BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP PENYAKIT BAWAAN MAKANAN 2.1.1 Pengertian Penyakit Bawaan Makanan Penyakit bawaan makanan adalah penyakit yang dihantarkan melalui pangan atau sering disebut penyakit akibat pangan, disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi. Sebagai tambahan, zat kimia beracun maupun zat-zat dasar lain yang mengandung bahaya, jika terkandung di dalam makanan yang kita konsumsi pun dapat menyebabkan penyakit. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia membutuhkan makanan untuk hidup. Jika tidak memperhatikan kebersihan lingkungan, maka makanan dapat merugikan bagi manusia. Makanan yang berasal baik dari hewan atau tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Mikroorganisme yang menimbulkan penyakit ini dapat berasal dari makanan asal hewan yang terinfeksi penyakit tersebut atau tanaman yang terkontaminasi. Makanan yang terkontaminasi selama prosesing atau pengolahan dapat berperan sebagai media penularan juga. Penularan foodborne diseases oleh makanan dapat bersifat infeksi. Artinya suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang hidup, biasanya berkembang biak pada tempat terjadinya peradangan. Pada
9 Universitas Sumatera Utara
10
kasus foodborne diseases, mikroorganisme masuk bersama makanan yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh manusia. Kasus foodborne diseases dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat kematian. Hingga saat ini lebih dari 250 penyakit bawaan makanan telah diidentifikasikan. Kebanyakan dari penyakit ini adalah infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri, virus dan parasit yang dapat dibawa oleh makanan. Jenis lain dari penyakit bawaan makanan adalah keracunan yang disebabkan oleh racun berbahaya maupun zat kimia yang telah mencemari makanan, misalnya racun pada jamur. Penyakit akibat bawaan makanan tidak memiliki suatu gejala khusus, melainkan masingmasing memiliki gejala yang berbeda-beda. Walaupun demikian, mikroba ataupun racun tersebut kesemuanya memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan (gastrointestinal tract) dan seringkali menyebabkan sebuah gejala disana. Jadi, rasa mual (nausea), muntah, nyeri kontraksi perut dan diare dapat dikatakan sebagai gejala umum yang tampak pada banyak penyakit yang dibawa oleh makanan. Banyak mikroba mampu menyebar dengan menggunakan lebih dari satu cara, sehingga kita tidak dapat selalu tahu apakah penyakit yang kita derita adalah penyakit yang disebabkan oleh makanan. Pembedaan khas menjadi penting guna menemukan rekomendasi tepat guna untuk menghentikan penyebaran suatu penyakit, sarana kesehatan masyarakat perlu mengetahui cara penyakit itu menyebar. Bakteri ini juga dapat menyebar antar anakanak di penitipan anak jika higienis pribadi tidak dijaga dengan baik. Tolak
Universitas Sumatera Utara
11
ukur penghentian penyebaran penyakit tersebut bergantung banyak dari penyebab yang disebutkan tadi, jadi penyebaran bakteri dapat dihentikan mulai dari membuang makanan dan minuman yang terkontaminasi (Knechtges, 2005). 2.1.2 Jenis-jenis penyakit bawaan makanan Hingga saat ini lebih dari 250 jenis penyakit bawaan makanan telah diidentifikasikan. Kebanyakan dari penyakit ini adalah infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri, virus dan parasit yang dapat dibawa oleh makanan. Jenis penyakit bawaan makanan sering kita jumpai seperti penyakit yang terdapat dalam sistem pencernaan, seperti cholera, helminthic infections (kecacingan), dysenter (disentri), dan tifus 2.1.3 Penyebab Penyakit Bawaan Makanan Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus penyakit bawaan makanan antara lain: industrialisasi, urbanisasi, perubahan populasi dan gaya hidup, pariwisata dan proses pengolahan, pencemaran lingkungan dan kurangnya pengetahuan pada konsumen makanan dan konsumen tentang pengendalian penggunaan makanan. Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan penyakit bawaan air, yang dimaksud dengan penyakit bawaan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen. Beberapa penyakit bawaan yang sering terdapat di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun jamur (Depkes, 2003).
Universitas Sumatera Utara
12
Makanan dapat terkontaminasi oleh mikroba karena beberapa hal antara lain: a. mengolah makanan dan minuman dengan tangan kotor, b. mamasak sambil bermain dengan hewan piaraan, c. menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja dan perabotan lainnya, d. dapur yang kotor, e. alat masak yang kotor, f. memakan makanan yang sudah jatuh ke tanah, g. makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkau, makanan yang masih mentah dan yang sudah matang disimpan secara bersama-sama dalam satu tempat, h. makanan dicuci dengan air kotor, i. pengolah makanan yang menderita penyakit menular. 2.1.4 Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap Timbulnya Penyakit Bawaan Makanan Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit bawaan makanan, yaitu sebagai berikut: a. Peranan Mikroba dalam Penyakit Bawaan Makanan Penyakit bawaan makanan disebabkan akibat konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh mikroba. Mikroba merupakan jasad hidup yang ukurannya kecil sering hal ini karena ukurannya
yang
kecil,
digolongkan
menjadi
yaitu:
(1)Jasad
Universitas Sumatera Utara
13
prokariotik yaitu bakteri dan ganggang biru (Divisio Monera); (2) Jasad eukariotik uniseluler yaitu algae sel tunggal, khamir dan protozoa (Divisio Protista); dan (3) Jasad eukariotik multiseluler dan multinukleat yaitu Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan Divisio Animalia. Berbagai jenis mikroba pathogen dapat mencemari makanan yang akan menimbulkan penyakit. Penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi (keracunan). Infeksi adalah penyakit patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini diakibatkan masuknya mikroba patogen ke dalam tubuh melalui makanan yang sudah tercemar mikroba. Intoksikasi merupakan keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksin). Mikroba tumbuh pada makanan dan memproduksi toksin, jika makanan tertelan, maka toksin tersebut yang menyebabkan gejala bukan patogennya (Ames, 1994). Adapun mikroba tersebut antara lain bakteri, virus, dan jamur. Pola penyebarannya yaitu: a) Bakteri yaitu melalui daging hewan mentah, seafood (makanan laut) seperti kerang-kerangan mentah. b) Virus yaitu melalui udara yaitu melalui seperti kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
Universitas Sumatera Utara
14
c) Jamur yaitu melalui makanan yang berasal dari tumbuhan seperti sayuran, kacang-kacangan yang tidak diolah secara maksimal. b. Peranan Bakteri dalam Penyakit Bawaan Makanan 1. Salmonella Salmonelosis adalah penyakit pada saluran gastrointestine yang
mencakup perut, usus halus, dan usus besar atau kolon.
Penyakit ini disebabkan karena infeksi oleh bakteri Salmonella. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.50,8 μm. Bakteri ini pertama kali diisolasikan oleh Theobald Smith pada tahun 1885 dari babi. Nama jenis Salmonella diturunkan dari nama terakhir dari D.E. Salmon, yang adalah direktur dari Smith. Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anerob, pada suhu 15–41C (suhu pertumbuhan optimum 37oC dan pH pertumbuhan 6–8). Beberapa spesies dari Salmonella antara lain adalah Salmonella typhi, Salmonella enteritidis, dan Salmonella cholerasuis. a) Sifat Patogenitas Salmonella Masuknya Salmonela typhi dan Salmnella paratyphi ke dalam
tubuh
manusia
terjadi
melalui
makanan
yang
terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
15
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya menuju ke pembuluh darah
(mengakibatkan bakteremia) kemudian
menuju hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya. Di dalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan ke dalam lumen usus. Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Bakteri itu kemudian menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik sepeti demam, malaise, gangguan mental, koagulasi, dan pendarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah. b) Epidemiologi infeksi oleh Salmonella Salmonellosis memakan
bakteri
disebarkan
pada
Salmonella
orang-orang
yang
dengan
mengkontaminasi
Universitas Sumatera Utara
16
(mencemari) makanan. Salmonella ada diseluruh dunia dan dapat mencemari hampir segala tipe makanan, namun perjangkitan-perjangkitan
dari
penyakit
baru-baru
ini
melibatkan telur-telur mentah, daging mentah (daging sapi yang digiling dan daging-daging lain yang dimasak dengan buruk), produk-produk telur, sayur-sayur segar, cereal, dan air yang tercemar. Pencemaran dapat datang dari feses hewan atau manusia
yang
berhubungan
dengan
makanan
selama
pemrosesannya. Feses dari orang-orang yang terinfeksi akan mencemari sumber air atau makanan dari orang-orang yang tidak terinfeksi. Sumber-sumber langsung yang berpotensi dari Salmonella adalah hewan seperti kura-kura, anjing, kucing, kebanyakan hewan ternak, dan manusia yang terinfeksi. Pola penyebaran penyakit ini pada tubuh manusia adalah melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar). Bakteri masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Saat kuman masuk kesaluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus kuman beraksi sehingga bisa ”menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, kepembuluh darah,
Universitas Sumatera Utara
17
dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang tercemari. c) Gejala dari infeksi Salmonella Gejala dari Salmonelosis akan terlihat 8 sampai 48 jam setelah makan makanan yang tercemar oleh Salmonella. Gejala awal yaitu timbulnya rasa sakit perut yang mendadak disertai dengan diare encer atau berair, kadang-kadang bahkan dengan lendir atau darah. Seringkali menyebabkan mual dan muntah kemudian terjadi demam dengan suhu 38–39o Celcius. Gejalagejala ini disebabkan oleh endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella. Gejala-gejala tersebut biasanya akan hilang dalam waktu 2–5 hari. d) Pencegahan Salmonelosis Kebanyakan
kasus
Salmonelosis
disebabkan
karena
memakan makanan yang tercemar. Oleh karena itu pencegahan yang terbaik untuk dilakukan adalah sebagai berikut: Memasak dengan baik makanan yang dibuat dari daging; menyimpan makanan pada suhu lemari es yang sesuai; melindungi makanan dari pencemaran oleh binatang pengerat, lalat, dan hewan lain; penggunaan metode produksi dan pengolahan
Universitas Sumatera Utara
18
makanan yang semestinya, serta kebersihan pribadi yang baik serta hidup dengan cara-cara yang memenuhi syarat kesehatan. Begitu ditemukan adanya kasus infeksi makanan oleh Salmonella maka harus segera dilaporkan pada Dinas Kesehatan. Dengan demikian dapat diambil langkah-langkah yang sesuai untuk
melindungi masyarakat
dari suatu
perjangkitan keracunan makanan. Tidak ada imunisasi yang efektif terhadap infeksi oleh spesies Salmonella. 2. Clostridium Botulisme adalah suatu penyakit yang disebabkan keracunan makanan oleh bakteri. Botulisme berasal dari kata botulisme yang berarti sosis. Penyakit ini diberi nama demikian karena selama bertahun-tahun sosis yang tidak dimasak dihubungkan dengan penyakit ini. Botulin, juga dikenal sebagai botox, yaitu toksin bakteri paling mematikan yang dapat terbentuk pada makanan kaleng yang tidak diproses dengan benar atau cukup dipanasi. Bakteri penghasil botulin adalah Clostridium botulinum. a) Sifat patogenitas Clostridium Toksin botulinum yang dihasilkan oleh Clostridium adalah racun yang paling ampuh. Sebagai contoh dosis letal (mematikan) bagi toksin tipe A pada tikus diperkirakan 0,000000033 mg. Ini berarti 1 gram toksin dapat membunuh 33
milyar
tikus.
Racun
ini
menyerang
urat
syaraf,
Universitas Sumatera Utara
19
menyebabkan kelumpuhan pada faring dan diafragma. Cara kerja toksin ini adalah dengan menghambat pembebasan asetilkolin oleh serabut syaraf ketika impuls syaraf lewat di sepanjang syaraf tepi. b) Epidemiologi botulisme Clostridium botulinum tersebar luas di lingkungan darat dan perairan. Jika sporanya mencemari makanan yang sudah diolah atau mengadakan kontak dengan luka maka dapat berkembang biak menjadi sel-sel vegetatif dan menghasilkan toksin. Selain itu infeksi juga dapat terjadi pada saluran bayi yang disebut botulisme bayi. Toksinnya dihasilkan di dalam usus bayi, menyebabkan badan lemah, tidak dapat buang air besar, dan lumpuh. Infeksi semacam ini mungkin disebabkan karena pemberian susu yang mengandung spora Clostridium botulinum pada bayi. c) Gejala dari keracunan botulisme Gejala penyakit ini biasanya mulai muncul sekitar 12 – 48 jam setelah mengkonsumsi makanan yang sudah tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, pupil melebar, penglihatan ganda, mulut terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan. Kelumpuhan dapat terjadi pada kantung kemih dan semua otot yang bekerja di daerah tersebut. Kematian mungkin terjadi beberapa hari setelah timbulnya
Universitas Sumatera Utara
20
gejala karena tidak dapat bernafas atau jantung tidak bekerja lagi. Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan dan gangguan pernafasan. d) Pencegahan botulisme Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industry rumah tangga), misalnya pengalengan,
fermentasi,
pengawetan
dengan
garam,
pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini mencemari produk pangan dalam kaleng yang beredar asam rendah, ikan asap, kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu. Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan nitrit pada daging
yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah
tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan
Universitas Sumatera Utara
21
pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannya telah menggembung. 3. Staphylococcus Keracunan makanan oleh Staphylococcus, keracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh beberapa tipe Staphylococcus yang tumbuh pada makanan yang
tercemar.
Salah
satu
contoh
spesiesnya
adalah
Staphylococcus aureus yaitu merupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang berpasangan,
bila diamati membentuk
di bawah
rantai
pendek,
mikroskop atau
tampak
membentuk
kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Organisme ini Gram-positif. Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Staphylococcus biasanya terdapat diberbagai bagian tubuh manusia, seperti hidung, tenggorokan, dan kulit, sehingga mudah memasuki makanan. a) Sifat patogenitas Staphylococcus Enterotoksin yang dihasilkan Staphylococcus bersifat tahan panas, tidak berubah meskipun dididihkan selama 30 menit. Makanan yang telah tercemar
jika dibiarkan dalam suhu
kamar selama delapan sampai sepuluh jam dapat menghasilkan toksin
dalam
jumlah
yang
memadai
yang
dapat
Universitas Sumatera Utara
22
mengakibatkan
keracunan makanan.Sekalipun makanan ini
kemudian disimpan di dalam lemari es selama berbulan-bulan, toksinnya tidak akan musnah. Pemasakan kembali makanan tersebut juga tidak akan mengurangi kandungan toksin tersebut. Sampai saat ini tidak ada antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati keracunan makanan oleh Staphylococcus. b) Epidemiologi keracunan makanan oleh Staphylococcus Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus yang menghasilkan enterotoksin. Terjangkitnya keracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya memiliki galur yang sama antara makanan yang tercemar dengan yang ada pada tangan orang yang menangani makanan tersebut. Adapun makanan
yang dapat menunjang pertumbuhan
Staphylococcus antara lain adalah kue dengan saus yang terbuat dari telur, susu, dan daging olahan. Sayangnya makanan yang mengandung enterotoksin dalam jumlah yang cukup banyak biasanya memiliki penampilan, bau, dan rasa yang normal c) Gejala keracunan makanan oleh Staphylococcus Gejala keracunan Staphylococcus akan segera terlihat setelah mengkonsumsi makanan yang telah tercemar. Jumlah enterotoksin yang termakan akan menentukan waktu timbulnya
Universitas Sumatera Utara
23
gejala serta parah atau tidaknya infeksi tersebut. Biasanya gejala akan timbul sekitar 2 sampai 6 jam setelah makan makanan tercemar tersebut. Gejala yang paling umum adalah mual,
muntah,
retching
(seperti
muntah
tetapi
tidak
mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa lemas. d) Pencegahan Keracunan Makanan oleh Staphylococcus Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan, dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yaitu apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan peralatan
mentah
atau
yang terkontaminasi (misalnya alas pemotong).
Penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak benar menyebabkan bakteri berkembang biak dan menghasilkan racun. 2.1.5 Peranan Virus dalam Penyakit Bawaan Makanan Virus merupakan parasit mikroorganisme obligate intraseluler yang hanya dapat berkembang biak di dalam sel. Genom virus terdiri dari asam nukleat yang di replikasi didalam sel inang. Secara umum virus umumnya berukuran 15-300 nm yang dapat memfiltrasi bakteri yang melaluinya. Komposisi virus terdiri atas DNA atau RNA, tidak ada divisi khusus untuk virus. Tidak mengalami pertumbuhan ekstraseluler pada fase laten dan tidak
Universitas Sumatera Utara
24
terjadi metabolisme enzimatik. Replikasi virus dilakukan didalam ribosom pada sel inang. Virus-virus yang sering terlibat dalam foodborne diseases adalah sebagai berikut: 1. Rotavirus Rotavirus
adalah
virus
yang
menyebabkan
gastroenteritis.
Gastroenteritis viral adalah infeksi usus yang disebabkan berbagai macam virus. Gastroenteritis virus sangat menular dan merupakan penyakit yang paling umum. Hal ini menyebabkan jutaan kasus diare setiap tahun.Virus merupakan penyebab diare tersering yang angka kejadiannya mencapai jutaan kasus tiap tahunnya. Siapapun bisa mendapatkan Gastroenteritis virus dan kebanyakan orang sembuh tanpa komplikasi. Namun, Gastroenteritis virus bisa serius ketika orang tidak bisa minum cukup cairan untuk menggantikan apa yang hilang melalui muntah dan diare terutama bayi, anak-anak, dan orang tua dengan sistem kekebalan tubuh lemah. a) Infeksi oleh Rotavirus Rotavirus memiliki diameter tubuh 50-60 nm. Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus.
Nama virus rota
didasarkan pada gambaran mikroskop elektron dari pinggir luar kapsid sebagai pinggiran suatu roda yang mengelilingi jari-jari yang memancar dari inti yang menyerupai pusat. Partikel-partikel
Universitas Sumatera Utara
25
mempunyai kapsid berkulit ganda dan garis tengah berkisar antara 60-75 nm b) Patogenitas Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus. Virusvirus itu berkembang biak dalam sitoplasma enterosit dan merusak mekanisme transportnya. Sel yang rusak dapat masuk ke dalam lumen usus dan melepaskan sejumlah besar virus, yang kemudian terdapat dalam tinja. Diare yang disebabkan oleh rotavirus akibat gangguan penyerapan natrium dan absorpsi glukosa karena sel yang rusak pada vili digantikan oleh sel kriptus belum matang yang tidak meyerap. Dibutuhkan waktu 3-8 minggu untuk perbaikan fungsi normal. c) Epidemiologi dan Imunitas Rotavirus
merupakan
penyebab
tunggal
penyakit
gastroenteritis. Infeksi rotavirus biasanya meningkat selama musim dingin. Infeksi simtomatik paling sering terjadi pada anak berusia antara 6bulan hingga 2 tahun. Penyebarannya terjadi melalui rute oral fekal. Rotavirus muncul secara serentak. Saat usia 3 tahun, 90% anak memiliki serum antibody terhadap satu tipe atau lebih. Faktor kekebalan local, seperti IgA sekretoris atau interferon, penting untuk melindungi terhadap infeksi rotavirus.
Universitas Sumatera Utara
26
d) Gejala Gejala yang timbul antara lain diare berupa buang air besar yang berupa air (water), demam, nyeri perut, dan muntah-muntah, sehingga terjadi dehidrasi.. Gejala utama Gastroenteritis virus adalah diare berair berbusa, tidak ada darah lendir dan berbau asam serta muntah. Gejala lainnya adalah sakit kepala, demam, menggigil, dan sakit perut. Gejala biasanya muncul dalam waktu 4 sampai 48 jam setelah terpapar virus dan berlangsung selama 1 sampai 2 hari, walaupun gejala dapat berlangsung selama 10 hari. Pada bayi dan anak-anak, kehilangan banyak elektrolit dan cairan
dapat
mematikan
kecuali
kalau
diobati.
Untuk
mempermudah penanganan, sebaiknya kita tahu gejala dehidrasi yaitu anak rewel, kehausan, minta minum terus, sehingga makin muntah karena kebanyakan, mata cekung, kulit pada daerah perut dan dahi tidak kenyal (jika dicubit tidak kembali). e) Cara Pengobatan dan Pencegahan Pengobatan gastroenteritis adalah pengobatan suportif, untuk mengoreksi kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, syok, dan kematian. Pengobabatannya yaitu dengan cara penggantian cairan dan pengembalian keseimbangan elektrolit baik secara intravena maupun oral. Mengingat penyakit diare rotavirus sangat mudah menular, maka perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan. Salah satunya dengan merawat
Universitas Sumatera Utara
27
terpisah anak yang terinfeksi rotavirus dengan anak sehat lainnya. Untuk pencegahan agar tidak mudah terinfeksi rotavirus, pemberian imunisasi bisa dilakukan. Apalagi, semua anak pasti pernah mengalami diare. Salah satu diare yang mengancam adalah karena rotavirus. Perkembangan terakhir dengan teknologi kedokteran saat ini telah ditemukan vaksin untuk rotavirus. Vaksin ini dapat diberikan 2-3 kali pada bayi usia 6-8 minggu. 2. Norovirus Norovirus merupakan virus yang berasal dari golongan Norwalk virus. Merupakan virus utama penyebab penyakit perut. Termasuk salah satu jenis virus yang belum diketahui dengan pasti. Penyebab penyakit perut dan penyakit berbahaya lainnya yang menyangkut pencernaan. Merupakan virus dari family calciviridae. Virus ini memiliki RNA tunggal yang tidak terbelit. Virus ini menginjeksi dari manusia ke manusia lainnya. Gejala penyakitnya sering terlihat pada penderita diare. Sering kali dijumpai dalam air yang tidak bersih, kerang-kerangan, es, telur, salad, dan berbagai makanan kontaminan lainnya. Masa inkubasinya berkisar 1-2 hari. 3. Virus Hepatitis Virus dalam air kemasan botol terutama dalam botol plastik berbahan PET (Poly Ethylene Terphalate), kebanyakan merupakan jenis virus yang menjadi penyebab hepatitis. Golongan yang termasuk
Universitas Sumatera Utara
28
virus ini adalah sebagai berikut: Reo virus, menginfeksi intestines, paru-paru, ginjal, hati. Dan rotavirus: memiliki 11 segmen dari untaian ganda RNA, panjangnya berkisar 70 nm, bentuk tubuh berulik dengan axis tengah dan radiasi terbuka. Merupakan penyebab diare dengan resiko kematian yang sangat mengancam khususnya untuk bayi dan anakanak seperti yang telah dijelaskan tadi. a) Hepatitis A dan E Virus hepatitis A dapat menular melalui berbagai cara seperti kontak orang ke orang atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Orang yang telah terinfeksi virus hepatitis A dapat menjadi sumber penularan virus yang mengontaminasi
makanan
sehingga
orang-orang
ini
tidak
diperbolehkan menangani makanan meskipun mereka tidak terlihat sakit. Oleh karena itulah, orang-orang yang bekerja menangani makanan, seperti di restoran atau pabrik makanan, harus diberi vaksinasi hepatitis A. Setelah tertelan, ketahanan virus hepatitis A terhadap asam memungkinkannya lewat dalam perut dan masuk ke usus halus. Virus ini menginfeksi sel-sel epitel mukosa, berkembang biak dan menyebar ke sel-sel yang berdekatan dan kemudian masuk ke hati (liver) lewat peredaran darah keluar. Virus Hepatitis A menginfeksi sel-sel parenkimal hati. Setelah sel dipenetrasi, virus
Universitas Sumatera Utara
29
hepatitis A akan mengambil alih sistem sel tersebut untuk menghasilkan komponen-komponen virus yang baru dan memicu respons antibodi tubuh. Masa inkubasi (masa antara pertama kali terpapar virus sampai munculnya gejala-gejala virus hepatitis A adalah 15-50 hari (rata-rata 28 hari). Gejal-gejala awalnya adalah sakit otot, sakit kepala, hilang nafsu makan (anoreksia), tidak enak perut, demam kemudian diikuti sakit kuning yaitu penguningan kulit, mata, dan selaput lendir serta air kencing berwarna lebih gelap. Untuk diagnosis hepatitis A yang akurat diperlukan tes darah untuk mendeteksi antibodi immune globulin (Ig) M yang muncul ketika sistem kekebalan tubuh merespons virus hepatitis A. Pencegahan hepatitis A bisa dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan, membasuh tangan dengan air dan sabun setelah dari kamar mandi, mengganti popok bayi, dan sebelum menangani makanan; memasak makanan sampai suhu 85 oC atau lebih tinggi akan menginaktivasi virus hepatitis A. Jika diketahui telah terpapar virus hepatitis A, pemberian suntikan immune globulin bisa dilakukan. Perlindungan terbaik dari hepatitis A adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi hepatitis A disarankan bagi anak-anak, bagi mereka yang akan bepergian ke daerah yang dikenal memiliki tingkat kejadian hepatitis A tinggi, homoseks, pengguna obat-
Universitas Sumatera Utara
30
obatan suntik dan nonsuntik, penderita hemofilia, dan penderita liver kronis. Hepatitis E banyak terjadi di lingkungan dengan sanitasi yang buruk. Virus Hepatitis E dapat menular melalui makanan dan air yang terkontaminasi. Tidak ada bukti penularan virus ini melalui seks dan transfusi darah. Gejala-gejalanya mirip dengan hepatitis A dengan masa inkubasi 3-8 minggu (rata-rata 40 hari). Virus Hepatitis E jarang menyebabkan peyakit hepatitis yang kronis, namun bisa sangat berbahaya bagi wanita hamil. Tidak ada terapi khusus untuk hepatitis E dan cara terbaik yang bisa dilakukan bersifat pencegahan. Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi dapat mengurangi risiko hepatitis E. Pencegahan lain adalah air dan makanan dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. b) Inaktivasi Virus dalam Bahan Pangan Virus adalah mikroorganisme yang tidak tahan pemanasan dan ketahanannya sebanding dengan sel vegetatif bakteri. Ketahanan virus dalam makanan lebih tinggi jika makanan disimpan pada suhu refrigerasi maupun pembekuan. Meskipun demikian tidak ada virus yang tahan untuk rentang waktu yang lama jika disimpan pada suhu ruang atau suhu yang lebih rendah. Inaktivasi virus dapat
dilakukan
dengan
pemanasan,
pengeringan
maupun
pemberian radiasi elektromagnetik.
Universitas Sumatera Utara
31
Pemanasan pada suhu 55oC selama 30 menit dilaporkan dapat membunuh berbagai jenis virus dalam susu. Meskipun demikian, ada laporan yang bertentangan yang menunjukkan bahwa virus hepatitis A, Norwalk-like serta virus mulut dan kuku dapat bertahan pada suhu dan waktu tersebut. 2.1.6 Peranan Jamur dalam Penyakit Bawaan Makanan Jamur merupakan mikroorganisme eukariotik, menghasilkan spora, tidak punya klorofil, dan berkembang biak secara seksual dan aseksual. Jamur tergolong menjadi 2 golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang adalah jamur yang mempunyai filamen sedangkan khamir adalah jamur sel tunggal yang tidak mempunyai filamen. Jamur dapat bersifat parasit yaitu memperoleh makanan dari benda hidup atau bersifat saprofit yaitu memperoleh makanan dari benda mati. Secara umum jamur berkembang biak dengan cara aseksual atau seksual. Spora aseksual dari jamur adalah konidiospora, sporangiospora, oidium, klamidospora dan blastospora. Sedangkan spora seksual dihasilkan dari peleburan dua nukleus, terbentuk lebih jarang, dan dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan spora aseksual. Ada beberapa tipe spora seksual yaitu askospora, basidiospora, zigospora dan oospora. Pertumbuhan fungi pada berbagai bahan pangan, terutama bahan pangan pokok seperti beras, gandum, jagung, juga biji-bijian seperti kedelai, kacang hijau, kacang tanah, sangat merugikan kesehatan manusia dan juga hewan. Bahan makanan pokok seringkali disimpan dalam jumlah
Universitas Sumatera Utara
32
besar dalam suatu gudang. Apabila kondisi dalam gudang tersebut kurang baik, maka besar sekali kemungkinannya fungi tertentu akan tumbuh dalam bahan pangan tertentu.
Dikenal Spesies-spesies fungi tersebut
umumnya dari genus Aspergillus dan Penicillium dan dikenal sebagai kapang gudang (storage moulds) diantaranya Aspergillus oryzae, Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus tamarii, Penicillium citrinum dan Penicillium italicum. Disamping itu juga ditemukan dari genus Alternaria, Fusarium, dan Culvularia. Hasil metabolisme kapang-kapang tersebut yang bersifat racun dikenal sebagai mikotoksin. Gejala keracunannya dikenal sebagai mikotoksikosis. Mikotoksin tidak hanya dihasilkan oleh kapang tapi juga oleh cendawan. Menurut Hudler (1998) diantara cendawan yang menarik terdapat jenis-jenis bila dimakan menyababkan halusinasi (menghayal tanpa sadar), antara lain dari genus Psylocybin, spesiesnya antara lain P. mexicana, P. caerulescens dan P. cubensis. Cendawan Psylocybin sp. Menghasilkan toksin psylocybin. Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin, lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena (deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller (1991) sekitar 25-50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut.
Universitas Sumatera Utara
33
Perbedaan sifat-sifat kimia, biologik dan toksikologik tiap mikotoksin menyebabkan adanya perbedaan efek toksik yang ditimbulkannya. Selain itu, toksisitas ini juga ditentukan oleh: (1) dosis atau jumlah mikotoksin yang dikonsumsi; (2) rute pemaparan; (3) lamanya pemaparan; (4) spesies; (5) umur; (6) jenis kelamin; (7) status fisiologis, kesehatan dan gizi; dan (8) efek sinergis dari berbagai mikotoksin yang secara bersamaan terdapat pada bahan pangan (Bahri et al., 2002). Selain faktor dari peran mikroba,bakteri,virus dan jemur. Ada faktor lain yang dapat terjadinya penyakit bawaan makanan, yaitu sebagai berikut: a. Demografi masyarakat Meningkatnya kelompok individu immunocompromised sebagai akibat dari peningkatnya penderita human immunodeficiency virus (HIV), penderita penyakit kronis, orang lanjut usia (manula), akan lebih peka terhadap infeksi bakteri patogen yang ditularkan melalui makanan (foodborne diseases), seperti Salmonella, Campylobacter, Listeria. Kemajuan teknologi kedokteran, seperti transplantasi organ tubuh dan keberhasilan pengobatan kanker, telah meningkatkan harapan hidup manusia, tetapi disisi lain hal ini dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap infeksi foodborne diseases. b. Human behavior Perubahan pola konsumsi masyarakat turut memberikan kontribusi terhadap meningkatnya/timbulnya foodborne diseases antara lain
Universitas Sumatera Utara
34
banyaknya fast-food restaurrant, peningkatan kebiasaan makan di luar rumah (eating away from home), peningkatan konsumsi buah segar, salad yang banyak menggunakan sayuran segar/mentah, makanan-makanan yang dimasak tidak sempurna (seperi hamburger, scembel eggs, dll). Produk-produk segar tersebut lebih mudah kontaminasi oleh patogen, baik pada tahap pertumbuhan, panen, dan pendistribusian. Sedangkan produk-produk yang dimasak setengah matang atau tidak sempurna mengakibatkan bakteri-bakteri patogen tidak mati oleh pemasakan tersebut. c. Perubahan di bidang industri dan teknologi Peningkatan industri makanan berskala besar yang tersentralisasi pada satu tempat atau di kota-kota besar akan membawa resiko terhadap peningkatan penyebaran foodborne diseases. Bila suatu produk terkontaminasi di tempat asal ketika diproduksi, maka dengan mudah akan terjadi penyebaran penyakit/patogen sampai ke tempat pendistribusian produk tersebut. Sebagai contoh, adanya infeksi S. enteritidis
pada
ayam-ayam
bibit
di
peternakan-peternakan
pembibitan. Hal ini akan memudahkan terjadinya penyebaran agen penyakit, melalui anak ayam atau telur ayam,
kepeternakan-
peternakan final stock dalam areal yang lebih luas.
Universitas Sumatera Utara
35
d. Perubahan dalam pola perjalanan/travel dan perdagangan global Hal ini banyak terjadi para wisatawan-wisatawan (traveler’s diseases). Para wisatawan tersebut dapat terinfeksi oleh penyakit ditempat yang dikunjunginya, dan akan terbawa ke tempat asalnya. Dengan terbukanya perdagangan internasional (global), maka akan membawa konsekuensi terhadap penyebaran penyakit secara bebas. Masuknya bakteri S. enteritidis ke Indonesia diduga bersamaan dengan importasi bibit-bibit ayam dari Eropa. e. Adaptasi mikroba Adanya adaptasi atau mutasi mikroba terhadap lingkungan dan seleksi alam. Pengobatan antimikroba, untuk hewan dan manusia, yang terus-menerus dan tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya bakteri-bakteri yang resisten. Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) beberapa penyakit yang bersumber dari makanan dapat digolongkan menjadi : 1. Food Infection (bacteria dan viruses) atau makanan yang terinfeksi seperti terinfeksi Salmonella, Shigela, Cholera, Tularemia, Tuberculosis, Brucellosis, Hepatitis. 2. Food Intoxication (bacteria) atau keracunan makanan bakteri seperti Staphylococcus food poisning, Clostridium perfringens food
poisoning,
Bortulam
food
poisoning,
Vibrio
parahaemoliticus food poisoning, Bocilus food poisoning.
Universitas Sumatera Utara
36
3. Chemical Food Borne Illnes atau keracunan makanan karena bahan kimia, seperti Cadmiun, zink, insektisida dan bahan kimia lain. 4. Poisoning Plant and Animal atau keracunan makanan karena hewan dan tumbuhan beracun, seperti jengkol, jamur, kentang, ikan buntal. 5. Parasites atau penyakit parasit seperti cacing Taeniasis, Cystircercosis, Trichinosis dan Ascariasis. 2.1.7 Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Bawaan Makanan a) Pencegahan Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases harus dilakukan pada setiap tahap/proses penyajian makanan; dilakukan saat memulai memasak jajanan yang mau di jual, proses pengolahan sampai penyiapan makanan yang sudah jadi (finished food) di rumah/restoran, dll. Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases diistilahkan from farm to table, yaitu dari mulai produksi di pengelolaan sampai siap saji di meja makan. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Makanan cepat basi disimpan dalam suhu dingin, pisahkan raw materials atau bahan mentah dengan makanan sudah matang.
Universitas Sumatera Utara
37
1. Pencucian Pencucian atau pembilasan buah dan sayuran dapat menghilangkan kotoran dan kontaminan lainnya. Pencucian dapat dilakukan dengan air, deterjen, larutan bakterisida seperti klorin, dan lain-lain. Sebelum makan atau menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kucuran air setidaknya 15 detik, lalu keringkanlah dengan handuk bersih. Beberapa aktivitas yang wajib diikuti dengan cuci tangan :(1) Setelah ke kamar mandi; (2) Setelah batuk, bersin, merokok, makan, minum; (3) Setelah membersihkan meja; (4) Sebelum memakai sarung tangan; (5) Setelah memegang hewan; (6) Ketika berpindah dari makanan mentah ke makanan matang; (7) Setelah membuang sampah; (8) Setelah memegang alat atau perlengkapan kotor; (9) Selama menyiapkan makanan. 2. Pemantauan suhu Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat membiaknya kumanyang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5° C dan 60° C. Untuk berjaga-jaga: 1) Suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5° C dan ada aliran udara di seputarmakanannya agar pembagian suhunya merata, 2) Makanan panas patut disimpan di atas suhu 60° C, 3) Makanan yang harus dipanaskan lagi harus cepat
Universitas Sumatera Utara
38
dipanaskan sampai semua bagiannya mencapai suhu 75° C, 4) Makanan beku sebaiknya dicairkan di dalam lemari es atau microwave, sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada suhu ruangan, makincepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa terbentuk, 5) Agar kuman di dalamnya mati, makanan harus dimasak matang benar. Desinfeksi adalah tindakan yang bertujuan untuk membunuh mikroba patogen maupun pembusuk dengan menggunakan bahan kimia (desinfektan).Desinfektan merupakan bahan kimia yang mampu membunuh bakteri pembusuk dalam bentuk sel vegetatif, tetapi tidak dalam bentuk spora. Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Maksudnya untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme.
Universitas Sumatera Utara
39
b) Penanggulangan Penanggulangan untuk penyakit bawaan makanan (Foodborne Diseases) antara lain : 1. Diagnosa infeksi melalui pemeriksaan laboratorium guna menentukan jenis organisme penyebabnya, 2. Perawatan penyembuhan terhadap penyakit bawaan makanan. Jenis perawatan disesuaikan dengan jenis penyakit bawaan makanan yang diderita, dan bergantung dari gejala yang dirasakan. 2.1.8 Dampak kesehatan penyakit bawaan makanan Penyakit bawaan makanan sering kali dipandang sebagai penyakit yang ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun terkadang memang benar, pada banyak kasus konsekuensi kesehatan yang terjadi justru serius dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Persepsi yang salah ini sebagian terjadi karena kurangnya perhatian yang berikan terhadap masalah tersebut. Konsekuensi kesehatan akibat penyakit bawaan makanan bervariasi menurut patogen penyebabnya, tahapan dan lamanya pengobatan, juga dengan usia dan faktor lain yang berkaitan dengan daya tahan dan kerentanan seseorang. Gejalanya yang akut meliputi diare, mual, mual, muntah, nyeri, kram perut, panas dan jaundice. Pada kebanyakan kasus lain, pasien dengan fungsi kekebalan yang baik akan sembuh dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Namun, pada kasus lain, khususnya
Universitas Sumatera Utara
40
dikalangan kelompok masyarakat yang rentan (misalnya., lansia, bayi, anak kecil, ibu hamil dan orang yang mengalami malnutrisi serta gangguan kekebalan), beberapa penyakit bawaan makanan dapat berakibat fatal terutama jika tidak tersedia pengobatan yang memadai. Beberapa infeksi bawaan makanana dapat menimbulkan komplikasi serius yang memengaruhi sistem kardiovaskuler, ginjal, persendiaan, pernapasan dan sistem imun. Diantara kelompok yang rentan, efek kesehatan ini mungkin akan lebih serius lagi. Pada survei terhadap 32.448 kasus penyakit bawaan makanan di negara federasi Rusia, efek kronis pada kesehatan tampak pada lebih 11% pasien, dengan efek hipetensi dan kolelitiasis paling sering tampak. Sejumlah pasien juga mengalami infark miokard. Contoh komplikasi serius yang berkaitan dengan penyakit bawaan makanan adalah artritis reaktif serta sindrom rematois, meningitis, endokarditis, sindrom Reiter, sindrom Guillain-Barre dan sindrom uremik hemolitik. Contoh, salmonelosis pernah dilaporkan menyebabkan penyakit astritis reaktif pada beberapa penderitanya. Pada Kejadian Luar Biasa (KLB) salmonelosis bawaan susu yang terjadi pada tahun 1995 di Illionis, sekitar 2% penderitanya mengalami artritis reaktif sebagai komplikasi infeksi tersebut. Sejumlah pasien khususnya anak-anak yang terjangkit E. Coli dapat mengalami sindrom uremik hemolitik yang ditandai dengan adanya batu ginjal akut. Manisfestasi listeriosis dapat meliputi septikemia, meningitis,
Universitas Sumatera Utara
41
ensefalitis, osteomilitis dan endokarditis. Pada ibu hamil penyakit tersebut dapat mengakibatkan abortus, bayi lahir mati atau malformasi janin. Angka fasilitas keseluruhan mencapai sekitar 30%. Pada KLB listeriosis yang menyerang ibu hamil di Australia Barat, angka fasilitas janin yang terinfeksi mencapai 50%. Serangan berulang penyakit bawaan makanan dapat menyebabkan malnutrisi yang memberikan dampak serius terhadap pertumbuhan dan sistem imun bayi dan anak. Bayi yang resistensinya terganggu menjadi rentan terhadap penyakit lain (termasuk infeksi pernapasan) dan selanjutnya akan terjebak dalam lingkaran setan malnutrisi serta infeksi. Banyak bayi dan anak tidak dapat bertahan dalam keadaan ini. Setiap tahun terdapat 12-13 juta balita meninggal dunia akibat efek yang berkaitan dengan malnutrisi dan infeksi. Konsekeunsi kesehatan yang serius pernah dilaporkan ketika makan yang mengandung kontaminan kimia seperti (logam berat seperti metil, mercury, timbal dan kadmium) dikomsumsi selama beberapa periode. Timbal dapat memengaruhi hematopoiesis, fungsi ginjal, dan sistem saraf. Baik markuri maupun timbal merupakan unsur yang berbahaya terutama bagi ibu hamil. 2.1.9 Pengetahuan, keyakinan dan praktik penjamaah atau konsumen makanan Faktor paling penting yang menentukan prevalensi penyakit bawaan makanan adalah kurangnya pengetahuan di pihak penjamah atau
Universitas Sumatera Utara
42
konsumen makanan dan ketidakpedulian (sekalipun mereka tahu) terhadapa pengelolaan makanan yang aman. Sejumlah survei terhadap KLB penyakit bawaan makanan yang terjangkit diseluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian besar kasus penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada saat penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa katering, kantin rumah sakit, sekolah atau dipangkalan militer, atau pada saat jamuan makanan atau pesta. Sebagian besar kasus penyakit bawaan makanan sebenarnya dapat di hindari-kendati bahan pangan untuk membuatnya sudah terkontiminasi, jika penjemaah makanan itu telah dilatih dengan lebih baik dalam hal keamanan pangan. Penelitian selama lima tahun yang dilaksanakan di Arab Saudi terhadap penyakit bawaan makanan menunjukan angka insidensi sebesar 22 kasus per-100.000 penduduk. Pada 56,7% kasus, pengelolaan makanan dilakukan dengan cara yang salah dirumah. Asrama pekerja dan tempat pengelolaan makanan juga menjadi sumber utama KLB penyakit bawaan makanan. sebagian besar KLB tersebut disebabkan oleh kekeliruan pengelola selama penyiapan makanan. Situasi ini dinyatakan serupa juga dilaporkan de negara lain, termasuk negara industri. Di negara berkembang , penjaja makanan kakilima merupakan sumber penting lain penularan penyakit bawaan makanan. Makanan yang disajikan di pesawat udara dan kapal pesiar juga pernah terlibat dalam KLB penyakit bawaan makanan. Diseluruh dunia,
Universitas Sumatera Utara
43
hasil survey terhadap KLB penyakit bawaan makanan menunjukan bahwa sebagian besar kejadian tersebut terjadi karena penanganan makanan yang dapat menyebabkan kontaminasi mikroorganisme dan disertai dengan bertahan atau bertumbuhnya mikroorganisme itu sendiri. 2.2 KONSEP PENGETAHUAN 2.2.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, dan telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan
berarti
seseorang
yang
berpendidikan
rendah
mutlak
berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang
Universitas Sumatera Utara
44
semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (WHO, 2010). 2.2.2 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Tingkatan pengatahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah yang dipelajari sebelumnya. termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. b. Memahami (comprehention) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut
harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang di ketahui tersebut. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang di maksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
Universitas Sumatera Utara
45
d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemunkinan mencari hubungan atara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang di ketahui. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponenkomponen pengetahuan yang dimilikinya. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian teerhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. 2.2.3 Cara Memperoleh Pengetahuan Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut : a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan 1. Cara coba salah (Trial and Error) Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dana apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan
Universitas Sumatera Utara
46
2. Cara kekuasaan atau otoritas Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin – pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintah dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai
otoritas,
tanpa
menguji
terlebih
dahulu
atau
membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri 3. Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang
pernah
diperoleh
dalam
memecahkan
permasalahan yang dihadapi masa lalu b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metode penelitian. Cara ini mula – mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561 – 1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah. 2.2.4 Proses Prilaku “Tahu” Prilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun tidak diamati oleh pihak luar. Sedangkan belum
Universitas Sumatera Utara
47
mengadopsi prilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : a. Awareness ( Kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek) b. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus c. Evaluation ( menimbang–nimbang ) individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, berarti sikap responden sudah lebih baik lagi d. Dimana individu mulai mencoba prilaku baru e. Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus Pada penelitian selanjutnya, Roger (1974) menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka prilaku tersebut bersifat langgeng (ling lasting) namun sebaliknya jika prilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka prilaku tersebut bersifat sementara atau berlangsung tidak lama. 2.2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan a. Faktor Internal 1. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
Universitas Sumatera Utara
48
spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, akhlak, mulia serta keterampilan yang dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. 2. Sumber informasi Informasi adalah data yang diproses ke dalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat ini atau keputusan mendatang. Hasil menjelaskan tentang jenis-jenis informasi terdiri dari informasi masa lalu, informasi masa kini. Informasi berdasarkan sasaran yang lebih lanjut diklasifikasikan menjadi informasi individu dan informasi komunitas (Notoatmodjo, 2010). 3. Informasi individual Informasi individual adalah yang ditujukan kepada seseorang yang mempunyai fungsi sebagai kebijakan (police maker) dan mengambil keputusan (decision maker) atau kepada seseorang yang diharapkan dari padanya tanggapan terhadap informasi yang diperolehnya. Informasi jenis ini disampaikan secara tatap muka (face to face) atau melalui telepon, surat tergantung dari macam informasi yang
Universitas Sumatera Utara
49
disampaikan dan tergantung dari waktu yang diperlukan untuk memperoleh tanggapan. 4. Informasi komunitas Informasi komunitas yaitu informasi yang ditujukan kepada khalayak luar organisasi suatu kelompok tertentu di masyarakat media yang menyalurkan. Informasi komunitas itu ada bermacammacam sebagai berikut: Surat kabar Radio Televisi Poster / spanduk Pamplet Internet Dll 5. Umur Umur
adalah
variabel
penyelidikan epidemiologi
yang
selalu
diperhatikan
dalam
angka-angka kesakitan merupakan
kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dengan melihat pola kesakitan ataupun kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur dilaporkan tepat.
Universitas Sumatera Utara
50
Apakah panjangnya interval di dalam pengelompokan cukup atau tidak menyembunyikan peranan pola umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang sebenarnya masih buta huruf hendaknya memanfaatkan dari sumber-sumber informasi seperti petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Semakin tua umur seseorang maka pengetahuan yang dimiliki semakin baik, hal ini dikarenakan semakin banyak informasi dan pengalaman yang didapatkan (Notoatmodjo, 2010). b. Faktor Eksternal 1. Lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada sekitar manusia
dan
pengaruhnya
yang
dapat
mempengaruhi
perkembangan dan prilaku orang atau kelompok 2. Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyrakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi 2.2.6 Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan–tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
51
2.3
KONSEP TEORI PENDIDIKAN KESEHATAN
2.3.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan prilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain, akan tetapi peerubahan tersebut terjadi karena adanya kesadaran dari dalam diri individu, atau kelompok masyarakat sendiri (Mubarak dan Chayatin, 2009). Merujuk pada pengertian pendidikan kesehatan menurut President’s Committee on Health Education yang dimaksud dengan pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang menjembatani kesenjangan antara informasi dan tingkah laku kesehatan yang mampu memotivasi seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi tadi agar mereka menjadi lebih sehat dengan cara menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang mengganggu kesehatan serta membentuk kebiasaan hidup yang bermanfaat bagi kesehatan. 2.3.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu: a. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri b. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalah, dengan sumber daya yang ada pada kmereka di tambah dengan dukungan dari luar c. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
52
Tujuan
dari
pendidikan
kesehatan
menurut
Undang-Undang
Kesehatan No.36 tahun 2009 maupun WHO adalah meningkatkan kemampuan masyarakat; baik fisik, mental dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi, lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya. 2.3.3 Misi Pendidikan Kesehatan Misi pendidikan kesehatan secara umum dapat dirumuskan menjadi: a. Advokat (Advocate) Melakukan upaya-upaya agar para pembuat keputusan atau penentu kebijakan tersebut mempercayai dan meyakini bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu didukung melalui kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan politik b. Menjembatani (Mediate) Diperlukan kerjasama dengan lingkungan maupun sektor lain yang terkait dalam melaksanakan program-program kesehatan c. Memampukan (Enable) Memberikan kemampuan dan keterampilan kepada masyarakat agar mereka dapat mandiri untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
53
2.3.4 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain: a. Dimensi sasaran 1. pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu 2. pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok 3. pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas b. Dimensi Tempat pelaksanaan Pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat, dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya: 1. Pendidikan kesehatan disekolah dengan sasarannya murid 2. Pendidikan kesehatan dirumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, dengan sasarannya pasien dan keluarga pasien 3. Pendidikan kesehatan ditempat kerja dengan sasarannya buruh atau karyawan. c. Dimensi Tingkat Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan berdasarkan lima tingkatan pencegahan (five levels of prevention) menurut Leavel dan Clark, yaitu sebagai berikut: 1. Peningkatan kesehatan (Health Promotion) Peningkatan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan seperti pendidikan kesehatan (Health education), penyuluhan kesehatan, pengadaan rumah sakit,
Universitas Sumatera Utara
54
konsultasi perkawinan, pendidikan seks, pengendalian lingkungan dan lain-lain. 2. Perlindungan Umum dan Khusus (General and Specific Protection) Perlindungan umum dan khusus merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus atau umum kepada seseorang atau masyarakat. Bentuk perlindungan tersebut seperti imunisasi dan higiene perseorangan, perlindungan diri dari kecelakaan,
kesehatan
kerja,
pengendalian
sumber-sumber
pencemaran dan lain-lainnya. 3. Diagnosisi dini dan pengobatan segera atau adekuat (Early diagnosis and prompt Treatment) Pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap kesehatan mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan untuk mendeteksi penyakit
bahwa enggan untuk
memeriksakan
kesehatan dirinya dan mengobati penyakitnya 4. Pembatasan Kecacatan (Disability Limitation) Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit sering membuat masyarakat tidak melanjutkan pengobatan sampai tuntas, yang akhirnya dapat mengakibatkan kecacatan atau ketidakmampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini dalam
Universitas Sumatera Utara
55
bentuk penyempurnaan dan intesifikasi terapi lanjut, penurunan beban sosial penderita dan lain-lain 5. Rehabilitasi (Rehabilitation) Latihan diperlukan untuk pemulihan seseorang yang telah sembuh dari suatu penyakit atau menjadi cacat. Karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya rehabilitas, masyarakat tidak mau untuk melakukan latihan-latihan tersebut (Mubarok dan Chayatin, 2009). 2.3.5 Pertimbangan Umur dalam Pendidikan Kesehatan Pendidikan
adalah
proses
menumbuh-kembangkan
seluruh
kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, sehingga dalam pendidikan ini dipertimbangkan umum (proses perkembangan) klien dan hubungannya dengan proses belajar. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan (dalam Dictionary of Psychology, 1998) adalah tahap-tahap perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lain, tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme tersebut. Perkembangan pada asasnya adalah tahapan perubahan psikofisik manusia yang progresif sejak lahir hingga akhir hayat. Pertimbangan umur dalam pendidikan kesehatan meliputi perkembangan kognitif, menurut Jean Piaget (1963) dan tugas-tugas perkembangan menurut Havigurst (1957).
Universitas Sumatera Utara
56
a. Perkembangan kognitif menurut Jean Piaget Tahap perkembangan kognitif pada anak usia kanak-kanak sampek menjelang usia remaja (7-11 tahun), anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut dengan langkah berpikir. Kemampuan itu berfaedah baginya untuk mengkoordinasikan pikirannya dengan peristiwa tertentu, dalam tahap ini terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi: 1. Konservatif/pengekalan, yaitu kemampuan anak dalam memahami aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah. Anak yang mampu mengenali sifat kuantitatif sebuah benda akan tahun bahwa sifat kuantitaif benda tersebut tidak akan berubah secara sembarangan. 2. Penambahan golongan benda (addition of clasess), yaitu kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang dianggap berkelas lebih rendah 3. Pelipatan gandaan golongan benda (multiplication of classes), yaitu kemampuan anak yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda tersebut. 2.3.6 Pendidikan Kesehatan Pada Anak Sekolah Dasar Usaha kesehatan melalui sekolah-sekolah adalah salah satu langkah yang lebih efektif dibandingkan dengan beberapa usaha lainnya. Hal tersebut dimungkinkan mengingat bahwa masyarakat sekolah mempunyai persentase yang tinggi, peka terhadap pendidikan pada umumnya, usia
Universitas Sumatera Utara
57
yang mudah dibimbing dan dibina sehingga dapat meyebarkan modernisasi (agent of change). Kesehatan akan tercapai apabila terjadi perubahan ke arah positif dapat dilihat dari pengetahuan, nilai, sikap dan prilaku individu yang bersangkutan. Pendidikan kesehatan disekolah memusatkan usaha kepada individu atau kelompok individu selama waktu tertentu dalam hidupnya, yaitu kehidupan sekolah.mengingat pertumbuhan, perkembangan, keadaan lingkungan dan kesehatan anak saling berkaitan. Maka agar berfungsi dengan baik,perlu dilakukan pendidikan kesehatan disekolah untuk menangani berbagai hal yang dapat mengganggu kesehatan anak didik. Bila kita lihat dari materi yang termuat dari GBPP Penjaskes untuk sekolah dasar(SD) dari kelas I s/d III adalah penanaman kebiasaan hidup sehat, sedangkan pada anak kelas IV s/d VI mampu melaksanakan pencegahan terhadap penyakit menular, melaksanakan tugas UKS serta melaksanakan pertolongan pertama terhadap penyakit yang sederhana. Untuk dapat berhasil dengan baik, yaitu meningkatkan pengetahuan anak didik, memupuk mental yang baik, meningkatkan keterampilan dan meningkatkan perilaku sehat dikalangan anak didik, maka dilakukan pendidikan kesehatan pada anak sekolah dasar (Depkes RI, 2003).
Universitas Sumatera Utara