BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Reksa dana Alternatif investasi yang tengah digalakan bagi masyarakat luas adalah reksa dana. Berdasarkan UU no. 9/1995 pasal 1 ayat 27 disebutkan reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal dan kemudian selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manager investasi. Efek yang diperdagangkan dalam membentuk portofolio reksa dana adalah efek yang diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang. Jenis instrumennya dapat berupa Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, commercial paper dan obligasi, serta saham. Investasi tersebut mempunyai jangka waktu pendek, menengah dan panjang. Namun, umumnya reksa dana diinvestasikan pada instrumen berjangka waktu menengah dan panjang dengan harapan memeperoleh pengembalian (return) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan invesatsinya yang dilakukan dalam jangka waktu pendek.
II.2 Industri Reksa dana di indonesia Reksa dana yang dimulai banyak didirikan pada tahun 1996 sesungguhnya bukanlah hal yang baru diindonesia. Reksa dana telah hadir di Indonesia sejak tahun
1977 melalui PT Danareksa yang instrumennya disebut sertifikat danareksa. Namun, pada waktu itu belum bervariasi dan penyebarannya masih sangat terbatas akibat berbagai kendala. Kemudian pada tahun 1995 berdiri sebuah reksa dana tertutup yaitu PT BDNI Reksa Dana. Berdirinya reksa dana ini merupakan cikal bakal semaraknya reksa dana di Indonesia. Pendirian reksa dana terus berkembang dimana 25 reksa dana in dikelola oleh 12 manajer investasi. Krisis keuangan pada tahun 1997 di Indonesia dan dengan kebijakan pemerintah mengeluarkan kebijakan memperbesar rentang band dollar menjadi 12%, dan tingkat bunga mengalami kenaikan sehingga masyarakat menarik dananya dari reksa dana dan diakhir tahun 1997 total nilai aktiva bersih reksa dana turun menjadi Rp 4,9 triliun. Sampai akhir 1998 nilai aktiva bersih reksa dana mengalami penurunan menjadi Rp 3 triliun yang di picu oleh tingginya tingkat suku bunga yang mencapai 70 persen yang membuat investor lebih memilih untuk berinvestasi di deposito di bandingkan reksa dana. Pada tahun 2001 reksa dana mengalami pertumbuhan yang normal dengan total nilai aktiva bersih menjadi Rp 8 triliun dengan jumlah reksa dana menjadi 108 reksa dana. Perkembangan reksa dana ini terus bertambah dengan berbagai inovasi yang dilakukan manajer investasi. Para manajer investasi melakukan kerjasama dengan perbankan untuk menjual reksa dana sehingga total reksa dana mengalami peningkatan yang cukup tajam menjadi Rp 46,6 triliun dengan jumlah reksa dana sebanyak 131 reksa dana.
II.3 Jenis-jenis Reksa dana Bodie, et.al (2005) membagi reksa dana ke dalam 7 jenis reksa dana berdasarkan instrumen efek pembentuk portofolio reksa dana dan imbal hasil yang diberikan oleh reksa dana tersebut. Reksa dana menurut Bodie et.al yaitu: 1. Reksa dana pasar uang Dana yang diperoleh oleh para investor di investasikan kedalam efek-efek pasar uang. Keunggulan dari reksa dana in adalah risiko yang ditanggung investor sangat kecil, namun kelemahannya yaitu memiliki tingkat imbal hasil yang kecil pula. 2. Reksa dana pendapatan tetap Sebagian besar dana ditempatkan pada instrumen pendapatan tetap, seperti pada obligasi pemerintah maupun obligasi perusahaan. Pada umumnya obligasi memberikan pembayaran per periode dalam jumlah yang tetap, sehingga investor reksa dana ini memperoleh pendapatan periodik yang jumlah tetap pula. 3. Reksa dana Campuran Dana diinvestasikan ke dalam instrumen pendapatan tetap dan instrumen saham dengan komposisi yang relatif sama. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan dari pokok dana investasi sekaligus mengejar imbal hasil yang lebih tinggi.
4. Reksa dana Saham Dana diinvestasikan sebagian besar pada saham-saham yang dimasa mendatang akan diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dari pada umumnya. Sekitar 4-5% dari dana tersebut akan ditempatkan pada efek pasar uang untuk menjaga likuiditas akibat penarikan dana yang dilakukan oleh para investor. 5. International Fund Dana ditempatkan pada instrumen-instrumen efek yang bukan berasal dari negara penerbit obligasi. Contohnya seperti manajer investasi yang berlokasi di Indonesia yang membeli efek-efek portofolio reksa dana dari bursa di Jepang. 6. Asset allocation and flexible fund Serupa dengan reksa dana campuran yang diinvestasikan dalam efek saham dan obligasi sekaligus tetapi juga difokuskan pada suatu sektor yang potensial sesuai dengan perkiraan manajer investasi. Pada reksa dana ini kemampuan market timing mutlak diperlukan. 7. Reksa dana Indeks Pada reksa dana ini dana diinvestasikan pada indeks pasar saham, maupun indeks obligasi. Reksa dana ini ditawarkan kepada investor kecil karena kecilnya biaya investasi dan cenderung menggunakan passive investment strategy tanpa perlu membuat suatu analisa pilihan efek.
Selanjutnya, Manurung (2007) mengelompokkan reksa dana berdasarkan risiko dan reksa dana tersebut. Risiko tersebut dikelompokkan dari yang terendah sampai tertinggi berdasarkan jenis instrumen yang menjadi investasi reksa dana tersebut. Bila reksa dana tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat pengembalian dan risiko maka reksa dana yang mempunyai tingkat pengembalian yang rendah dan risiko rendah dikenal dengan reksa dana Pasar Uang. Kemudian, risikonya lebih tinggi dan tingkat pengembaliannya sedikit lebih tinggi dikenal dengan Reksa dana Obligasi. Risiko lebih tinggi dan tingkat pengembalian lebih tinggi maka reksa dana disebut sudah memasuki reksa dana campuran yaitu campuran instrumen saham dan instrumen berpendapatan tetap. Kemudian reksa dana yang mempunyai risiko tinggi dan tingkat pengembalian tinggi disebut dengan reksa dana pertumbuhan agresif. Jenis reksa dana tersebut dapat diperhatikan paga gambar 1.1. Gambar 1.1 Jenis Reksa Dana Berdasarkan Tingkat Pengembalian dan Risiko Tingkat Pengembalian
Reksa Dana Pertumbuhan Agresif Reksa Dana Pertumbuhan Reksa Dana Pertumbuhan dan pendapatan Reksa Dana Pendapatan Reksa Dana Seimbang Reksa Dana Obligasi Reksa Dana Pasar Uang Risiko Sumber : Adler Manurung, Reksa dana Investasiku, 2007
II.4
Pemilihan Reksa Dana Manurung (2002) menjelaskan bahwa ada beberapa aspek penting yang harus
diperhatikan oleh investor dalam memilih investasi ke dalam reksa dana yaitu; pertama, menentukan tujuan investasi dimana dalam tahapan ini sudah terkandung bahwa dana yang dimiliki untuk investasi jangka menengah atau panjang. Aspek kedua yaitu membandingkan sekelompok reksa dana yang akan di investasikan. Untuk lebih baik, jangan menginvestasikan hanaya pada satu reksa dana supaya terjadi diversivikasi. Aspek ketiga yaitu mengenali pengelola reksa dana. Pengelola reksa dana baik secara perorangan maupun perusahaan perlu diketahui dengan cermat melalui membaca prospektus dari reksa dana tersebut. Aspek keempat yaitu sponsor dari reksa dana. Sponsor reksa dana menjadi sebuah kriteria untuk melihat seberapa jauh komitmen dan bonafiditas dari sponsor tersebut, karena berdirinya reksa dana tidak terlepas dari pengorbanan sponsor. Aspek kelima yaitu pengalaman mengelola dana atau sering dikenal dalam bahasa Inggris yaitu track recorddari pengelola dana tersebut, sebaiknya track record dalam mengelola dana di Indonesia. Aspek keenam yaitu kemudahan melakukan transaksi untuk membeli dan meredeem reksa dana tersebut serta jasa pelayanan yang diberikan manajer investasi. Aspek ketujuh, yaitu jumlah investor perorangan dari reksa dana yang bersangkutan. Jumlah investor reksa dana ini sangat penting karena semakin banyak
pemegang reksa dananya maka stabilitas dari reksa dana tersebut terjamin dan penurunan nilai aktiva yang tajam tidak terjadi.
II.5
Risiko Karena keputusan investasi dilakukan sekarang, sedangkan return baru akan
diperoleh di masa yang akan datang yang diliputi ketidakpastian, maka keputusan investasi tersebut mengandung risiko. Marzuki Usman (1994) menyatakan, risiko yang mungkin dihadapi investor antara lain : a) Risiko daya beli (Purchasing Power Risk) Sifat investor dalam menangani faktor risiko di pasar modal terdiri dari 2 (dua), yaitu investor yang tidak menyukai risiko (risk averter) dan investor yang menyukai risiko (risk taker). Bagi risk averter akan memilih jenis investasi yang memberikan keuntungan minimal sama dengan investasi sebelumnya. Investor mengharapkan mendapatkan return yang tidak terlalu lama, karena khawatir adanya inflasi yang tinggi, menyebabkan pendapatan riil yang diperoleh menjadi kecil. b) Risiko Bisnis Risiko bisnis adalah suatu risiko menurunnya kemampuan mendapatkan laba yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuan perusahaan membayar bunga atau dividen.
c) Risiko Tingkat Bunga Kenaikan tingkat bunga umumnya menyebabkan menurunnya harga-harga saham di pasar modal. d) Risiko Pasar (Market Risk) Apabila pasar bergairah (bullish) umumnya hampir semua harga saham di pasar modal mengalami kenaikan. Sebaliknya apabila kondisi pasar lesu (bearish), harga saham juga cenderung mengalami penurunan. e) Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) Risiko ini berkaitan dengan kemampuan suatu surat berharga untuk dapat segera diperjualbelikan dengan tanpa mengalami suatu kerugian yang berarti. Ukuran-ukuran yang biasa dipakai untuk mengukur risiko-risiko diatas adalah besarnya penyimpangan return aktual terhadap return yang diharapkan (expected return) sebagai akibat terjadinya kemungkinan sukses atau gagalnya investasi yang dilakukan. Risiko saham biasa diukur dengan menggunakan pengukuran variance (varians) atau standar deviasi. Dengan demikian, adanya unsur ketidakpastian dalam investasi membuat investor tidak hanya berpikir semata mata return saja, tetapi juga mempertimbangkan adanya risiko investasi. Risiko investasi dapat pula dikelompokkan menjadi risiko sistematis dan risiko yang tidak sistematis. Risiko sistematis adalah merupakan risiko yang tidak dapat dihindari sebagai akibat perubahan kondisi perekonomian nasional, regional dan global yang tidak sesuai dengan harapan. Penting bagi investor nasional untuk
memprediksi kondisi perekonomian nasional, regional dan global, karena aktivitas ekonomi tersebut akan mempengaruhi industri dan perusahaan dalam pencapaian laba dan akhirnya akan mempengaruhi fluktuasi harga saham perusahaan. Risiko non sistematis adalah risiko yang timbul dari faktor internal dan eksternal perusahaan (faktor mikro). Adanya moral hazzard dalam perusahaan, semakin tingginya tingkat persaingan, risiko usaha, cepatnya perkembangan teknologi akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan harga sahamnya.
II.6 Strategi aktif II.6.1
Strategi Aktif Pemilihan Sekuritas
Strategi aktif pemilihan sekuritas dengan model Treynor Black bertujuan untuk mengoptimalkan mean variance dari portofolio berrisiko, sehingga didapat Capital Allocation Line yang lebih baik daripada Capital Market Line. Dari sekuritassekuritas yang ada di pasar dipilih sekuritas-sekuritas yang mispriced (undervalued) yang diharapkan akan memberikan abnormal return atau extra exected return. Namun tidak seluruh sekuritas tersebut dipilih dan disusun dalam satu portofolio tersendiri, karena pertimbangan biaya analisa yang harus dilakukannya dan prinsip diversifikasi. Akan tetapi hasil dari pemilihan sekuritas tersebut akan digabung dengan portofolio indeks pasar untuk membentuk satu portofolio aktiva berrisiko yang lebih baik.
Model Treynor Black mengasumsikan bahwa pasar modal mendekati efisien. Prinsip-prinsip dasarnya adalah sebagai berikut : a. Analisa sekuritas hanya bisa dilakukan pada sebagian kecil sekuritas saja. Sekuritas-sekuritas lainnya yang tidak dianalisa dianggap berharga wajar. b. Untuk mendapatkan diversifikasi yang efisien, maka digunakan portofolio indeks pasar sebagai portofolio dasar. Portofolio indeks pasar ini disebut portofolio pasif. c. Perkiraan harapan hasil investasi dan varian dari portofolio indeks pasar sudah tersedia. d. Tujuan dari analisa sekuritas adalah untuk membentuk satu portofolio aktif dari sejumlah kecil sekuritas yang dipilih tersebut adalah sekuritas yang mispriced. e. Perkiraan makro ekonomi untuk portofolio pasif dan perkiraan makro dan mikro ekonomi untuk portofolio aktif digunakan untuk menentukan portofolio optimal yang berrisiko, yang merupakan gabungan dari portofolio aktif dan portofolio pasif. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa sekuritas menurut Treynor Black adalah sebagai berikut: a. Memperkirakan beta dan residual dari setiap sekuritas yang akan dianalisa. Sedangkan required rate of return dari setiap sekuritas dihitung dari beta dan perkiraan makro, serta excess market return b. Dengan derajad mispricing tertentu untuk setiap sekuritas, expected return dan expected abnormal return dapat ditentukan (alpha).
c. Dengan menggunakan nilai perkiraan alpha, beta dan residual risk dari setiap sekuritas yang dianalisa, maka bobot optimal dari setiap sekuritas dalam portofolio aktif dapat ditentukan. d. Memperkirakan alpha, beta dan residual risk dari portofolio aktif sesuai dengan bobot sekuritas dalam portofolio. Untuk setiap sekuritas yang dianalisa misalkan sekuritas “K” dinyatakan tingkat hasil investasinya (rate of return) sebagai :
rk = rf + βk (rm-rf) + ek + αk ............................................................(2-1) Dimana :
rf adalah tingkat bunga bebas risiko βk adalah risiko sistematis rm adalah tingkat hasil investasi pada portofolio indeks pasar ek adalah firm specific disturbance atau non systematic components of return αk adalah extra expected return atau abnormal return Jadi, untuk setiap sekuritas yang dianalisa, harus diperkirakan nilai-nilai dari αk,
βk, σ2 (ek). Bila semua nilai αk sama dengan nol, maka portofolio yang optimal. Tetapi pada umumnya αk bernilai positif atau negatif. Kumpulan dari sekuritas-sekuritas yang dianalisa tersebut akan membentuk suatu portofolio aktif, misalkan portofolio A. Portofolio A ini akan membentuk suatu efficient frontier yang terletak diatas effiecient frontier portofolio indeks pasar. Akibatnya portofolio A mempunyai Capital Allocation Line (CAL) yang terletak
diatas Capital Market Line (CML). Hal ini disebabkan karena portofolio A disusun dari sekuritas-sekuritas dengan nilai α positif, sedangkan semua sekuritas membentuk portofolio indeks pasar diasumsikan mempunyai nilai alpha sama dengan nol. Harapan tingkat hasil investasi(expected return) portofolio A adalah : E(rA) = αA + rf+ βA [E(rM) – rf] ..................................................................(2-2) Sedangkan total varian portofolio aktif A terdiri dari komponen varian sistematik σ2(eA). Kovarian portofolio aktif A dengan portofolio pasar adalah β2 σ2M Portofolio aktif A bukan merupakan portofolio yang optimal karena tidak memenuhi kriteria diversifikasi. Oleh karena itu portofolio A ini digabung dengan portofolio indeks pasar sehingga membentuk satu portofolio yang optimal. Misalkan W bagian di portofolio aktif A, dan (1-w) di portofolio indeks pasar, maka tingkat hasil investasinya dinyatakan sebagai berikut : rp = W + rA + (1-w) rM ....................................................................................(2-3) Dengan tujuan untuk mengoptimalkan Sharpe’s Measure dari portofolio optimal tersebut, maka akan didapat 1 bobot optimal W*, sehingga terbentuk 1 CAL yang menyinggung efficient frontier portofolio A. W* = Wo / 1+(1-βA). Wo...................................................................................(2-4) Atau Wo = ((αA / σ2(eA)) / [E (rm) - rf] / σ2m ...........................................................(2-5) Dari persamaan 2-5 terlihat bahwa bagian pembilan merupakan reward dari mispricing terhadap risiko non sistematis. Reward ini dibagi dengan reward to variability portofolio indeks pasar. Hal ini disebabkan karena Wo adalah bobot optimal di portofolio aktif A, bila beta portofolio aktif sama dengan nol.
Reward to variability ratio dari portofolio optimal ini terdiri dari Sharpe’s Measure dari portofolio pasif dan aktif. S2p = S2m + (αA / σ2(eA)) S2p = [(E (rm) – rf) / rm]2 + [αA / α (eA)]2........................................................(2-6) Dari persamaan 2-6 terlihat bahwa portofolio optimal mempunyai Sharpe’s Measure lebih tinggi dari portofolio indeks pasar, sebesar αA / α (EA). Ratio alpha terhadap residual standard deviation ini akan maksimal bila untuk setiap sekuritas yang dianalisa (misalkan sekuritas ‘K’ dari jumlah ‘n’ sekuritas) memenuhi syarat pembobotan sebagai berikut : Wk = (αk / σ2 (ek)) / ∑in α1 / σ2 (ei) .................................................................(2-7) Persamaan 2-7 menunjukkan bahwa bobot setiap sekuritas dalam portofolio aktif tergantung pada rasio derajad kesalahan harga sekuritas (αk), terhadap risiko non sistematis (σ2 (ek)). Kembali pada persamaan 2-6, Sharpe’s Measure dari portofolio optimal mengalami peningkatan terhadap Sharpe’s Measure portofolio pasif yang dikuadratkan, sebesar [αA / σ (eA)]2. Rasio ini menjadi ukuran kinerja dari portofolio aktif dan disebut appraisal ratio. Untuk setiap sekuritas yang dianalisa dapat dihitung konstribusinya pada kinerja portofolio aktif. Misalkan terdapat ‘n’ sekuritas yang dianalisa, maka appraisal ratio portofolio aktif tersebut sama dengan jumlah appraisal ratio dari setiap sekuritas [αA / σ (eA)]2 = ∑in [αi / σ (ei)]2 ......................................................................(2-8)
Appraisal ratio dari setiap sekuritas merupakan ukuran konstribusi sekuritas kepada kinerja portofolio aktif.
II.6.2 Strategi Aktif Market timing Market timing merupakan strategi aktif dalam mengelola portofolio, dimana manajer investasi memindahkan atau memperbesar bobot dana dalam suatu aktiva yang diperkirakan akan memberikan hasil investasi yang lebih tinggi. Perubahan pembobotan dana ini bisa dilakukan diantara aktiva bebas risiko di pasar uang dan aktiva berisiko di pasar modal, antara aktiva berpendapatan tetap (obligasi) dan aktiva ekuitas di dalam satu aktiva berisiko, atau antara satu ekuitas sektor tertentu dan sektor lainnya di dalam 1 aktiva ekuitas yang merupakan bagian dari satu aktiva berisiko. Perubahan pembobotan ini dengan sendirinya merubah beta portofolio dan harapan hasil investasi. Pengambilan keputusan market timing didasari pada peramalan perubahan parameter-parameter ekonomi makro yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat hasil investasi pasar uang dan pasar modal. Bahkan perubahan parameter-parameter ekonomi makro tersebut akan berdampak pada sektor-sektor industri yang sensitif dan mempengaruhi tingkat pengembalian efek ekuitas per sektoral bahkan persaham. Bila pasar modal diperkirakan akan bullish, maka strategi market timing akan mengubah portofolionya sehingga beta portofolio akan dirubah menjadi lebih kecil. Keputusan Manajer Investasi dalam merubah beta portofolio, biasanya dilakukan dengan mengubah komposisi antara aktiva bebas risiko dan aktiva berisiko
atau antara aktiva berpendapatan tetap dan aktiva ekuitas. Sedangkan perubahan komposisi dalam aktiva ekuitas merupakan keputusan dalam memperbaiki kualitas aktiva berisiko, bukan untuk tujuan market timing. Tingkat keberhasilan menerapkan strategi market timing ditentukan oleh keberhasilan memperkirakan tingkat kembalian di pasar uang dan pasar modal. Oleh karena itu untuk mengukur kemampuan market timing, diperlukan proporsi peramalan (forecast) yang benar tentang bull market dimana tingkat hasil investasi pada portofolio indeks pasar di pasar modal lebih besar daripada tingkat bunga bebas risiko di pasar uang, dan proporsi peramalan yang benar tentang bear market, dimana tingkat hasil investasi pada portofolio indeks pasar di pasar modal lebih kecil daripada tingkat bunga bebas risiko di pasar uang. Misalkan γ(t) adalah var peramalan market timing (Manajer Investasi yang menerapkan strategi market timing), dimana γ(t) = 1 bila peramalan yang dibuat pada saat (t-1) untuk periode t, benar terjadi bahwa Zm > R(t), sehingga probabilitas γ yang bersyarat pada tingkat kembalian hasil investasi pasar didefinisikan sebagai : P1 (t)
= Prob [γ (t) = 0 | Zm (t) ≤ R (t)]
1-P1 (t)
= Prob [γ (t) = 0 | Zm (t) ≤ R (t)]
P2 (t)
= Prob [γ (t) = 0 | Zm (t) > R (t)]
1 - P2 (t) = Prob [γ (t) = 0 | Zm (t) > R (t)] ................................................... (2-9) Dengan demikian P1(t) adalah probabilitas bersyarat dari peramalan yang benar dengan syarat Zm ≤ R(t). Dan P2(t) adalah probabilitas bersyarat dari peramalan yang benar dengan syarat Zm > R(t). Dalam hal ini diasumsikan bahwa baik P1(t) dan P2(t)
tidak tergantung dari besarnya | Zm - R(t)|, sehingga P1(t) + P2(t) dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan peramalan dalam strategi market timing.
II.6.3 Penilaian Kinerja Portofolio Yang Dikelola Secara Aktif Menurut Zvi Bodie (2003), penilaian kinerja portofolio pasif yang memounyai mean variance konstan dapat dibenarkan secara statistik untuk interval waktu pengukuran yang tidak terlalu panjang. Namun untuk portofolio yang dikelola secara aktif, dimana komposisinya sering berubah, maka penilaian kinerja portofolio berdasarkan asumsi mean variance yang konstan tidak dapat dibenarkan. Bila asumsi mean variance portofolio aktif konstan, maka perubahan tingkat hasil investasi (mean return) yang disebabkan oleh perubahan pada pembobotan dana pada portofolio tidak dianggap sebagai suatu strategi. Sehingga seakan-akan strategi aktif kelihatan lebih berisiko dan memberikan Sharpe’s Measure yang lebih rendah dari sebenarnya. Oleh karena itu untuk mengukur kinerja portofolio yang dikelola secara aktif harus digunakan pendekatan pada tingkat kesuksesan melakukan strategi perubahan pembobotan (market timing) yang tercermin pada tingkat hasil investasi dari portofolio tersebut relatif terhadap tingkat hasil investasi dari portofolio tersebut relatif terhadap tingkat hasil investasi pada portofolio indeks pasar. Selain itu kualitas portofolio aktif yang ditentukan oleh pemilihan sekuritas sehingga membentuk CAL yang lebih baik, juga harus diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja portofolio secara keseluruhan. Dengan pendekatan ini, maka kinerja
portofolio yang dikelola secara aktif bisa dinilai berdasarkan data-data lampau excess return relatif terhadap bunga bebas risiko.
II.6.4 Penilaian Kemampuan Market timing Menurut Henrikkson & Merton (1984), mengembangkan prosedur statistik untuk menilai kemampuan market timing dengan test parametrik dan non parametrik. Bila peramalan-peramalan yang dilakukan Manajer Investasi bisa diamati, maka prosedur non parametrik dapat digunakan tanpa harus memperhitungkan distribusi tingkat hasil investasi. Namun bila peramalan-peramalan tersebut tidak diamati, maka prosedur parametrik dapat digunakan dengan asumsi pada model CAPM ataupun model multifaktor. Prosedur parametrik dapat digunakan untuk mengukur kemampuan market timing dengan menggunakan data-data tingkat hasil investasi portofolio di masa lalu secara urut waktu (time series). Dengan menggunakan kerangka CAPM, dimana bentuk keseimbangan tingkat hasil investasi sekuritas akan konsisten dengan Security Market Line, maka persamaan regresi untuk tingkat hasil investasi dapat dinyatakan sebagai berikut : Zp(t) – R(t) = (α + β) . ( x (t) +ε (t) ............................................................(2-10) Dimana, Zp(t) = realized return dari portofolio x(t) = Zm(t) – R(t) adalah realized excess return dari portofolio indeks pasar
ε (t) adalah bentuk acak residual, yang diasumsikan memenuhi kondisi sebagai berikut : E[ε (t)] = 0, E[ε (t)|x(t)] = 0, E[ε (t)| ε (i-t)] = 0, dimana i = 1, 2, 3 ........................................................(2-11)
Model Henrikkson & Merton mengasumsikan bahwa perbedaan tingkat risiko sistematis portofolio yang dipilih oleh Manajer Investasi merupakan fungsi dari peramalan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka model ini adalah mengasumsikan ada dua (2) target tingkat risiko yang tergantung pada peramalan apakah tingkat harapan tingkat investasi pada portofolio indeks pasar lebih besar daripada tingkat bunga bebas risiko. Jika ada satu target beta, bila diperkirakan Zm(t) > R(t) dan 1 target beta lainnya untuk Zm(t) ≤ R(t). Misal η1 menyatakan target beta portofolio yang dipilih bila diperkirakan Zm(t) ≤ R(t) dan η2 menyatakan target beta portofolio yang dipilih bila diperkirakan Zm(t) > R(t). Bila β (t) adalah beta portofolio pada saat t, maka β(t) = η1 untuk peramalan down market dan β(t) = η2 untuk peramalan up market. Untuk peramalan yang rasional maka η2 > η1. Dengan asumsi bahwa β(t) tidak bisa diamati, maka β(t) merupakan suatu varied random. Misalkan b adalah nilai harapan tidak bersyarat (unconditional) dari β(t), maka b dapat dinyatakan : b = q [P1 η1 + (1-P1) η2] + (1+q) [P2 η2 + (1-P2) η1]............................... (2-12) Dimana
q adalah peramalan atau probabilitas tidak bersyarat sehingga Zm(t) ≤ R(t) Misalkan variabel acak θ(t) = [β(t) - b], maka θ(t) merupakan anticipated component of beta, dan distribusinya bisa dinyatakan sebagai berikut : Bersyarat pada x(t) ≤ 0, θ = θ1 θ2 = η 1 − η 2[1 − qP1 − (1 − q )(1 − P 2 ) , dengan probabilitas = P1 θ1 =
, dengan probabilitas
Bersyarat pada
........(2-13)
,
= , dengan probabilitas = , dengan probabilitas =
.......................................................(2-14)
Dari persamaan 2-13 dan 2-14 tersebut dengan bersyarat pada nilai harapan E
, maka
dapat dinyatakan sebagai berikut : ,
E
, untuk
, .................(2-15)
, untuk
,................ (2-16)
E E
Tingkat hasil investasi portofolio per periode dan peramalan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk :
..........................................(2-17) Dimana, adalah harapan penambahan tingkat hasil investasi pada portofolio dari proses pemilihan sekuritas (microforecasting). adalah bentuk acak residual. Dengan analisa regresi variabel dummy (least squared regression) dapat dipisahkan
penambahan
kinerja
portofolio
dari
proses
pemilihan
sekuritas(microprocessing). Spesifikasi regresi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : ........................................(2-18) Dimana,
Dari persamaan 2-18 tersebut, nilai harapan tingkat hasil investasi portofolio yang bersyarat pada x(t) > 0, dapat dinyatakan sebagai berikut : a
................................................(2-19) Sedangkan nilai harapan tingkat hasil investasi yang bersyarat pada
,
ditulis sebagai berikut: ......................................(2-20) Untuk menganalisa koefisien-koefisien regresi dan bentuk kesalahan (error term) dari hasil bersamaan 2-18, maka varian dan kovarian bentuk nilai harapan dan varian dari variabel acak sebagai berikut :
dan
(t). Dimana
dan
didefinisikan
min max
.................................................................................(2-21)
Sedangkan varian dan kovarian dari variabel-variabel pada persamaan 2-18, dinyatakan sebagai berikut: , i = 1, 2 . . . ......................(2-22) Dari persamaan 2-18 dan 2-22, perkiraan varian dummy pada sampel besar untuk dan
dapat dinyatakan sebagai berikut : =
, ,
=
..................................................................................(2-23) =
,
= =
.....................................................................(2-24)
Kemampuan market timing dinyatakan oleh
pada persamaan 2-24. Nilai
akan sama dengan nol, bila tidak kemampuan market timing atau bila Manajer Investasi tidak melakukan suatu tindakan apapun atas ramalan-ramalannya. Tidak
mempunyai kemampuan market timing berarti
, sedangkan tidak
melakukan tindakan atas ramalan-ramalannya berari
.
Nilai negatif dari perkiraan koefisien regresi
tidak berarti bahwa
kemampuan market timing nya sama dengan negatif. Hal ini disebabkan karena bila , akan melanggar asumsi
dan
. Oleh karena itu
perlu dilakukan uji tingkat signifikansi untuk mengetahui apakah benar nilai
tidak
sama dengan nol. Dengan transformasi linier persamaan 2-18 dapat dituliskan dalam bentuk lain sebagai berikut :
......................(2-25) Dimana,
Bila x(t) > 0, maka
dan
(t) dan x (t), sehingga
merupakan
intepretasi intuitif sehingga beta reksa dana untuk up market dan down market. Sebaliknya bila x (t)
0, maka
merupakan interpretasi intuitif
sehingga beta untuk market return. Untuk jumlah sampel yang besar, perkiraan regresi
dan
akan sesuai
dengan interpretasi tersebut. Sehingga dapat dituliskan sebagai berikut : = =
..........................................................(2-26)
..........................................................(2-27) Dimana,
Jadi penilaian kemampuan market timing dengan menggunakan spesifikasi tersebut, berarti membuktikan apakah benar
lebih besar daripada
. Hal ini
berarti membuktikan apakah benar bahwa beta portofolio lebih besar daripada saat up market daripada saat down market. Menurut Sharpe (1995), ada dua yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan market timing yang dilakukan oleh Manajer Investasi, dimana secara statistik digunakan parameter pengukuran a,b, dan c yaitu :
a. Regresi Kuadratik ...........................(2-28) b. Regresi Variabel Dummy ..............(2-29)
Dimana
merupakan random error term, dan
adalah “dummy variable”,
dengan memberikan nilai nol (0) untuk setiap periode t ketika down market (bear market) dan nilai minus (-1) untuk periode t pada saat atau pada saat up market (bull market).
atau pada
II.6.5 Penilaian Tingkat Keberhasilan Sekuritas Peningkatan kinerja portofolio yang disumbangkan oleh proses pemilihan sekuritas (microforecasting) juga bisa diukur dengan menggunakan persamaan 2-18. Perkiraan variabel dummy untuk sampel besar dari
dapat dinyatakan sebagai
berikut : ..........................................(2-30) Dengan demikian dari persamaan 2-26, 2-27, dan 2-28, model regresi pada persamaan
2-18
dapat
digunakan
untuk
memperkirakan
kontribusi
dan
microforecasting (proses pemilihan sekuritas) dan macroforecasting (market timing) pada kinerja portofolio secara keseluruhan.
II.6.6 Bentuk Kesalahan Bentuk kesalahan dalam persamaan 2-18, merupakan kesalahan perkiraan nilai beta (
) terhadap nilai beta yang sebenarnya (
) sebenarnya
didefinisikan : , bila
, dan peramalan dari market timing tidak benar,
, bila sebaliknya, bila
, dan peramalan dari market timing benar,
, bila sebaliknya, , bila
, dan peramalan dari market timing tidak benar,
, bila sebaliknya, bila
, dan peramalan dari market timing benar,
, bila sebaliknya, Maka dapat dinyatakan : E(
)=
E(
) = 1-
E(
) = 1-P2
E(
) = P2 ...........................................................(2-31)
Dari persamaan 2-18, perkiraan kesalahan
untuk setiap periode dituliskan
sebagai berikut :
.....................................................................(2-32)
Dimana,
mencakup seluruh kesalahan yang dihasilkan dari perkiraan
mikro. Karena peramalan mikro independen terhadap x, maka
juga independen
terhadap x. Dalam ilmu statistika, menurut law of large numbers bila jumlah sampel pengamatan N sangat besar, maka
(
),
(
), (
), dan
(
) akan
mendekati nilai-nilai harapannya. Oleh karena itu dari persamaan 2-30, dapat ditulis sebagai berikut :
Jadi untuk jumlah sampel yang sangat besar, perkiraan koefisien koefisien dengan variabel dummy pada persamaan 2-18, akan menghasilkan perkiraan yang
tidak bias, tetapi karena
tidak statis sehingga standard deviasi dari
merupakan
fungsi |x(t)|, maka akan muncul heteroskedastisitas ini, maka dapat dilakukan dengan generalized least squared estimation.
II.7 Metode Penilaian Kinerja dengan Sharpe Measure Sharpe memperkenalkan pengukuran penyesuaian risiko yaitu reward to variability ratio (RVAR) pada tahun 1966. RVAR diperoleh dengan membandingkan rata-rata kelebihan tingkat keuntungan portofolio dari rata-rata tingkat bunga bebas risiko yang juga disebut premi risiko portofolio dengan risiko portofolio. Tujuan dari analisa koefisien Sharpe adalah untuk mengukur sejauh mana diversivikasi portofolio kombinasi yang optimal dapat menghasilkan keuntungan dengan risiko tertentu. Sharpe’s Measure menyajikan suatu rasio ukuran kinerja dengan memperhitungkan tingkat imbal hasil dan risiko standar deviasi sekaligus. Formula Sharpe’s Measure adalah : Sharpe Measure =
Rp − R f
σp
(3.1)
Dimana, Rp
= rata-rata tingkat imbal hasil suatu portofolio pada suatu periode
Rf
= rata-rata tingkat imbal hasil aset bebas risiko pada suatu periode
σp
= standar deviasi portofolio Sharpe mengukur seberapa besar penambahan hasil investasi yang diperoleh
(risk premium) untuk tiap unit risiko yang diambil. Semakin tinggi nilai Sharpe’s
Measure maka semakin baik kinerja reksa dana tersebut. Penghitungan rata-rata harian pertahun imbal hasil reksa dana (R p ) dapat menggunakan metode aritmethic
mean. Formula sampel aritmethic mean (Levin, 1998) adalah :
X =
ΣX N
(3.2)
Dimana,
X
= aritmethic mean
ΣX
= penjumlahan nilai dari semua sampel
N
= jumlah periode elemen dalam sampel
II.8 Metode Penilaian Kinerja dengan Treynor Measure Berbeda dengan metode Sharpe, reward to volatility ratio(RVOL) diperkenalkan oleh Jack Treynor pada tahun 1965 untuk mengukur besarnya premi risiko per beta portofolio, apabila beta portofolio berubah satu satuan. Pengukuran dengan Treynor’s Measure juga didasarkan atas risk premium, namun didalam metode Treynor digunakan sebagai pembagi beta (β) yang merupakan risiko fluktuatif relatif terhadap risiko pasar. Beta (β) dalam konsep CAPM merupakan
systematic risk atau risiko pasar yang mencerminkan prilaku portofolio terhadap indeks pasar. Formula Treynor’s Measure adalah : Treynor’s Measure =
Rp − R f
βp
(3.3)
Dimana, Rp
= rata-rata tingkat imbal hasil suatu portofolio pada suatu periode
Rf
= rata-rata tingkat imbal hasil aset bebas risiko pada suatu periode
βp
= beta imbal hasil suatu portofolio terhadap imbal hasil indeks pasar.
Sama halnya dengan metode Sharpe semakin tinggi nilai Treynor’s Measure maka semakin baik kinerja reksa dana tersebut.