3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Resistensi Tanaman Terhadap Serangan Hama Ketahanan/resistensi tanaman terhadap hama/penyakit adalah sekelompok
faktor yang pada hakekatnya telah terkandung dalam tanaman dan diperoleh secara alamiah, sedang sifatnya adalah menolak, mencegah atau mentolerir serangan hama/penyakit. Faktor yang mengendalikan sifat resistensi, sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga adalah faktor fisis, kimiawi, anatomis, fisiologis dan genetis. (Sodiq, 2009) Painter (1951) dalam Oka (2005) membagi mekanisme resistensi tanaman terhadap serangga hama kedalam 3 bentuk, yaitu : a. Non preferensi; Varietas yang tidak dipilih/disukai oleh hama, karena ada dua hal yang mendasari ketahanan pada non preferensi yaitu: (1) varietas yang tahan mungkin tidak memiliki suatu sifat atau sifat-sifat kuantitatif yang menimbulkan rangsangan yang menyebabkan hama tertarik, dan (2) mungkin memiliki sifat-sifat yang repelan (menolak) yang menggantikan atau yang mengalahkan sifat-sifat yang menyebabkan hama tertarik tadi. b. Antibiosis adalah dampak-dampak yang merugikan pada kehidupan serangga hama bila ia diberi makan dengan varietas-varietas atau spesies tanaman yang tahan. Antibiosis ini berhubungan dengan rendahnya mutu makanan pada tanaman inang, mengurangi jumlah makanan yang diambil oleh hama atau adanya zat-zat beracun didalam tanaman. c. Toleransi lebih diperankan oleh tanaman itu sendiri. Kemampuan suatu varietas untuk tumbuh kembali, mengganti bagian-bagian yang telah dimakan/dirusak
atau
memperbaikinya,
meskipun
diinfestasi
oleh
sejumlah banyak spesies hamanya, adalah sifat-sifat toleransi. Pada prinsipnya perbedaan ketahanan tanaman terhadap serangga tertentu disebabkan oleh faktor biofisik dan faktor biokimia. Faktor biofisik seperti morfologi, anatomi dan warna tumbuhan mempengaruhi ketahanan suatu varietas. Tumbuhan menjadi lebih disenangi atau sebaliknya oleh serangga, tergantung dari
4
besarnya peranan setiap faktor atau kombinasi dari ketiga faktor di atas. Menurut Beck (1965) dalam Sodiq (2009), faktor biokimia digolongkan dalam dua golongan, yaitu (1) yang menghambat proses fisiologi serangga antara lain adalah alkaloida beracun yang banyak pada tumbuhan dan, (2) kurangnya salah satu unsur pakan yang diperlukan oleh serangga pada tanaman yang berpengaruh terhadap kehidupan serangga (Sodiq, 2009). Dalam pengujian ketahanan varietas melalui mekanisme toleransi dapat dilakukan dengan cara menghitung besarnya kerusakan pada tanaman jagung. Menurut Fleming et. al (1985) dalam Sodiq (2009), deskripsi kerusakan daun dihitung sebagai berikut : Kelas 1 :
Tidak ada lubang serangan, tetapi terdapat titik-titik serangan pada daun.
Kelas 2 :
Terdapat titik-titik serangan dengan beberapa lubang serangan berukuran sedang.
Kelas 3 :
Terdapat lubang serangan yang berukuran sedang dalam jumlah agak banyak.
Kelas 4 :
Kerusakan daun yang berat dengan adanya lubang serangan berukuran besar dalam jumlah banyak.
Selanjutnya Fleming et. al (1985) dalam Sodiq (2009) membuat tingkat ketahanan berdasarkan nilai kerusakan daun, yaitu : Kelas 1 :
Tanaman jagung mempunyai ketahanan tinggi
Kelas 2 :
Tanaman jagung mempunyai ketahanan agak tinggi
Kelas 3 :
Tanaman jagung mempunyai ketahanan sedang
Kelas 4 :
Tanaman jagung mempunyai ketahanan peka
2.2
Hama Penggerek Batang (Ostrinia furnacalis Guenee) Penggerek batang Ostrinia furnacalis ditemukan di Asia Tenggara, Asia
Tengah, Asia Timur dan Australia (Mutuura dan Munroe, 1970 dalam Tenrirawe, 2007). Hama ini merupakan salah satu hama utama pada pertanaman jagung (Mas’ud et. al., 2009). Serangga ini memiliki lebih dari satu generasi dalam setahun, karena didukung oleh curah hujan yang memberikan pengaruh penting
5
pada aktivitas ngengat dan oviposisinya (Nafus and Schreiner, 1987 dalam Pabbage et. al., 2007) Menurut Nonci dan Baco (1987) dalam Saenong (2005), penggerek batang jagung mulai meletakkan telur pada pertanaman yang berumur 2 minggu sampai keluarnya bunga jantan (Gambar 1a). Hasil penelitian Abdullah et. al. (2011) menunjukkan bahwa 99,5% kelompok telur diletakkan pada permukaan bawah daun dan sisanya pada permukaan atas daun. Kelompok telur diletakkan pada daun ke-3 sampai dengan daun ke-13. Bentuk kelompok telur menyerupai sisik ikan dengan ukuran kelompok telur yang berbeda-beda yaitu 5-90 atau bahkan lebih dari 100 butir (Surtikanti, 2006). Seekor ngengat betina mampu meletakkan telur 300-500 butir. Stadium telur 3-4 hari (Lee et. al., 1980 dalam Pabbage et. al., 2007). Pada waktu diletakkan telur berwarna bening, kemudian berwarna putih kekuningan setelah hari kedua, dan pada hari ketiga yakni ketika akan menetas berubah menjadi hitam. Warna hitam tersebut menandakan caput (kepala) calon larva (Nonci, 2004)
(a)
(b)
(c)
(d)
Sumber : Pabbage, et.al., 2007
Gambar 1. (a) Koloni Telur (b) Larva (c) Pupa (d) Ngengat Ostrinia Furnacalis. Larva O. furnacalis terdiri dari enam instar dengan stadium 17-30 hari (Gambar 1b) (Lee et. al., 1980 dalam Pabbage et. al., 2007). Keberadaan larva
6
penggerek batang dicirikan dengan adanya kotoran atau bekas gerekan yang ada pada bagian tanaman tersebut (Surtikanti, 2006). Larva penggerek batang jagung dapat merusak daun, batang, serta bunga jantan dan betina (Nonci, 2004). Pupa penggerek batang berada didalam batang jagung. Lamanya pupa bervariasi antara 7-10 hari (Gambar 1c). Ngengat biasanya muncul dan aktif pada malam hari dan segera berkopulasi setelah keluar dari pupa (Gambar 1d). (Surtikanti, 2006)
Sumber : Pabbage, et.al., 2007
Gambar 2. Gejala Serangan Hama Penggerek Batang Jagung Gejala serangan O. furnacalis yaitu terdapat lubang kecil pada daun, Lubang gerekan pada batang, bunga jantan atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, tumpukkan tassel yang rusak, dan rusaknya tongkol jagung
(Tenrirawe,
2007).
Serangan
penggerek
batang
jagung
dapat
mengakibatkan kehilangan hasil hingga mencapai 80% (Bato et. al., 1983; Wiseman et. al., 1984; Nafus and Shreiner, 1987 dalam Pabbage et. al., 2007). 2.3
Intensitas Serangan Hama Kerusakan tanaman karena serangan Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) sangat beragam. Berdasarkan pada gejala serangannya, kerusakan tanaman oleh serangan OPT dapat berupa kerusakan mutlak (atau yang dianggap mutlak) dan kerusakan tidak mutlak.
7
Untuk menilai serangan OPT yang menyebabkan kerusakan mutlak digunakan rumus Direktorat Bina Perlindungan Tanaman (1992): x100% Keterangan : I = Intensitas serangan a = Banyaknya contoh (batang tanaman) yang terserang b = Banyaknya contoh yang tidak terserang Intensitas serangan adalah derajat serangan OPT atau derajat kerusakan tanaman pangan yang disebabkan oleh OPT. Intensitas serangan dapat diamati dengan dua cara, yaitu: a. Intensitas serangan secara kuantitatif dinyatakan dalam persen bagian tanaman atau kelompok tanaman terserang. b. Intensitas serangan secara kualitatif dibagi menjadi empat kategori serangan, yaitu ringan, sedang, berat, dan puso. Adapun kategori serangan serangga hama secara umum dapat digunakan pedoman sebagai berikut: -
Intensitas serangan ringan adalah derajat serangan sampai dibawah 25 persen.
-
Intensitas serangan sedang adalah derajat serangan yang sama atau lebih besar dari 25 sampai dibawah 50 persen
-
Intensitas serangan berat adalah derajat serangan yang sama atau lebih besar dari 50 sampai dibawah 90 persen.
-
Intensitas serangan puso adalah derajat serangan yang sama atau lebih besar dari 90 persen.