BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dicantumkan literatur-literatur yang berhubungan dengan kualitas, pelayanan atau jasa dan Six Sigma sesuai dengan kata kunci pada penelitian ini.
2.1
Kualitas Pelayanan Pada Sub bab ini akan dijelaskan pengertian kualitas, dimensi kualitas, pengertian
dan karakteristik jasa, serta strategi pemasaran perusahaan jasa, sesuai dengan literatur.
2.1.1 Pengertian Kualitas Pada saat berbicara mengenai kualitas pelayanan, maka salah satu konsep yang harus dipahami bersama adalah maksud dari pelayanan atau jasa serta bagaimana kaitannya antara pelayanan itu sendiri dengan pemasaran. Dalam pemasaran, produk mempunyai arti yang luas, yaitu suatu kesatuan yang ditawarkan pada pasar baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Produk yang berwujud biasa disebut barang (goods) dan produk yang tidak berwujud biasa disebut jasa (service).
Menurut Kotler and Armstrong (2004, p.283) arti dari kualitas produk adalah “the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya. 11
12 Beberapa ahli memberikan definisi yang berbeda tentang kualitas. Dalam Yamit (2001: 7), Goetsch Davis mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Deming mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan Juran menyatakan kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.
2.1.2 Dimensi Kualitas Menurut Mullins, Orville, Larreche, dan Boyd (2005, p.422) apabila perusahaan ingin mempertahankan keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus mengerti aspek dimensi apa saja yang digunakan oleh konsumen untuk membedakan produk yang dijual perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut terdiri dari :
1.
Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari sebuah produk
2.
Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk maka semakin besar pula daya tahan produk.
3.
Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk.
13 4.
Features
(fitur),
adalah
karakteristik
produk
yang
dirancang
untuk
menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk.
5.
Reliabilty (reliabilitas), adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan.
6.
Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk bisa dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk.
7.
Perceived quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga, merek, periklanan, reputasi, dan negara asal.
2.1.3 Pengertian dan Karakteristik Jasa Menurut Kotler (2000:428) “Jasa ialah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk.”
Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Hurriyati (2005:28) ”Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik,
14 dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya.”
Berdasarkan pengertian jasa di atas, Tjiptono (2004:18) mengutarakan ada lima karakteristik utama jasa bagi pembeli pertamanya.
1.
Intangibility (tidak berwujud) Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bagi para pelanggan, ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi karena terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yang dapat dievaluasi pembeli sebelum pembelian dilakukan. Untuk jasa, kualitas apa dan bagaimana yang akan diteriman konsumen, umumnya tidak diketahui sebelum jasa bersangkutan dikonsumsi.
2.
Inseparability (tidak dapat dipisahkan) Barang biasa diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.
3.
Variability / Heterogeneity (berubah-ubah) Jasa bersifat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan
15 konsumsinya yang cenderung tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya.
4.
Perishability (tidak tahan lama) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan.
5.
Lack of Ownership, Lack of ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personel atas suatu jasa untuk jangka waktu terbatas (misalnya kamar hotel, bioskop, jasa penerbagan san pendidikan).
Konsep dasar kualitas dari suatu pelayanan (jasa) ataupun kualitas dari suatu produk dapat didefinisikan sebagai pemenuhan yang dapat melebihi dari keinginan ataupun harapan dari pelanggan (konsumen). Zeithami, Berry dan Parasuraman (Yamit, 2001:10) telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasi lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah: 1.
Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
16 2.
Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.
3.
Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4.
Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keraguraguan.
5.
Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.
Industri jasa cenderung dibedakan berdasarkan orang (people based) dan peralatan (equipment based). Hasil jasa orang kurang memiliki standarisasi dibandingkan dengan hasil jasa yang menggunakan peralatan. Dengan karakteristik jasa seperti diatas maka bagi konsumen akan menimbulkan kesulitan yang lebih besar dalam mengevaluasi kualitas jasa (service quality) dibanding kualitas barang (good quality). Bagaimana konsumen mengevaluasi investasi jasa / pelayanan yang ditawarkan lebih rumit dan beragam dari pada mereka mengevaluasi penggunaan bahan/material. Konsumen tidak mengevaluasi kualitas jasa hanya pada hasilnya saja, tetapi juga mempertimbangkan penyampaiannya. Misalnya orang yang makan disebuah rumah makan tidak hanya menilai enaknya makanan yang tersedia, tetapi juga akan menilai bagaimana pelayanan yang diberikan, keramahan para pelayannya dan juga kecepatan dalam memberikan pelayanan, dan lainnya. Dan juga kriteria yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa/pelayanan menjadi lebih sulit bagi pemasar (marketer) untuk memahami.
17 Dengan melakukan analisis dan melakukan perbaikan-perbaikan pada area dimana masih terdapat kesenjangan maka kualitas pelayanan dapat ditingkatkan sehingga akhirnya hal ini tercermin dari kepuasan konsumen. Hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen dapat dilihat pada gambar 2 berikut :
Gambar 2.1 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Konsumen
2.1.4 Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa Tiga tipe pemasaran jasa, yaitu : 1.
Pemasaran Eksternal
Strategi pemasaran eksternal ini dikenal dengan 7 P (product, price, place, promotion, process, personil, and physical facility)
2.
Pemasaran Internal
Untuk pemasaran jasa tidak cukup hanya dengan pemasaran eksternal (7 P) tetapi harus diikuti pula dengan peningkatan kualitas atau keterampilan para personil yang ada dalam perusahaan. Selain itu juga harus ada kekompakan atau suatu tim yang tangguh dari personil yang ada dalam perusahaan tersebut, khususnya dalam
18 menghadapi para pelanggan sehingga membawa kesan
tersendiri yang
meyakinkan pelanggan.
3.
Pemasaran Interaktif (Interaktif Marketing)
Kepuasan konsumen tidak hanya terletak pada mutu jasa, misalnya, restorannya yang megah dan makanannya yang bergizi. Tetapi, juga harus dipadukan dengan melakukan service quality improvement supaya peningkatan pelayanan benarbenar meyakinkan. Secara visual ketiga strategi pemasaran jasa diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2 Tiga Strategi Pemasaran Jasa Secara ringkas dapatlah disimpulkan bahwa pengelolaan jasa menghadapi tugastugas pokok, yaitu :
1.
Meningkatkan Differensiasi Kompetitif Mereka (Increasing Their Competitive Differentiation)
Di dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam, perusahaan dapat menciptakan inovatif dan citra yang berbeda dibandingkan dengan pesaingnya.
19 Penciptaan inovatif ini harus dikembangkan sesuai dengan keinginan konsumen dan secara agresif harus lebih dahulu dari pesaing dan bukan meniru pesaing.
2.
Meningkatkan Mutu Jasa
Kunci keberhasilan dalam pemasaran jasa adalah memenuhi atau melebihi pengharapan konsumen sasaran mengenai mutu jasa. Pengharapan konsumen tersebut suatu citra di mata konsumen, sehingga menjadi buah pembicaraan rekanrekan konsumen lainnya. Pelayanan yang memuaskan merupakan salah satu bentuk pengharapan konsumen tersebut.
Ada 10 faktor dalam service quality, yaitu : 1. Kesiapan sarana jasa (access)
Meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui (approachability) dan kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi (contohnya, telepon, surat, email, fax, dan seterusnya), dan jam operasi nyaman.
2. Komunikasi harus baik (communication)
Menyampaiakan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah penjelasan mengenai jasa / layanan yang ditawarkan,
20 biaya jasa, trade off antara jasa dan biaya, serta proses penanganan masalah potensial yang mungkin timbul.
3. Karyawan yang terampil (competence)
Penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah pengetahuan dan keterampilan karyawan kontak, pengetahuan dan keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas riset organisasi.
4. Hubungan baik dengan konsumen (courtesy)
Meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para karyawan kontak (seperti resepsionis, operator telepon, bell person, teller bank,kasir, dan lain-lain).
5. Perusahaan dan karyawan harus berorientasi pada konsumen (credibility)
Yaitu
sifat
jujur
dan
dapat
dipercaya.
Kredibilitas
mencangkup
namaperusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak, dan interaksi dengan pelanggan (hard selling versus soft selling approach).
6. Harus konsisten dan cermat (acuracy)
Meliputi dua aspek utama, yaitu kosistensi kinerja (performance) dansifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right from the first time), memenuhi janjinya secara akurat dan andal (misalnya, menyampaikan jasa sesuai dengan janji yang
21 disepakati), menyampaikan data (record) secara tepat, dan mengirimkan tagihan yang akurat.
7. Cepat tanggap (responsiveness)
Atribut ini mengacu pada daya tanggap konsumen. Seringkali atribut ini berkaitan erat dengan tanggung jawab dan keinginan karyawan dalam upaya penyampaian jasa yang baik serta membantu pelanggan yang menghadapi kesulitan berkaitan dengan jasa yang dikonsumsi tersebut.
8. Keamanan konsumen terjaga (security)
Yaitu bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Termasuk didalamnya adalah keamanan secara fisik (physical safety), keamanan financial (financial security), privasi, dan kerahasiaan (confidentiality).
9. Harus bisa dilihat (tangibles)
Atribut ini berkaitan erat dengan elemen fisik atau produk fisik yang memfasilitasi penyampaian jasa. Termasuk dalam atribut ini adalah, peralatan, seragam karyawan, fasilitas fisik lainnya.
10. Memahami keinginan konsumen (understanding knowing the costumer)
Berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan regular.
22 3.
Meningkatkan produktifitas Ada enam pendekatan untuk meningkatkan produktivitas, yaitu :
• Bekerja keras dengan keterampilan yang tinggi
• Meningkatkan kuantitas
• Memodernisasi peralatan jasa yang dibutuhkan
• Merancang jasa yang lebih efektif
• Produktifitas tinggi tanpa mengurangi mutu
• Memberikan insentif pada pelanggan
2.2
Six Sigma
2.2.1 Sejarah Dan Evolusi Six Sigma Sejak tahun 1920 an, kata 'sigma' telah dipergunakan oleh para matematikawan dan insinyur sebagai suatu simbol untuk suatu unit pengukuran dalam variasi kualitas produk. Pada pertengahan 1980 an, para insinyur di Motorola Inc, USA menggunakan 'Six Sigma' sebagai suatu nama informal untuk inisiatif dalam perusahaan untuk mengurangi kesalahan dalam proses produksi, karena itu mencerminkan kualitas tingkat tinggi yang sesuai. (Beberapa orang insinyur – ada beberapa pendapat apakah yang pertama Bill Smith atau Mikal Harry – merasa bahwa mengukur kesalahan dalam satuan ribuan adalah standar
23 yang tidak mencukupi. Oleh karena itu mereka meningkatkan skala pengukuran menjadi dalam per jutaan, disebut sebagai kesalahan dalam satu juta kesempatan / DPMO (Defects Per Million Opportunities) yang akhirnya mendorong penggunaan terminologi 'Six Sigma' yang diadopsi dari merk 'Six Sigma', dimana Six Sigma dikenal dan dianggap sama dengan 3.4 kesalahan dalam satu juta kesempatan – 3.4 DPMO. Pada penghujung 1980 an, melanjutkan keberhasilan dari inisiatif diatas, Motorola memperluas penggunaan metode Six Sigma ke proses bisnis yang penting dan secara nyata Six Sigma menjadi ‘merk’ formal internal untuk metodologi perbaikan proses dalam meningkatkan hasil, yaitu, melampaui pengertian awal yang hanya mengurangi kesalahan, di Motorola Inc. Pada tahun 1991 Motorola mensertifikasikan 'Black Belt' ahli Six Sigma yang pertama, yang mengindikasikan permulaan dari formalisasi atas training sertifikasi untuk metode Six Sigma. Pada tahun 1991 juga, Allied Signal, (sebuah perusahaan besar untuk avionics yang merger dengan Honeywell pada tahun 1999), mengadopsi metode Six Sigma dan mengklaim perbaikan dan pengurangan biaya yang besar dan nyata dalam 6 bulan penerapannya. Sepertinya CEO baru Allied Signal Lawrence Bossidy mempelajari apa yang telah dilakukan Motorola dengan Six Sigma dan juga melakukan pendekatan kepada CEO Motorola Bob Galvin untuk mempelajari bagaimana Six Sigma dapat diterapkan di Allied Signal. Pada tahun 1995, CEO General Electric Jack Welch (Welch mengenal Bossidy karena Bossidy sebelumnya bekerja dengan Welch di GE, dan Welch sangat terkesan dengan pencapaian Bossidy dalam penggunaan Six Sigma) memutuskan untuk
24 menerapkan Six Sigma di GE, dan pada tahun 1998 GE mengklaim bahwa Six Sigma telah menghasilkan lebih dari 750 juta dollar pengurangan biaya. (George Eckes, 2000).
2.2.2 Pengertian Six Sigma Six Sigma adalah usaha yang terus menerus untuk mengurangi pemborosan, menurunkan variansi dan mencegah cacat. Six sigma merupakan sebuah konsep bisnis yang berusaha untuk menjawab permintaan pelanggan terhadap kualitas yang terbaik dan proses bisnis yang tanpa cacat. Kepuasan pelanggan dan peningkatannya menjadi prioritas tertinggi, dan Six sigma berusaha menghilangkan ketidakpastian pencapaian tujuan bisnis.
Menurut Gaspersz (2008:6), six sigma adalah suatu upaya terus-menerus (continuous improvement) untuk menurunkan variasi dari proses agar mengingkatkan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) yang bebas kesalahan (zero defect – target minimum 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunities) untuk memberikan nilai kepada pelanggan (customer value).
Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan Scroeder, 2000).
25 Six sigma mempunyai 2 arti penting, yaitu: •
Six sigma sebagai filosofi manajemen
Six sigma merupakan kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota perusahaan yang menjadi budaya dan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Tujuannya meningkatkan efisiensi proses bisnis dan memuaskan keiginan pelanggan, sehingga meningkatkan nilai perusahaan. •
Six sigma sebagai sistem pengukuran
Six sigma sesuai dengan arti sigma, yaitu distribusi atau penyebaran (variasi) dari rata-rata (mean) suatu proses atau prosedur. Six sigma diterapkan untuk memperkecil variasi (sigma).
Six sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect per Million Oppurtunities (DPMO) sebagai satuan pengukuran. DPMO merupakan ukuran yang baik bagi kualitas produk ataupun proses, sebab berkorelasi langsung dengan cacat, biaya dan waktu yang terbuang. Dengan menggunakan tabel konversi ppm akan dapat diketahui tingkat sigma. Cara menentukan DPMO adalah sebagai berikut:
Hitung Defect per Unit (DPU)
DPU =
(1)
Hitung DPMO terlebih dahulu menentukan probabilitas jumlah kerusakan.
DPMO =
(2)
26
Untuk lebih mudahnya, Six Sigma dapat dijelaskan dalam dua perspektif, yaitu perspektif statistik dan perspektif metodologi.
1.
Perspektif Statistik
Sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang yang disepakati. rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper Specification Limit) dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit) proses yang terjadi diluar rentang disebut cacat (defect). Proses Six Sigma adalah proses yang hanya menghasilkan 3.4 DPMO (Defect Per Million opportunities).
Yield
DPMO Sigma
(probabilitas tanpa cacat) (defect permillion opportunity) 30.9 %
690.000
1
69.2 %
308.000
2
93.3 %
66.800
3
99.4 %
6.210
4
99.98 %
320
5
99.9997
3.4
6
Tabel 2.1 Perspektif Statistik Pada Six Sigma
27 2.
Perspektif Metodologi
Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). DMAIC merupakan jantung analisis six sigma yang menjamin voice of costumer berjalan dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan memuaskan pelanggan. •
Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan pelanggan, mengetahui CTQ (Critical to Quality).
•
Measure adalah fase mengukur jenis dan jumlah kecacatan (defect) pelanggan (Y).
•
Analyze adalah fase menganalisis faktor-faktor penyebab masalah/cacat (X).
•
Improve adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor penyebab cacat.
•
Control adalah fase mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak muncul.
2.2.3 Keunggulan Six Sigma Six Sigma sebagai program kualitas juga sebagai tool untuk pemecahan masalah. Six sigma menekankan aplikasi tool ini secara metodis dan sistematis yang akan dapat menghasilkan terobosan dalam peningkatan kualitas. Metodologi yang sistematis ini bersifat generik sehingga dapat diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa.
Six Sigma juga dikatakan sebagai metode yang berfokus pada proses dan pencegahan cacat (defect) (Snee, 1999). Pencegahan cacat dilakukan dengan cara
28 mengurangi variasi yang ada di dalam setiap proses dengan menggunakan teknik-teknik statistik yang sudah dikenal secara umum.
Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya. Biasanya Six Sigma membawa perbaikan pada hal-hal berikut ini (Pande, Peter. 2000):
1. Pengurangan biaya 2. Perbaikan produktivitas 3. Pertumbuhan pangsa pasar 4. Retensi pelanggan 5. Pengurangan waktu siklus 6. Pengurangan cacat 7. Pengembangan produk / jasa
Ditinjau dari alat yang digunakan, Six Sigma cukup luas. Gambar berikut menunjukkan metode-metode yang biasa digunakan dalam Six Sigma
29
. Sumber : Pande, Peter. 2000 Gambar 2.3 Metode dan Alat (Tools) Penting dalam Six Sigma
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Six Sigma dibanding metode lain adalah:
1. Six Sigma jauh lebih rinci daripada metode analisis berdasarkan statistik. Six Sigma dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan strategi sampai operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi motivasi atas usaha. 2. Six Sigma sangat berpotensi diterapkan pada bidang jasa atau non manufaktur disamping lingkungan teknikal, misalnya seperti bidang manajemen, keuangan, pelayanan pelanggan, pemasaran, logistik, teknologi informasi dan sebagainya.
30 3. Dengan Six Sigma dapat dipahami sistem dan variabel mana yang dapat dimonitor dan direspon balik dengan cepat. 4. Six Sigma sifatnya tidak statis. Bila kebutuhan pelanggan berubah, kinerja sigma akan berubah.
Salah satu kunci keberhasilan Six Sigma adalah kerja tim dan khususnya Black Belt yang dilatih, juga alat-alat yang digunakan dapat memberikan kekuatan pada proses usaha perbaikan dan usaha pembelajaran. Metode atau alat-alat tersebut antara lain:
1. SPC (Statistical Process Control) atau pengendalian proses secara statistik, berguna untuk mengidentifikasi permasalahan. 2. Pengujian tingkat signifikan statistik (Chi-Square, T-Test dan ANOVA), untuk mendefinisikan masalah dan analisa akar penyebab permasalahan, 3. Korelasi dan Regresi, berguna untuk menganalisa akar penyebab masalah dan memprediksi hasilnya. 4. Desain Eksperimen, untuk menganalisa solusi optimal dan validasi hasil. 5. FMEA (Failure Modes and Effect Analysis), berguna untuk mencari prioritas masalah dan pencegahannya. 6. Mistake - Proofing, berguna untuk pencegahan cacat dan perbaikan proses. 7. QFD (Quality Function Deployment), untuk mendesain produk, proses dan jasa.
31 Terminologi yang menjadi kunci utama konsep six sigma adalah sebagai berikut: •
CTQ (Critical to Quality) = atribut utama dari kebutuhan konsumen. CTQ dapat diartikan sebagai elemen dari proses/ kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap pencapaian kualitas yang diinginkan
•
Defect = kegagalan untuk memuaskan pelanggan
•
Process Capability = kemampuan proses untuk bekerja dan menghasilkan produk yang berkualitas
•
Variation = sesuatu yang dirasakan dan dilihat oleh pelanggan. Six sigma berfokus untuk mengetahui apa penyebab variasi dan mencegah terjadinya variasi itu, sehingga dapat meningkatkan kapabilitas dari proses.
•
Stable Operation = menjaga konsistensi dari proses yang telah diprediksi sehingga dapat meningkatkan kapabilitas proses.
•
Design For Six Sigma (DFSS) = suatu desain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan kemampuan proses.
•
DPMO (Defect Per Million Opportunity) = ukuran kegagalan dalam six sigma yang menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan.
•
DMAIC = merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju six sigma.
2.2.4 Karakteristik Dan Pemanfaatan Six Sigma Six Sigma telah mencapai status yang tinggi dan reputasi dari "menyelamatkan" Motorola. Jack Welch dari GE telah menyatakan bahwa six sigma adalah "... cara Perusahaan ini sekarang bekerja."
1
Fakta bahwa beberapa praktisi Six Sigma dikenal
32 sebagai black belt, green belt dan black belt masters kontribusi terhadap keseluruhan metodologi .
Karakteristik kunci dari pergerakan Six Sigma adalah: •
Fokus pelanggan yang kuat
•
Solid berdasarkan data dan fakta
•
Proses horizontal fokus
•
Pemecahan masalah yang sistematis dan
•
Tujuan untuk berjuang untuk kesempurnaan
Six Sigma memiliki landasan dalam filsafat Total Quality Management dan menggabungkan konsep-konsep dari berbagai pendekatan lain seperti: •
Re-Engineering
•
Balanced Scorecard
•
Voice of the Customer dan
•
Design of Experiments
Namun Six Sigma berdiri sendiri sebagai "generasi berikutnya" tingkat korporat metodologi perbaikan terus-menerus. Proses Six Sigma dengan jelas bekerja sebagai yang telah dibuktikan di Motorola, GE, AlliedSignal, Cisco Systems dan banyak perusahaan terkemuka lainnya.
1
Address to General Electric Company Annual Meeting, Cleveland, Ohio, April 21, 1999 Annual Meeting, Cleveland, Ohio, April 21, 1999
1
Alamat ke General Electric Company
33 Six Sigma dapat mempengaruhi perubahan strategi dan budaya dalam suatu organisasi. Namun, jika dibiarkan sendiri dan tidak dibudidayakan secara aktif, proses akan memburuk dan tidak lagi aktif membentuk bagian dari struktur organisasi. Deming merasa bahwa dorongan kualitas harus datang dari atas, tapi bukan hanya komitmen mereka - itu juga diperlukan tindakan di tiap-tiap bagian mereka.
Six Sigma membawa pelanggan fokus pada ilmu manajemen daripada filosofi manajemen lainnya – hal tersebut benar-benar di luar fokus. Ada ketergantungan terhadap data dan pengukuran dari TQM dan juga dari Balanced Scorecard. Six Sigma adalah fleksibel dan nyaman memadukan konsep-konsep dari berbagai metodologi lain.
Six Sigma dapat memperoleh manfaat dari menggabungkan teknik-teknik identifikasi akar penyebab dengan menggunakan diagram pohon logika dan prioritas proyek mendasarkan pada konsep-konsep permasalahan. Kedua teknik ini adalah ciri dari Metodologi Manajemen Kendala.
2.2.5 Strategi Implementasi Six Sigma dalam Industri Jasa Menurut Gasperz (2008:98), Beberapa langkah yang dapat diikuti apabila kita ingin menerapkan Six Sigma dalam industri jasa. 1. Spesifikasi nilai dari jasa (service value) yang diharapkan pelanggan. Nilai inti dari pelayanan yang terletak pada proses jasa itu sendiri yang terdiri atas serangkaian metode untuk melakukan sesuatu aktivitas. Langkah terbaik untuk mengidetifikasi nilai yang diharapkan pelanggan adalah dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut :
34 a. Apakah tujuan (harus SMART = Specific, Measurable, Achievable, Relevant to Business Goal / objectives and Result-oriented, Timely) dari proses jasa itu? b. Bagaimana proses jasa itu menciptakan kepuasan pelanggan? c. Apa yang menjadi KPIVs (Key Performance Input Variables) dan KPOs (Key Performance Output Variables) dari proses jasa itu?
2. Fokus kepada Customer Yaitu setiap kejadian atau titik dalam suatu proses jasa yang memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk membentuk suatu opini (positif, netral, atau negatif) tentang proses pelayanan dari industri jasa itu.
Beberapa prinsip peningkata kualitas jasa yang perlu diikuti adalah : a. Definisikan siklus jasa (Define the cycle of services) b. Identifikasikan negative moments of truth c. Identifikasikan akar-akar penyebab, bukan hanya gejala d. Kembangkan solusi e. Lakukan pengujian (peninjauan ulang) efektivitas dari solusi f. Implementasi solusi g. Monitor dampak solusi terhadap siklus jasa
35 Contoh Moment of Truth : In Department Store (Moment of Truth) Enter Parking Area
Enter Store
View Store Layout
Getting Help from Sales Person
Payment at the Cashier Counter Output : (Purchased Products Goods)
Gambar 2.4 Contoh Moment of Truth pada Department Store In Loan Fiancing (Moment of Truth) Receive Telephone
Complete Application Form
Renew Application Status
Getting Decission (Approved/ not approved)
Complete Loan Documents
Output : (Money Loan)
Gambar 2.5 Contoh Moment of Truth pada Loan Financing Moment of truth digunakan untuk mengetahui proses-proses jasa yang tidak diinginkan oleh customer. (Gasperz, 2008, p.101) 3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang Service Value Stream dalam rantai proses jasa itu. Contoh beberapa pemborosan dalam proses jasa adalah : a. Kesalahan-kesalahan dalam dokumentasi b. Transportasi dari dokumen-dokumen c. Mengerjakan aktivitas-aktivitas yang tidak diperlukan
36 d. Menunggu untuk langkah proses berikutnya e. Terlalu banyak proses untuk memperoleh persetujuan dan tanda tangan f. Unnecessary motions g. Backlog dalam antrean pekerjaan administrasi h. Tidak menggunakan kemampuan dan keterampilan orang-orang secara optimum. VALUE STREAM MAPPING
Information Flow Data
Supplier(s)
Customer(s)
Data
Data
Material Flow Data
Gambar 2.6 Value Stream Mapping dalam Industri Jasa Value Stream Mapping yaitu setiap kejadian atau titik dalam suatu proses jasa yang memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk membentuk suatu opini (positif, netral, atau negatif) tentang proses pelayanan dari industri jasa itu. (Gasperz, 2008, p.99)
4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan aktivitas-aktivitas dapat berjalan lancar, efektif, dan efisien sepanjang rantai dari proses jasa itu (service value stream). Komponen-komponen yang perlu diperhatikan karena sering kali menjadi hambatan dan memberikan opini negatif kepada pelanggan adalah :
37 a. Fasilitas-fasilitas fisik b. Prosedur-prosedur dan langkah-langkah proses jasa c. Perilaku karyawanan dan manajemen d. Sikap profesional karyawan dan menejemen, dll. 5. Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat (improvement tools and techniques) untuk mencapai keunggulan (service excellence) dan peningkatan terus-menerus menuju proses jasa yang bebas kesalahan (zero error). Proses jasa ini dapat ditingkatkan
terus-menerus dan kapabilitas proses dapat diukur
menggunakan ukuran sigma, menuju target six sigma. Supplier
Input
Processes
Process Output
Critical Customer Requirement
Root-cause analysis of defects
Various show up
Leads to detect reduction
as ‘detects,’ unacceptable To customer
Gambar 2.7 Six Sigma Objectives
2.2.7 Metodolodi Six Sigma Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan Scroeder, 2000).
38 Proyek six sigma mempunyai dampak besar terhadap kepuasan konsumen dan dampak yang signifikan pada bottom-line terpilih. Manajemen puncak mempunyai peranan penting selama seleksi proyek dan sebagai leader. Proyek didefinisikan secara jelas dalam hal expected key deliverables, yaitu DPMO level atau sigma quality levels, RTY (Rolled Throughput Yield), Quality Cost dsb. Dalam pendekatan keseluruhan, masalah nyata dibalik kedalam masalah satistik. Hal ini dilakukan dengan mapping process, yaitu mendefinisikan variable-variabel kunci input proses (key process input variables KPIVs or ‘ x's) dan variable-variabel kunci output proses (key process output variables KPOVs or ‘ y's). kekuatan statistical tools digunakan untuk menentukan statistical solution.
Ada lima tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma ini yaitu Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC), dimana tahapannya merupakan tahapan yang berulang atau membentuk siklus peningkatan kualitas dengan Six Sigma. Siklus DMAIC dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber : Pande, Peter. 2000 Gambar 2.8 Siklus DMAIC
39
2.2.8 Langkah-langkah Six Sigma a. Define (D)
Langkah ini adalah langkah operasional awal dalam program peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap define ada 2 hal yang perlu dilakukan yaitu: •
Mendefinisikan proses inti perusahan
Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen atau fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi) kepada para pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma pertama-tama yang dilakukan adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan dari suatu proses inti akan dievaluasi. (Peter S. Pende, 2000) •
Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting didalam semua proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun eksternal adalah tugas Black Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa yang diinginkan pelanggan eksternal. Pekerjaan ini membuat suara pelanggan (voice to customer - VOC) menjadi hal yang menantang. Dalam hal mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan adalah memahami dan membedakan diantara dua kategori persayaratan kritis, yaitu persyaratan output dan persyartan pelayanan. (Peter S. Pende, 2000)
Persyaratan output berkaitan dengan karakteristik dan atau features dari produk akhir (barang/jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada akhir dari suatu proses.
40 Dalam hal ini dapat saja berbagai macam persyaratan output, tetapi pada dasarnya semua itu berkaitan dengan daya guna (usability) dan efektivitas dari produk akhir itu di mata pelanggan. (Vincent Gaspersz, 2002 : 64)
Tahap ini mendefinisikan beberapa hal yang terkait dengan:
1. Pendefinisian Kriteria Pemilihan Proyek Six Sigma, dimana pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan identifikasi proyek yang terbaik sepadan dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi sekarang. 2. Pendefinisian Peran Orang-orang yang Terlibat dalam Proyek Six Sigma sesuai dengan pekerjaannya 3. Pendefinisian Kebutuhan Pelanggan dalam Proyek Six Sigma berdasarkan kriteria pemilihan proyek Six Sigma dimana proses transformasi pengetahuan dan metodologi Six Sigma melalui sistem pelatihan yang terstruktur dan sistematik untuk kelompok orang yang terlibat dalam program Six Sigma. 4. Pendefinisian Proses Kunci Beserta Pelanggan dari Proyek Six Sigma yang dilakukan sebelum mengetahui model proses "SIPOC (Suppliers-InputsProcesses-Outputs-Customers)". SIPOC adalah alat yang berguna dan paling banyak digunakan dalam manajemen dan peningkatan proses. Atau "SIRPORC (Suppliers-Inputs
Requirements-Processes-Output
Requirements-Customers)
apabila kebutuhan Input dan Output dimasukkan ke dalam SIPOC dan persyaratan Output harus berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan. 5. Pendefinisian Kebutuhan Spesifik dari Pelanggan yang Terlibat dalam Proyek Six Sigma
41 6. Pendefinisian Pernyataan Tujuan Proyek Six Sigma, dimana pernyataan tujuan proyek yang harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma terpilih adalah benar apabila mengikuti prinsip SMART, yaitu Spesifik, Measureable, AchievableResult-oriented, Time-bound. 7. Daftar Periksa pada Tahap DEFINE (D) untuk memudahkan sekaligus meyakinkan kita bahwa kita telah menyelesaikan tahap DEFINE (D) dengan baik.
b. Measure (M)
Dalam langkah yang kedua dalam tahapan operasional pada program peningkatan kualitas Six Sigma terdapat 3 hal pokok yang dilakukan yaitu: (Vincent Gaspersz, 2002: 72-198) •
Menentukan karakteristik kualitas kunci
CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung dari persyaratan - persayaratan output dan pelayanan. Karakteristik kualitas sama dengan jumlah kesempatan penyebab cacat (opportunities to failure). (Breyfogle III, Forest W, 1999: 140) •
Mengembangkan rencana pengumpulan data
Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu: •
Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karaktersitik kualitas output
42 yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran ini adalah mengidentifikasi setiap perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses. •
Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas yang diinginkan pelanggan.
•
Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu produk atau jasa itu memenuhi kebutuhan spesifik dari pelanggan. Jadi pada tingkat ini adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk dan/atau jasa yang diserahkan kepada pelanggan. (Vincent Gaspersz, 2002: 96)
•
Pengukuran baseline kinerja
Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus pada upayaupaya yang giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defects) sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Maka sebelum peningkatan kualitas six sigma dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja sekarang atau dalam terminologi Six Sigma disebut sebagai baseline kinerja. Setelah mengetahui baseline kinerja maka kemajuan peningkatan-peningkatan yang dicapai dapat diukur sepanjang masa berlaku Six Sigma: •
Pengukuran baseline kinerja pada tingkat proses, biasanya dilakukan apabila itu terdiri dari beberapa sub proses. Pengukuran kinerja pada tingkat proses akan memberikan baganan secara jelas dan konprehensif tentang segala sesuatu yang terjadi dalam sub proses itu.
43 •
Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output, dilakukan secara langsung pada produk akhir yang akan diserahkan pada pelanggan. Pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir dari proses itu untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari pelanggan, sebelum produk itu diserahkan pada pelanggan.
•
Pengukuran baseline kinerja pada tingkat outcome, dilakukan secara langsung pada pelanggan yang menerima output (produk dan jasa) dari suatu proses.
Ukuran hasil baseline kinerja yang digunakan dalam Six Sigma adalah tingkat DPMO (Defects Per Millions Oppurtunities) dan pencapaian tingkat sigma. (Vincent Gaspersz, 2002 : 99)
c. Analyze (A)
Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas. Pada tahap ini, tiga hal yang perlu dilakukan yaitu: •
Menentukan stabilitas dan kemampuan proses
Proses industri harus dipandang sebagai suatu penigkatan terus-menerus, yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk (barang dan/atau jasa), pengembangan produk, proses produksi, sampai kepada distribusi kepada pelanggan. Berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk itu dapat dikembangkan ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki produk lama beserta proses produksinya.
44 Dalam menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu, maka akan dibutuhkan alat-alat statistika sebagai alat analisis. Prosedur lengkap penggunaan alat-alat statistik untuk pengembangan industri menuju stabil dan mampu (stability dan capability). Berikut adalah pengertian ukuran dari proses stabil dan proses yang mampu ditunjukkan pada Tabel 9.2:
Tabel 2.2 Stabilitas dan Kapabilitas Proses Status Proses No. Stabilitas Kapabilitas • •
1.
Tidak
Tidak
•
2.
Ya
Tidak
•
•
3.
Ya
4.
Tidak
Ya
Tidak
•
Situasi Keadaan proses diluar pengendalian Proses akan menghasilkan produk cacat terus menerus (keadaan kronis)
Analisis
Sistem industri berada dalam kondisi paling buruk
Keadaan proses didalam pengendalian Sistem industri berada dalam Proses masih status antara menuju menghasilkan cacat peningkatan kualitas global Keadaan proses berada dalam pengendalian Proses tidak menghasilkan produk cacat (zero defect)
Proses berada di luar pengendalian proses menimbulkan masalah kualitas secara sporadis
Sistem industri berada dalam kondisi dalam baik, merupakan target Six Sigma Sistem industri tidak dapat diperkirakan (unpredictable) dan tidak diinginkan oleh manajemen industri (Vincent Gaspersz, 2002 : 203)
•
Menentukan target kinerja dari karakteristik kualitas kunci
Setelah melakukan analisis kapabilitas maka langkah selanjutnya adalah menetapkan target-target kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci untuk
45 ditingkatkan. Konseptual penetapan target kinerja dalam program pendekatan kualitas Six Sigma merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu harus mengikuti prinsip dari SMART (specific-measurable-achievabl-result oriented-time bound) yaitu :
o
Specific, target kinerja berkaitan langsung dengan peningkatan kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan dan mempengaruhi kepuasan pelanggan.
o
Measurable, target kinerja harus dapat diukur dengan menggunakan indikator pengukuran yang tepat, guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan ulang, dan tindakan perbaikan di waktu mendatang.
o
Achievable, target kinerja peningkatan kualitas harus dapat dicapai melalui usaha yang menantang.
o
Result-oriented, target kinerja dari peningkatan kualitas harus berfokus pada hasil-hasil berupa peningkatan kinerja karakteristik kualitas kunci.
o
Time-bound, target kinerja harus menetapkan batas waktu pencapaian target karakteristik kualitas kunci dan target tersebut harus tercapai pada batas waktu yang telah ditetapkan.
•
Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas
Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma membutuhkan identifikasi masalah secara tepat, menemukan sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas tersebut, dan mengajukan solusi masalah yang efektif dan efisien. (Vincent Gaspersz, 2002 : 201-280)
46 Pada proses analyze terdapat pemilihan peta kontrol yang disini digunakan peta kontrol-u karena data yang digunakan adalah data atribut dengan ukuran sampel yang berbeda-beda. Data yang dikumpulkan berupa jumlah ketidaksesuaian dalam sampel.
d. Improve (I) Setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas teridentifikasi, maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan untuk melakukan peningkatan kualitas Six Sigma. Pada dasarnya rencana-rencana tindakan akan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana tersebut.
Menetapkan Suatu Rencana Tindakan untuk Melakukan Peningkatan Kualitas Six Sigma:
o
Dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas teridentifikasi
o
Rencana Tindakan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana itu
o
Untuk mengembangkan rencana tindakan dapat menggunakan metode 5W2H
47 Tabel 2.3 Rencana Tindakan dengan Metode 5W-2H Jenis
5W2H
Tujuan utama What
Alasan kegunaan
Why
Deskripsi Apa yang menjadi target utama dari
Tindakan
perbaikan/peningkatan kualitas?
Merumuskan target
Mengapa rencana tindakan itu
sesuai dengan
diperlukan?Penjelasan tentang kegunaan
kebutuhan konsumen
dari rencana tindakan yang dilakukan Di mana rencana tindakan itu akan
Lokasi
Urutan
Where dilaksanakan?Apakah aktivitas itu harus dikerjakan di sana?
Mengubah urutan
Bilamana aktivitas rencana tindakan itu
aktivitas atau
When akan terbaik untuk dilaksanakan?Apakah
mengkombinasikan
aktivitas itu dapat dikerjakan kemudian?
aktivitas-aktivitas
Siapa yang akan mengerjakan aktivitas
yang dapat
rencana tindakan itu?Apakah ada orang lain dilaksanakan Orang
Who
yang dapat mengerjakan aktivitas rencana
bersama
tindakan itu?Mengapa harus orang itu yang ditunjuk untuk mengerjakan aktivitas itu? Bagaimana mengerjakan aktivitas rencana tindakan itu?Apakah metode yang Metode
How
digunakan sekarang, merupakan metode terbaik?Apakah ada cara lain yang lebih mudah?
Menyederhanakan aktivitas-aktivitas rencana tindakan yang ada
Berapa biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan aktivitas rencana tindakan Biaya/manfaat
How
ini?Apakah akan memberikan dampak
much positif pada pendapatan dan biaya (meningkatkan efektifitas dan efisiensi), setelah melaksanakan rencana tindakan itu?
Memilih rencana tindakan yang paling efektif dan efisien
48 •
Tim Proyek dapat menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan alat seperti : diagram CEDAC (Cause Effect Diagram with Additional Curve) atau FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
•
Efektivitas dari rencana tindakan yang dilakukan akan tampak dari: o
Penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ) / Cost of Poor Quality terhadap nilai penjualan total sejalan dengan meningkatnya Kapabilitas Sigma
o
penurunan DPMO menuju target kegagalan nol (zero defect) atau mencapai kapabilitas proses pada tingkat lebih besar atau sama dengan 6sigma
Untuk memudahkan sekaligus meyakinkan bahwa kita telah menyelesaikan tahap IMPROVE (I) dengan baik, maka daftar periksa yang ditampilkan dapat dijadikan panduan atau pedoman kerja. Jika semua pertanyaan dalam daftar periksa itu telah dijawab dengan YA, maka berarti kita boleh melangkah ke tahap berikutnya, yaitu tahap CONTROL (C).
e. Control (C)
Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu adanya pengawasan untuk meyakinkan bahwa hasil yang diinginkan sedang dalam proses pencapaian. Hasil dari tahap improve harus diterapkan dalam kurun waktu tertentu untuk dapat dilihat pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur-
49 prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses.
Selain dengan menggunakan langkah-langkah DMAIC yang telah disebutkan di atas, Six Sigma juga menggunakan metodologi DMADV (Define - Measure - Analyze Design - Verify). DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses yang sudah ada sebelumnya, sedangkan DMADV digunakan untuk menghasilkan desain produk atau proses baru untuk kinerja proses yang dapat diprediksikan dan bebas defect.
DMADV, seperti halnya DMAIC, juga terdiri atas lima langkah yang harus dilaksanakan, yaitu: •
Define: mendefinisikan tujuan-tujuan dari aktivitas desain yang konsisten dengan keinginan konsumen dan strategi bisnis perusahaan.
•
Measure: mengukur dan mengidentifikasi CTQ (critical to quality), kapabilitas produk, kapabilitas proses produksi, dan taksiran resiko.
•
Analyze: menganalisa alternatif-alternatif yang dirancang dan dibangun, menciptakan rancangan tingkat atas dan mengevaluasi kapabilitas rancangan untuk memilih rancangan yang terbaik.
•
Design: merancang detail, mengoptimalkan rancangan, dan merencanakan verifikasi rancangan. Fase ini mungkin saja membutuhkan proses simulasi.
•
Verify: menguji rancangan dan mengimplementasikan proses produksi dan menyerahkannya pada pemilik proses.