. kondisi pembuluh darah yang buruk (penurunan
kemampuan
daya
distensibilitas)
cenderung
memiliki
reaktivitas tekanan darah yang lebih tinggi. Reaktivitas tekanan darah telah diketahui sebagai prediktor bagi penyakit hipertensi di masa depan
68
Indeks Masa Tubuh (IMT)
Fungsi Saraf Otonom (Simpatis dan Parasimpatis)
Aktivitas Fisik
Merokok
Kapasitas Jantung
Fungsi Vaskuler/Pembuluh Darah
Denyut Jantung
Volume Sekuncup
Kekuatan otot Jantung
Curah Jantung
Tahanan Perifer
Tekanan Darah Stimulus Stress thermal (Cold Pressor Test) Reaktivitas Tekanan Darah
Hiporeaktor
Normoreaktor
Resiko hipertensi di masa depan Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Hipereaktor
69
D. HIPOTESIS 1. Ada kontribusi (korelasi positif) indeks masa tubuh (IMT) terhadap reaktivitas tekanan darah. Indeks masa tubuh (IMT) memberikan kontribusi terhadap reaktivitas tekanan darah. 2. Ada kontribusi (korelasi positif) dari merokok terhadap reaktivitas tekanan darah. merokok memberikan kontribusi terhadap reaktivitas tekanan darah. 3. Ada kontribusi (korelasi negatif) dari aktivitas fisik terhadap reaktivitas tekanan darah. Aktivitas fisik memberikan kontribusi terhadap reaktivitas tekanan darah. 4. Ada kontribusi dari indeks masa tubuh (IMT), merokok dant aktivitas fisik terhadap reaktivitas tekanan darah. Indeks masa tubuh (IMT), merokok serta aktivitas fisik memberikan kontribusi terhadap reaktivitas tekanan darah.