BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Perilaku 1. Pengertian Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 2003). Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas
organisme, baik yang dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007). Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan hidup terutama perilaku manusia. Faktor
keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk
perkembangan perilaku makhluk hidup itu selanjutnya, sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Dengan demikian kita juga dapat menyimpulkan bahwa banyak perilaku yang melekat pada diri manusia baik secara sadar maupun tidak sadar. Salah satu perilaku yang penting dan mendasar bagi manusia adalah perilaku kesehatan.
1
2
2. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan menurut Skinner dalam Notoatmodjo adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan yang terdiri dari: a. Perilaku Hidup Sehat Perilaku Hidup Sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan
kesehatannya yang mencakup antara lain: 1) Makan dan menu seimbang (appropriate diet) 2) Olahraga teratur 3) Tidak merokok 4) Tidak minum-minuman keras dan narkoba 5) Istirahat yang cukup 6) Mengendalikan stress 7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks.
b. Perilaku sakit (IInes behaviour) Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : gejala dan penyebab penyakit, dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour) Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan kewajiban sebagai orang sakit,yang harus diketahui oleh orang sakit itu sendiri maupun orang
3
lain (terutama keluarganya). Perilaku ini disebut perilaku peran sakit (the sick role) yang meliputi: 1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan 2) Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak. 3) Mengetahui
hak
(misalnya
:
hak
memperoleh
perawatan,
memperoleh pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit
(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain
terutama kepada
dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan
penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undangundang kesehatan untuk memperkuat
perilaku tersebut (Notoatmodjo,
2003).
3. Perilaku Sakit Menurut Suchman dalam Sarwono (2004), ada lima macam reaksi dalam mencari proses pengobatan sewaktu sakit yaitu: a. Shoping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care untuk satu persoalan atau yang lain, meskipun tujuannya adalah untuk mencari dokter yang akan mendiagnosis dan mengobati yang sesuai harapan. b. Fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama.
4
c. Procastination atau penundaan pencarian pengobatan sewaktu gejala sakit dirasakan. d. Self Medication atau mengobati sendiri dengan berbagai ramuan atau membelinya diwarung obat. e. Discontuinity
atau
proses
tidak
melanjutkan
(menghentikan
pengobatan). 4. Bentuk-Bentuk Perilaku Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan
membagi perilaku ke dalam tiga domain atau
ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari: a. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge). b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude). c. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice).
Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan rumus teori Skinner tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
5
a. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.
b. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior.
Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu: a. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang merupakan faktor dari luar diri seseorang. Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi maupun politik. b. Faktor internal, yaitu respon yang merupakan faktor dari dalam diri seseorang. Faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar dapat berupa perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.
Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007).
6
5. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (analysa) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
7
e. Sintesis (syntesa) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru sari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain : a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi
mereka untuk menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.
b. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
c. Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.
8
d. Minat Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. e. Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif. f. Informasi Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. (Wahid dkk, 2007). 6. Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Selain bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dsb). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering kali terjadi bahwa seseorang memperhatikan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap dapat berubah dengan diperoleh tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 2004).
9
7. Tindakan (practice) Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terbentuknya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan
faktor
pendukung
atau
suatu
kondisi
yang
memungkinkan antara lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo, 2007).
Tingkatan-tingkatan praktik itu adalah : a. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. b. Respon terpimpin (guided response) adalah bila seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar. c. Mekanisme (mechanism) adalah apabila seseorang melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. d. Adaptasi (adaptation) adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
B.
Diabetes Melitus 1. Pengertian Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektifitas insulin. Gangguan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit. Gangguan metabolisme tergantung pada adanya kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh dan pada banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular,
10
khususnya sel endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf (Soegondo, 2004). Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) dengan diagnosa kadar gula darah sewaktu >> 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa >> 120 mg/dl, yang terjadi oleh karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau
keduanya. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin
adalah
suatu
mengendalikan kadar
hormon
yang
diproduksi
oleh
pankreas,
kadar glukosa dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya. Pada
penderita diabetes kemampuan
tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurunkan atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Oleh karena itu terjadi gangguan jumlah insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi tidak stabil. 2. Jenis-Jenis Diabetes Melitus Secara umum, diabetes melitus dibagi menjadi 3 macam, yaitu : a. Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM atau DM Tipe1) Kebanyakan diabetes tipe-1 adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka harus langsung memakai insulin. Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin (Soegondo, 2004).
11
b. Diabetes Mellitus Tipe-2 atau Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas
terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di
membran sel. Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya
jaringan
tubuh
terhadap
insulin.
Pankreas
tetap
menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif (Mirza, 2008). c. Diabetes Melitus Gestasional (Diabetes Kehamilan) Diabetes melitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru DM Tipe-2. Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Meskipun kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa merusak kesehatan janin dan ibu. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) terjadi sekitar 2-5 % dari semua kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karenajika tidak, bisa menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit jantung sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot. Bahkan ada dugaan bahwa hiperbillirubinemia juga diakibatkan oleh binasanya sel darah merah akibat dari meningkatnya gula dalam darah. Bahkan dalam kasus yang parah hal ini bisa mengakibatkan kematian. Karena itulah, hal ini harus mendapat pengawasan medis yang seksama selama kehamilan. 3. Gejala Diabetes Melitus Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 -
12
180 mg/dL dan air seni
(urine) penderita kencing manis yang
mengandung gula (glucose), sehingga urine
sering dilebung atau
dikerubuti semut (Mirza, 2008). Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita : a. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) b. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) c. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) d. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) e. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya f. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki g. Cepat lelah dan lemah setiap waktu h. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba 9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya i. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe-1. Lain halnya pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2, umumnya mereka tidak mengalami
berbagai gejala
diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
4.
Determinan Diabetes Melitus Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari:
13
a. Genetik Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
penyakit diabetes melitus, yang disebabkan oleh karena
kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Individu yang
mempunyai riwayat keluarga
penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan keluarga yang sehat.
b. Umur Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh sehingga menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari insulin. Pada usia lanjut cenderung diabetes melitus tipe 2 (Noer, 2006).
c. Pola Makan dan Obesitas Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pola makan di masyarakat, seperti pola makan di berbagai daerah pun berubah dari pola makan tradisional ke pola makan modren. Hal ini dapat terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) dan berlemak. Kelebihan mengkonsumsi lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam tubuh dalam bentuk jaringan lemak yang dapat menimbulkan kenaikan berat badan (obesitas).
d. Kurangnya Aktivitas Fisik Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari kegemukan dan obesitas. Pada saat tubuh melakukan aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang sehingga kebutuhan hormon insulin juga berkurang.
14
e. Kehamilan Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes Melitus Gestasi (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin.
5. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus Mengingat jumlah pasien yang semakin meningkat dan besarnya biaya perawatan pasien penderita diabetes melitus yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada penderita diabetes melitus ada 3 tahap, yaitu : a. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orangorang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi tetapi semua pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko, seperti : kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut merupakan alternatif terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Hal ini merupakan
15
salah satu upaya pencegahan primer yang sangat murah dan efektif (Noer, 2006).
b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi.
c. Pencegahan Tertier Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3 tahap, antara lain : 1) Mencegah timbulnya komplikasi. 2) Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ. 3) Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan. 4) Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya (Soegondo, 2004).
6. Pengelolaan Diabetes Melitus Tujuan pengelolaan diabetes melitus dibagi atas tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan/ gejala diabetes sehingga penderita dapat menikmati hidup sehat dan nyaman. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh darah maupun pada susunan
16
syaraf sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas (Waspadji, 2007). a. Edukasi / Penyuluhan Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap penderita diabetes. Disamping kepada penderita, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarga penderita dan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi. Tim kesehatan harus senantiasa mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Makanya dibutuhkan edukasi yang komprehensif,
pengembangan
keterampilan
dan motivasi
(Waspadji, 2007).
Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita diabetes melitus adalah apa penyakit diabetes melitus itu, cara perencanaan makanan yang benar (jumlah kalori, jadwal makan dan jenisnya), kesehatan mulut (tidak boleh ada sisa makan dalam mulut, selalu berkumur setiap habis makan), latihan ringan, sedang, teratur setiap hari dan tidak boleh latihan berat, menjaga baik bagian bawah ankle joint (daerah berbahaya) seperti : sepatu, potong kuku, tersandung, hindari trauma dan luka (Waspadji, 2007).
b. Diet Diabetes Tujuan utama terapi diet pada penderita diabetes melitus adalah menurunkan
atau
mengendalikan
berat
badan
disamping
mengendalikan kadar gula atau kolesterol. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah paling tidak menunda terjadinya komplikasi akut maupun kronis. Penurunan berat badan pasien diabetes melitus yang mengalami obesitas umumnya akan menurunkan resistensi insulin. Dengan demikian, penurunan berat
17
badan akan meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel dan memperbaiki pengendalian glukosa darah (Mirza, 2008).
c. Latihan Fisik Diabetes melitus akan terawat
dengan baik apabila terdapat
keseimbangan antara diet, latihan fisik secara teratur setiap hari dan kerja insulin. Latihan juga dapat membuang kelebihan kalori, sehingga dapat mencegah kegemukan juga bermanfaat untuk mengatasi adanya resistensi insulin pada obesitas (Noer, 2006).
Meskipun latihan teratur itu baik untuk penderita diabetes melitus, tetapi syarat yang harus dipenuhi adalah persediaan insulin di dalam tubuh harus cukup makan dapat mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin pada reseptornya.
C. Ulkus diabetika 1. Definisi Ulkus diabetika atau luka adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai dengan kematian jaringan setempat
(Robert G, 2003). Ulkus
diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. (Riyanto B, 2007).
2. Klasifikasi Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner dikutip oleh Waspadji S, terdiri dari 6 tingkatan :
18
0 : Tidak ada luka terbuka, kulit utuh. 1 : Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit. 2 : Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan. 3 : Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.. 4 : Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit. 5 : Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.
3. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu : a.
Sering kesemutan.
b.
Nyeri kaki saat istirahat.
c.
Sensasi rasa berkurang.
d.
Kerusakan Jaringan (nekrosis).
e.
Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
f.
Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
g.
Kulit kering. (Misnadiarly, 2006;Djoko W, 1999).
4. Diagnosis Ulkus diabetika Diagnosis ulkus diabetika meliputi : a.
Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
b.
Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.(Waspadji S, 2006; Misnadiarly, 2006).
19
5. Patogenesis Ulkus diabetika Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi. (Djokomoeljanto, 1997;Djoko W, 1999) Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan
kecepatan induksi,
parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika (Tjokroprawiro A, 1999). Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, 6. Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetik Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetic untuk mencegah komplikasi lebih lanjut adalah : a. Memperbaiki kelainan vaskuler. b. Memperbaiki sirkulasi. c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll). d. Edukasi perawatan kaki. e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
20
f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal. g. Menghentikan kebiasaan merokok h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara : 1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih. 2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati -hati terutama diantara jari-jari kaki. 3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene). 4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak. 5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut. 6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist. 7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet. 8) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas. 9) Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis, yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan. 10) Menghindari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin, nikotin.
21
11) Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap control walaupun
ulkus diabetik sudah sembuh. (Misnadiarly,
2006).
Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara : a. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir. b. Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman dipakai. c. Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit. d. Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki. e. Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati. f. Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari. g. Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat. h. Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.
D. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut : Skema 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen
Pengetahuan
Variabel Dependen
Perilaku pencegahan luka diabetes melitus
22
E. Hipotesis Penelitian Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan luka pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Laras