5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak nabati mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional. Komoditas kelapa sawit berperan dalam menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan dan devisa bagi negara, stimulator pertumbuhan pusat-pusat ekonomi baru di pedesaan, serta sebagai sumber pangan dan energi yang penting bagi Indonesia (Warta 2008). Genus Elaeis terdiri atas tiga spesies yakni Elaeis guineeensis, Elaeis oleifera dan Elaeis odora yang dikenal juga dengan nama Barcella odora (Corley dan Tinker 2003). Namun, yang banyak dikenal dan dimanfaatkan adalah E.guineensis dan E.oleifera. Kelapa sawit adalah tanaman bergenom diploid yang memiliki 32 kromosom dengan 16 pasang kromosom homolog. Elaeis berasal dari kata bahasa Yunani elaion dengan arti minyak, sedangkan guineensis didasarkan kepada asalnya yakni Guinea (pantai Barat Afrika), penamaan ini diberikan oleh Jacquin (1973) ( Corley dan Tinker 2003; Lubis 1992). Elaeis oleifera atau Elaeis melanococca berasal dari Amerika Selatan, merupakan spesies penting sebagai sumber plasma nutfah yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan karakter kelapa sawit komersial (E.guineensis). Kanopi E.oleifera relatif kecil dengan pertumbuhan tinggi tanaman hanya 20 cm/tahun, sedangkan E.guineensis mencapai 45 cm/tahun, sehingga dapat ditanam lebih banyak perhektarnya dan lebih mudah untuk melakukan pemanenan. Perbandingan bunga jantan dan buang betina cukup tinggi, dengan tandan bunga jantan yang sedikit sekali. Disamping itu E.oleifera memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi (70-83%) dari pada E.guineensis (40-60%) (Lubis 1992; Pamin 1998). Introduksi kelapa sawit ke Indonesia dimulai pada tahun 1848 dengan penanaman 4 bibit tanaman kelapa sawit di Kebun raya Bogor. Dari keempat bibit tersebut dua bibit diintroduksi dari Bourbon atau Mauritius pada bulan Februari 1848, dan dua bibit lain diintroduksi dari Amsterdam pada bulan Maret 1948. Kemudian dari 4 bibit ini kelapa sawit menyebar menjadi tanaman komersial seperti saat ini. Awalnya kelapa sawit ditanam sebagai komoditi perkebunan dilakukan pada tahun 1911 yang dibangun oleh M.Adrien Hallet berkebangsaan Belgia dengan menanam tanaman kelapa sawit di Perkebunan Sungai Liput (Aceh) dan Pulu Raja (Asahan) (Pamin 1998). Taksonomi tanaman kelapa sawit adalah : Divisi : Tracheophy Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Cocoideae Familia : Palmae Sub Famili : Cocoidae Genus : Elaeis Spesies : Elaeis guineensis Jacq. dan Elaeis oleifera
6
A
D
B
E
C
F
G
Gambar 2. Ragam tanaman kelapa sawit.(A) Elaeis guineensis Nigrescens, (B) E. guineensis Virescens, (C) E. oleifera. (D) Buah E.guineensis var. Tenera (Nigrescens), (E) Buah E. guineensis var. Virescens, (F) Buah E. guineensis var. Dura (Nigrescens), dan (G) Buah E. guineensis var. Pisifera (Nigrescens).
Kelapa sawit diklasifikasikan berdasarkan berbagai hal yang dapat dibedakan atas tipe buah, bentuk buah, tebal cangkang dan warna buah. Berdasarkan ketebalan cangkang buah ada tiga tipe tanaman kelapa sawit, yakni: tipe Dura, tipe Pisifera, dan tipe Tenera (Basri et al. 2004). Salah satu ciri E. guineensis tipe Dura adalah mempunyai cangkang biji yang tebal dan sabut atau mesokarpa yang tebal. Kelapa Sawit tipe Dura pada umumnya digunakan sebagai induk betina dalam pemuliaan kelapa sawit. Tipe Pisifera mempunyai cangkang biji tipis yang digunakan sebagai induk jantan dalam pemuliaan kelapa sawit (Latiff 2000). Kelapa sawit tipe Tenera merupakan kelapa sawit yang dibudidayakan secara komersial untuk menghasilkan minyak. Karakteristik buah Tenera mempunyai ketebalan cangkang biji sedang dan sabut yang tebal sehingga
7 banyak mengandung minyak (Latiff 2000; Basri et al. 2004). Kelapa sawit Tenera pada umumnya merupakan hibrida dari persilangan antara tetua betina Dura dan tetua jantan Pisifera (Hafiz dan Rashid 2011), keragaman kelapa sawit seperti terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan warna buah, kelapa sawit dapat dibedakan atas varietas nigrescens, virescens dan Albescens. Varietas nigrescens, buahnya berwarna violet sampai hitam waktu muda dan menjadi merah-kuning (orange) sesudah matang, dengan warna buah yang hampir sama baik yang masih muda ataupun yang sudah masak fisiologis sehingga sulit untuk membedakan perkembangan buahnya. Kelapa sawit dengan warna buah kehijauan saat muda dan buah tua berwarna kekuningan dikenal sebagai Virescens (Latiff 2000). Akibat perubahan warna tersebut memudahkan proses pemanenan tandan buah karena tandan buah yang siap panen akan mempunyai warna buah yang berbeda dengan tandan buah yang masih muda (Hafiz dan Rashid 2011). Buah albescens berwarna kuning pucat, tembus cahaya karena mengandung sedikit protein (Lubis 1992). Komposisi minyak nabati secara umum terdiri atas trigliserida asam lemak yang bisa mencapai 95%, asam lemak bebas (Free Fatty Acid), monogliserida dan digliserida, serta beberapa komponen lain seperti phosphoglyserida, vitamin, mineral dan sulfur. Minyak kelapa sawit terdiri atas dua jenis yang berasal dari bagian buah yang berbeda yakni CPO (crude palm oil) yang berasal dari daging buah, dan Palm Kernel Oil (PKO) yang berasal dari inti biji kelapa sawit. Minyak sawit digunakan sebagai bahan pangan dan industri setelah melalui proses penyulingan, penjernihan, dan penghilangan bau (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, RBDPO). CPO dapat diuraikan untuk memproduksi minyak sawit cair (RBD Olein) dan minyak sawit padat (RBD Stearin). RBD olein digunakan untuk minyak goreng, sedangkan RBD stearin digunakan untuk margarine dan shortening, serta sebagai bahan baku industri sabun dan deterjen. Produk minyak kelapa sawit disajikan pada Gambar 3. CPO - PKO Edible products
Non edible Products
Cooking oil/Fats
Oleochemicals
Soap
Margarine and Shortening
Fatty acids
Detergent powder
Table Margarine
Fatty Alcohol
Liquid detergent
Speciality Fats
Fatty Acid mathyl
Loundry soap
Cocoa Butter Replacers
Fatty Amines
Toilet soap
Coffea Whitener, etc
Glycerine
(Fats for Bakery Products
Gambar 3. Produk minyak kelapa sawit
8 Produk turunan kelapa sawit (CPO dan PKO) dapat dibagi atas produk pangan dan non pangan. Produk pangan umumnya digunakan untuk minyak goreng, mentega dan cocoa butter, sedangkan non pangan dimanfaatkan sebagai bahan baku sabun, oleochemical dan sumber energi alternatif yang dikenal dengan biodiesel. Komitmen negara-negara di dunia untuk menggunakan biodiesel dan bioethanol sebagai sumber energi, menjadi peluang untuk perkembangan industri kelapa sawit, disamping itu diversifikasi produk dan pengembangan produk baru dengan nilai tambah diharapkan berlanjut sehingga memperkuat industri kelapa sawit (Pamin 1998; Tan 2009; Bangun 1998). Minyak kelapa sawit relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan dunia, dari awal sampai sekarang fokus perhatian perkembangan industri sejak tahun 1968 salah satunya adalah Indonesia dapat menjadi pemasok utama minyak nabati utama dunia. Hal ini tidak terlepas dari beragam manfaat dan kegunaaan minyak kelapa sawit, produksi yang semakin meningkat, aspek nutrisi dan harga yang kompetitif (Pamin 1998). Di pasar pangan dunia, minyak sawit bisa ditemukan sebagai komponen pada satu dari setiap 10 produk pangan yang diperdagangkan (Hariyadi 2010). Metabolisme Asam Lemak dan Gen SAD (Stearoyl ACP Desaturase) Pembentukan minyak pada kelapa sawit tidak terlepas dari metabolisme pembentukan asam lemak pada mesokarpa dan inti biji kelapa sawit. Gen-gen kunci dalam pembentukan asam lemak secara umum pada tanaman juga terdapat pada metabolisme pembentukan kelapa sawit seperti pada Gambar 4. Gen ßketoacyl ACP Syntetase II (KAS II) dan Stearoyl ACP Desaturase merupakan bagian dari gen-gen kunci yang penting pada biosinthesis pembentukan asam lemak pada tanaman. Gen SAD berperan dalam merubah C18:0-ACP menjadi C18:1-ACP untuk pembentukan asam oleat. Karakterisasi dan purifikasi gen tersebut pada kelapa sawit telah dilakukan (Ravigadevi et al. 2000), namun keragaman gen-gen tersebut pada varietas dan spesies kelapa sawit belum tereksplorasi dengan baik. Biosintesis Asam Lemak Stearoyl ACP Desaturase
KAS II
C18:0-ACP Stearoyl ACP Thiosterase
C16:0-ACP (palmitoyl-ACP) Palmitoyl-ACP thloesterase C16:0 (palmitic acid)
C18:1-ACP (oleoyl-ACP)
C18:1 (oleic acid)
C18:0 (stearic acid) Oleoyl-CoA desaturase C18:2-CoA (linoleoyl)
Gambar 4. Biosintesis asam lemak pada tanaman
C18:1-CoA (oleoyl-CoA)
9 Kandungan dan komposisi asam lemak yang berbeda pada E.guineensis (40-60%) dan E.oleifera (70-80%) mengindikasikan adanya keragaman gen pada pembentukan asam lemak kelapa sawit diantara keragaman gen SAD (Rajanaidu et al. 2000). Keragaman ini dapat diidentifikasi dengan memanfaatkan teknologi molekular untuk mendapatkan tanaman kelapa sawit unggul. Kandungan asam oleat tinggi baik untuk kesehatan terutama dalam mengurangi resiko penyakit jantung. Tingginya kandungan asam oleat bersamaan diindikasikan dengan tingginya nilai iodine. Kedua faktor ini akan mempengaruhi tingkat liquiditas minyak kelapa sawit, dimana minyak tidak akan mudah membeku walaupun berada pada suhu yang rendah. Hal ini penting apabila minyak kelapa sawit dimanfaatkan sebagai sumber energi, biofuel.
Gambar 5. Dua alur biosintesis asam lemak pada daun Arabidopsis Sumber : http://lipidlibrary.aocs.org/plantbio/fa_biosynth/ index.htm Biosintesis asam lemak disamping dikontrol oleh DNA pada inti sel, juga terjadi di organel sel yakni pada plastid dan retikum endosplasma (Gambar 5). Dua jenis asam lemak desaturases bertanggung jawab atas asam lemak tidak jenuh yakni asam lemak desaturase-2 (FAD2) dari retikulum endoplasma (ER) dan lemak Asam desaturase-6 (FAD6) dari plastida mengkodekan dua v-6 desaturases yang mengkonversi asam oleat (18:1) menjadi asam linoleat (18:2) dengan memasukkan ikatan ganda pada posisi-6. Sedangkan asam lemak desaturase-3 (FAD3) pada Retikum Endoplasma dan asam lemak desaturase-7 (FAD7) atau asam lemak desaturase-8 (FAD8) dari plastida yang menyandikan tiga desaturases yang mengkonversi asam linoleat (18:2) menjadi asam linolenat (18:3) dengan menyisipkan ikatan ganda pada posisi-3 (Zhang et al. 2012).
10
Pemuliaan Kelapa Sawit Pemuliaan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu contoh program pemuliaan yang berhasil, dimana dari 4 bibit yang di tanam di Kebun Raya Bogor tahun 1848 berkembang menjadi tanaman penghasil minyak nabati terbesar di dunia pada saat ini. Pemuliaan tanaman merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang fokus pada manipulasi keturunan tanaman untuk mengembangkan jenis tanaman baru yang dapat dimanfaatkan oleh manusia (Pamin 1998) Keberhasilan pelaksanaan pemuliaan kelapa sawit sangat bergantung pada ketersediaan variasi sumber genetik. Indonesia memiliki keragaman genetik kelapa sawit yang tidak luas dan hanya berada dalam kisaran segregasi dari bahan genetik yang sempit seperti Deli Dura dan turunan Tenera/Pisifera yang berkerabat dekat (Warta 2008). Oleh karena itu ekploitasi sumber genetik yang berbeda melalui kegiatan introduksi dan eksplorasi ke pusat-pusat keragaman genetik kelapa sawit di Afrika dan Amerika Selatan penting bagi perkembangan industri kelapa sawit. Persilangan dan seleksi pada pemuliaan kelapa sawit memakan waktu yang cukup lama, demikian pula untuk melakukan crossing guna pemanfaatan karakter yang baik dari famili liar. Dengan adanya perkembangan teknologi Marka Asisted Selection (MAS), dapat mempersingkat waktu yang dibutuhkan, perkembangan marka molekuler sangat membantu pemuliaan kelapa sawit. Marka molekuler sebagai salah satu hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang bioteknologi memberikan dampak positif untuk perkembangan pemuliaan tanaman. Teknologi marka molekuler pada tanaman berkembang sejalan dengan makin banyaknya pilihan marka DNA yaitu: 1) marka yang berdasarkan pada hibridisasi DNA seperti restriction fragment length polymorphism (RFLP), 2) marka yang berdasarkan pada reaksi rantai polimerase yaitu polymerase chain reaction (PCR) dengan menggunakan sekuenssekuens nukleotida sebagai primer, seperti randomly amplified polymorphic DNA (RAPD) dan amplified fragment lengthpolymorphism (AFLP), 3) marka yang berdasarkan pada PCR dengan menggunakan primer yang menggabungkan sekuens komplementer spesifik dalam DNA target, seperti sekuens tagged sites (STS), sekuens characterized amplified regions (SCARs), simple sekuens repeats (SSRs) atau mikrosatelit, dan single nucleotide polymorphisms (SNPs) (Azrai 2006). Pemanfaatan marka molekuler juga telah diterapkan pada tanaman kelapa sawit, akan tetapi untuk deteksi dini kualitas minyak kelapa sawit belum tereksplorasi dengan baik. Marka molekuler dapat dikembangkan berbasis keragaman DNA sekuens yang ada dan dapat dimanfaatkan untuk membantu percepatan pengembangan varietas tanaman kelapa sawit unggul di masa yang akan datang, guna menghemat waktu, tenaga dan biaya dalam pemuliaan kelapa sawit. Pengembangan marka molekuler berbasis SNPs diharapkan dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas minyak kelapa sawit, guna memenuhi beragam kebutuhan terhadap beragam komposisi kandungan asam lemak dalam industri yang menggunakan minyak kelapa sawit. Marka SNAP berbasis SNP Marka SNAP (Single Nucleotide Amplified Polymorpism) merupakan salah satu marka molekuler yang dipakai sebagai alat bantu seleksi dan pengukur keanekaragaman genetik tanaman. Marka SNAP bersifat polimorfik dan mampu
11 berfungsi sebagai pembeda pada populasi (Ruangchai et al. 2011). Marka SNAP dikembangkan berdasarkan keberadaan lokus SNP (single nucleotide polymorphism). SNP merupakan perbedaan basa tunggal diantara fragmen DNA yang sama yang disebabkan oleh perbedaan basa pada lokus yang sama maupun karena terjadinya indel (insertion and deletion) sebagai akibat dari keragaman DNA sekuens pada genom tanaman. Satu fragmen DNA yang identik, tetapi berasal dari individu yang berbeda, seringkali juga mempunyai keragaman dalam DNA sekuensnya. Evaluasi marka SNAP secara tidak langsung dapat membantu pemulia tanaman guna menseleksi galur-galur hasil pemuliaan tanaman dengan daya hasil tinggi atau yang mempunyai keunggulan tertentu. Gen SAD mempunyai peranan penting dalam proses biosintesis asam lemak tidak jenuh pada kelapa sawit. Pengembangan marka molekuler SNAP berbasis keragaman DNA sekuens (SNPs) fragmen gen SAD diduga dapat digunakan sebagai prediktor kandungan asam lemak tidak jenuh pada biji kelapa sawit. Pengembangan marka molekuler SNAP untuk memprediksi kandungan asam lemak pada kelapa sawit sampai saat tesis ini ditulis belum ada yang mempublikasikan atau mempatenkan.