4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Permen Jelly Permen ataupun kembang gula dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis, yaitu permen keras, permen lunak, permen karet, dan permen nir gula. Permen jelly termasuk permen lunak yang memiliki tekstur kenyal atau elastik. Permen jelly memiliki karakteristik umum chewy yang bervariasi, dari agak lembut hingga agak keras (Faridah, 2008). Permen jelly mempunyai tekstur dengan kekenyalan tertentu. Prinsip pengolahan pangan semi basah yaitu dengan menurunkan Aw pada tingkat tertentu sehingga mikroba pathogen tidak dapat tumbuh. Permen jelly merupakan produk permen semi
basah dengan kadar air antara
20-40% dari berat dan Aw antara 0,95-1,00. Pada kondisi telah cukup untuk menghambat aktivitas mikrobiologi dan biokimia sehingga pada kondisi ini tidak terjadi kerusakan (Minarni, 1996). Kembang gula atau permen adalah salah satu produk makanan tambahan yang cukup disukai dan sering dikonsumsi masyarakat dari segala umur dan kelas sosial. Ada berbagai macam permen yang telah dipasarkan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain amilum (pengisi dan pengikat), sakarin (pemanis), magnesium stearat (pelicin), gambir, peppermint oil, penambah rasa strawberry, dan pewarna makanan (Kailaku, 2005). Permen jelly dibuat dengan memasak gula sampai mencapai padatan yang diinginkan. Kemudian dilakukan penambahan bahan-bahan pembentuk gel (gelatin, agar, pektin dan karagenan) lalu ditambah cita rasa dan warna dan akhirnya dicetak. Permen jelly umumnya dimasak sampai menghasilkan padatan 75 % (Koswara, 2009).
5
Tabel 2.1 Standar Mutu Kembang Gula (SNI 3547.02 2008) No Kriteria Uji Satuan 1. Keadaan - Rasa - Bau 2. %fraksi massa Kadar Air 3. %fraksi massa Kadar Abu 4. %fraksi massa Gula reduksi (gula invert) 5. %fraksi massa Sakarosa 6. Cemaran logam mg/kg - Timbal (Pb) mg/kg - Tembaga (Cu) mg/kg - Timah (Sn) mg/kg - Raksa (Hg) 7. mg/kg Cemaran Arsen (As) 8. Cemaran mikroba AMP/g - Bakteri coliform AMP/g - Escherichia coli - Salmonella koloni/g - Staphylococcus aureus koloni/g - Kapang dan khamir
Jelly Normal Normal Max 20 Max 3 Max 25 Min 27 Max 2 Max 2 Max 4 Max 0.03 Max 1 Max 20 <3 Negatif/25 g Max 1x102 Max 1x102
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2008) B. Bahan Baku 1. Belimbing Belimbing (Averrhoa L.) merupakan buah yang cukup populer di Indonesia dan sudah lama dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai buah meja, sayur dan obat. Ada dua jenis belimbing yang dikenal oleh masyarakat luas, yaitu belimbing wuluh (A. blimbi L.) dan belimbing manis (Averrhoa carambola L). Belimbing tersebar luas di Asia Tenggara, namun ada yang menduga berasal dari Amerika Selatan (Brasil) walaupun ada pula dugaan bahwa asal usul belimbing adalah Asia Tenggara (Samson, 1997). Biji buah belimbing berukuran kecil, berbentuk lonjong dan pipih, berwarna coklat dan bersifat lunak. Biji belimbing terdiri dari kulit biji, daging biji yang bersifat lunak dan embrio (keping biji). Daging biji berwarna putih (Cahyono, 2010).
6
Tabel 2.2 Komposisi Kimia per 100 g Belimbing. Kandungan Komponen Jumlah Kandungan Gizi Kalori (kal) 36 Protein (g) 0,5 Lemak (g) 0,7 Karbohidrat (g) 7,7 Kalsium (mg) 8 Fosfor (mg) 2,2 Serat (g) 0,9 Besi (mg) 0,8 Vitamin A (RE) 18 Vitamin B1 (mg) 0,03 Vitamin B2 (g) 0,02 Vitamin B3 (mg) 0,4 Vitamin C (mg) 76 Air (g) 90 Sumber : Wiraskusumah (1994) dalam Cahyono (2010) 2. Gula (Sukrosa) Menurut Pancoast dan Junk (1980), sukrosa diperoleh dari gula tebu dan gula bit. Sukrosa diproduksi melalui beberapa tahap perlakuan, seperti ekstraksi, klarifikasi, konsentrasi, kristalisasi dan pemurnian. Secara komersial, istilah “gula” mengacu pada sukrosa. Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Gula merupakan sumber yang baik untuk energi yang dapat segera diasimilasi (Buckle dkk., 2003). Gula digunakan sebagai pemberi rasa manis dan pengawet yaitu dalam
konsentrasi
tinggi
dapat
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air dari bahan. Gula mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Dengan penggulaan, cairan sel bahan akan keluar sehingga metabolisme bahan pangan akan terganggu (Ayustaningwarno, 2014). Kelezatan camilan bukan hanya tergantung kepada penggunaan bahan pokok, tetapi juga sangat tergantung pada penggunaan bahan pemberi rasa dan aroma yang ditambahkan pada pembuatan camilan.
7
Bahan pemberi rasa dan aroma yang umum digunakan adalah gula. Gula merupakan karbohidrat yang memiliki rasa manis dan dapat larut dalam air. Gula pasir (sukrosa) memiliki titik lebur yang tinggi yaitu 160
(Winarno, 2004). Jika sukrosa dipanaskan di atas titik lebur
maka gula yang dipanaskan akan menjadi kecoklatan (browning) atau yang lebih dikenal dengan sebutan karamel (de Man, 1989). Tabel 2.3 Syarat Mutu Gula Pasir Menurut SNI 3140.3:2010 Persyaratan No Parameter uji Satuan GKP 1 GKP 2 1 Warna 1.1 Warna Kristal CT 4,0-7,5 7,6-10,0 1.2 Warna larutan IU 81-200 201-300 (ICUMSA) 2 Besar jenis butir Mm 0,8-1,2 0,8-1,2 3 Susut pengeringan % Maks. 0,1 Maks. 0,1 (b/b) 4 Polarisasi (oZ,20oC) “Z” Maks. Maks. 99,5 99,6 5 Abu konduktivitas % Maks. Maks. 0,15 (b/b) 0,10 6 Bahan tambahan pangan 6.1 Belerang dioksida mg/kg Maks. 30 Maks. 30 (SO2) 7 Cemaran logam 7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2 Maks. 2 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2 Maks. 2 7.3 Arsen (As) mg/kg Maks. 1 Maks. 1 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2010). 3. Air Air merupakan unsur penting dalam makanan. Adanya air dalam bahan makanan dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur dan cita rasa makanan serta dapat mempengaruhi daya tahan makanan dari serangkaian serangan mikrobia. Air yang digunakan dalam industri makanan pada umumnya harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, dan tidak mengganggu kesehatan (Winarno, 1997).
8
Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacammacam kegiatan seperti minum, pertanian industri, perikanan, dan rekreasi. Air meliputi 70% dari permukaan bumi, tetapi di banyak negara persediaan air terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas. Bukan hanya jumlahnya yang penting, tetapi juga mutu air diperlukan untuk penggunaan tertentu, seperti air yang cocok untuk kegunaan industri atau untuk diminum. Oleh karena itu penanganan air tertentu biasanya diperlukan untuk persediaan air yang didapat dari sumber di bawah tanah atau sumber-sumber di permukaan (Buckle dkk, 1987). Tabel 2.4 Syarat-Syarat dan Pengawasan Kuaitas Air Parameter Satuan FISIKA Bau Jumlah zat padat terlarut (TDS) Mg/L Kekeruhan Skala NTU Rasa Suhu C Warna Skala TCU KIMIA Air raksa Mg/L Arsen Mg/L Besi Mg/L Fluorida Mg/L Kadnium Mg/L Kesadahan (CaCO3) Mg/L Klorida Mg/L Kromium, Valensi 6 Mg/L Mangan Mg/L Nitrat, sebagai N Mg/L Nitrit, sebagai N Mg/L pH Selenium Mg/L Seng Mg/L Sianida Mg/L Sulfat Mg/L Timbal Mg/L Sumber : Kementerian Kesehatan (1990)
Kadar Maksimum
1500 25 50 0,001 0,05 1,0 1,5 0,005 500 600 0,05 0,5 10 1,0 6,5 – 9,0 0,01 15 0,1 400 0,05
9
4. Glukosa Glukosa merupakan sejenis gula dalam bentuk cair. Berwarna putih bening. Terdapat dua jenis: a. Glukosa padat, bentuknya cairan padat berwarna bening dan sangat lengket bila dipegang. Banyak digunakan pada pembuatan permen maupun sirup. Terdapat pada kemasan pot plastik maupun kantong plastik. Agar tidak lengket saat dipegang, basahi dahulu tangan dan sendok dengan air. b. Glukosa cair atau gula cair, bentuknya lebih cair dibandingkan glukosa padat. Karena sifatnya yang cair, maka akan mudah tumpah. Dijual dalam kemasan kantong plastik (Nursaadah, 2005). Glukosa adalah monosakarida yang paling banyak terdapat di dalam buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, madu, darah dan cairan binatang.
Glukosa
juga
dapat
dihasilkan
melalui
hidrolisis
polisakarida atau disakarida menggunakan asam atau enzim. Glukosa merupakan bahan baku utama untuk industri kimia, farmasi dan agroindustri lain. Hidrogenasi glukosa menghasilkan sorbitol yang banyak digunakan dalam industri pangan, minuman dan formulasi bahan kosmetika. Glukosa juga bisa dijual atau dikomersialkan dalam bentuk cair, yaitu sebagai sirup glukosa. Sirup glukosa banyak digunakan sebagai pemanis pada industri pangan (Winarno, 1995)
10
Tabel 2.5 Syarat Mutu Sirup Glukosa SNI 01-3544-1994 Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu Persyaratan 1 Keadaan : 1.1 Aroma 1.2 Rasa 2 Jumlah gula % (b/b) 3 Bahan Tambahan Makanan : 3.1 Pemanis buatan 3.2 Cemaran logam : 3.3 Timah (Pb) mg/kg 4 Tembaga (Cu) mg/kg 4.1 Seng (Zn) mg/kg 4.2 Cemaran Arsen (As) mg/kg 4.3 Cemaran mikroba : 5 Angka lempeng total Koloni/ml 6 Coliform APM/ml 6.1 Escherichia coli APM/ml 6.2 Salmonella Koloni/ml 6.3 Staphylococcus aureus Koloni/ml 6.4 Vibrio cholera Koloni/ml 6.5 Kapang Koloni/ml 6.6 Khamir Koloni/ml Sumber : Standarisasi Nasional Indonesia (1994)
Normal Normal Min 65 Tidak boleh Maks 10 Maks 10 Maks 25 Maks 0,5 Maks 5x102 Maks 20 <3 Negatif 0 Negatif Maks 50 maks 50
5. Gelatin Gelatin merupakan protein yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang secara alami terdapat pada tulang atau kulit binatang. Gelatin komersial biasanya diperoleh dari ikan, sapi, dan babi. Dalam industri pangan, gelatin luas dipakai sebagai salah satu bahan baku dari
permen
lunak,
jelly,
dan
es krim. Jumlah gelatin yang
diperlukan untuk menghasilkan gel yang memuaskan berkisar antara 5-12 % tergantung dari kekerasan akhir produk yang diinginkan (Less dan Jackson dalam Minarni, 1996). Gelatin merupakan senyawa turunan protein yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung yang dihidrolisis
secara
asam atau basa. Gelatin mengandung 18 asam amino, yaitu sembilan
11
asam amino esensial dan sembilan asam amino non esensial. Asam amino yang paling banyak terkandung dalam gelatin antara lain glisin (21,4%), prolin (12,4%), hidroksiprolin (11,9%), asam glutamat (10%), dan alanin (8,9%) (Fauzi, 2007). Fungsi gelatin yang terutama adalah sebagai pembentuk gel yang mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Dalam pembuatan jelly, gelatin didispersikan dalam air dan dipanaskan sampai membentuk sol Gelatin mempunyai sineresis yang rendah dan mempunyai kekuatan gel antara 220 -225 gr bloom, sehingga dapat digunakan dalam produk jelli (Jones, 1977). Tabel 2.6 Kandungan Kimia Gelatin per 100 g Kandungan Komponen Jumlah Kandungan Gizi Kalori (kal) 389 Protein (g) 91 Lemak (g) 0 Karbohidrat (g) 0 Kalsium (mg) 0 Fosfor (mg) 20 Besi (mg) 1 Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2008) 6. Asam Sitrat Asam sitrat merupakan senyawa antara pada siklus kreb (siklus asam trikarboksilat). Lintasan reaksi katabolik yang mendahului pembentukan asam sitrat ini diantaranya adalah lintasan glikolisis dan lintasan Entner-Doudoroff yang menyediakan senyawa antara asam piruvat yang merupakan senyawa kunci dalam metabolisme sel. Sebagian besar (80%) dari glukosa diubah menjadi piruvat melalui lintasan glikolisis. Piruvat akan mengalami dekarboksilasi dan berikatan dengan koenzim-A membentuk asetil-CoA dan selanjutnya masuk kedalam siklus krebs untuk bergabung dengan oksaloasetat membentuk asam sitrat. Piruvat juga bisa langsung masuk ke siklus krebs dengan bantuan enzim piruvat karboksilase yang mengubah piruvat menjadi oksaloasetat (Ji dkk, 1992).
12
Asam sitrat (C6H8O7) banyak digunakan dalam industri terutama industri makanan, minuman, dan obat-obatan. Kurang lebih 60% dari total produksi asam sitrat digunakan dalam industri makanan, dan 30% digunakan dalam industri farmasi, sedangkan sisanya digunakan dalam industri pemacu rasa, pengawet, pencegah rusaknya rasa dan aroma, sebagai antioksidan, pengatur pH dan sebagai pemberi kesan rasa dingin. Dalam industri makanan dan kembang gula, asam sitrat digunakan sebgai pemacu rasa, penginversi sukrosa, penghasil warna gelap dan penghelat ion logam. Dalam industri farmasi asam sitrat digunakan sebgai pelarut dan pembangkit aroma, sedangkan pada industri
kosmetik
digunakan
sebagai
antioksidan
(Bizri dan Wahem, 1994). 7. Tepung Tapioka Tepung tapioka merupakan tepung yang terbuat dari singkong. Tepung tapioka mempunyai beberapa nama, seperti tepung singkong dan tepung kanji. Tepung tapioka diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa Indonesia yaitu singkong. Tapioka memiliki sifat-sifat yang serupa dengan tepung sagu, sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Tepung ini sering digunakan untuk membuat
makanan
dan
bahan
perekat.
Banyak
makanan
tradisional yang menggunakan tapioka sebagai bahan bakunya, seperti bakso, cimol, maupun sebagai bahan campuran kue, seperti kue lapis, kue biji ketapang, dan kue tradisional lainnya (Winarno, 1992). Tepung tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Dalam memperoleh pati dari singkong (tepung tapioka) harus dipertimbangkan usia atau kematangan dari tanaman singkong. Usia optimum yang telah ditemukan dari hasil percobaan terhadap salah satu varietas singkong yang berasal dari jawa yaitu San Pedro Preto adalah sekitar 18-20 bulan Ketika umbi singkong dibiarkan di tanah, jumlah pati akan meningkat sampai pada titik tertentu, lalu umbi akan
13
mejadi keras dan menyerupai kayu, sehingga umbi akan sulit untuk ditangani ataupun diolah (Rahman, 2007). Tabel 2.7 Komposisi Zat Gizi per 100 gram Tapioka No Kandungan gizi Satuan 1 Energi 358 kkal 2 Protein 0,19 g 3 Lemek total 0,02 g 4 Karbohidrat 88,69 g 5 Serat pangan 0,9 g 6 Kalsium (mg) 20 mg 7 Besi 1,58 mg 8 Magnesium 1 mg 9 Fosfor 7 mg 10 Kalium 11 mg 11 Natrium 1 mg 12 Seng 0,12 mg 13 Tembaga 0,02 mg 14 Mangan 0,11 mg 15 Selenium 0,8 mg 16 Asam folfat 4 µg Sumber : Widowati (1987) 8. Daun Stevia Stevia rebaudiana sebagai pemanis alami ini telah banyak diteliti dan ternyata tanaman tersebut sangat banyak manfaatnya. Karena mengandung sedikit kalori dan karbohidrat, pemanis alami stevia ini sangat baik bila dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus. Pemanis
alami rendah kalori ini memiliki rasa manis 300 kali
dibandingkan sukrosa. Stevia bermanfaat untuk mengatur kadar gula darah, mencegah hipertensi (tekanan darah tinggi) dan mencegah kerusakan gigi. Zat manis stevia (steviosida) juga tidak bersifat racun
serta
merupakan
agensi
antibakteri
dan
antivirus
(Purwadi dkk, 2010). Stevia rebaudiana adalah salah satu dari 154 anggota dari genus stevia dan salah satu dari hanya dua yang menghasilkan zat manis stevia. Tumbuhan ini asli dari lembah Rio di dataran tinggi Paraguay, di mana dapat tumbuh di tanah berpasir di dekat sungai. Pertama kali
14
dibawa Eropa pada tahun 1887, ketika M. S. Bertoni belajar dari keunikan Paraguay India dan Mestizo (Brandle dkk., 1998). C. Kemasan Kemasan adalah suatu benda yang dapat digunakan untuk wadah atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Adanya kemasan dapat membantu atau mencegah kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, getaran, dan benturan. Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli (Nurminah, 2002). Kemasan dapat diartikan sebagai penempatan suatu produk ke dalam wadah tertentu. Produk dapat dikemas dalam kemasan primer (utama) dan kemasan sekunder (tambahan). Kemasan primer adalah kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk. Sedangkan kemasan sekunder adalah kemasan yang berguna sebagai wadah tempat produk yang telah diberi kemasan primer. Kemasan bermanfaat untuk menjaga produk agar tetap terlindung dan bersih dari kotoran serta kontaminasi (Suryani dkk., 2012). D. Karakteristik Sensoris Kita menerima mutu melalui lima indra (penglihatan, pendengaran, bau, rasa, dan sentuhan). Warna dan penampilan dinilai dengan penglihatan, cita rasa oleh sensasi bau dan rasa, dan tekstur oleh sentuhan. Saat ahli pamham mengukur mutu dengan subjek manusia, hal ini disebut evaluasi sensori. Evaluasi sensori penting karena memberikan kita pandangan bagaimana konsumen bereaksi terhadap mutu produk. Evaluasi sensori dilakukan dengan mengguakan panelis manusia untuk membuat penilaian pada perbedaan-perbedaan pada sampel atau untuk menjelaskan atribut-atribut sensorinya (Shewfelt, 2011). Produk pangan yang kaya sifat fungsional harus mempunyai sifat sensoris yang diterima. Sehingga dapat memberikan manfaat sekaligus disukai oleh yang mengonsumsi produk tersebut. Oleh karena itu, perlu
15
dilakukan pengujian sifat sensoris agar produk yang dihasilkan diketahui tingkat kesukaannya oleh panelis (Saputra, 2014). Warna merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan kualitas atau derajat penerimaan dari suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan yang dinilai enak dan teksturnya baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penentuan mutu suatu bahan pangan tergantung dari beberapa faktor, tetapi sebelum faktor lain diperhitungkan secara visual faktor warna tampil lebih dulu untuk menentukan mutu bahan pangan (Winarno, 2004). Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Berbagai senyawa kimia menimbulkan rasa yang berbeda. Rasa asam disebabkan oleh donor proton, misalnya asam pada cuka, buah-buahan, sayuran, dan garam asam. Intensitas rasa asam tergantung pada ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis asam. Sumber rasa manis yang terutama adalah gula dan sukrosa dan monosakarida dan disakarida (Apandi, 1984). Tekstur merupakan penilaian keseluruhan terhadap bahan makanan yang dirasakan oleh mulut. Ini merupakan gabungan ransangan yang berasal dari bibir, lidah, dinding rongga mulut, gigi bahkan termasuk juga telinga. Cita rasa terdiri dari dua faktor yaitu rasa dan aroma (Tranggono dan Sutardi, 1989). E. Analisis Kimia Bahan hasil pertanian banyak mengandung berbagai macam vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh. Salah satu jenis vitamin yang diperlukan tubuh adalah vitamin C. Vitamin C mempunyai peranan yang cukup penting dalam memperlancar sistem metabolisme tubuh. Vitamin C juga berperan untuk menjaga daya tahan tubuh, sebagai antioksidan atau penghalang terbentuknya zat radikal bebas yang dapat mengoksidasikan sel-sel tubuh serta sering digunakan untuk menghambat terjadinya reaksi pencoklatan pada bahan (Winarno, 1997)
16
Vitamin merupakan senyawa organik yang jumlahnya yang relatif sangat sedikit di dalam bahan pangan. Pada umumnya vitamin dikelompokkan menjadi dua, yaitu vitamin larut dalam air dan vitamin larut dalam lemak. Prinsip penentuan kadar vitamin C (asam askorbat) adalah dengan melakukan oksidasi menjadi asam dihidroaskorbat oleh arang aktif dengan bantuan asam asetat. Selanjutnya bila direaksikan dengan 2,4-difenil-hidrazin dan ditambahkan asam sulfat akan terbentuk warna merah yang intensitasnya dapat diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm (Muchtadi, 1989) Untuk menganalisa kadar vitamin C pada suatu bahan hasil pertanian dapat dilakukan dengan metode titrasi iod. Prinsip analisa kadar vitamin C dengan metode titrasi iod adalah vitamin C dapat bereaksi dengan iodin membentuk ikatan dengan atom C nomor 2 dan 3 sehingga ikatan rangkapnya hilang dan terbentuk kompleks iod-amilum berwarna biru gelap (biru tua). Titrasi iodin berdasarkan sifat bahwa vitamin C dapat bereaksi dengan iodin. Indikator yang dipakai adalah amilum. Akhir titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dari iod-amilum. Perhitungan kadar vitamin C dengan standarisasi larutan iodin yaitu tiap 1 ml 0,01 N iodin ekuivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Prinsip bahwa atom H yang dilepaskan vitamin C (sebanyak 2 atom tiap molekul vitamin C) akan ditangkap oleh larutan standar iodium sehingga ikatan rangkap pada atom C nomor 2 dan 3 akan menjadi ikatan tunggal karena sudah berikatan dengan iodium (Sudarmaji dkk., 1989) Sedangkan menurut Sugiarti (2008), titrasi iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Iodimetri merupakan titrasi terhadap zat-zat reduktor yang dilakukan secara langsung. Titrasi iodimetri ini dapat dilakukan untuk menentukan kadar zat-zat oksidator secara langsung, seperti kadar yang terdapat dalam serbuk vitamin C.
17
F. Analisis Ekonomi Analisis kelayakan ekonomi bertujuan unuk menentukan kelayakan suatu usaha, apakah usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitik beratkan kepada aspek keungan berupa arus kas (cash flow) yang terjadi selama usaha dijalankan. Analisis dari segi teknik, ekonomi, maupun finansial. Analisis ekonomi bertujuan mengetahui ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, harga penjualan, perkiraan pendapatan (rugi atau laba), serta kriteria kelayakan (Astawan, 2004). 1. Biaya Produksi Biaya produksi pada dasarnya dibedakan atas biaya produksi yang besarnya tetap selama produksi (biaya tetap), dan biaya yang besarnya tergantung produk yang dihasilkan (biaya tidak tetap). a. Biaya tetap Biaya tetap merupakan biaya produksi yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan dan jumlah kerja suatu alat atau mesin. b. Biaya tidak tetap Biaya tidak tetap adalah biaya produksi yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi. Besarnya biaya ini tergantung pada jumlah jam kerja dan jumlah produk yang dihasilkan. Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan terhadap biaya bahan baku, bahan penunjang, dan upah pekerja (Astawan, 1999). 2. Kriteria Kelayakan Ekonomi a. Analisis Rugi Laba Analisa laba rugi adalah suatu analisa keungan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntansi. Jadi merupakan suatu analisa yang menunjukkan hasilhasil operasi perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, pengurangan-pengurangan yang timbul di dalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang diperoleh dengan
18
penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain, laba = penerimaan – pengeluaran (Astawan, 1999). b. Break Event Point (BEP) BEP adalah suatu titik keseimbangan dimana pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang dari pada jumlah yang ditunjukkan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999). c. Return on Investmen (ROI) Return on Investmen (ROI) merupakan perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal yang dinyatakan persen (%) per tahun. ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap ditambah modal kerja (Mulyadi, 1998). Return on Investmen (ROI) adalah perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persen per tahun. ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap dan modal kerja (Mulyadi, 1998). d. Payback Period (PP) Metode payback period (PP) adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan arus kas. Dengan kata lain, payback period merupakan rasio antara initial cash investment dan
19
cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum payback period yang dapat diterima. Payback period merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam dalam proyek. Nilai tersebut dapat berupa presentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback period tersebut harus lebih kecil (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil dari 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari 5 tahun (Mulyadi, 1998). e. B/C Ratio Benefit cost ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar (>) dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil (<) dari 1 maka perusahaan tidak layak untuk berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 1999).