BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kaligrafi Kaligrafi berasal dari bahasa Yunani. (kallos) berarti indah dan (graphe) yang artinya tulisan. Seorang yang ahli dalam kaligafi disebut kaligrafer dan dia adalah seniman. Istilah kaligrafi digunakan untuk semua jenis tulisan, tetapi yang sering dikenal selama ini adalah semua jenis Latin. Israr. C (1985:135) Menurut huda (2003:3) Kaligrafi dalam bahasa Arab sering disebut khat yang berarti garis, tulisan indah, dan jamaknya (bentuk plural) adalah khuthuth. Ahli khat Arab disebut khatkhath. Di sisi lain, defenisi khat secara terminologi sebenarnya terungkap sesuai dengan pengalaman para kaligrafi itu sendiri sehingga setiap kaligrafi dapat memiliki corak tersendiri dalam memaknai kaligrafi atau khat Arab. Syaikh Syamsuddin Al Akhfani (Dalam Irsyad Al Qoshid, 2000) Kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara merangkai menjadi sebuah kalimat tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis mengubah ejaan yang perlu diubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya. Menurut Didin Sirojuddin (1988:1) Ungkapan kaligrafi (dari bahasa Inggris yang disederhanakan, calligraphy) diambil dari kata latin kalios yang berarti indah dan graph yang berarti tulisan atau aksara. Arti seutuhya kata kaligrafi adalah: kepandaian menulis elok, atau tulisan elok. Bahasa Arab sendiri menyebutnya khat yang berarti garis atau tulisan indah. Garis lintang equator atau khatulistiwa terambil dari kata Arab khattul istiwa, melintang elok membelah bumi jadi dua bagian yang indah. Penelitian para ahli menyatakan bahwa tulisan Arab merupakan proses lanjutan dari tulisan hieroglyph melalui tulisan Phunisia. Selanjutya dari tulisan Phunisia ini timbul lagi tulisan Arami dan tulisan Musnad dengan segala jenisnya (Israr, 1985:33). Tulisan Musnad adalah tulisan yang huruf-hurufnya terpisah satu sama lain, tidak seperti tulisan Arab yang lahir kemudian. Dari tulisan Musnad tersebut lahir pula tulisan Shafawi, tulisan Tsamudi, tulisan Lihyany, dan tulisan Himyari.
Universitas Sumatera Utara
Israr (1985:34) menyatakan bahwa tulisan Himyari, Strangeli, dan Nabthi, mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan tulisan Arab sesudah kedatangan agama Islam. Tulisan Strangeli berkembang menjadi tulisan Kufi, sedangkan tulisan Nabyhi berkembang menjadi tulisan Naskhi. Setelah wilayah Islam meluas, dan jumlah kaum muslimin bertambah banyak tidak hanya orang Arab saja pengetahuan menulis pun semakin merata dan seni kaligrafi semakin dikenal dan digemari. Sampai akhir masa kekuasaan Khulafa Rasyidin dan kekuasaan Bani Ummayyah, Kaligrafi yang paling banyak dipakai dalam berbagai penulisan ialah Khat Khufi. Apalagi mushaf-mushaf Al-Qur’an hampir seleruhnya menggunakan tulisan Khufi sehingga Khat Kufi dinggap paling popular bahkan dianggap paling suci. Namun lama-kelamaan orang-orang meninggalklan Khat Khufi dikarenakan dianggap kurang praktis dan sangat kaku sehingga sangat sulit dituliskan, Khoiri (1999:54). Kemudian lahirlah Khat Naskhi, khat yang muda untuk digoreskan lebih gampang dipelajari bahkan hampir disetiap naskah-naskah banyak menggunakan tulisan Naskhi. Dijaman Bani Ummayyah banyak berkembang lagi jenis-jenis tulisan sehingga menambah khazanah penulisan kaligrafi, namun dari pilihan jenis tulisan ada 6 (enam) jenis tulisan yang sangat terkenal hingga sekarang yaitu: ṡuluṡ , Naskhi, Muhaqqaq, Rayhani, Tawqi (Munir, 1993: 34). Menurut Fadzoili dalam Huda, (2003:4) menjelaskan perkembangan kaligrafi Arab yang pesat terjadi setelah datangnya agama Islam, dan terbagi pada enam periode yaitu: Pertama, muncul gaya kufi mencapai tahap kesempurnaan. Pada abad ke-8 Masehi gaya Kufi mencapai keelokan bentuknya sehingga bertahan lebih dari tiga ratus tahun. Sampai pada abad ke-11 Masehi gaya Kufi telah memperoleh lebih banyak tambahan selain Ornamental. Kedua, periode ini mulai dari akhir kekhalifahan Bani Umayyah hingga pertengahan kekuasaan Bani Abbasiyah di Bagdad, yaitu pada masa Khalifa Al-Makmun. Pada masa ini muncul modifikasi dan pembentukan gaya-gaya lain selain gaya kufi sehingga dalam tahap perindahan dan pertumbuhan pada periode ini ditemukan enam rumusan pokok (Al-aqlam Alsittah), yaitu ṡuluṡ, naskhi, muhaqqaq, raihani, riqa, dan tauqi. Selain itu, tercatat sekitar 24 gaya khat yang muncul dan berkembang pada periode ini, bahkan ada yang mencatat bahwa kaligrafi Arab sampai mencapai 36 gaya.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga, periode penyempurnaan dan perumusan kaidah penulisan huruf oleh Abu’Ali Muhammad Bin Muqlah dan saudaranya, Abu Abdullah Hasan Bin Muqlah dengan metode AlKhat Al-Mansub (ukuran setandar ukuran kaligrafi). Ibnu Muqlah sangat berjasa dalam membangun gaya Naskhi dan ṡuluṡi. Disamping itu, ia juga memodifikasi sekitar 14 gaya kaligrafi serta menentukan 12 kaidah untuk pegangan seluruh aliran. Keempat, periode pengembangan dari rumusan Ibnu Muqlah oleh Ibnu Bawwab, yang nama asli Abu Hasan Bin Abi hilal, berhasil menemukan gaya lebih gemulai, pertautan yang indah gaya kesukaanya ialah naskhi dan muhaqqaq. Ia juga menambahkan zukhrufah (hiasan) pada 13 gaya kaligrafi yang menjadi eksperimen. Kelima, periode pengolahan khat dan pemikiran tentang metode hiasan baru dengan Jamaluddi Yaqut Al-Musta’shimi. Beliau juga mengola gaya Al-aqlam Al-sittah yang masyur pada periode kedua dengan sentuhan kehalusan penuh estektik serta mengembalikan hukumhukum ibnu Muqlah dan Ibnu Bawwab pada dasar geometric dan titik (Rhombic) yang kemudian masyur dengan gaya Yaquti. Di masa inilah para ahli kaligrafi dengan penuh antusias mampu menghasilkan ciptan gaya baru, bahkan hingga ratusan gaya. Keenam, periode memunculkan tiga gaya baru pada masa Dinasty Mameluk di Mesir dan Dinasty Safawi di Persia, yaitu gaya ta’liq (farisi) yang disempurnakan oleh ahli kaligrafi Abdul Hayy, nasta’liq (merupakan gabungan antara naskhi dan ta’liq) oleh ahli kaligrafi yang bernama Mir’Ali, dan gaya Shikatse (berbentuk terpecah-pecah) oleh Darwisi Abdul Masjid. Dalam catatan Ibnu Nadim pada masa Dinasti Thulon. Lalu seiring berjalannya waktu semakin banyak penemuan jenis kaligrafi sendiri bukan hanya bersumber pada negeri Arab saja melainkan sampai daerah Afrika yang memiliki mayoritas muslim seperti jenis tulisan: thuman, tsulutsain, ghubar, nataliq, jalil, taliq, farisi, ṡuluṡ, dan masih banyak lagi namun sampai sekarang khat/jenis tulisan yang banyak digunakan ialah, naskhi, ṡuluṡ, ryhani, diwani, diwani jail, farisi, khufi, riq’ah. 2.1.1 Sejarah Perkembangan Khat Naskhi Walaupun Naskhi dapat diakarkan ke akhir abat VII Miladiyah, namun tulisan tersebut tidak menonjol pada banyak bentuk dan sistematika sampai penghujung abad kesembilan. Yang paling penting adalah, bahwa Naskhi menarik banyak orang sebab ditulis lebih muda dengan bentuk geometrikal cursif, tanpa macam-macam struktur yang kompleks.
Universitas Sumatera Utara
Orang-orang Arab pernah belajar seni membuat kertas dari Cina (dan Mesir) sekitar tahun 750-an dan pemakaiannya dikenalkan kepada seluruh negri Islam, sehingga kaum muslimin dapat menggunakan material tulisan lain semacam papirus dan kertas kulit. Ini memungkinkan pula tulisan Naskhi selalu siap dipakai dan dengan muda menyebar di seluruh kawasan negri Islam bagian Timur. Sejak tulisan Naskhi kurang bisa menyesuaikan diri, maka sistem Ibnu Muqlahlah yang membawanya ke arah kemajuan. Ibnu Muqlah sendiri kemudian merumuskan corak Naskhi pada proporsinya yang lebih uniuk dan elok, yang pada puncaknya bergabung pada ranking tulisan besar. Kemudian lebih di sempurnakan lagi oleh Ibnu Al-Bawab, yang memberi “cap jempol” bagi Naskhi dan mentransformasikannya kepada tulisan Alquran yang mengagumkan dan patut dihormati. Ini bisa dilihat pada Alquran yang masih bertahan sampai sekarang, hasil tangannya yang disalin menurut Naskhi dengan cover atau halaman sampul ṡuluṡ, tahun 1001. Mushaf Alqran dalam Naskhi berukuran kecil, tertulis tahun 1036, hanya 14 tahun sepeningala Ibnu Al-Bawab, mencatat pengaruh yang cepat pada penulisan Alqurqn di kalangan tertentu. Kini Naskhi merupakan satu-satunya tulisan yang digunakan hampir pada seluruh naskah-naskah ilmia seperti buku, majalah, koran, atau brosur-brosur. Kecuali kepala-kepala tulisan, lebih sering menggunakan tulisan berhias seperti ṡuluṡ, Diwani dan Farisi. Naskhi sendiri diambil dari kata Nuskha atau naskah, menurut bahasa Indonesia kita, sebab lebih banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan tersebut dan keadaannya memang lebih cocok untuk itu. Rumus-rumus yang digunakan dalam penulisan Khat Nasskhi, menurut tarikh klasik Islam, adalah sama dengan yang digunakan untuk ṡuluṡ, dengan setandar empat sampai lima titik untuk alif. Persamaan jarak bagi setiap huruf Naskhi dengan ṡuluṡ menurut Al-Ustaz Mahmud Yazir (Turki), adalah karena akrabnya bentuk Naskhi kepada ṡuluṡ. Ada kesepakatan umum, bahwa tulisan Naskhi menolong si penulis untuk menulis lebih cepat dibandingkan dengan ṡuluṡ, sebab huruf-hurufnya yang lebih kecil dan tidak banyak dibebani aneka ragam corak hiasan, alias lebih praktis. Atas dasar itulah ia dipaksa luas untuk menyalin terjemahan dari naskah-naskah Yunani, India, Persia dan lain-lain pada zaman keemasan Islam.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Sejarah Perkembangan Khat ṡuluṡ Dinamakan khat ṡuluṡ karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotongdengan ukuran sepertiga (ṡuluṡ) goresan kalam. Ada pula yang menamakannya khat Arab karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam kaligrafi Arab yang banyak jumlahnya setekah khat Kufi.Untuk menulis dengan khat ṡuluṡ, pelatuk kalam dipotong dengan kemiringan kira-kirasetengah lebar pelatuk. Ukuran ini sesuai untuk khat ṡuluṡ Adi dan ṡuluṡ Jali. Khta ṡuluṡ yang banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan berbagai media karena kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya lain, baik dari segi kaedah ataupun proses penyusunanya yang menuntut harmoni dan seimbang. Dalam rentang perjalananya, khat
ṡuluṡ berkembang menjadi beberapa gaya, antara lain: 1.Khat ṭūmār ﺧﻂ ﻁﻮﻣﺎ ﺭ Khat yang diciptakan oleh Qutbah al-Muharrir yang tumbuh dan berkembang di masa Bani Umayyah ini biasa ditulis dalam ukuran besar dengan aturan-aturannya yang simple. Khat ini sangat cocok untuk dekorasi dinding atau media-media berukuran besar. Para khattat Turki menamakannya Jali ṡuluṡ atau ṡuluṡ Besar. ṭūmār
atau Tamur
jamaknya Tawamir bermakna sahifah (lembaran atau manuskrip). Khat ṭūmār artinya khat yang ditulis di lembaran atau manuskrip. 2.Khat Muhaqqaq ﺧﻂ ﻣﺤﻘﻖ Penciptanya adalah Ibnu Bawab (w.413 H). Ibnu Bawab adalah kaligrafer masyhur setelah Ibnu Muqlah. Khat ini hampir mirip dengan khat ṡuluṡ karena perbedaan keduanya sangat samar dan hanya dapat diketahui oleh ahli khat yang cermat. Pada perkembangannya, khat ini semakin redup dan jarang sekali digunakan sehingga posisinya digeser oleh khat ṡuluṡ. 3.Khat Raihāni ﺧﻂ ﺭﻳﺤﺎﻥ Pencipta khat ini adalah Ibnu Bawab juga, namun berhubungan erat dengan Ali ibn Al-Ubaydah Al-Rayhan (w. 834 M) sehingga namanya diambil untuk nama khat ini.
Universitas Sumatera Utara
Pendapat lain menjelaskan Raihāni dengan kata Rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan popularitasnya. 4.Khat Tawqī’ ﺧﻂ ﺗﻮﻗﻴﻊ Tawqi’ artinya tanda tangan, karena para khalifah dan perdana menteri senantiasa menggunakan Tawqi’ untuk menandatangani perbagai naskah mereka. Diciptakan oleh Yusuf al-Syajari (w.210/825M). Lalu berkembang di tangan Ahmad ibn Muhammad yang dikenal dengan Ibnu Khazin (w.1124 M) sebagai murid generasi kedua Ibnu Bawab. Yang membedakan ṡuluṡ dengan Tawqi‟ adalah ukuran Tawqi’ yang selalu ditulis sangat kecil. Bentuk yang menyerupai Tawqi’ adalah Tugra’ atau Tur’rah yang pada awalnya berfungsi sebagai cap dan lambang sultan-sultan Usmani dengan ukuran bervariasi. 5.Khat Riq’ah atau Ruq’ah’ ﺧﻂ ﺭﻗﻌﺔ Riq’ah jamaknya Ruq’ah artinya lembaran daun kecil halus yang digunakan untuk menuliskhat tersebut. Gaya ini diciptakan oleh Al-Ahwal al-Muharrir yang diolahnya dari Khat ṡuluṡ. Sebagian sejarawan menamakan gaya ini dengan khat Tawqi’, namun yang lebih benar adalah bahwa Riq’ah pun diolah pula dari Tawqi’. Ukuran Riq’ah lebih kecil dari Tawqi’ dan digunakan khusus untuk menyalin teks-teks kecil dan penyajian kisah. 6.Khat ṡuluṡain ﺧﻂ ﺛﻠﺜﻴﻦ Diciptakan oleh saudara Yusuf Al-Syajari bernama Ibrahim Al-Syajari (w.20an H) dizaman Bani Abbas. Ibrahim membuat kaedah ṡuluṡain dari khat yang suda ada semenjak dahulu yaitu khat Jalil. ṡuluṡain berarti dua pertiga karena ditulis dengan kalam yang
ujung
pelatukya
dipotong
seukuran
dua
pertiga
lebar
goresan
kalam. sedikit lebih kecil dari khat ṭūmār yang ditulis sangat besar. 7. Khat Musalsal ﺧﻂ ﻣﺴﻠﺴﻞ Diciptakan oleh Al-Ahwal Al-Muharrir dari keluarga Barmak di zaman Bani Abbas. Sebagian huruf-huruf khat ini saling berhubungan, oleh karena itu beberapa sejarawan modern menamakannya khat Mutarabit yang berarti saling ikat atau berikatan.
Universitas Sumatera Utara
8.Khat ṡulutṡ Ᾱdī ﺧﻂ ﺛﻠﺘﺚ ﻋﺎﺩﻱ Pencipta khat ini adalah Ibrahim Al-Syajari diawal abad ke-3 H di zaman Bani Abbas.Dalam beberapa kamus bahasa Arab disebutkan, “anna Al-sulusiyya min Alkhuttut huwa Al-galizal-huruf” (sepertiga dari khat adalah huruf yang sulit). 9.Khat ṡuluṡ Jālī ﺧﻂ ﺛﻠﺚ ﺟﻠﻲ Jālī artinya wadih (jelas). Kejelasan dalam hal ini terletak pada lebar anatomi hurufnya yang lebih dominan daripada jaraknya, dibandingkan dengan jarak yang lebih dominan daripada lebar anatomi hurufnya dalam ṡuluṡ Adi. Dengan demikian, dalam
ṡuluṡ Jali akan tampak dengan jelas komposisi huruf yang bertumpuk memadati ruang media yang ditulis. Khat ini banyak digunakan untuk menulis judul-judul dan media seni yang permanen. 10.Khat ṡuluṡ Mahbūk ﺧﻂ ﺛﻠﺚ ﻣﺤﺒﻮﻙ Mahbūk artinya terstruktur atau tersusun rapi, yang diukur menurut keindahan pembagian(husn Al-tawzi‟) dan aturan komposisi (ihkam Al-tartib). Keindahan pembagian dicirikan dengantidak adanya kelompok huruf yang bertumpuk di satu tempat sementara tempat lain terlalu kosong sehingga mendorong khat memperbanyak dan mengisinya dengan syakal dan hiasan untuk mencari keseimbangan. Sedangkan aturan komposisi adalah ketepatan memposisikan kata, huruf, dan titik di tempat-tempat yang strategis. 11.Khat ṡuluṡ Muta’assir bil Rasm ﺧﻂ ﺛﻠﺚ ﻣﺘﻌﺴﺮ ﺑﻞ ﺭﺳﻢ Beberapa khattat atau kaligrafer berusaha menggubah aksara Arab kepada bentuk visual yang bisa berbicara biar lebih bervariasi sekaligus untuk menyeimbangkan antara ketaatan terhadap ajaran agama dengan kesenangan menggambar, karena dalam Islam visualisasi makhluk hidup secara jelas berlawanan dengan semangat dakwah agama tersebut untuk selalu menjaga ketauhidan dan menjauhi kesyirikan. Potensi huruf Arab yang sangat lentur dan mudah dibentuk mendorong para khattat menciptakan gambar-
Universitas Sumatera Utara
gambar simbol yang mengungkap kalimat-kalimat suci dan tauhid, sehingga kaligrafi diolah menjadi sarana menggambar yang terbebas dari visualisasi makhluk hidup secara terang-terangan. Khat yang dipengaruhi gambar ini akhirnya diterima dan populer di kalangan seniman muslim. Banyak ragam dan variasi aliran khat ini, yang secara bebas mengambil pola figural atau simbolik berupa gambar manusia, binatang, tumbuhan dan benda-benda. 12.Khat ṡuluṡ Handasī ﺧﻂ ﺛﻠﺚ ﻫﻨﺪ ﺳﻲ Gaya ini merupakan ṡuluṡ yang menyusun huruf dan kata secara geometris (handasi) dan indah berdasarkan rasa seni, sehingga menjadi dasar kekompakan, keserasian, dan penyatuan sebuahkarya. 13.Khat ṡuluṡ Mutanaẓir ﺧﻂ ﺛﻠﺚ ﻣﺘﻨﺎ ﻅﺮ Mutanaẓir artinya saling memantul. Dinamakan pula khat ṡuluṡ Mir’ah (cermin), dimana yang berada disamping kanan memantul ke samping kirinya, sehingga seolah diantara dua sisi tersebut ada cermin. Khat ini dinamakan juga dengan gaya Ma’kus (memantul), musanna (AC-DC atau dua dimensi), dan Aynali (saling tatap). Gaya ini tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan muslim yang saling berbalas kebaikan dalam kehidupan sehari-hari seperti memberi salam dan menjawabnya.
2.1.3 Sejarah Perkembangan Khat Riq’ah Riq’ah jamaknya Ruq’ah, artinya “lembaran daun kecil halus”, dari mana nama tersebut didapatkan. Diduga berasar dari Naskhi dan ṡuluṡ. Bentuk-bentuk asalnya sama dengan hurufhuruf ṡuluṡ dan Tawqi, baik dalam keadaan tunggal ataupun ketika berada dalam bentuk susunan, kecuali, bahwa Riq’ah memiliki kelainan-kelainan dalam beberapa hal: 1. Tulisan Riq’ah lebih cenderung kepada bulatan-bulatan daripada tulisan Tawqi yang lebih cenderung kepada bulatan-bulatan daripada tuisan ṡuluṡ. 2. Huruf-huruf riq’ah lebih halus daripada huruf-huruf Tawqi. 3. Tarwis atau “janggut” sangat jarang atau hanya sedikit sekali di dapat pada kepala alif tunggal dan saudara-saudaranya. Hal itu berbeda sekli dengan ṡuluṡ dan Tawqi di mana tarwis menjadi kelajiman.
Universitas Sumatera Utara
4. Pusat garis lingkaran ‘ain tengah dan akhir kerap kali terkatup tanpa lubang, demikian pula fa, qaf dan wawu. Adapun sad, ta’, ain tunggal dan awal senantiasa terbuka. 5. Ada beberapa huruf yang tak terdapat dalam tulisan lainnya, seperti alif yang agak condong ke kanan Ada keterangan yang menambahkan ciri-ciri lain tulisan tersebut, misalya, bahwa garisgaris horizontalnya sangat pendek dan simpul-simpul pengikat atau spasinya berstruktur tebal, dengan huruf-huruf penghabisan dari kata-kata pendahuluan kerapkali bersambungan atau bertabrakan dengan huruf-huruf awal kata-kata berikutnya. Ciri-ciri ini dan ciri-ciri yang terapat pada nomor 3 dan 4 di atas adalah ciir-ciri yang benar-benar terdapat pada tulisan Riq’ah yang kita kenal sekarang. Pada masa Daulat Usmaniyah, Riq’ah tumbuh menjadi bentuk-bentuk yang beranekaragam. Namun semuanya hampir tidak pernah terpakai untuk penulisan naskah-naskah “suci” seumpama Alquran atau teks-teks keagamaan. Ini disebabkan karena Riq’ah akan menjadi “kurang sedap” dipandang jika dibubuhin tanda-tanda harakat tidak seperti khat-khat Arab lainnya. Justru, masyarakat umumnya memerlukan bacaan lengkap dengan tanda-tanda penjelasannya. Pada tahun 1225/H, yang bertepatan dengan lahirnya Abu bakar Mumtaz ibn Mustafa Afandi, Khat Riq’ah sangat luas terpakai di seluruh kawasan kerajaan Turki Usmani. Mumtaz mengkhususkan diri menekuni jenis tulisan tersebut kemudian mendesain rumus-rumus Riq’ah dengan timbangan “titik” dan ukuran huruf-hurufnya menurut gaya-gaya rumus yang diterapkan kepada tulisan-tulisan Arab semisal ṡuluṡ dan lain-lain. Sejak itu Riq’ah mencapai puncak keindahannya yang mengagumkan. Betetapan degan itu, Mumtaz sendiri sempat “mengursus” Sultan Abdul Mjid Khat Al-Usmani, mempelajari jenis tulisan yang dikuasainya itu. Sedangkan Khat Riq’ah yang juga menjadi salah satu tulisan kesukaan para kaligrafi Usmani, mendapat banyak perbaikan dan penyepurnaan di tangan seseorang kaligrafer kenamaan, Syeikh Hamdullah Al-Amasi (w 1520). Akhirnya disempurnakan lebih maju lagi oleh para kaligrafer berikutnya, sehingga menjadilah kelak satu di antara sejumlah tulisan yang sangat populer dan banyak dipakai. Demikian pula Riq’ah, tulisan tersebut sangat luas pemakaiannya sebagai tulisan tangan (hand writimg) yang sangat digemarin di seluruh dunia Arab.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Jenis-Jenis Kaligrafi a. Khat Kufi Kufi adalah gaya tulisan Arab yang karakter dominannya bersiku, khat ini lahir dikota kufa Irak, dan perkembanganya menebar hampir keseluruh daerah wilayah Islam. Kufi lebih muda di susun sesuai keinginan dengan menyatukan pembentukan yang sejajar, kemudian diolah untuk motif dekorasi sehingga keindahan Kufi akan terlihat apalagi jika dibubuhi ornament-ornamen, Huda (2003:10) Contoh:
b. Khat ṡuluṡ Jenis tulisan ṡuluṡ merupakan parameter dari semua jenis kaligrfi kelompok kursif klasik, maka tindak asing lagi kalau Khat ṡuluṡ dijuluki sebagai ibu jenis Khat Kursif. Huda (2003:8) Contoh:
Universitas Sumatera Utara
c.
Khat Naskhi Khat Naskhi banyak digunakan untuk menyalin mushaf-mushaf Al-Qur’an, kitabkitab, naskha ilmiah, dikarenakan tulisan jenis ini rapi dan muda dimengerti dan di baca. Khat ini dapat dijadikan acuan untuk penulisan khat yang lain atau khat yang lebih rumit penulisannya. Huda (2003:7)
Contoh:
d. Khat Farisi Penamaan khat ini memiliki sejarah mengapa disebut Khat Farisi, hal ini disebabkan oleh tempat lahir dan berkembangya diwilayah Persia atau yang dikenal sekarang wilayah iran. Jenis tulisan ini banyak digunakan dalam penulisan karya puisi Iran. Huda (2003: 10)
Contoh:
e. Khat Diwani
Universitas Sumatera Utara
Khat Diwani memiliki kelenturan yang sangat berat dari semua khat sehingga sangat lentur dan elastis. Apabila dilihat keterbacaan tulisan memiliki kesulitan yang cukup besar bagi orang yang memiliki pengetahuan dasar kaligrafi. Huda (2003:10)
Contoh:
f. Khat diwani Jali Khat Diwani Jaliu merupakan pengembangan bentuk Khat diwani dan perbedaanya untuk Khat Diwani Jali banyak dimasukkan komponen harkat, hiasan dan ruang kosong bentuk ditaburi oleh titik-titik. Khat ini benar-benar menimbulkan kesan ramai sehingga membentuk sebuah gambar dan bentuk. Huda (2003:9)
Contoh:
Universitas Sumatera Utara
g. Khat Riq’ah Khat ini banyak digunakan untuk keperluan sehari-hari ditimur tengah sebagai bahan dari kalangan akademis, birokrat dan masyarakat. Kelebihan khat ini yang menjadi daya tarik adalah penulisan yang sederhana, muda dan cepat serta tidak menggunakan tanda vocal dan hiasan. Huda (2003:8)
Contoh:
h. Khat Raihani Khat Raihani merupakan khat yang banyak disukai dikarenakan dapat digunakan dalam penulisan mushaf-mushaf Al-Quran dan buku agama. Raihani berarti harum semerbak. Huda (2003:9)S
2.2.1 Ciri-ciri Khat Naskhi
1. Khat ini paling standar dari khat yang ada. Lihat huruf wawu, fa' dan qaf yang membulat dan ha' yang menutup jika disambung di akhir kalimat (seperti lafadz jalalah). Ini cirinya agar tidak tertukar dengan kht tsuluts. 2. Pada khat naskhi, di atas alif, lam dan tho, ada bentuknya seperti bulan sabit. Dan huruf ra serta wawu melingkar layaknya bulan sabit. Perhatikan gambar berikut!
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Ciri-ciri Khat ṡuluṡ 1. Perbedaan dengan khat naskhi adalah khat ini mengandung unsur yang lebih tajam. Sering dipakai dalam khat-khat yang ribet.. 2. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut!
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Ciri-ciri Khat Riq'ah 1. Khat ini paling simpel dan terkesan kaku, sesuai namanya riq'ah (lembut). 2. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut!
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pengertian Kesalahan Dalam upaya mendapatkan hasil yang baik dan sempurna dalam penelitian pemahaman tentang judul sangat diperlukan sebagai landasan berpijak dalam penelitian ini. Sebelum membahas lebih lanjut, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu defenisi analisis kesalahan. Menurut Ellis (1986 : 296) Analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja, yang bisa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengidentifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu. Dalam kaitannya dengan analisis kesalahan Corder (1971) mengatakan perlu diadakan pembedaan antara lapza (yaitu kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kalimat yang merupakan akibat dari pembatasan-pembatasan pemrosesan ketimbang kurangnya kompetensi) dengan errors (yaitu kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kalimat yang merupakan akibat kurangnya kompetensi). Beliau juga mengutarakan bahwa kalimat-kalimat dapat berupa
Universitas Sumatera Utara
covertly idiosyncratic (yaitu yang mempunyai cacat yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa sasaran), dan covertly idiosyncratic (yaitu yang secara sepintas merupakan baik, tetapi bila konteks pemakaiannya diuji dan diteliti ternyata tidak gramatis). Kesalahan yang menimbulkan salah interpretasi atau menimbulkan makna yang berbeda atau tidak menimbulkan sama sekali dikatakan kesalahan global, sedangkan yang terjadi pada butir-butir bahasa yang tidak menimbulkan kekacauan interpretasi dikatakan kesalahan local. (Parera, 1997:145).
2.4 Pengertian Kemampuan (Ability) Menurut Chaplin (1997 :34) “ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan perbuatan”. “Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. Robins (2000 : 46). Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Lebih lanjut Robins (2000: 46) menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu : 1). Kemampuan Intelektual (Intelectual ability ) : merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental. 2). Kemampuan Fisik (Phisycal ability) : Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan karakteristik fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang menggunakan alam fikir yang didasarkan pada ilmu pengetahuan seseorang dalam menjalankan aktifitas atau kegiatan. Pekerjaan yang banyak menggunakan aktifitas berfikir ini biasanya dilakukan oleh peneliti atau yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang lebih dominan menggunakan kekuatan tenaga/otot dalam mengerjakan suatu aktifitas, bility dipakai untuk acuan penelitian ini agar di ketahui kemampuan mahasiswa dan dapat di teliti bagai mana kesalahany. Biasanya
Universitas Sumatera Utara
orang yang mengerjakan aktifitas dengan mengutamakan kekuatan fisik adalah pekerja bangunan atau yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
2.5 Kajian Terdahulu Adapun refrensi tentang kaligrafi Arab yang terdapat di dalam program studi Bahasa Arab yang berkaitan dengan judul ini sudah pernah di teliti oleh beberapa orang antara lain. Macam-macam kaligrafi oleh Ibnu Khattab pada tahun 1988. Analisis tentang Khat Kufi dalam Kaligrafi Islam oleh Ilyasak Nehru pada tahun 1991. Sejarah Kaligrafi Arab Sebagai Seni Rupa Islam Indonesia oleh Elfi Ritriyani pada tahun 1992. Perkembangan Kaligrafi Islam dan Kaitannya Dengan Sejarah Penulisan Al-Quran pada masa Nabi Muhammad SAW sampai Ustman oleh Lusilawati pada tahun 1997. Analisis Kaligrafi Pada Masjid Baiturrahman Banda Aceh-NAD oleh Devi Khairina pada tahun 2008. Studi Kaligrafi Arab Kontemporer oleh Yusnar Wira Darma pada tahun 2006. dan Studi Komparatif Khat Tsulus Dengan Khat Raihani oleh Mael Ritonga pada tahun 2006. Ilyasak Nehru (1991) Analisis tentang Khat Kufi dalam Kaligrafi Islam . Yang membahas tentang Khat Khufi dalam kaligrafi Islam dan membahasa sejarah kaligrafi Arab Elfi Fitriyani Harahap (1992). Sejarah Kaligrafi Arab Sebagai Seni Rupa Islam. . Yang membahas tentang bagaimana sejarah Kaligrafi Arab sebagai Seni Rupa Islam dan perkembagan kaligrafi Arab di Indonesia. Lusilawati (1997) Perkembangan Kaligrafi Islam dan Kaitannya Dengan Sejarah Penulisan Al-Quran pada masa Nabi Muhammad SAW sampai Ustman. Yang membahas perkembangan kaligrafi Islam dan sejarah penulisan Al-Qur’an pada masa nabi SAW sampai usman. Mael Ritonga (2008) Studi Komparatif Khat Tsulus Dengan Khat Raihani. Yang membahas untuk mengetahui persamaan dan perbedaan Khat Tsulus dan Khat Rainani ditinjau dari bentuk penulisan, serta untuk mengetahui kaidah-kaidah penulisan huruf hijaiyah dari kedua jenis khat tersebut. Kajian-kajian sebelumnya berbeda dengan peneliti, disebabkan peneliti hanya memfokuskan pada kesalahan penulisan Khat Naskhi, ṡuluṡ, dan Riq’ah yang dilakukan oleh Mahasiswa/i Departemen Bahasa Arab FIB USU. Oleh karena itu sajauh yang diketahui peneliti bahwa penelitian ini sebelumnya belum pernah ada yang melakukan.
Universitas Sumatera Utara