BAB II TINJAUAN PUSTAKA Stres Kerja Pengertian Stres adalah hasil dari tidak atau kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif (Munandar, 2001). Menurut Anogara (2001), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu daan mengakibatkan dirinya terancam. Robbins (2005) stres menunjukkan suatu kondisi dinamika yang dimana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai hal yang tidak pasti. Siagian (2007) menyatakan bahwa stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luar lainnya. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa stress kerja adalah sesuatu yang dirasa memberikan tekanan akibat adanya ketidakseimbangan antara beban kerja yang diterima dengan kemampuan kepribadian individu dalam memberikan tanggapan baik secara fisik maupun mental terhadap berbagai urusan pekerjaan yang dirasa tidak menyenangkan.
Macam-Macam Stres 1
Menurut Hidayat (2004), ditinjau dari penyebabnya, maka stres dapat dibagi menjadi tujuh macam, yaitu: Stres fisik Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperature yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau tegangan arus listris. Stres kimiawi Stres ini karenakan karena zat – zat kimia seperti adanya obat –obatan, zat beracun asam basa, faktor hormone atau gasdan prisipnya karena pengaruh senyawa kimia. Stres mikrobiologik Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasit. Stres fisiologik Stres yang disebabkan karena gangguan fingsi organ tubuh diantaranya gangguan diri struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain – lain. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia. Stres psikis atau emosional Stres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologik atau ketidakmampuan kondisi psikologis atau penyesuaian diri seperti hubungan interpersional, social budaya atau faktor keagamaan. Gejala-gejala Stres Kerja Menurut Braham (dalam Handoyo, 2000), gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini: a. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kuiit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.
b. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental. c. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. d. Interpersonal, yailu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain. Cooper dan Straw (1995) membagi gejala stres kerja menjadi tiga yaitu: a. Gejala fisik Gejala stres menyangkut fisik bisa mencakup: nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan terganggu, mencret- mencret, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala, salah urat, gelisah. b. Gejala- gejala dalam wujud perilaku Banyak gejala stres yang menjelma dalam wujud perilaku, mencakup: Perasaan, berupa: bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, tak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal, tak menarik, kehilangan semangat. Kesulitan dalam: berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat keputusan. Hilangnya: kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap orang lain. c. Gejala- gejala di tempat kerja Sebagian besar waktu bagi pegawai berada di tempat kerja, dan jika dalam keadaan stres, gejala- gejala dapat mempengaruhi kita di tempat kerja, antara lain: kepuasan kerja rendah, kinerja yang menurun, semangat dan energi hilang, komunikasi tidak lancar, pengambilan keputusan kurang baik, kreatifitas dan inovasi berkurang, dan bergulat pada tugas- tugas yang tidak produktif. 3
Robbins (2005), mengelompokkan gejala stres kerja ke dalam tiga aspek, yaitu: Gejala fisiologikal Gejala termasuk dalam hal ini yaitu: 1) Sakit perut, 2) Detak jantung meningkat dan sesak nafas, 3) Tekanan darah meningkat, 4) Sakit kepala, 5) Serangan jantung. Simptom-simptom pada fisiologkal memang tidak banyak ditampilkan, karena menurut Robbin (2005) pada kenyataannya selain hal ini menjadi kontribusi terhadap kesukaran untuk mengukur stres kerja secara objektif. Hal yang lebih menarik lagi adalah simptom fisiologikal hanya mempunyai sedikit keterkaitan untuk mempelajari perilaku organisasi. Berikut ini ada dua kategori gejala dari stres kerja yang lebih penting yaitu: Gejala psikologikal Adapun gejala-gejalanya sebagai berikut: 1) Kecemasan, 2) ketegangan, 3) Kebosanan, 4) ketidakpuasan dalam bekerja, 5) irritabilitas, 6) menunda-nunda pekerjaan. Gejala-gejala psikis tersebut merupakan gejala yang paling sering dijumpai, dan diprediksikan dari terjadinya ketidakpuasan kerja. Pegawai kadang-kadang sudah berusaha untuk mengurangi gejala yang timbul, namun menemui kegagalan sehingga menimbulkan keputusasaan yang seolah-olah terus dipelajari, yang biasanya disebut dengan learned helplessness yang dapat mengarah pada gejala depresi (Robbin, 2005). Gejala Perilaku Gejala yang termasuk dalam gejala-gejala perilaku yaitu: 1) Meningkatnya ketergantungan pada alkohol dan konsumsi rokok, 2) Melakukan sabotase dalam pekerjaan, 3) Makan yang berlebihan ataupun mengurangi makan yang tidak wajar sebagai perilaku menarik dir., 4) Tingkat absensi meningkat dan performansi kerja menurun, 5) Gelisah dan mengalami gangguan tidur, 6) Berbicara cepat. Dari beberapa uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa stres kerja ditandai dengan gejala-gejala fisik, psikologis, dan perilaku.
Namun, untuk memudahkan pengukuran dan mendapatkan hasil penilaian yang obyektif, maka dalam pengukuran dapat digunakan aspek psikologis dan aspek perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi Stres Kerja Mangkunegara (2004) menyebutkan bahwa penyebab stres kerja, antara lain yaitu: beban kerja yang dirasakan terlalu berat, kualitas pengawasan yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pimpinan yang frustrasi dalam kerja. Khatibi, et al. (2009) menjelaskan bahwa stres kerja dapat dialami oleh pekerja karena ketidaksesuaian antara tuntutan organisasi dan kapasitas individu.Sumber stres kerja terdiri dari 3 faktor, yaitu faktor pekerjaan, faktor organisasi, dan faktor individual. Faktor pekerjaan, meliputi tugas pekerjaan, faktor lingkungan kerja dan faktor yang berhubungan dengan jadwal kerja mencakup variabel seperti tingkat kompleksitas pekerjaan, pekerjaan keragaman tugas, suhu, kebisingan, tingkat kebebasan dan waktu penyelesaian pekerjaan. Faktor individu, meliputi: konflik peran, ambiguitas peran, volume pekerjaan yang overload, perubahan rasa malu, kualitas hubungan interpersonal, kurangnya dukungan sosial dan jenis kepribadian. Faktor organisasi, meliputi: budaya dan manajemen dalam organisasi, partisipasi dalam pengambilan keputusan non, kurangnya komunikasi, kebijakan organisasi, gaya kepemimpinan, kesempatan untuk maju, kurangnya keamanan kerja. Sumber stres kerja dikenal dengan job stressor yang sangat beragam dan reaksinya beragam pula pada setiap orang. Berikut ini beberapa sumber stres kerja menurut Cary Cooper (dalam Rice, 1992) yaitu: Kondisi Kerja Kondisi kerja ini meliputi kondisi kerja quantitative work overload, qualitative
work overload,
assembli
line-
hysteria,
pengambilan
keputusan, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja, dan 5
kemajuan teknologi (technostres). Quantitative work overload Work overload (beban kerja yang berlebihan) biasanya terbagi dua, yaitu quantitative dan qualitative overload. Quantitative overload adalah ketika kerja fisik pegawai melebihi kemampuannya. Hal ini disebabkan karena pegawai harus menyelesaikan pekerjaan yang sangat banyak dalam waktu yang singkat. Qualitative overload terjadi ketika pekerjaan yang harus dilakukan oleh pegawai terlalu sulit dan kompleks. Assembly line-hysteria Beban kerja yang kurang dapat terjadi karena pekerjaan yang harus dilakukan tidak menantang atau pegawai tidak lagi tertarik dan perhatian terhadap pekerjaannya. Pengambilan keputusan dan tanggungjawab Pengambilan keputusan yang akan berdampak pada perusahaan dan pegawai sering membuat seorang manajer menjadi tertekan. Terlebih lagi apabila pengambilan putusan itu juga menuntut tanggungjawabnya, kemungkinan peningkatan stres juga dapat terjadi. Kondisi fisik yang berbahaya Deskripsi pekerjaan seperti SAR, Polisi, penjinak bom sering berhadapan dengan stres. Mereka harus siap menghadapi bahaya fisik sewaktu-waktu. Pembagian waktu kerja Pembagian waktu kerja kadang-kadang mengganggu ritme hidup pegawai sehari-hari, misalnya pegawai yang memperoleh jatah jam kerja berganti-ganti. Hal seperti ini tidak selalu berlaku sama bagi setiap orang yang ada yang mudah menyesuaikan diri, tetapi ada yang sulit sehingga menimbulkan persoalan. Stres karena kemajuan teknologi (technostres). Technostres adalah kondisi yang terjadi akibat ketidakmampuan individu atau organisasi menghadapi teknologi baru. Ambiguitas Dalam Berperan
Pegawai kadang tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh perusahaan, sehingga ia bekerja tanpa arah yang jelas. Kondisi ini akan menjadi ancaman bagi pegawai yang berada pada masa karier tengah baya, karena harus berhadapan dengan ketidakpastian. Akibatnya dapat menurunkan kinerja, meningkatkan ketegangan dan keinginan keluar dari
pekerjaan
Faktor Interpersonal Hubungan interpersonal dalam pekerjaan merupakan faktor penting untuk mencapai kepuasan kerja. Adanya dukungan sosial dari teman sekerja pihak manajemen maupun keluarga diyakini dapat menghambat timbulnya stres. Dengan demikian perlu kepedulian dari pihak manjemen pada pegawai agar selalu tercipta hubungan yang harmonis. Perkembangan Karier Pegawai biasnya mempunyai berbagai harapan dalam kehidupan karier kerjanya, yang ditujukan pada pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Apabila perusahaan tidak memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya: sistem promosi yang tidak jelas, pegawai akan merasa kehilangan harapan yang dapat menimbulkan gejala perilaku stres. Struktur Organisasi Struktur organisai berpotensi menimbulkan stres apabila diberlakukan secara kaku, pihak manajemen kurang memperdulikan inisiatif pegawai, tidak melibatkan pegawai dalam proses pengambilan keputusan dan tidak adanya dukungan bagi kreatifitas pegawai. Hubungan antara pekerjaan dan rumah Rumah adalah sebuah tempat yang nyaman yang memungkinkan membangun dan mengumpulkan semangat dari dalam diri individu untuk memenuhi kebutuhan luar. Ketika tekanan menyerang ketenangan seseorang, ini dapat memperkuat efek stres kerja. Kurangnya dukungan dari pasangan, konflik dalam rumah tangga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi stres dan karir. Menurut Hasibuan (2007) faktor-faktor yang menyebabkan stres 7
karyawan antara lain: Beban kerja yang sulit dan berlebihan. Tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan wajar. Waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai. Konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja. Balas jasa yang terlalu rendah. Masalah-masalah keluarga. Gibson, dkk, (2002) menjelaskan penyebab stress kerja (stresor pekerjaan) terdiri dari stressor lingkungan fisik, individu, kelompok, serta organisasional. Lingkungan Fisik Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab pegawai mudah jatuh
sakit,
mudah
stres,
sulit
berkonsentrasi
dan
menurunnya
produktivitas kerja. Jika ruangan kerja tidak nyaman, panas, cahaya, suhu, udara terpolusi, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, berisik, akan berpengaruhnya pada kenyamanan kerja pegawai. Individu Stressor pada tingkat individual diantaranya adalah konflik peran, peran ganda, beban kerja berlebih, tidak ada kontrol, tanggungjawab, kondisi kerja. Kelompok Karakteristik kelompok dapat menjadi stressor yang kuat bagi individu. Adanya hubungan yang buruk dengan rekan, bawahan, dan atasan merupakan faktor penting bagi individu dalam menghadapi permasalahan terkait dengan pekerjaannya. Organisasional Faktor-faktor stressor yang bersumber dari orgnanisasi antara lain: struktur yang buruk, politik yang jelek, tidak ada kebijakan khusus. Selain itu, Gibson, dkk, (2002) menambahkan faktor perbedaan individual juga memberikan pengaruh terhadap stress kerja yang dialami individu. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi kognitif/afektif dan demografi. Faktor kognitif/afektif termasuk diantaranya yaitu kepribadian
tipe A/B, daya tahan, dukungan sosial, serta afektivitas negatif. Faktor demografi, misalnya umur, jenis kelamin, pekerjaan, serta ras. Berdasarkan pendapat di atas, maka faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stress kerja, diantaranya yaitu: beban kerja yang berlebihan, kesempatan promosi, imbalan, kondisi kerja, tuntutan pekerjaan, dukungan sosial dari atasan, teman sekerja, dan keluarga, kepercayaan diri, karakteristik demografi, tipe kepribadian, serta pengetahuan individu. Hubungan Karakteristik Individu dengan Stres Kerja Perawat Pengertian karakteristik individu secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan fenomena dan menunjukkan karakter atau kualitas yang khas seseorang. Karakteristik individu yang terkait dengan stres kerja telah dibuktikan dari beberapa penelitian terdahulu. Dalam hal ini factor karakteristik individu yang dibahas adalah sebagai berikut: Umur Faktor perbedaan usia pegawai akan menyebabkan perbedaan dalam cara berkomunikasi dan kecepatan beradaptasi terhadap lingkungan kerja. Stres kerja yang tinggi dialami oleh pekerja yang berusia antara 26 hingga 30 tahun, sedangkan pekerja dengan usia di atas 56 tahun memiliki tingkat stress yang rendah (Wijono, 2006). Jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin juga cukup berpengaruh terhadap respon tindakan yang dilakukan pegawai untuk menghadapi stres kerja. Beberapa
penelitian
mendapatkan
bahwa
seringkali
pegawai
perempuan lebih sering menghadapi stres kerja karena perannya di tempat kerja dan di rumah. Peran ganda yang harus dijalani baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai pegawai seringkali memicu timbulnya stres kerja (Inayani, 2011). Namun, dalam penelitian Wijono (2006), Sutanto (2006), dan Rahmawati (2008), ditemukan bahwa laki-laki memiliki tingkat stress lebih tinggi dibanding perempuan. 9
Tingkat pendidikan Elkahlout & Algaed (2003) menemukan adanya pengaruh tingkat pendidikan terhadap stres kerja perawat di Arab Saudi. Sementara itu, penelitian Wijono (2006) menemukan bahwa subjek dengan tingkat pendidikan Sarjana mengalami stres kerja rendah, sedangkan subjek dengan tingkat pendidikan SMU/SMK dan Diploma mengalami stres kerja sedang. Status menikah Dalam penelitian Rahmawati (2008) diketahui bahwa subjek yang berstatus menikah memiliki tingkat stres lebih tinggi dibanding yang belum menikah. Status keluarga Pekerja wanita yang telah menikah dan punya anak memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih berat daripada wanita single. Peran ganda pun dialami oleh wanita tersebut karena selain berperan di dalam keluarga, wanita tersebut juga berperan di dalam karirnya. Konflik pekerjaan-keluarga menjelaskan terjadinya benturan antara tanggung jawab pekerjaan dirumah atau kehidupan rumah tangga (Frone & Cooper,
1994).
Pekerja
yang
tidak
dapat
membagi
atau
menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu konflik keluarga maupun konflik pekerjaan. Jabatan Dalam penelitian Wijono (2006) ditemukan bahwa subjek yang mengalami stres kerja rendah didominasi oleh jenis jabatan manajer divisi, sedangkan subjek yang mengalami stres kerja sedang ada dalam jenis jabatan kepala bagian dan kepala unit. Sebaliknya, subjek yang mengalami stres kerja tinggi berada pada jenis jabatan kepala divisi dan kepala supervisor. Pengalaman kerja Pengalaman kerja menunjukkan ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas
Stress Proses penilaian bagaimana individu merasakan stressor pekerjaan Demografi Konsekuensi Subyektif Umur suatu pekerjaan. Dalam penelitian Wijono (2006) diketahui bahwa Ketakutan Jenis kelamin Apatis Pekerjaan pekerja yang mengalami stres kerja rendah mempunyai pengalaman Individu Tingkat pendidikan Alkoholisme kerja yang lama (>30 tahun). Status menikah kerja berlebih, tidak ada kontrol, tanggungjawab, kondisi kerja) Ketergantungan obat Status keluarga Kecelakaan kerja n, bawahan, dan atasan) Jabatan Kognitif Kerangka Pengalaman kerjaTeori Konsentrasi rendah elek, tidak ada kebijakan khusus) Hambatan Letih Fisiologis Tekanan darah naik Gangguan jantung Organisasional Produktivitas rendah Absensi Tindakan Hukum
Gambar 2.1 Kerangka Teori Model stres kerja (Gibson, dkk, 2002 dan Robbin, 2005)
11
Stresskerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar Perbedaan Karakteristik Demografi Umur Jenis kelamin Kerangka Konsep Tingkat pendidikan Status menikah Status keluarga Jabatan Pengalaman kerja di Indonesia Lama kerja di Qatar
Gambar 2.2
Kerangka Konsep Variabel Penelitian Variabel bebas: karakteristik indiviu Variabel terikat
: stress kerja perawat
Hipotesa Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori yang telah dipaparkan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik jenis kelamin dengan tingkat stress kerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar. H2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik umur dengan tingkat stress kerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar. H3 : Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik tingkat pendidikan dengan tingkat stress kerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar. H4 : Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik status menikah dengan tingkat stress kerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar. H5 : Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik status keluarga dengan tingkat stress kerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar.
H6 : Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik jabatan dengan tingkat stress kerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar. H7 : Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pengalaman kerja di Indonesia dengan tingkat stress kerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar. H8 : Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik lama kerja di Qatar dengan tingkat stress kerja perawat Indonesia yang bekerja di Qatar.
13