BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal era baru penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih otonom. Dalam rangka melaksanakan fungsinya secara efektif, maka pemerintah daerah harus didukung sumber-sumber pendapatan yang pasti agar pelaksanaan dan kelangsungan kegiatan pemerintah di daerah terjamin. Sumber pendapatan daerah terdiri dari Dana Perimbangan, PAD, Pinjaman Daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Adapun belanja daerah
dirinciberdasarkan organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Dalam hal ini peneliti akan menjabarkan teoriyang berkaitan dengan sumber pendapatan dan lain-lain pendapatan yang sah yang terbatas hanya pada unsur dana perimbangan (DAU, DAK, DBH) dan PAD, LLPYS serta kinerja keuangan.
2.1.1. Dana Alokasi Umum (DAU) PP RI 55 2005 Pasal 1 “ DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah.melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah serta data statistik. Nordiawan dkk (2007) formula DAU untuk suatu daerah dapat dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah 11 selisih antara kebutuhan fiskal dikurangi kapasitas fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kebutuhan fiskal daerah
Universitas Sumatera Utara
merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (kesehatan,pendidikan, infastruktur dan pengentasan kemiskinan). Setiap kebutuhan pendanaan tersebut diukur secara berturut-turut menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, PDRB dan IPM berdasarkan data statistik, sedangkan kapasitas fiskal daerah dihitung berdasarkan PAD dan DBH. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (PP No.55 Tahun 2005). Hal ini berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dan merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pusat kepada daerah. Transfer dari pusat ini cukup signifikan sehingga pemerintah daerah dengan leluasa dapat menggunakannya untuk memberi pelayanan publik yang lebih baik atau untuk keperluan lain. Nordiawan dkk (2007) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu propinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot propinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh propinsi. Bobot propinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal propinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh propinsi. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintah Daerah dan Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah lahir dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintah kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab. Dengan UU ini, diharapkan tercipta sistem perimbangan yang benar-benar proporsional. Artinya, jelas berapa bagian masing-masing pemerintah dengandasar yang adil dan dapat dipertanggung jawabkan melalui proses yangdemokratis. memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah lebih luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Realita pemberlakuan daerah otonom, mengindikasikan Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat seperti bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, DAU dan DAK, dan lainnya. DAU yang merupakan dana utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi berkurang. Kecilnya pendapatan daerah yang bersumber dari PAD merupakan kendala utama dalam melaksanakan otonomi daerah,hal ini menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dan kebebasan yang rendah dalam mengelola keuangan daerah. Karena tingginya tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap belanja langsung dan tidak langsung yang bersumber dari DAU.
2.1.2. Dana Alokasi Khusus (DAK) UU33 2004 pasal 39“DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”. DAK harus dilakukan sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas ke pemerintahan dibidang tertentu khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat disesuaikan dengan petunjuk teknis penggunaan DAK yang diusulkan oleh Menteri teknis, penetapannya dapat dilakukan dengan berkoordinasi kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. PP 25 2005 pasal 52,DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan fisik, sarana dan prasarana dasar yang menjadi urusan daerah antara lain program dan kegiatan pendidikan, kesehatan dan lain-lain sesuai dengan petunjuk teknis
Universitas Sumatera Utara
yang ditetapkan oleh menteri teknis terkait sesuai dengan peraturan dan perundangundangan. Sumber dana perimbangan yang kedua adalah dana lokasi khusus. Dengan adanya DAK, maka membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang ditanggung oleh Pemerintah Daerah. Lembaga penelitian SMERU (2008), mengungkapkan bahwa sumber pendanaan untuk belanja modal salah satunya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu (UU No. 33 Tahun 2004). Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian negara, yang digunakan untuk melaksanakan urusan daerah, secara bertahap dialihkan menjadi dana alokasi khusus. Dana alokasi khusus digunakan untuk menutup kesenjangan pelayanan publik antar daerah dengan memberi prioritas pada bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah, dan lingkungan hidup. Menurut Poesoro (2008), penetapan jumlah DAK dan alokasinya kepada daerah merupakan hasil keputusan antara panitia anggaran DPR dengan Pemerintah yang terdiri dari unsur Depkeu, Depdagri, Bappenas, dan departemen teknis yang bidang tugasnya menerima alokasi DAK. Meskipun mekanisme penetapan DAK melibatkan beberapa lembaga, keputusan akhir mengenai total jumlah DAK dan alokasinya menjadi wewenang Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR. DAK untuk masing-masing Kab/Kota dapat dilihat dari pos dana perimbangan dalam Laporan Realisasi APBD. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu dan terjadi keterpaduan serta arah yang jelas, maka departemen teknis
Universitas Sumatera Utara
yang paham betul program nasional pada bidang tertentu menyusun kriteria umum dan teknis yang akan dijadikan pedoman pemerintah daerah untuk menggunakan dana DAK yang diterima daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus seperti; (a) Kebutuhan
yang
tidak
dapat
diperkirakan
secara
umum
dengan
menggunakan rumus alokasi umum dan/atau (b) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Nordiawan dkk (2007) Ada beberapa kewajiban yang melekat pada daerah Penerima DAK, yaitu : (a). Daerah penerima wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK nya dalam APBD. (b). Kecuali untuk daerah dengan kemampuan keuangan tertentu, daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya 10 % dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Dana pendamping tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat fisik. (c). Kepala daerah penerima DAK harus menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan, Menteri teknis, dan Menteri Dalam Negeri. Penyampaian laporan dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. PP RI Nomor 55 2005, pasal 51 “DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional yang menjadi prioritas daerah berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, kriteria teknis”. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Sesuai dengan PP 55 2005 pasal 53 dan 54 Setelah menerima usulan kegiatan khusus Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK melalui dua tahapan yiatu : 1. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK dan, 2. Penentuan alokasi DAK masing-masing daerah Besaran alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indek berdasarkan indek kriteria berikut : a)
Kriteria Umum Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil daerah (PNSD). Dihitung berdasarkan indek fiskal netto tertentu yang ditetapkan setiap tahunnya.
b)
Kriteria Khusus Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraaan otonomi khusus dan karakteristik daerah (dirumuskan berdasarkan indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
c)
Kriteria Teknis Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang akan didanai DAK. Kriteria teknis dirumuskan melalui indek teknis oleh menteri teknis terkait yang disampaikan kepada menteri keuangan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Dana Bagi Hasil UU 33 2004 pasal 11 “(1). Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam, (2). Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Pajak terdiri atas : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh WPOPDN) dan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) dan DBH Sumber Daya Alam berasal dari enam sektor ; yaitu kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. DBH Pajak adalah penerimaan pajak yang diperoleh pemerintah dalam APBN dibagi hasilkan kepada daerah dengan proporsi yang telah ditetapkan UU No. 33 2004dan PP No. 55 2005yang bertujuan untuk memperkecil kesenjangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan didaerah, Terlihat dalam tabel berikut : Tabel. 2.1. Alokasi DBH No.
DBH
Pusat
Provinsi
Kabupaten
Biaya Pungut
1
PBB
10%
16,20%
64,80%
9%
2
BPHTB
20%
16%
64%
0
3
PPh 29, 25 dan 21
80%
12%
8%
0
Sumber UU 33 2004 Pasal 12,13 (diolah).
Bagian pemerintah pusat yang bersumber dari PBB sebesar 10 % dialokasikan kepada seluruh kabupaten/kota dengan rincian 6,5 % dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota, 3,5 % dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten dan kota yang realisasi penerimaan PBB sektor pedesaan dan
Universitas Sumatera Utara
perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan. Sedangkan bagian pemerintah pusat yang bersumber dari BPHTB sebesar 20 % dibagikan secara merata untuk seluruh kabupaten dan kota.Bagian 12 % untuk kabupaten dan kota yang berasal dari PPh 29, 25 dan 21 dalam propinsi yang bersangkutan adalah 8,4% untuk kabupaten dan kota tempat WP terdaftar, dan 3,6 % untuk seluruh kabupaten dan kota dalam propinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar. PP 55 2005 Pasal 12 “DBH disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah”.Penyaluran DBH PBB dan BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB dan BPHTB tahun anggaran berjalan. Penyaluran DBH PPh Pasal 29, 25 dan Pasal 21 berdasarkan prognosa realisasi penerimaan PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 tahun anggaran berjalan.
2.1.4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi – potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
Pertumbuhan
PAD
secara
berkelanjutan
akan
menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006) UU 32 2004 pasal 1 “Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan”
PAD
adalah
hak
dan
kewajiban
dalam
rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
Universitas Sumatera Utara
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (PP RI No. 58 Tahun 2005). UU 33 2004 Pasal PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi. (UU Nomor 28 tahun2009) PAD bersumber dari : a. Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik. Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu: 1. Jenis pajak daerah Propinsi terdiri dari: pajak kenderaan bermotor, bea balik nama kenderaan bermotor, dan pajak bahan bakar kenderaan bermotor. 2. Jenis pajak daerah Kabupaten / Kota terdiri dari: pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C dan pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. b. Retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. (UU No. 28 Tahun 2009). Pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah haruslah berdasarkan prestasi dan jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada fasilitas yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Adapun jenis-jenis retribusi terdiri dari: 1. Jenis retribusi daerah untuk Propinsi terdiri dari: retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi penggantian biaya cetak peta, dan retribusi pengujian kapal perikanan. 2. Jenis retribusi daerah untuk Kabupaten/Kota terdiri dari: retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayan persampahan/kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak KTP, retribusi penggantian biaya cetak akta catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman, retribusi pelayanan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta, retribusi pengujian kapal perikanan, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan, retribusi jasa usaha tempat pelelangan, retribusi jasa usaha terminal, retribusi jasa usaha tempat khusus parkir, retribusi jasa usaha tempat penginapan / pesanggrahan/villa, retribusi jasa usaha penyedotan kakus, retribusi jasa usaha rumah potong hewan, retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal, retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga, retribusi jasa usaha penyeberangan di atas air, retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah, retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, retribusi izin gangguan dan retribusi izin trayek c. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yaitu penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah tersebut bertindak sebagai pemiliknya. Jenis pendapatan ini meliputi: bagian laba perusahaan milik daerah, bagian laba lembaga keuangan bank, bagian laba lembaga keuangan non bank dan bagian laba atas penyertaan modal atau investasi.
Universitas Sumatera Utara
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan pendapatan daerah yang berasal bukan dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis-jenisnya yaitu meliputi: hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan bunga deposito, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan dan penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan daerah (TP-TGR).
2.1.5. Lain-lain Pendapatan Yang Sah Lain-lain pendapatan yang sah menurut UU 32/ 2004 pasal 164 ayat 1 tentang pemerintah daerah adalah seluruh pendapatan daerah selain Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.Lain-lain pendapatan daerah yang sah, merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13/ 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, lain-lain pendapatan yang sah dikelompokan beberapa jenis pendapatan yang mencakup:
1) Hibah berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya, badan/ lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/ perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat;
2) Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penagggulangan korban/ kerusakan akibat bencana alam;
3) Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/ kota;
Universitas Sumatera Utara
4) Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
5) Batuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lain.
UU No. 18/ 2001 secara resmi mencantumkan zakat sebagai sumber PAD bagi pemerintah provinsi dan daerah. Menurut Word Bank (2006: 33), pada prakteknya zakat belum sebagai PAD dalam anggaran mereka karena 4 alasan :
1) Banyak pemerintah daerah masih belum membentuk badan penyelenggara zakat (Baitul Mal).
2) Masyarakat tidak yakin apakah pajak yang mereka bayar itu disalurkan dengan semestinya kepada Ke-8 Asnaf (penerimaan zakat menurut hukum Islam).
3) Badan penyelenggaraan zakat tidak memiliki sumber daya, informasi dan teknologi.
4) Apakah zakat seharusnya dicatat oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari pendapatan pemerintah masih belum jelas. Menurut syariah islam, zakat seharusnya tidak menjadi pendapatan pemerintah.
2.1.6. Keuangan Daerah Keuangan daerah merupakan bagian integral dari keuangan negara dalam pengalokasian sumber-sumber ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi guna stabilitas sosial politik. Peranan keuangan daerah menjadi penting karena keterbatasan dana yang dapat dialihkan ke daerah berupa subsidi dan bantuan. Semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi daerah dimana pemecahannya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat di daerah.Keuangan daerah merupakan indikator dalam meningkatkan kesiapan daerah untuk mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah daerah sebagai sebuah institusi publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan memerlukan sumber dana atau modal untuk dapat membiayai pengeluaran pemerintah tersebut (government expenditure) terhadap barangbarang publik (public goods) dan jasa pelayanan. Tugas ini berkaitan erat dengan kebijakan anggaran pemerintah yang meliputi penerimaan dan pengeluaran. Pemerintah dalam melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab memerlukan dana yang cukup dan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya tuntutan masyarakat, kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Dana tersebut diperoleh melalui kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai sumber pembiayaan. Oleh karena itu, keuangan daerah merupakan tolak ukur bagi penentuan kapasitas dalam menyelenggarakan tugas-tugas otonomi, di samping tolak ukur lain seperti kemampuan sumber daya alam, kondisi demografi, potensi daerah, serta partisipasi masyarakat. Tujuan utama pengelolaan keuangan daerah, yaitu (1) tanggung jawab,
(2)
memenuhi kewajiban keuangan, (3) kejujuran, (4) hasil guna, dan (5) pengendalian (Binder, 1984). Dalam upaya pemberdayaan pemerintah daerah saat ini, akan perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah adalah sebagai berikut (Mardiasmo, 2000) : 1. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented). Hal tersebut tidak hanya terlihat dari besarnya pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat dari besarnya partisipasi masyarakat (DPRD) dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan daerah. 2. Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan anggaran daerah pada khususnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran serta dari partisipasi yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, Kepala Daerah, Sekda dan perangkat daerah lainnya. 4. Kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan. 5. Keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas. 6. Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, Kepala Daerah, dan PNS, baik rasio maupun dasar pertimbangannya. 7. Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja dan anggaran multi tahunan. 8. Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang-barang daerah yang lebih profesional. 9. Prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, serta transparansi informasi anggaran kepada publik. 10. Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah. 11. Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi,
sehingga
memudahkan
pelaporan
dan
pengendalian,
serta
mempermudah mendapatkan informasi. Menurut Mangkoesoebroto (1999), teori penerimaan dan pengeluaran pemerintah dijadikan dasar sebagai teori keuangan daerah. Teori tersebut menjelaskan bahwa penerimaan pemerintahan yang berasal dari berbagai sumber penerimaan, yaitu penerimaan pemerintah yang bersumber dari pajak dan penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintahan yang berasal dari pinjaman pemerintah baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri, penerimaan dari badan usaha milik
Universitas Sumatera Utara
pemerintah (BUMN), penerimaan dari lelang, dsb. Selanjutnya keuangan daerah harus dilaksanakan secara sehat termasuk sistem administrasinya. Dengan demikian diharapkan daerah menyusun dan menetapkan APBD nya sendiri. Kondisi keuangan suatu daerah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kemampuan daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.Keuangan daerah mempunyai arti yang penting dalam rangka pelaksanaan pemerintah kemasyarakatan di daerah. Oleh karena itu keuangan daerah diupayakan untuk mengelola, mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan dengan kewenangan dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk APBN. Masalah dasar keuangan daerah terkait erat dengan ekonomi daerah, terutama menyangkut tentang pengelolaan keuangan suatu daerah, tentang bagaimana sumber penerimaan digali dan didistribusikan oleh pemerintah daerah.
Parameter keberhasilan perkembangan daerah direfleksikan oleh besar kecilnya
PAD
dalam
membiayai
pembangunan
daerah.
Potensi
dana
pembangunan yang paling besar dan lestari adalah bersumber dari masyarakat sendiri yang dihimpun dari pajak dan retribusi daerah (Basri, 2003). Diharapkan dimasa yang akan datang ketergantungan daerah terhadap transfer dana pusat hendaknya diminimalisasi guna menumbuhkan kemandirian pemerintah daerah dalam pelayanan publik dan pembangunan. Peningkatan peran atau porsi PAD terhadap APBD tanpa membebani masyarakat dan investor merupakan salah satu indikasi keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah daerah mengelola keuangan daerah secara efesien dan efektif (Saragih, 2003). Otonomi daerah harus diikuti dengan serangkaian reformasi sektor publik. Dimensi reformasi sektor publik
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak sekadar perubahan format lembaga, akan tetapi menyangkut pembaruan alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembagalembaga publik tersebut secara ekonomis, efisien, efektif transparan, dan akuntabel sesuai dengan cita-cita reformasi yaitu menciptakan good governance (Mardiasmo 2002). Dalam rangka mewujudkan good governance diperlukan reformasi kelembagaan (institutional
reform)
dan
reformasi
manajemen
publik
(public
management
reform).Reformasi kelembagaan menyangkut pembenahan seluruh alat-alat pemerintahan di daerah, baik struktur maupun infrastrukturnya (Haryanto 2007). Selain untuk mendukung reformasi manajemen sektor publik terkait dengan perlunya digunakan model manajemen pemerintahan yang baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, misalnya new public management yang berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorinentasi pada kebijakan. Penggunaan paradigma new public management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah diantaranya perubahan pendekatan dalam penganggaran, yakni dari penganggaran tradisional (traditional budget) menjadi penganggaran berbasis kinerja (performance budget), tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetensi tender (compulsory competitive tenderingcontract) (Haryanto2007). Adapun kekuasaan pengelolaan keuangan daerah menurut pasal 6 UU No. 17 tahun 2003 merupakan bagian dari kekuasaan pengelolaan keuangan negara.Dalam hal ini presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, dimana sebagian dari kekuasaan pemerintahan kemudian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan.Selanjutnya kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah (Haryanto 2007).
2.1.7. Kinerja Keuangan Daerah
Pengertian kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat capaian dari satu hasil kerja di bidang keuangan daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundangundangan selama satu periode anggaran (Kurniawan,2011).
Bentuk dari
pengukuran kinerja tersebut berupa pengukuran dalam rasio keuangan. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan pertanggung jawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.
Hal ini juga
disampaikan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006. Pengukuran kinerja keuangan yang paling sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini adalah rasio pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diukur dari jumlah barang dan jasa yang dihasilkan yang dinyatakan dalam Product Domestic Bruto (PDB). PDB yang digunakan adalah PDB harga Berlaku dinyatakan dalam Rupiah (Kurniawan,2011). Menurut Jhingan (2004) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini
Universitas Sumatera Utara
tumbuh sesuai dengan kemajuan tehnologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Definisi ini memiliki tiga komponen :Pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang. Kedua, tehnologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk.Ketiga, penggunaan tehnologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara tepat. Pertumbuhan ekonomi dari sudut tinjauan ekonomi dapat direfleksikan oleh pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Variabel ini sering digunakan untuk mengukur seberapa baik ekonomi suatu Negara sudah dikelola dengan benar. Menurut Mankiw (2003), PDB dapat dipandang dalam dua hal. Pertama, total pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam perekonomian. Kedua, adalah total pengeluaran atas produk barang dan jasa dalam ekonomi. PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara. Pada umumnya, perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan nasional negara tersebut sebagai gambaran bagi Bank Dunia untuk menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokkan besarnya PDB. Dan PDB suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Herlambang, 2001). Menurut Samuelson (2002), PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukkan kedalam PDB. Sebagai gambaran, PDB Indonesia baik
Universitas Sumatera Utara
oleh warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak diikutisertakan produk WNI di luar negeri. Sukirno (2002), mendefinisikan PDB sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. Sedangkan Wijaya (1997), menyatakan bahwa PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi didalam suatu negara selama periode tertentu (biasanya satu tahun). Menurut Tambunan (2001), ada kecenderungan, atau dapat dilihat sebagai suatu hipotesis, bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun yang membuat semakin tinggi atau semakin cepat proses peningkatan pendapatan masyarakat per kapita, semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktorfaktor penentu lain pendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku dan teknologi tersedia.
Secara
umum
pertumbuhan
ekonomi
dapat
diartikan
sebagai
perkembangan kegiatan perekonomian yang menyebabkan bertambahnya produksi barang dan jasa dan kemakmuran masyarakat yang meningkat. Proses kenaikan output per kapita diproksi dengan Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (PDRB) yang didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu daerah. Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau
Universitas Sumatera Utara
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan idiologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Smith dan Todaro, 2004). `Pendapatan regional atau PDRB didefinisikan sebagai nilai produksi barangbarang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun. Sedangkan menurut Tarigan (2004), pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis. Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.
2.2
Review/Tinjauan Penelitian Terdahulu
1. Kurniawan (2011) Penelitian ini memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh PAD, DAU, DAK terhadap kinerja keuangan dengan belanja modal sebagai variabel interveningnya di Kabupaten dan Kota Propinsi Riau. Populasi dalam penelitian ini adalah Kabupaten dan Kota di Propinsi Riau yang berjumlah 12 kabupaten dan kota dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling dengan kriteria setiap kabupaten dan kota memiliki laporan keuangan berturut-turut setiap tahun. Data yang digunakan adalah data PDRB berdasarkan harga yang berlaku dan realisasi PAD, DAU, DAK, dan belanja modal dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam hubungan langsung, secara parsial variabel PAD dan DAU berpengaruh signifikan tehadap kinerja keuangan, tetapi variabel DAK berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja keuangan.Namun secara simultan variabel PAD, DAU dan DAK berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Dan dalam hubungan tidak langsung secara parsial variabel PAD dan
Universitas Sumatera Utara
DAU berpengaruh terhadap kinerja keuangan melalui belanja modal, sedangkan variabel DAK tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan melalui belanja modal. Namunsecara simultan variabel PAD, DAU, dan DAK berpengaruh terhadap kinerja keuangan melalui belanja modal 2.Bangun(2009) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh DAK, DAU, PAD, Terhadap PP. Dilakukan dengan Purposive Sampling dengan kriteria yang secara teratur menerbitkan laporan keuangan sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007.mengetahui pengaruh PAD, DAU, DAK dan BM terhadap Pendapatan Perkapita. Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara simultan DAK, DAU, PAD berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. Secara Parsial DAK tidak berpengaruh terhadap PP, DAU berpengaruh negatif secara signifikan terhadap Pendapatan Perkapita, PAD berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pendapatan Perkapita.
3. Sihite (2010) Sihite dalam penelitiannya ini untuk melihat Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Fiscall Stress Terhadap Kinerja Keuangan di Kabupaten dan Kota Propinsi Sumatera Utara.Penelitian ini hanya mengambil tiga variabel independen yaitu PAD, DAU, Fiscall Stress terhadap variabel dependen kinerja keuangan. Periode pengamatan dalam penelitian ini
terbatas karena hanya mencakup tahun 2005-
2008.Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh Rasio Efektifitas PAD dan DAU terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemkab dan Pemko di Sumatera Utara. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa PAD, dan Fiscal Stress berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan. Sedangakan variabel DAU berpengaruh negatif terhadap Kinerja Keuangan, Secara Simultan PAD, DAU, FS berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
4. Asha (2007)
Penelitian yang dilakukan oleh Asha, bertujuan untuk melihat pengaruh PAD terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara diukur dengan rasio aktivitas. Data yang digunakan adalah laporan realisasi anggaran (LRA) selama periode tahun 2002-2006. Penelitian ini dilakukan dengan sensus menggunakan seluruh Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara sebagai populasi. Kesimpulan penelitian diperoleh bahwa secara parsial pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain PAD yang sah berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara, sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara simultan PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Tabel 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
1
Kurniawan 2011
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), DAU, DAK terhadap Kinerja Keuangan dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening di Kabupaten dan Kota Propinsi Riau.
Variabel independen adalah PAD (X1), DAU (X2), DAK (X3), dan Variabel Intervening Belanja Modal (X4), sedangkan variabel dependen adalah kinerja keuangan (Y).
Secara parsial PAD, DAU berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. DAK tidak signifikan Secara Simultan dengan Belanja Modal sebagai penghubung DAU,PAD dan DAK.berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
2
Bangun (2009)
Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Terhadap Pendapatan Perkapita (PP)
Variabel Independen adalahDAK(X1), DAU (X2) dan PAD (X3), sedangkan Variabel dependen adalah Pendapatan Perkapita (Y)
secara simultan DAK, DAU, PAD berpengaruh terhadap PP. Secara Parsial DAK tidak berpengaruh terhadap PP, DAU berpengaruh negatif secara signifikan terhadap PP, PAD berpengaruh positif secara signifikan terhadap PP
Universitas Sumatera Utara
3
Sihite 2009
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Fiscall Stress (FS) Terhadap Kinerja Keuangan (KK)
Variabel Independen adalahPAD(X1), DAU (X2) dan FS (X3), sedangkan Variabel dependen adalah KK (Y)
Secara Parsial PAD, FS berpengaruh positif terhadap KK, DAU berpengaruh negatif terhadap KK, Secara Simultan PAD, DAU dan FS berpengaruh positif terhadap KK
4
Asha (2007)
Pengaruh PAD terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara
Variabel independen adalah Pajak Daerah (PD) (X1), Retribusi Daerah (RD) (X2), Laba BUMD (LB) (X3), dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (LP) (X4), sedangkan variabel dependen adalah kinerja keuangan (Y). .
Secara Parsial hanya PD dan RD berpengaruh signifikan terhadap KK. Secara Simultan PAD berpengaruh signifikan terhadap KK
Universitas Sumatera Utara