BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Batako
Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland dan air dengan perbandingan 1 semen : 4 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksikonstruksi dinding bangunan nonstruktural. Supribadi (1986: 5) mengatakan bahwa batako adalah “ semacam batu cetak yang terbuat dari campuran tras, kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu”. Bentuk dari batako/batu cetak itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batu cetak yang berlubang (hollow block) dan batu cetak yang tidak berlubang (solid block) serta mempunyai ukuran yang bervariasi. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding. Karakteristik bata beton yang umum ada dipasaran adalah memiliki densitas rata-rata > 2000kg/m3, dengan kuat tekan bervariasi 3-5 Mpa. Ditinjau dari densitasnya batako tergolong cukup berat sehingga untuk proses pemasangan
Universitas Sumatera Utara
sebagai konstruksi dinding memerlukan tenaga yang cukup kuat dan waktu yang lama (Simbolon T. 2009). Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu : 1. Batako putih (tras) Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran panjang 25-3 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm 2. Batako semen/batako pres Batako pres dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang menggunakan
mesin.
Perbedaanya
dapat
dilihat
pada
kepadatan
permukaan batakonya. Umumnya memliki panjang 36-40 cm dan tinggi 18-20 cm. 3. Bata ringan dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang-kadang melebihi. Dimensinya yang lebih besar dari bata konvensional yaitu 60 cm x 20cm dengan ketebalan 7 hingga 10 cm menjadikan pekerjaan dinding lebih cepat selesai dibandingkan bata konvensional. Batako diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu batako normal dan batako ringan. Batako normal tergolong batako yang memiliki densitas sekitar 2200-2400 kg/m3 dan kekuatannya tergantung komposisi campuran beton (mix design). Sedangkan untuk beton ringan adalah suatu batako yang memiliki densitas < 1800 kg/m3, begitu juga kekuatannya biasanya disesuaikan pada penggunaan dan pencampuran bahan bakunya (mix design). Jenis batako ringan ada dua golongan yaotu : batako ringan berpori (aerated concrete) dan batako ringan non aerated. (Wisnu wijanarko. 2008)
Universitas Sumatera Utara
Batako ringan berpori adalah beton yang dibuat sehingga strukturnya banyak terdapat pori-pori, beton semacam ini diproduksi dengan bahan batu dari campuran semen, pasir, gypsum, CaCO3 dan katalis aluminium. Dengan adanya katalis Al selama menjadi reaksi hidradasi semen akan menimbulkan panas sehingga
timbul
gelembung-gelembung
yang
menghasilkan
gas
yang
menghasilkan pori-pori yang membuat batako semakin ringan. Berbeda dengan batako non aerated, pada beton ini akan menjadi ringan dalam pembuatannya ditambahkan agregat ringan. Banyak kemungkinan agregat ringan yang digunakan antara lain batu apung (pumice), perlit, serat sintesis, slag baja dan lain-lain. Pembuatan batako ringan berpori tentunya jauh lebih mahal karena menggunakan bahan-bahan kimia tambahan dan mekanisme pengontrolan reaksi cukup sulit. Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaanya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako menurut PUBI 1982 pasal 6 antara lain adalah “ permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang
400 mm, lebar
200 mm dan tebal 100-200 mm, kadar air
25-35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2-7 N/mm2”. Sebelum dipakai dalam bangunan, maka batako minimal harus sudah berumur satu bulan dari proses pembuatannya, kadar air pada waktu pemasangan tidak lebih dari 15 %. Agar didapat mutu batako yang memenuhi syarat SI banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi mutu batako tergantung pada : 1. Faktor air semen 2. Umur batako 3. Kepadatan batako 4. Bentuk dan struktur batuan 5. Ukuran agregat, dan lain-lain. Ada beberapa
keuntungan dan kerugian dalam penggunaan batako.
Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan batako adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan. 2. Pembuatan mudah dan dapat dibuat secara sama. 3. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos juga lebih hemat. 4. Khusus jenis yang berlubang dapat befungsi sebagai isolasi udara. 5. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester. 6. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan. 7. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air. Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut : 1. Karena proses pengerasannya membutuhkan waktu yang cukup lama (
3 minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya
sebelum memakainya. 2. Bila diinginkan lebih cepat mengeras perlu ditambah dengan semen, sehingga menambah biaya pembuatan. 3. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengarasannya cukup lama mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding. Hasil penelitian laboratorium yang pernah dilakukan untuk batako berumur 28 hari diperoleh : berat fisik rata-rata sebesar 12,138 kg, densitas rata-
Universitas Sumatera Utara
rata sebesar 2,118 gr/c m 3 , penyerapan air sebesar 12,876% dan kuat tekan ratarata sebesar 1,97 MPa (Darmono, 2009).
2.2
Klasifikasi Batako Berdasarkan
PUBI
1982,
sesuai
dengan
pemakaiannya
batako
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut : 1.
Batako dengan mutu A1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindungi dari cuaca luar.
2.
Batako dengan mutu A2, adalah batako yang hanya digunakan untuk hal-hal seperti dalam jenis A1, tetapi hanya permukaan konstruksi dari batako tersebut boleh tidak diplester.
3.
Batako dengan mutu B1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindungi dari cuaca luar ( untuk konsruksi di bawah atap).
4.
Batako dengan mutu B2, adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindungi. (Darmono, 2009)
2.3
Beton Ringan (Lighweight Concrete) Pembuatan beton ringan pada prinsipnya membutuhkan rongga didalam
beton. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk membuat beton lebih ringan adalah sebagai berikut : 1. Dengan membuat gelembung – gelembung gas / udara dalam adukan semen sehingga terjadi banyak pori - pori udara di dalam betonnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan menambah bubuk aluminium ke dalam campuran adukan beton. 2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada beton biasa.
Universitas Sumatera Utara
3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir – butir agregat halus atau pasir yang disebut beton non pasir. Keuntungan lain dari beton ringan antara lain : memiliki nilai tahan panas yang baik, memiliki tahanan suara (peredam) yang baik, tahan api. Sedangkan kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya lebih kecil dibandingkan dengan beton normal sehingga tidak dianjurkan penggunaanya untuk struktural. Secara garis besar pembagian penggunaan beton ringan dapat dibagi tiga yaitu ( Tjokrodimuljo,1996) : 1. Untuk non struktur dengan nilai densitas antara 240 – 800 kg/m3 dan kuat tekan dengan nilai 0,35 – 7 MPa digunakan untuk dinding pemisah atau dinding isolasi. 2. Untuk struktur ringan dengan nilai densitas antara 800 – 1400 kg/m3 dan kuat tekan dengan nilai 7 – 17 MPa digunakan dengan dinding memikul beban. 3. Untuk struktur dengan nilai densitas antara 1400 – 1800 kg/m3 dan kuat tekan > 17MPa digunakan sebagai beton normal. Pembagian beton ringan menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas (wisnu wijanarko. 2008) : 1. Beton dengan berat jenis rendah (Low Density Concrete) dengan nilai densitas 240 – 800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 0,35 – 6,9 MPa. 2. Beton dengan menengah (Moderate Trenght Lighweight Concrete) dengan nilai densitas 800 – 1440 kg/m3 dan nilai kuat tekan 6,9 – 17,3 MPa. 3. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concrete) dengan nilai densitas 1440 – 1900 kg/m3 dan nilai kuat tekan > 17,3 MPa.
2.4
Bahan Penyusun Batako Dalam pembuatan batako pada umumnya bahan yang digunakan adalah
pasir, semen dan air. Berikut ini akan dijelaskan sekilas mengenai bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan batako.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1
Portland Cement (PC) Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan sifat kohesif yang
digunakan sebagai bahan pengikat (bonding material) yang dipakai bersama dengan batu kerikil, pasir dan air. Portland semen merupakan bahan utama atau komponen beton terpenting yang berfungsi sebagai bahan pengikat anorganik dengan bantuan air dan mengeras secara hidrolik. Semen Portland adalah material yang mengandung paling tidak 75 % kalsium silikat (3CaO. SiO2 dan 2CaO. SiO2 ), sisanya tidak berkurang dari 5% berupa Al silikat, Al ferit silikat, dan MgO. Pada dasarnya dapat disebutkan 4 unsur yang paling terpenting dari Portland Cement adalah : 1.
Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2
2.
Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2
3.
Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3
4.
Tetrakalsium Aluminoferit (CAAF) atau 4CaO.Al2O3.FeO3
Semen portland yang digunakan sebagai bahan struktur harus mempunyai kualitas yang sesuai dengan ketepatan agar berfungsi secara efektif. Pemeriksaan dilakukan terhadap yang masih berbentuk kering, pasta semen yang masih keras dan beton yang dibuat darinya. Sifat kimia yang perlu mendapat perhatian adalah kesegaran semen itu sendiri. Semakin sedikit kehilangan berat berarti semakin sedikit kesegaran semen. Dalam keadaan normal kehilangan berat sebesar 2% dan maksimum kehilangan yang diijinkan 3%. Kehilangan berat terjadi karena adanya kelembaban dan karbondioksida dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap.
2.4.2
Pasir Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk
membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran semen lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Pada pembuatan batako ringan ini digunakan pasir yang lolos ayakan kurang dari 5 mm (ASTM E 11-70) dan harus bermutu baik yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik. Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras. 2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama. 3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%, apabila lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm. 4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. 5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca. 6. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton. (Wijanarko, W.2008)
2.4.3
Air Air yang dimaksud disini adalah air yang digunakan sebagai campuran
bahan bangunan, harus berupa air bersih dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas batako. Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut: a.
Air untuk pembuatan dan perawatan beton tiak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak dari pada beton.
b.
Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan.
c.
Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
Universitas Sumatera Utara
Air yang digunakan untuk proses pembuatan beton yang paling baik adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika dipergunakan air yang tidak baik maka kekuatan beton akan berkurang. Air yang digunakan dalam proses pembuatan beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan beton akan sulit dikerjakan, tetapi jika air yang digunakan terlalu banyak maka kekuatan beton akan berkurang dan terjadi penyusutan setelah beton mengeras.(Wijanarko, W. 2008)
2.4.4
Sabut Kelapa Sabut kelapa mempunyai struktur yang serupa dengan peredam yang telah
ada. Di sisi lain, kelapa dihasilkan di Indonesia dalam jumlah besar. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 1997, areal perkebunan kelapa di Indonesia mencapai luas 3.759.397 ha. Dan menurut humas Departemen Pertanian, produksi kelapa di Indonesia pada tahun 2002 mencapai 85 juta ton kelapa kering (kopra). Dari hasil panen kelapa yang melimpah di Indonesia, tentunya akan dihasilkan produk sampingan berupa sabut kelapa yang sangat melimpah. Karena sabut kelapa yang dihasilkan dari sebuah Kelapa adalah sekitar 35% berat buah. Namun, belum semua sabut kelapa yang ada dimanfaatkan dengan optimal. Sabut kelapa mengandung lemak yang dapat membuat ikatan antara semen, pasir dan air dengan sabut kelapa menjadi tidak kuat sehingga dapat membentuk pori pada batako. Untuk itu diperlukan cairan NaOH atau alkohol untuk dapat melepaskan lemak pada sabut kelapa tersebut.
2.5 Pengertian Bunyi Bunyi adalah energi gelombang yang berasal dari sumber bunyi yaitu benda yang bergetar. Gelombang bunyi merupakan gelombang mekanik yang dapat merambat melalui medium. Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal
Universitas Sumatera Utara
sehingga mempunyi sifat-sifat yang dapat dipantulkan (reflection), dapat dilenturkan (diffraction) dan dapat dibiaskan (interferensi).
2.6
Sifat-Sifat Gelombang Bunyi
2.6.1
Pemantulan Gelombang Bunyi Terjadinya pemantulan dalan ruang tertutup dapat dimanfaatkan untuk
tujuan menyebarkan gelombang bunyi secara merata dan menambah tingkat keras bunyi. Meski demikian peristiwa pemantulan ini harus diolah sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Jika tidak maka pemntulan yang terjadi justru akan merusak kualitas bunyi didalam ruang. Pemantulan bidangbidang batas yang membentuk ruangan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu yang bersifat aksial (axial), tangensial (tangential) dan obliq (oblique). Pemantulan aksial adalah jenis pemantulan yang sebaiknya dihindari karena pantulan bolak-balik yang menggangu. Pada pemantulan aksial, gelombang bunyi mengenai permukaan dan segera dipantulkan kembali dengan kuat ke permukaan yang tepat sejajar berada di depannya. Pemantulan aksial harus dapat dihindari karena dapat menimbulkan cacat akustik pada ruangan yang disebabkan jarak tempuh pantulnya yang terlalu jauh. Pantulan yang terjadi pada bidang-bidang yang dekat dengan sumber bunyilah yang lebih bermanfaat untuk tujuan penyebaran bunyi, sementara bidang batas yang jaraknya jauh dari sumber bunyi
pada
umumnya
akan
menimbulkan
pantulan
yang
menggangu
menyebabkan ketidakjelasan bunyi. Sementara pada pemantulan tangensial dan obliq, pantulan tidak di kembalikan pada arah yang berlawanan 180o, namun ke permukaan yang bersisian. Pada tangensial pemantulan terjadi secara horizontal dan menyentuh empat elemen pembatas ruangan, sementara pada obliq pemantulan terjadi secara meruang dan menyentuh bidang pembatas ruang. Pemantulan tangensial dan obliq dapat menimbulkan kualitas bunyi yang rendah bagi pendengar yang ada disekitar sudut ruangan.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2
Interferensi Gelombang Bunyi Dua sumber bunyi dari dua pengeras suara yang berasal dari sebuah audio
generator akan menghasilkan gelombang-gelombang bunyi yang koheren, yaitu dua gelombang dengan frekuensi sama, amplitude sama dan beda fase tetap. Jika rapatan bertemu rapatan atau regangan ketemu regangan maka terjadi penguatan bunyi (konstruktif) sehingga bunyi terdengar semakin keras. Jika regangan bertemu rapatan maka terjadi pelemahan bunyi (destruktif) sehingga bunyi terdengar semakin lemah. Secaara matematis penguatan terjadi jika selisih panjang gelombang sebesar (2n) λ dan pelemahan terjadi jika selisih panjang gelombang (2n+1) . λ
2.6.3
Resonansi Gelombang yang panjang pada bunyi yang berfrekuensi rendah
menyebabkan bunyi yang berfrekuensi rendah disertai dengan getaran yang lebih hebat dibandingkan bunyi yang berfrekuensi tinggi. Getaran hebat itu tidak dapat diabaikan karena sangat memungkinkan untuk menyebabkan terjadinya resonansi. Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya objek lain selain sumber bunyi akibat getaran yang terjadi pada sumber bunyi. Pada alat musik berbentuk pipa organa tertutup yaitu salah satu atau kedua ujung pipanya tertutup, resonansi terjadi jika : I = 1/4 λ , 3/4 λ , 5/4 λ ,…dan seterusnya, dengan I adalah panjang pipa dan
λ adalah panjang gelombnag bunyi. Cepat rambat bunyi dapat dicari dengan rumus : v = f .λ dengan ;
2.7
v
= cepat rambat bunyi (m/s)
f
= frekuensi bunyi (Hz)
λ
= panjang gelombang bunyi (m)
(2.1)
Taraf Intensitas Bunyi Kepekaan telinga manusia normal terhadap intensitas bunyi memiliki dua
ambang, yaitu ambang pendengaran dan ambang rasa sakit. Intensitas ambang
Universitas Sumatera Utara
pendengaran (I0) adalah Intensitas terkecil yang masih dapat menimbulkan rangsangan pendengaran pada telinga manusia adalah 10-12 W/m2, sedangkan intensitas terbesar yang masih dapat diterima telingan manusia tanpa sakit 1 W/m2, yang disebut intensitas ambang pendengaran. Taraf Intensitas bunyi adalah logaritma perbandingan antara intensitas bunyi dengan intensitas ambang pendengaran manusia. Secara matematis dapat dituliskan. (2.2)
β = 10 log
dimana:
2.8
β
= Taraf Intensitas (db)
I
= Intensitas bunyi (W/m2)
I0
= Intensitas ambang pendengaran (10-12W/m2)
Daya Serap Air (Absorbsi) Untuk pengujian penyerapan air, dipakai 3 buah benda uji setiap variasi
percobaan dalam keadaan utuh dengan peralatan sebagai berikut (SNI02-2113200) : 1. Timbangan dengan ketelitian sampai 0,5% dari berat contoh uji. 2. Oven pengering yang dapat mencapai 105 ± 5 0 C Benda diuji seutuhnya direndam dalam air bersih yang bersuhu ruangan selama 24 jam. Kemudian benda uji diangkat dari rendaman, dan air sisanya dibiarkan meniris kurang dari 1 menit, lalu permukaan benda uji diseka dengankain lembab agar
air yang berlebihan yang masih melekat dibidang
permukaan benda uji terserap kain lembab itu. Benda uji kemudian ditimbang (A). Setelah itu benda uji dikeringkan didalam dapur pengering suhu pada
105 ± 5 0 C sampai beratnya dua kali
penimbangan tidak berbeda lebih dari 0,2% dari penimbangan yang terdahulu (B). Selisih penimbangan dalam keadaan basah (A) dan dalam keadaan kering (B) adalah jumlah penyerapan air, dan harus dihitung berdasarkan persen benda uji kering.
Universitas Sumatera Utara
2.9
Kuat Tekan Pengertian kuat tekan batako dianologikan dengan kuat tekan beton. Yang
dimaksud dengan kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu dihasilkan oleh mesin tekan. Dalam teori teknologi beton dijelaskan bahwa faktorfaktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah faktor semen dan kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah semen, dan sifat agregat. Untuk memperoleh kuat tekan yang tinggi maka diperlukan agregat sudah diuji melalui uji agregat sehingga kuat tekannya tidak lebih rendah daripada pastanya. Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Jumlah semen dapat menentukan kuat tekan dari batako, tetapi banyak sedikitnya jumlah semen yang dimaksud untuk meningkatkan kuat tekan batako harus diperhatikan nilai faktor air semen yang dihasilkan oleh adukan semen tersebut. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan akhir adalah bahwa kuat tekan batako adalah kekutan yang dihasilkan dari pengujian tekan oleh mesin uji tekan yang merupakan beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan ukuran luas nominal batako atau besarnya beban persatuan luas.
2.10 Karakteristik Bahan 2.10.1 Densitas Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih randah dari pada benda yang bermassa sama yang memiliki densitas yang lebih rendah. Untuk pengukuran densitas batako menggunakan metode Archimedes mengacu pada standard ASTM C 134-95 dan dihitung dengan persamaan berikut (Juwairiah, 2009):
Universitas Sumatera Utara
(2.3)
dimana:
ρpc
= densitas (gr/cm3)
ms
= massa sampel kering (gr)
mb
= massa sampel setelah direndam (gr)
mg
= massa sampel digantung didalam air (gr)
mk
= massa kawat penggantung (gr)
ρair
= densitas air = 1 (gr/cm3)
2.10.2 Daya Serap Air (Water Absorption) Persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air. Besar kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunannya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga. Untuk pengukuran penyerapan air batako menggunakan mengacu pada standar ASTM C 20-93 dan dihitung dengan persamaan berikut (Juwairiah, 2009):
(2.4) dimana:
Wa
= Water Absorption (%)
Mk
= Massa benda kering (gr)
Universitas Sumatera Utara
Mj
= Massa benda dalam kondisi jenuh (gr)
2.10.3 Kuat Tekan (Compressive Strength) Kuat tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan beban dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut. Untuk pengukuran kuat tekan batako mengacu pada standar ASTM C -133-97 dan dihitung dengan persamaan berikut. (Juwairiah, 2009):
(2.5)
dimana: P
= Kuat Tekan (N/m2) = Gaya Maksimum (N)
A
= Luas permukaan benda uji (m2)
2.10.4 Kuat Impak (Impact Strength) Pengujian kuat impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Dasar pengujian impak adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh suatu bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak (ketangguhan) bahan tersebut.. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadi retak atau terdeformasi dengan mudah. Jadi kuat impak adalah besar energi yang diserap oleh spesimen persatuan luas. Untuk pengukuran kuat impak batako mengacu pada SNI-07-0408-1989 dan dapat dihitung dengan persamaan: HI =
(2.6)
Universitas Sumatera Utara
dimana:
HI
= Kuat Impak Charpy (J/m2)
E
= Energi yang diserap (J)
A
= Luas sampel uji (mm2)
2.10.5 Kekerasan (Hardness) Kekerasan adalah ketahanan yang diberikan oleh bahan terhadap penekanan ke dalam yang tetap, disebabkan oleh benda tekan yang berbentuk tertentu karena pengaruh gaya tertentu. Penekanan kecil (atau tidak dalam menunjukkan
kekerasan
yang
besar.
Umumnya
pengujian
kekerasan
menggunakan empat macam metode pengujian kekerasan, yakni : Brinell, Vickers, Rockwel dan micro hardness.
2.10.6 Daya Redam Suara Peningkatan kualitas bunyi di dalam ruangan di butuhkan oleh bangunan, baik dengan fungsi audio atau fungsi audio-visual. Seiring perkembangan zaman, ketika peralatan audio-visual mampu menghasilkan kualitas bunyi yang amat baik, sering terjadi salah pengertiaan bahwa faktor perancang ruang menjadi kurang penting. Bagaimanapun kualitas yang dihasilkan peralatan audio-visual tidak akan maksimal tanpa dukungan perancangan ruang secara akustik. Untuk mencapai kualitas bunyi yang dibutuhkan, pertimbangan penggunaan material bangunan beserta faktor-faktor lainnya amat sangat penting diperhatikan seperti : Lantai ruangan Meski lantai bukan merupakan elemen yang secara langsung menerima perambatan gelombang bunyi dari luar bangunan, namun pada bangunan yang berlantai banyak, lantai bangunan dapat menjadi elemen yang menerima perambatan gelombang bunyi secara langsung. Bunyi yang umumnya muncul pada elemen mendatar ini berupa impact sound , yaitu bunyi yang langsung terjadi di permukaan lantai. Plafon ruangan
Universitas Sumatera Utara
Peredaman rambatan gelombanng bunyi didalam ruangan akan lebih efektif bila plafon tidak secara langsung menempel pada struktur bangunan, atau yang disebut dengan plafon gantung. Dengan system plafon gantung akan tercipta rongga atau jarak yang merupakan elemen peredam sehingga plafon tidak mudah untuk mengalami resonansi karena adanya getaran pada struktur/konstruksi Dinding ruangan Untuk mencegah perambatan bunyi antar ruang, elemen lain yang perlu mendapat perhatian adalah dinding pembatas yang memisahkan antar ruang dalam bangunan. Transmisi bunyi dari suatu ruang ke ruang lain sangat tergantung oleh ada tidaknya resonansi yang dialami dinding pembatas kedua ruangan, yaitu bahwa sumber bunyi yang ada pada suatu ruang menyebabkan pembatas ruang beresonansi dan meneruskan resonansi ke ruang di sebelahnya. Bila resonansi yang menimpa pembatas dapat ditekan maka transmisi bunyi dapat diminimalkan. Pengendalian resonansi sangat bergantung pada karakteristik bidang pembatas dan penerapan prinsip refraksi. Penggunaan material pembatas yang berlapis-lapis akan memaksimalkan refraksi sehingga bidang pembatas menjadi peredam yang semakin baik. Pintu dan Jendela Keberadaan pintu yang umumnya terbuat dari material ringan dan tipis yang dapat merusak kemampuan redam dinding sehingga akan meningkatkan kebisingan di dalam ruang. Permasalahan ini dapat diatasi dengan memasang pintu dengan material dengan ketebalan yang mendekati spesifikasi dinding serta penempatan sealant pada sambungan dan titik-titik yang memiliki celah dengan demikian kemampuan redam dinding dapat terjaga. Selain pintu, jendela yang ditempatkan pada dinding pada elemen yang potensial untuk menurunkan tingkat redaman dinding. Pada beberapa kondisi, hal itu dapat diperbaiki dengan menempatkan jendela ganda dengan rongga udara sebagai zat antara. Jendela kaca yang dibuat berlapis dalam posisi vertikal tidak saling sejajar dapat meningkatkan kemampuan redam. Penataan letak-letak ruang
Universitas Sumatera Utara
Ruang-ruang di dalam ruang bangunan
dapat dipilah-pilah dalam
kelompok ruang yang bersifat publik dan bersifat privat. Ruang publik dapat diletakan lebih dekat dengan sumber kebisingan. Dalam hal kebisingan yang berasal dari jalan raya, maka perletakan ruang publik pada bagian depan bangunan, selain karena lebih mudah dijangkau pengguna bangunan, juga dapat menjadi pelindung bagi ruang-ruang privat yang letaknya lebih ke belakang. Letak ruang pada bangunan sangat menentukan kebisingan yang akan diterima secara alami oleh karena faktor jarak. (Christina E.2009) Bergantung karakteristik permukaan bidang dan beberapa faktor lain, gelombang bunyi yang mengenai bidang batas akan mengalami pemantulan, penyerapan dan transmisi. Itu berarti sebagian energi bunyi ada yang dipantulkan, sebagian diserap dan sebagian diteruskan ke balik bidang batas. Proporsi energi yang dipantulkan , diserap atau diteruskan ditentukan oleh koefisien serap (α). Koefisien serap (absorbsi) adalah angka tanpa satuan yang menunjukkan perbandingan antara energi bunyi yang tidak dipantulkan (diserap) oleh material pembatas berbanding leseluruhan energi bunyi yang mengenai material pembatas. Bidang pembatas yang merupakan penyerap sempurna memiliki nilai koefisien serap 1, sementara yang memantulkan sempurna nilainya mendekati 0. Besarkecilnya nilai koefisien serap selain bergantung pada frekuensi bunyi dan karakteristik material pembatas juga bergantung pada besarnya sudut jatuh gelombang bunyi. Terkait dengan kemampuan serap material, ada 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu ketebalan, rongga udara dan kerapatan. Seringkali muncul pendapat bahwa material yang lebih tebal akan memberikan kemampuan serap yang lebih baik. Hal ini benar hanya untuk bunyi berfrekuensi rendah namun tidak selalu untuk berfrekuensi tinggi. Kemampuan serap terhadap bunyi frekuensi rendah juga dapat ditingkatkan dengan menempatkan penyerap pada jarak tertentu dari konstruksi ruang sehingga tercipta rongga udara. Sementara itu dari aspek kerapatan material,untuk menjadi penyerap yang baik, material dituntut untuk memiliki kerapatan sedang. Pada tingkat kerapatan rendah atau terlalu renggang,
Universitas Sumatera Utara
penyerapan tidak dapat terjadi. Demikian pula untuk kerapatan yang
tinggi,
permukaan material penyerap cenderung berubah menjadi memantulkan.
Energi datang Energi yang diteruskan
Energi yang diserap Energi yang terpantul Gambar.2.1. Pemantulan energi bunyi pada material
Untuk pengukuran penyerapan suara dihitung dengan persamaan berikut:
(2.7) dimana: = Intensitas suara yang diserap (W/m2) 2
= Intensitas suara yang datang (W/m )
Jendela yang terbuka dianggap mempunyai
karena seluruh bunyi
tidak dipantulkan.
Universitas Sumatera Utara