BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
TEMULAWAK Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat yang
tumbuh berumpun, berbatang semu yang terdiri atas gabungan beberapa pangkal daun yang terpadu [11]. Kawasan Asia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, Barbados, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa [12]. Curcuma berasal dari bahasa arab kurkum yang berarti kuning sedangkan xanthorrhiza berasal dari bahasa yunani xantos yang berarti kuning dan rhiza yang berarti akar [13]. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu bahan baku obat tradisional yang banyak tersebar di Indonesia dan telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat (14). Biasanya dibudidayakan dan banyak ditanam di pekarangan, juga sering ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan padang alang-alang. Tanaman ini lebih produktif pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari dan dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi [11]. Tanaman temulawak berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun dengan bentuk bundar memanjang, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Mahkota bunga berbentuk tabung, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah [15]. Tumbuhan temulawak mempunyai ukuran rimpang yang besar dan bercabang-cabang. Rimpang induk berbentuk bulat atau bulat telur dan disampingnya terbentuk 3-4 rimpang cabang yang memanjang. Warna kulit rimpang coklat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang kuning jingga atau jingga kecoklatan [11]
4
Temulawak (Gambar 2.1) berdasarkan klasifikasi botaninya termasuk ke dalam : Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza Roxb.
[16].
Gambar 2.1 Temulawak[17] Kandungan utama temulawak yang digunakan sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri, atau bahan baku obat dapat dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu fraksi pati, fraksi kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri. Fraksi pati merupakan kandungan yang terbesar [18]. Kandungan senyawa rimpang temulawak disajikan dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Kandungan Senyawa Rimpang Temulawak [19] Komponen Senyawa Air Abu Kurkuminoid Lemak Protein Pati
Kadar (%) 4,68 4,72 2,82 2,79 8,06 60,09
5
2.2
KURKUMIN Kurkumin [1, 7-bis (4, hidroksi-3-metoksi fenil)-1, 6-heptadiene-3, 5-dion]
adalah pigmen kuning yang diekstrak dari tanaman rimpang family jahe antara lain: Curcuma longa, Curcuma domestica (kunyit) dan Curcuma xanthorrhiza (temulawak) [20]. Berikut struktur kimia kurkumin :
Gambar 2.2 Struktur Kimia Kurkumin [21] Kurkumin (C21H20O6) atau diferuloyl methane (Gambar 2.2) pertama kali diisolasi pada tahun 1815. Kemudian tahun 1910, kurkumin didapatkan berbentuk kristal dan bisa dilarutkan tahun 1913 [22] Komponen kurkuminoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas biologik spektrum luas. Aktivitas biologis dari kurkuminoid yaitu sebagai hepatoprotektif antiinflamasi, antibakteri, menurunkan kadar kolesterol darah dan sel hati, dan dapat mencegah timbulnya pelemakan sel hati. Kurkuminoid bermanfaat untuk mencegah timbulnya infeksi berbagai penyakit [23]. Sifat fisikokimia dari kurkumin dapat dilihat pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Sifat Fisikokimia Kurkumin [24] Sifat Fisikokimia Rumus molekul Bobot molekul Titik leleh Kristal Kelarutan - Tidak larut - Larut sedang - Sangat Larut
Kurkumin C21H20O6 368,35 183oC Jingga Air, heksana Benzena, eter, kloroform Akohol, aseton, asam asetat glacial Warna merah Warna kuning cerah
Reaksi dengan basa Reaksi dengan asam
Kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning (kurkumin) dan turunannya. Kurkuminoid adalah kristal kuning gelap, larut dalam alkohol dan 6
asam asetat. Dalam larutan basa kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna merah kecokelatan yang apabila ditambahkan larutan asam akan berubah warna menjadi kuning kurkumin [25]. Kurkumin dapat digunakan dalam produk seharihari, es, produk buah dan sayuran, produk sereal, produk bakeri, produk daging, produk ikan, produk telur bumbu, sup, saus dan produk protein [21]
Permintaan dan Kebutuhan Kurkumin Permintaan akan kurkumin selalu ada setiap tahunnya. Pada pasar global, penggunaannya sebagai pewarna alami pengganti pewarna sintetis serta potensinya di bidang pengobatan meningkatkan permintaan ekstrak kurkumin dunia. Laporan lengkap permintaan kurkumin oleh pasar global dapat dipesan melalui research and market dengan harga USD 2,500. Adapun permintaan kebutuhan tepung turmeric dunia dapat dilihat pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Produksi Tepung Turmeric Dunia [26] India merupakan negara dengan penghasil, konsumen dan pengekspor tepung turmeric terbanyak di dunia. Penghasil lain adalah China, Myanmar, Nigeria, Bangladesh, Pakistan, Srilangka, Taiwan, Burma dan Indonesia. Produksi global diestimasi sebesar 1.100.000 – 1.500.000 ton per tahun. Tingginya permintaan akan produk alami membuat tingginya permintaan kurkumin sebagai bahan yang ideal untuk pewarna makanan [26]. Salah satu pemakaian kurkumin adalah sebagai pewarna alami makanan yang aman untuk dikonsumsi. Penggunaan kurkumin sebagai bahan tambahan yang dapat dikonsumsi telah diijinkan oleh Departemen Kesehatan melalui Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 235/Menkes/Per/VI/75. Penelitian yang dilakukan oleh BPOM maupun YLKI menunjukkan bahwa di pasaran telah
7
beredar saus tomat yang tidak layak dikonsumsi. Di dalamnya terkandung pewarna tekstil yang berefek negatif pada kesehatan seperti methanil yellow dan Rhodamin B, juga natrium benzoate yang dapat menyebabkan iritasi lambung. Salah satu solusi dari masalah ini adalah senyawa kurkuminoid berwarna kuning yang terdapat dalam kunyit dan temulawak [27]. Di Indonesia, tingkat kebutuhan pasar akan temulawak dari tahun ke tahun semakin meningkat, ditandai dengan luas lahan panen dan tingginya produksi temulawak di Indonesia. Tabel 2.3 menunjukkan produksi temulawak Indonesia dari tahun 2008-2012. Tabel 2.3 Luas Panen dan Produksi Temulawak Indonesia Tahun 2008-2012 [28] Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Luas Panen (m2) 16.174.365 20.977.327 13.728.606 13.079.465 18.175.892
Produksi (kg) 23.740.105 36.826.340 26.671.149 24.105.870 44.085.151
Dari tabel 2.3 dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi luas lahan dan produksi temulawak Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia dalam buku Statistik Indonesia 2014, pada tahun 2009 hingga 2011, terjadi penurunan luas lahan dan produksi temulawak. Namun pada tahun 2011 hingga 2012, terjadi peningkatan yang cukup besar. Diperkirakan pada tahun berikutnya, luas lahan dan produksi temulawak juga akan meningkat. Dari data-data di atas dapat terlihat bahwa permintaan akan kurkumin sebagai produk turunan dari temulawak selalu ada dan mulai meningkat seiring banyaknya manfaat kurkumin yang ditemukan, sehingga produksi kurkumin perlu dilakukan.
2.3
EKSTRAKSI Secara umum ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan suatu
zat dari beberapa campuran dengan penambahan pelarut tertentu untuk mengisolasi komponen campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal ini zat yang terperangkap dalam padatan diinginkan bersifat larut dalam pelarut, sedangkan zat padat lainnya tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi 8
sempurna jika zat terlarut dipisahkan dari pelarutnya, misalnya dengan cara distilasi/penguapan [1]. Metode yang digunakan untuk ekstraksi biasanya ditentukan oleh jumlah konstituen yang akan dilarutkan, distribusi konstituen dalam solid, sifat padatan dan ukuran partikel. Mekanisme proses ekstraksi pada umumnya pelarut ditransfer dari larutan ke permukaan padatan kemudian terdifusi kedalam padatan, zat terlarut yang berada didalam padatan akan larut oleh pelarut kemudian terdifusi menjadi campuran zat terlarut-pelarut ke permukaan padatan dan ditransfer keluar/ kedalam larutan pelarut. Ketiga tahap tersebut diatas akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi, tetapi pada umumnya kecepatan transfer pelarut ke permukaan terjadi sangat cepat dan berlangsung pada saat terjadi kontak antara padatan dan pelarut. Sedangkan kecepatan difusi campuran zat terlarut-pelarut ke permukaan padatan seringkali merupakan tahapan yang mengontrol dalam keseluruhan proses ekstraksi [29]. Pada umumnya proses ekstraksi dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya operasi satu tahap (single stage) dan operasi multi tahap (multi stage). a. Operasi satu tahap Operasi tahap tunggal terjadi karena adanya kontak antara umpan dengan pelarut yang hanya dilakukan satu kali. b. Operasi multi tahap (multi stage) -
Operasi multi tahap dengan aliran silang (cross-current). Pada operasi ekstraksi multi tahap dengan aliran silang, terjadi kontak antara padatan dan pelarut yang dilakukan dalam beberapa tahap dimana rafinat yang diperoleh dari tahap yang satu dikontakkan dengan pelarut baru pada tahap berikutnya. Skema operasi multi tahap dengan aliran cross-current ditampilkan pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Skema Ekstraksi Multi Tahap Cross-Current [30]. 9
-
Operasi multi tahap (multi stage) dengan aliran lawan arah (countercurrent). Pada proses ekstraksi ini, terjadi kontak antara padatan dan pelarut dilakukan lebih dari satu kali. Prinsip ekstraksi multi stage countercurrent adalah padatan baru dikontakkan dengan pelarut yang telah banyak mengandung solut yaitu ekstrak sebagai hasil kontak pada tahap-tahap berikutnya, sedangkan padatan yang solutnya telah menipis dikontakkan dengan pelarut segar pada tahap berikutnya. Skema operasi ini ditampilkan pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Operasi Ekstraksi Multi Tahap Counter-Current [30]
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi Menurut Prasetyo (2009) [30] hal-hal yang mempengaruhi ekstraksi antara lain adalah ukuran partikel, temperatur ekstraksi, jumlah pelarut, dan waktu ekstraksi. Pada prinsipnya ekstraksi adalah melarutkan dan menarik senyawa dengan menggunakan pelarut yang tepat. Ada tiga tahapan proses pada waktu ekstraksi yaitu: 1. Penetrasi pelarut ke dalam sel dan pengembangan sel 2. Disolusi pelarut ke dalam sel dan pengembangan sel 3. Difusi bahan yang terekstraksi ke luar sel Proses diatas diharapkan terjadinya kesetimbangan antara bahan dan pelarut. Kecepatan untuk mencapai kesetimbangan umumnya tergantung pada suhu, pH, ukuran partikel dan gerakan partikel. Prinsip utama yang berkaitan dengan kelarutan, yaitu senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar [31]
10
-
Ukuran Partikel Memperkecil ukuran padatan perlu dilakukan untuk mencapai unjuk kerja
ekstraksi yang baik [30]. Hal ini disebabkan pada ukuran butir semakin kecil akan memudahkan pelarut dalam melarutkan minyak atsiri, beserta zat warna, resin, dan zat-zat lain seperti protein dan waxe yang terkandung dalam serbuk temulawak [32].
-
Suhu Ekstraksi Temperatur yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan
solute lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi. Namun, temperatur ekstraksi tidak boleh melebihi titik didih pelarut karena akan menyebabkan pelarut menguap [30].
-
Pelarut Jenis pelarut merupakan faktor penting dalam ekstraksi kurkumin. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut [33]. Menurut Emilan (2009) [31] dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi, dan syarat-syarat suatu zat dapat dipilih sebagai pelarut antara lain : a. Kapasitas besar b. Selektif c. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah) d. Harus dapat direcoveri e. Relatif tidak mahal f. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam keadaan uap g. Viskositas cukup rendah Menurut Kumar (2013) [34] pilihan pelarut untuk ekstraksi terbatas pada beberapa pelarut dengan kemurnian tertentu karena hukum nasional dan internasional dalam memproses material makanan. Heksana, aseton, alkohol
11
(etanol, methanol), isopropanol dan etil asetat digunakan dalam ekstraksi oleoresin dari bumbu-bumbu. Berdasarkan kelarutan dari konstituen aktif, kurkuminoid
memiliki
tingkat
kelarutan
rendah
dalam
pelarut-pelarut
hidrokarbon. Alkohol dan aseton adalah ekstraktan yang baik dan yield-nya juga bisa diharapkan tinggi.
2.4
ETANOL Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C 2H5OH atau
CH3CH2OH. Etanol memiliki banyak manfaat bagi masyarakat karena memiliki sifat yang tidak beracun [35]. Adapun sifat-sifat fisika etanol dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Sifat Fisika Etanol [35] Berat Molekul Titik Lebur Titik Didih Densitas Indeks Bias Viskositas 20oC Panas Penguapan Merupakan cairan tidak berwarna Dapat larut dalam air dan eter Memiliki bau yang khas
46,07 gr/mol -112oC 78,4oC 0,7893 gr/ml 1,36143 cP 1,17 Cp 200,6 kal/gr
Etanol selain memiliki sifat-sifat fisika juga memiliki sifat-sifat kimia. Sifatsifat kimia tersebut adalah : 1.
Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik
2.
Mudah menguap dan mudah terbakar
3.
Bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkyl halida dan air CH3CH2OH + HC=CH
4.
CH3CH2OCH=CH2
Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air CH3CH2OH + CH3COOH
CH3COOCH2CH3 + H2O
5.
Dehidrogenasi etanol menghasilkan asetaldehid
6.
Mudah terbakar diudara sehingga menghasilkan lidah api yang berwarna biru muda dan transparan, dan membentuk H2O dan CO2. [35].
12
Etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatil dan dapat bercampur dengan air. Ada 2 jenis etanol, etanol sintetik sering disebut metanol atau metil alkohol atau alkohol kayu, terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari sintesis kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi) [36]. Etanol merupakan pelarut yang menghasilkan ekstrak kurkumin yang paling tinggi dibandingan dengan pelarut lain, yakni aseton, etil asetat, methanol, dan isopropanol. Hal ini disebabkan karena etanol memiliki sifat polaritas yang hampir sama dengan kurkumin [34]. Perbandingan hasil kurkumin yang diperoleh dapat dilihat untuk berbagai jenis pelarut dapat dilihat pada tabel 2.5 Tabel 2.5 Hasil Kurkumin yang Diperoleh untuk Tiap Jenis Pelarut [34] Pelarut Aseton Etil Asetat Etanol Metanol Isopropanol
Berat Kurkumin Teresktrak (gm) 0,24 0,23 0,26 0,25 0,21
Berdasarkan surat Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No 261/MENKES/SK/IV/2009 Tentang Farmakope Herbal Indonesia, penggunaan etanol diperbolehkan dalam pembuatan ekstrak bahan obat dan makanan. Hampir sebagian besar pembuatan ekstrak kental bahan obat dan makanan menggunakan etanol 95% sebagai pelarutnya.
2.5
ANALISIS EKONOMI Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu
ciri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan. Selain itu, beberapa warna spesifik dari buah juga dikaitkan dengan kematangan. Warna juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman [37]. Pentingnya warna pada produk makanan telah disadari sejak lama oleh produsen makanan. Awalnya, sebelum pewarna sintetis ditemukan, para produsen
13
menggunakan bahan-bahan alami untuk menghasilkan warna. Dengan semakin majunya teknologi dan semakin meningkatnya permintaan akan produk pangan, pewarna alami dirasa tidak mampu memenuhi kebutuhan industri pangan. Ketersediaan bahan baku alam yang semakin berkurang, ketidak konsistenan warna yang dihasilkan, dan mudahnya warna tersebut terdegradasi selama pengolahan maupun penyimpanan, membuat pewarna alami ditinggalkan dan diganti dengan pewarna sintetis. Pewarna sintetis pada akhirnya diketahui tidak selalu lebih baik dari pada pewarna alami. Dari segi teknologi dan kepraktisan mungkin pewarna sintetis memang lebih handal dibandingkan pewarna alami. Namun seiring dengan semakin tingginya konsumsi pewarna sintetis, laporan gangguan kesehatan pun semakin meningkat. Jargon back to nature saat ini semakin banyak didengungkan sebagai akibat banyaknya laporan masalah kesehatan akibat bahan-bahan sintetis yang masuk ke dalam tubuh. Efek dari kondisi ini adalah berubahnya pola kesukaan konsumen. Dilaporkan oleh berbagai sumber bahwa konsumen dengan tingkat pendidikan dan pendapatan tinggi sekarang lebih peduli dan lebih memilih produk dengan bahan tambahan alami. Hal ini menjadi tantangan bagi produsen untuk kembali dapat menggunakan pewarna alami [38]. Salah satu komoditas alam Indonesia yakni temulawak. Pemanfaatan temulawak dan kunyit sebagai pewarna sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di negara-negara tropis. Pewarna dari temulawak dan kunyit telah dimanfaatkan pada kerajinan tenun ikat, industri tahu, industri minuman, mentega, susu, keju, mie, obat-obatan dan kosmetik. Pengetahuan terhadap sifat-sifat pewarna alami penting untuk diketahui agar dapat dihasilkan produk dengan warna menarik dan tahan lama. Cara ekstraksi pigmen warna dari bahan bakunya juga merupakan salah satu hal penting agar pigmen yang didapat maksimal kualitas dan kuantitasnya [31] Atas dasar pemikiran tersebut, maka kami ingin memanfaatkan bahan alami sebagai zat pewarna dengan melakukan ekstraksi pigmen warna pada temulawak untuk mendapatkan sifat pewarna yang lebih aman bagi kesehatan jika dibandingkan dengan zat warna sintetik. Meskipun pada saat ini penggunaan zat
14
warna alami pada industri pangan secara umum masih belum kompetitif karena masih tingginya biaya produksi jika dibandingkan dengan zat warna sintetik. Untuk itu perlu dilakukan kajian potensi ekonomi kurkumin dari temulawak. Dalam hal ini akan dibuat dalam skala yang lebih besar. Dalam penelitian ini, yang menjadi dasar pengembangan kedalam skala yang lebih besar yaitu kurkumin dengan kadar tertinggi yaitu 2,617 % memiliki rendemen ekstrak sebesar 12,1 % = 2,4 gram/ 20 gram. Analisa Ekonomi dapat dilihat pada tabel 2.6 Tabel 2.6 Analisa Ekonomi Biaya Tetap Alat Gaji Karyawan Total Biaya Tetap Biaya Variabel Bahan Baku Biaya Variabel Tambahan Total Biaya Variabel Total Biaya Produksi (TBP) / tahun Biaya Produksi / kg Harga Jual / kg Total Penjualan / tahun Laba sebelum pajak / tahun Laba setelah pajak / tahun
Rp Rp Rp
Harga 390.000.000 186.000.000 576.000.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
328.320.000 79.488.000 489.369.600 1.065.369.600 513.778 800.000 1.658.880.000 593.510.400 534.159.360
Adapun analisa ekonominya akan dijabarkan sebagai berikut : 2.5.1 Biaya Tetap A. Biaya Tanah dan Bangunan Bangunan kerja menggunakan rumah sendiri B. Perincian Harga Alat Tabel 2.7 Daftar Harga Alat No 1
Jenis Alat Multifunctional thermalreflux extractor and concentrator machine for home industry
Jumlah
Harga
Harga Total
1
US$30.000
Rp. 390.000.000
Total
Rp 390.000.000 Peralatan berupa satu set alat ekstraksi refluks lengkap dengan filter ampas dan peralatan distilasi untuk pemulihan pelarut. 15
C.
Gaji Pegawai
Tabel 2.8 Daftar Gaji Pegawai Jabatan
Jumlah
Manajer Karyawan Produksi Karyawan Keuangan dan Administrasi Office Boy Total
1 2 1 1
Gaji/Orang (Rp) 5.000.000 2.500.000 3.000.000 2.500.000
Total Gaji (Rp) 5.000.000 5.000.000 3.000.000 2.500.000 15.500.000
Total gaji karyawan 1 bulan = Rp 15.500.000 Total gaji karyawan 1 tahun = Rp 186.000.000
Total Biaya Tetap = Rp 390.000.000 + Rp 186.000.000 = Rp 576.000.000
2.5.2 Biaya Variabel A. Bahan Baku Temulawak Kebutuhan = 30 kg/ 3 jam = 10 kg/jam Harga
= Rp 19.000/kg
Harga 3 bulan = 72 hari x 6 jam/hari x 10 kg/jam x Rp 19.000/kg = Rp 82.080.000 Harga 1 tahun = Rp 328.320.000 Etanol Kebutuhan = 120 l/ 3 jam = 40 l/jam Asumsi etanol terbawa sebanyak 5% dari 40 l/jam pada ampas = 2 l/jam Etanol hasil recovery = 40 l/jam – 2 l/jam = 38 l/jam Etanol baru yang perlu ditambahkan = 2 l/jam Etanol perlu diganti setiap 12 hari sekali (dalam 72 hari berarti terjadi penggantian pelarut etanol sebanyak 6 kali). Harga Etanol = Rp 18.000/l Harga etanol penggantian = (6 x 40 l/jam x Rp. 18.000/l) = Rp. 4.320.000 Harga penambahan etanol baru = 72 hari x 6 jam/hari x 2 l/jam x Rp 18.000/l = 15.552.000 16
Harga total = Harga etanol penggantian + harga penambahan etanol baru = Rp. 4.320.000 + Rp 15.552.000 = Rp. 19.872.000 Harga 3 bulan = Rp. 19.872.000 Harga 1 tahun = Rp 79.488.000
Total biaya bahan baku selama 1 tahun = Rp 328.320.000 + Rp 79.488.000 = Rp. 407.808.000
B. Biaya Variabel Tambahan Diperkirakan sebesar 20 % dari biaya variabel bahan baku = 0,2 x Rp. 407.808.000 = Rp 81.561.600
Total Biaya Variabel = Rp. 407.808.000 + Rp 81.561.600 = Rp 489.369.600
2.5.3 Total Biaya Produksi Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel = Rp 576.000.000 + Rp 489.369.600 = Rp 1.065.369.600/tahun Produksi kurkumin = (2,4 gram ekstrak/20 gram temulawak) x 1000 gram/1 kg x 10 kg/jam = 1.200 gram ekstrak/jam = 1,2 kg/jam Kapasitas Produksi = 1,2 kg/jam x 6 jam/hari x 288 hari = 2073,6 kg/tahun Biaya Produksi per unit = Rp 1.065.369.600 / 2073,6 kg = Rp. 513.778
Harga produk pewarna kurkumin = Rp 800.000/kg (dibandingkan dengan harga produk pewarna sejenis lebih murah) Total penjualan kurkumin per tahun = Rp 800.000/kg x 2073.6 kg/tahun = Rp 1.658.880.000/tahun
2.5.4 Perhitungan Rugi / Laba Usaha A. Laba Sebelum Pajak Total Penjualan / tahun = 1.658.880.000/tahun
17
Total Biaya Produksi / tahun = 1.065.369.600/tahun Laba atas penjualan = Total Penjualan – Total Biaya Produksi Laba Sebelum Paj = Rp 1.658.880.000 - 1.065.369.600 = Rp 593.510.400
B. Pajak Penghasilan Berdasarkan Kep. Menkeu RI tahun 2000, pasal 17 tarif pajak penghasilan per bulan adalah : Penghasilan 0 – 50.000.000 dikenakan pajak sebesar 10 % Penghasilan 50.000.000 – 100.000.000 dikenakan pajak sebesar 15% Penghasilan diatas 100.000.000 dikenakan pajak sebesar 30 % Laba per tahun = Rp 593.510.400 Laba per bulan = Rp 593.510.400/12 = Rp 49.459.200 Maka perincian pajak penghasilan (PPh) : = 0,1 x Rp 49.459.200 = Rp 4.945.920 Maka, Laba setelah pajak/bulan
= Laba Sebelum Pajak - PPh = Rp 49.459.200 – Rp 4.945.920 = Rp 44.513.280
Laba setelah pajak/tahun
= Rp 534.159.360
2.5.5 Analisa Aspek Ekonomi Break Even Point (BEP)
Biaya Tetap = Total Penjualan = 1.658.880.000 Biaya Variabel = Rp 489.369.600 BEP
x 100 %
–
= 49,25 % = 0,4925 BEP unit = 0,4925 x 2.073,6 kg = 1.021,27 kg
18
Artinya perlu menjual 1.021,27 kg agar terjadi break even point. Hal ini dapat dilihat pada grafik BEP dimana perpotongan titik terjadi antara biaya produksi dan total penjualan pada kapasitas produksi 1.021,27 kg. Grafik BEP dapat dilihat pada gambar 2.6 2.500.000.000
Biaya Tetap
Harga (kg)
2.000.000.000
Biaya Produksi 1.500.000.000
Laba
Total Penjualan
1.000.000.000
Biaya
BEP
V 500.000.000
Biaya
a rT
0
500
1.000
1.500
2.000
Produksi (kg)
2.500
ie at
Gambar 2.6 Grafik Break Even Point
ba ep l
19