BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Sawit Mentah / Crude Palm Oil (CPO) Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah. Perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang dengan pesat sejak awal tahun 80-an dan sampai akhir tahun 2000 luas total perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 3,2 juta hektar dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 6,5 juta ton. Perkembangan perkebunan sawit ini masih terus berlanjut dan diperkirakan pada tahun 2012 indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia dengan total produksi sebesar 15 juta ton/tahun. Sampai saat ini minyak sawit Indonesia sebagian besar masih diekspor dalam bentuk CPO, sedangkan didalam negeri, sekitar 80% minyak sawit diolah menjadi produk pangan terutama minyak goreng. Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari kulit kelapa sawit dinamakan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil). CPO ini mengandung sekitar 500 – 700 ppm karotin, dan merupakan bahan pangan terbesar.
Minyak yang terdapat di alam dibagi menjadi tiga
golongan yaitu minyak mineral (Natural Oil), minyak nabati (Edible Oil), dan minyak atsiri (Volatil Oil atau Esential Oil).
Minyak yang terdapat pada hewani disebut sterol
(Kolesterol) sedangkan pada tumbuhan (Fitosterol) yang mengandung asam lemak tak jenuh, sehingga umumnya berbentuk cair. Sifat – sifat minyak kelapa sawit dipengarihi oleh ikatan kimia unsur C, dan jumlah atom C yang membangun asam lemak tersebut, sedangkan sifat – sifat fisik dipengaruhi oleh sifat – sifat kimianya. Minyak sawit merupakan gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, sedangkan titik cair gliserida tersebut tergantung pada kejenuhan asam. Semakin jenuh asam lemaknya semakin tinggi titik cair dari minyak sawit tersebut. Minyak sawit juga dapat difraksinasi menjadi dua bagian, yakni fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Karakteristik yang berbeda pada fraksi-fraksi tersebut menyebabkan aplikasinya sangat luas untuk produk-produk pangan ataupun nonpangan.
2.2 Asam Oleat Asam oleat adalah asam lemah tidak jenuh rantai panjang dengan rumus molekul CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH. Asam oleat terdapat dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak lainnya. Minyak tersebut merupakan ester gliserol oleat maupun ester gliserol lainnya, yang apabila disabunkan dengan suatu basa kuat, kemudian diikuti hidrolisis dengan suatu asam akan menghasilkan gliserol, asam oleat disamping asam lemak lainnya. Asam oleat dapat dipisahkan dari asam-asam lainnya secara fraksinasi metil ester asam lemak. Kandungan asam oleat dalam Minyak kelapa sawit adalah sekitar 30-45%, dalam minyak kelapa sekitar 5-7% dan dalam PKO sekitar 12-19% berat (Anonim, 2011). Selain itu, asal oleat juga dapat ditemukan dalam lemak ayam dan kalkun 3756%, 44-47% dari lemak babi,minyak sapi sekitar 46%, minyak alpukat sekitar 70% (Brahmana, 1998), minyak wijen sekitar 45,5%, minyak jagung sekitar 30%, minyak kedelai sekitar 11-60%, minyak kemiri sekitar 59-75%, minyak kacang sekitar 3667%, dan minyak biji anggur sekitar 15-20%. ( Ketaren, 1986). Asam oleat merupakan bahan baku melimpah yang banyak terdapat dalam berbagai minyak nabati dan lemak hewani yang dapat digunakan dalam berbagai bidang industri oleokimia. Dari komposisi asam oleat ini dapat dibuat oleamida dengan cara sintesa antara asam oleat dan urea adalah bahan yang memiliki gugus polar juga non polar.
2.3 Oleamida Oleamida merupakan salah satu dari senyawa amida, dimana senyawa ini merupakan suatu senyawa yang mempunyai nitrogen trivalen yang terikat pada suatu gugus karbonil. Senyawa amida diberi nama dari asam karboksilat dengan mengubah imbuhan asam – oat (atau – at) menjadi amida (Fessenden,1986). Amida asam lemak dapat dibuat secara sintesis pada industri oleokimia melalui proses batch. Pada proses ini, ammoniak dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200oC dan tekanan 345 – 690 kPa selama 10 – 12 jam. Selain proses batch, amida primer dapat diperoleh dengan mereaksikan ammoniak dengan metil ester asam lemak. Reaksi tersebut mengikuti konsep HSAB, dimana H+ dari ammoniak merupakan asam kuat yang mudah bereaksi dengan basa kuat CH3O- untuk membentuk metanol. Sebaliknya NH2- lebih basa lemah dibandingkan dengan CH3O- akan terikat dengan R-C+ = O yang lebih asam lemah dibanding H+ (Ho,T.,1977).
Universitas Sumatera Utara
Reaksinya sebagai berikut : O
O
║
║
R – C – OCH3 + NH3
R – C – NH2 + CH3OH
Senyawa amida dapat disintesis melalui beberapa cara antara lain :
1. Dehidrasi garam amonium melalui pemanasan atau destilasi. CH CO NH CH CONH + H O 3 2 4 3 2 2 Senyawa asetamida dapat diperoleh dengan destilasi fraksinasi amonium asetat. Asam asetat biasanya ditambahkan sebelum pemanasan untuk menekan hidrolisis amonium asetat. Asam asetat dan air dapat dihilangkan dengan cara destilasi lambat. 2 . Pemanasan asam dengan urea CH3COOH + NH2CONH2
CH3CONH2 + CO2 + NH3
0
Reaksi ini terjadi pada 120 C, asam karbamat yang terbentuk terdekomposisi menjadi karbondioksida dan ammoniak. Garam amonium juga bereaksi dengan urea pada temperatur diatas 120 0C yang akan menghasilkan amida. 3. Reaksi antara ammoniak pekat dengan ester Proses ini disebut dengan ammonolisis ester. Jika amida yang terbentuk larut dalam air maka dapat diisolasi secara destilasi. Contohnya: CH3COOC2H5 + NH3
CH3CONH2 + C2H5OH
4. Hidrolisis dari senyawa nitril Senyawa nitril dilarutkan dalam konsentrasi asam klorida pada suhu 400C dan sedikit demi sedikit diteteskan kedalam air. Selain dari keempat cara diatas, senyawa amida dapat juga diperoleh dengan mereaksikan asam karboksilat dengan ammoniak encer sehingga
terbentuklah garam
ammonium yang kemudian dipanaskan sampai terjadi dehidrasi untuk menghasilkan amida (Solomon, T.W. 1994) O
O
║
║
R – C – OH + NH3
R – C – ONH3
O ║ R – C – NH2 + H2O
Oleamida dapat dibuat dalam skala besar dan biasanya tersedia dalam bentuk butiran. Oleamida pada suhu kamar berwujud kristal berwarna putih namun ada juga yang berbentuk
Universitas Sumatera Utara
bubuk. Oleamida memiliki titik leleh sekitar 72-75 0 C, titik nyala 210 0C, tidak beracun, tidak larut dalam air, namun larut dalam pelarut organik seperti etanol dan eter. Penggunaan oleamida umumnya dalam produk polimer, sebagai polietilen, polipropilen, pelembut kain, pelumas minyak dan penghilang busa, pelindung logam serta bahan tambahan dalam pengeboran minyak, serta digunakan dalam industri farmasi. Oleamida memiliki rumus molekul C18H35NO. Reaksi pembuatan oleamida dapat dilakukan dengan mereaksikan asam oleat dengan urea dengan reaksi di bawah ini : 2CH3(CH2 )7CHCH(CH2 )7COOH+CO(NH2)2 As. Oleat
2CH3(CH2)7CHCH(CH2)7CO(NH2)2+H2O+CO2
Urea
Oleamida
2.4 Sifat-Sifat Bahan Baku 2.4.1 Asam Oleat a. Sifat Fisika Asam Oleat 1. Berat molekul
: 282 gr/mol
2. Titik didih
: 360 0
3. Titik lebur
: 16,3 0
4. Spesifik gravity
: 0,895
5. Berwarna kuning pucat atau kuning kecoklatan
b. Sifak Kimia Asam Oleat 1. Tidak larut dalam air 2. Larut dalam metanol
2.4.2 Urea a. Sifat Fisika Urea 1. Berat molekul
: 60 gr/mol
2. Titik lebur
: 132,70C pada 1 atm
3. Spesifik gravity
: 1,335 (200C)
4. Energi pembentukan
: – 47,120 kal/mol (250C)
5. Kapasitas panas (Cp)
: 1,340 (2930K)
Universitas Sumatera Utara
b. Sifat Kimia Urea 1. Rumus molekul : CO(NH2)2 2. Berbentuk kristal tetragonal 3. Berbentuk primatik dan berwarna putih 4. Terdekomposisi pada titik didihnya 5. Dapat larut dalam amoniak dan air (Perry dan Green, 1997)
2.4.3 Kloroform a. Sifat Fisika Kloroform 1. Berat molekul
: 119,38 gr/mol
2. Titik didih
: 61,20C
3. Titik lebur
: - 63,50C
4. Massa jenis
: 1,49 gr/cm3 (200C)
5. Kelarutan dalam air
: 0,82 gr/l (200C)
6. Viskositas
: 0,542 cP
b. Sifat Kimia Kloroform 1. Rumus molekul : CHCl3 2. Merupakan larutan yang mudah menguap, tidak berwarna, memiliki bau
yang
tajam dan menusuk. 3. Bila terhirup dapat menimbulkan kantuk 4. Tidak dapat bereaksi dengan oleamida CH3(CH2)14CO(NH2)2 + CHCl3
CH3(CH2)14CO(NH2)2 + CHCl3
5. Sebagai larutan pemurni pada oleamida (http : //en, wikipedia. org/wiki/chloroform.htm.diakses: 12/8/2011)
2.5 Deskripsi Proses Proses Pembuatan oleamida dari asam oleat dilakukan dalam 3 tahap yaitu:
1.
Tahap Pengolahan Awal 2. Tahap Sintesa 3. Tahap Pemurnian Hasil/Produk
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Tahap Pengolahan Awal Pada tahap pengolahan awal ini bahan baku urea dimasukkan ke dalam tangki (T 130) untuk dicairkan dengan pemanas steam pada suhu 160 0C sambil diaduk, dan bahan baku asam oleat dimasukkan ke dalam tangki (T - 140) untuk dicairkan dengan pemanas steam hingga suhunya mencapai 160 0C sambil diaduk.
2.5.2 Tahap Sintesa Pada tahap sintesa ini, urea dan asam oleat yang telah melebur kemudian dipompakan ke dalam tangki reaktor (R - 210) untuk direaksikan selama ± 5 jam dengan suhu 1600C hingga suhu pada reaktor konstan, setelah proses reaksi dilakukan, diperoleh oleamida kotor. Kemudian oleamida kotor tersebut dipompakan ke dalam tangki pemurnian (T - 310) untuk dimurnikan.
2.5.3 Tahap Pemurnian Hasil/Produk Pada tahap pemurnian hasil ini, oleamida berbentuk serbuk yang dimasukkan kedalam tangki pemurnian (T - 310). Kemudian dilarutkan dengan kloroform hingga homogen kira-kira 30 menit, kloroform berfungsi sebagai larutan pemurni yang digunakan untuk memurnikan oleamida dari urea yang tersisa, setelah proses pemurnian dilakukan hasil dari campuran oleamida dengan kloroform dipompakan ke filter press (H - 320) untuk memisahkan filtrat dengan residu. Pada proses pemisahan residu dibuang menjadi urea bekas dan filtratnya dimasukkan ke tangki penampung (F - 330), lalu dipompakan ke dalam Evaporator (V - 340) untuk dipisahkan lagi dengan arah aliran atas dan bawah, aliran atas berupa uap kloroform sedangkan aliran bawah adalah oleamida basah. Oleamida basah kemudian dimasukkan ke rotary dryer (RD - 350) untuk dikeringkan sedangkan uap dari kloroform dimasukkan ke kondensor (CD - 380) yang berfungsi untuk merubah uap kloroform menjadi cairan kloroform. Cairan kloroform kemudian dipompakan ke tangki kloroform (F - 390). Oleamida basah yang telah dimasukkan ke rotary dryer (RD - 350) kemudian dipisahkan lagi menjadi oleamida murni, pada proses pengeringan ini terjadi pemisahan antara oleamida dengan kloroform. Oleamida yang telah dikeringkan namun bentuknya belum homogen diangkut dengan menggunakan screw conveyor (J - 351) untuk dihomogenkan bentuknya menggunakan ball mill (BM – 360) untuk kemudian disimpan dalam gudang produk oleamida (G – 370) dengan menggunakan belt conveyor (BC – 361).
Universitas Sumatera Utara