BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi ular Python reticulatus Ular Python reticulatus merupakan jenis ular tidak berbisa / non venomous yang memiliki penyebaran cukup luas. Berikut merupakan taksonomi dari ular Python reticulatus menurut (http:retix/python.html, 2013) : Kingdom
: Animalia
Filum
: Kordata
Sub-Filum
: Vertebrata
Kelas
: Reptilia
Ordo
: Squamata
Subordo
: Serpentes
Family
: Boidae
Genus
: Python
Spesies
:Python reticulatus, Python sebae, Python regius, Python anchiate, Python breitensteini, Python brongersmai, Python morulus, Python timorensis, Python curtus, Python natalensis.
Menurut (http:retix/python.html, 2013) ular Python reticulatus merupakan jenis Python yang ditemukan di Asia Tenggara. Jenis Python mempunyai 10 spesies yang penyebarannya di berbagai wilayah antara lain : Python sebae yang mempunyai daerah sebaran pada wilayah sekitar Burundia, Benin, Angola, Chad, Central African Republik, Gambia, Ghana, Guinea, Niger, Nogeria, Rwanda, Senegal, Sierra Leone, Sudan, Tanzania, Togo, Ethiopia, Gabon dan Eritrea. Python regius yang mempunyai daerah sebaran pada wilayah Guinea, Benin, Burkina Faso, Liberia, Mali, Ghana, Guinea, Guinea-Bissau, Senegal, Gabon, Gambia, Uganda, Togo, Niger, Nigeria, dan Sierra Leone. Python reticulatus yang memilikidaerah sebaran disekitar Banglades, Kamboja, India, 6 Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Philpina, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Python anchiate yang mempunyai daerah sebaran di sekitar Angola dan Namibia. Python breitensteinimemilik daerah sebaran di sekitar Indonesia, Malaysia dan Singapura. Python brongersmaidengan daerah penyebaran di sekitar Indonesia dan Thailand. Python curtus dengan daerah distribusi di sekitar Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Python morulusyang tersebar di sekitar Bangladesh, Camboja, Cina, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Python natalensis dengan daerah penyebaran di sekitar Angola, Botswana, Burundi, Kongo, Kenya, Namibia, Afrika Selatan, Tanzania, dan Zambia. Python timorensismerupakan satwa endemik Indonesia hanya terdapat di Papua. Ular Python reticulatus berbentuk langsing dengan lingkar tubuh yang berotot yang cenderung tetap membulat dari pada memipih seperti ular pembelit lainnya. Ular Python reticulatus ini sangat bervariasi, dengan motif jaringan atau rantai dengan warna dasar perak (abu-abu) atau perak coklat. Motif punggungnya merupakan ciri khas warna dasar dari ular ini dan bergaris tepi warna hitam dan kuning, orange atau coklat. Bintik-bintik di samping badannya berwarna terang. Seluruh tubuhnya memantulkan warna “hologram” (Murphy and Henderson, 1997). Ular Python reticulatus asal Bali memiliki pola lingkaran besar berbentuk jala (reticula), tersusun dari warna-warna hitam, kecoklatan, kuning dan putih disepanjang sisi dorsal tubuh. Satu garis hitam tipis berjalan di atas kepala dari moncong hingga tengkuk, menyerupai garis tengah yang membagi dua kanan kiri kepala secara simetris. Masing-masing satu garis hitam lain yang lebih tebal berada ditiap sisi kepala , melewati mata kebelakang. Sisik-sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 70-80 deret, sisik-sisik ventral (perut) sebanyak 297-332 buah dari bawah leher hingga ke anus, sisik subkaudal (sisi bawah ekor) 75-102 pasang. Perisai rostral (sisik diujung moncong) dan empat perisai supralabial (sisik-sisik di bibir atas) terdepan memiliki lekuk heat sensor pits atau sensor yang peka terhadap suhu (Tweedie, 1983). Ular Python reticulatus dapat mencapai panjang 8 m hingga 15 m dengan berat 75-150 kg bahkan lebih (Utah’s Hogle Zoo, 2004). Ular Python reticulatus hidup di hutan-hutan tropis yang lembab (Mattison, 1999). Ular ini bergantung pada ketersediaan air, sehingga kerap ditemui tidak jauh dari air seperti sungai,
kolam dan rawa. Ular ini membutuhkan lingkungan dengan suhu kisaran <37,80C (Murphy dan Henderso, 1997; Mattison, 1999; Shine, et al. 1999). Ular Python reticulatus jantan maupun betina akan berpuasa pada musim kawin, sehingga ukuran tubuh menjadi hal yang penting di sini. Betina bahkan akan melanjutkan puasa hingga bertelur, dan sangat mungkin juga hingga telur menetas. Ular Python reticulatus bertelur antara 10 hingga sekitar 100 butir. Telur-telur ini dierami pada suhu 88-90 °F (31-32 °C) selama 80-90 hari, bahkan bisa lebih dari 100 hari. Ular betina akan melingkari telur-telur ini sambil berkontraksi. Gerakan otot ini menimbulkan panas yang akan meningkatkan suhu telur beberapa derajat di atas suhu lingkungan. Ular betina akan menjaga telur-telur ini dari pemangsa hingga menetas. Namun hanya sampai itu saja, begitu menetas ular itu ditinggalkan dan nasibnya diserahkan ke alam (McCurley, 1999). Ular Python reticulatus bukan jenis ular yang agresif, ular ini cenderung menunggu mangsanya hingga berada pada jarak serangan. Mangsa dilumpuhkan dengan melilitnya kuatkuat (constricting) hingga mati kehabisan napas. Beberapa tulang di lingkar dada dan panggul mungkin patah karenanya. Setelah makan, terutama setelah menelan mangsa yang besar, ular ini akan berpuasa beberapa hari hingga beberapa bulan sampai lapar kembali (Murphy and Henderson, 1997). Menurut data yang ada bahwa ternyata ular Python reticulatus dapat hidup selama 23 tahun di alam liar, sedangkan di penangkaran ular Python reticulatus dapat bertahan hidup 25 hingga 28 tahun. Di alam liar sangat jarang seekor ular Python reticulatus mati kerena umur yang sudah uzur, tapi lebih kepada intervensi manusia seperti perburuan, perusakan hutan dan lain sebagainya. Sehingga setelah dilakukan penelitian bahwa hanya beberapa persen saja ular Python reticulatus muda yang dapat mencapai usia dewasa (Ballard dan Cheek, 2003). Contoh gambar ular Python reticulatus Indonesia :
Gb1. Python reticulatus Sumatera
Gb 2.Python reticulatus Jawa
Gb 3. Python reticulatus Sulawesi
Gb 4.Python reticulatus Maluku
Gb 5. Python reticulatus NTB
Gb 6.Python reticulatus NTT
Gb 7. Python reticulatus Bali
1.2 Infeksi cacing pada ular Seperti kebanyakan binatang lainnya, ular juga sering terinfeksi parasit internal seperti cacing, karena memakan mangsanya yang bertindak sebagai hospes antara (Rossi dan Rossi, 1996).
Ular sebagai hospes definitif menyediakan habitat yang sesuai dan makanan untuk parasit,yang secara fisiologis sangat mendukung kelangsungan hidupnya. Parasit selain menghisap makanan, juga dapat menimbulkan kerusakan secara pelan-pelan terhadap hospesnya (Olsen, 1974). Beberapa parasit akan menghisap darah, parasit ini masuk kedalam pembuluh darah melalui kulit dan ketika berada pada usus parasit ini akan menghisap darah inang sehingga dapat menimbulkan anemia pada ular (Klingenberg, 2007). Menurut penelitian Bursey dan Brooks (2011), melaporkan dari 78 ekor ular berbagai spesies yang berasal dari areal konservasi “Guanacaste” Costa Rika, terinfeksi oleh 16 spesies cacing nematoda : Aplectana incerta, Aplectana itszocanensis, Cosmocercoides variabilis, Cruzia rudolphi, Hastospiculum onchocercum, Hexametra boddaertii, Kalicephalus costatum, Kalicephalus inermis, sublatus Kalicephalus, Macdonaldius oscheri, Ophidascaris arndti, Ophidascaris sicky, Physaloptera retusa, Skrjabinelazia intermedia, Terranova caballeroi, Travassosascaris araujoi, Abbreviata costaricae, dan larva dari spesies Porrocaecum. Hasil penelitian lain Oldberg dan Bursey (2002), dari 17 spesies ular yang diteliti di Costa Rika, ditemukan terinfeksi oleh cacing pita (Mesocestoide sp, Ophiotaenia flava dan O. Mesocestoides), cacing nematoda (Hastospiculum onchocercum, Hexametra boddaertii, Terranova caballeroi, dan larva Contracaecum sp, Ophidascaris sp, Porrocaecum sp, serta Pentastomida, nimfa dari Sebekia sp, dan larva Porrocaecum sp. Jones (2003), melaporkan dari hasil pembedahan 102 ular berbagai jenis yang berasal dari Tasmania dan kepulauan selat Bass (Australia), hanya ular yang berasal dari Tasmania yang terinfeksi oleh 13 jenis cacing diantaranya Pentastomida Waddycephalus superbus dan Waddycephalus? Sp, serta nematoda Maxvachonia brygool, M. Chabaudi, Strongyluris paronai, Moaciria sp, Paraheterotyphlum austral, Ophidascaris pyrrhus, Krisiella sp, Abbreviata antartica, trematoda Dolichoperoides macalpini dan cacing pita Oochoristica vakum lata. Penelitian koprologi terhadap 25 ular yang dipelihara di tiga herpetarium daerah Kerala (India), dilakukan oleh Radhakrishnan, et al. (2009), didapatkan 22 (88%) terinfeksi endoparasit. Berdasarkan morfologi dan morfometri telurnya, teridentifikasi Capillaria spp. 72%, Strongyle 28%, Spirurid 20%, Strongyloides/Rhabdias spp. 16%, Ascarid 12%. Ditemukan juga telur cacing pita Hymenolepis spp. sebagai pseudoparasite (parasit semu). Papini, et al. (2011) meneliti 324 feses reptil yang terdiri dari 192 feses kadal, 74 feses ular dan 58 feses penyu yang keseluruhannya tidak teramati gejala klinis. Penelitian dengan
metode langsung (natif) dan konsentrasi apung. Didapatkan 57,4% terinfeksi parasit saluran cerna dengan infeksi tunggal dan campuran, cacing Oxyuris 16%, Koksidia 12,3%, Flagela 9,3%, dan strongyl 6,8%. 1.3 Jenis cacing Nematoda yang menginfeksi ular Menurut Klingenberg (2007), cacing yang menginfeksi ular berasal dari filum nematelminthes kelas nematoda, genus: Rhabdias sp, Strongyloides sp, Capillaria sp, Kalicephalus sp, Oxyuris sp, dan Ophidascaris sp. 1.3.1 Genus Rhabdias sp Rhabdias sp termasuk kedalam kingdom Animalia, Phylum Nematoda, Class Secernentea, Ordo Rhabditida, Family Rhabdiasidae, Genus Rhabdias (Wikipedia, 2013). Rhabdias sp memiliki siklus hidup langsung dan merupakan parasit yang umum pada ular, katak, kodok dan bunglon. Larva yang menetas dari telur bisa masuk ke hospes melalui penetrasi perkutan dan melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi stadium infektif (Klingenberg, 2007). Cacing dewasa Rhabdias sp mempunyai ukurannya sangat bervariasi tergantung pada stadiumnya. Misalnya, stadium dewasanya cacing Rhabdias agkistrodonis berukuran 4,1-6,4 mm, sedangkan stadium saprophytic berukuran <1,5 mm. Variabilitas ukuran panjang dapat terjadi diantara spesies dan genusnya (Frye, 1991; Klingenberg, 2007; Rataj, et al. 2011). Cacing Rhabdias sp mengeluarkan telur atau larva di dalam paru-paru, stadium larva pertama (L1) akan bermigrasi keluar dari paru-paru melalui trakea dan menuju ke dalam rongga mulut, selanjutnya bisa keluar langsung dari rongga mulut atau tertelan kedalam saluran cerna dan akhirnya keluar bersama feses. Larva terus berkembang, berkembang mencapai stadium ketiga (L3) yang bersifat infektif. Infeksi per-os atau dengan menembus kulit (integument) (Klingenberg, 2007). Menurut Rivera, et al (2012), telur cacing Rhabdias sp berukuran sebagai berikut : panjang 108 µ dan lebar 52 µ.
Gambar 8.Morfologi telur cacing Rhabdias sp dengan pembesaran 100x
1.3.2 Genus Strongyloides sp Strongyloides sp termasuk kedalam kingdom Animalia, Phylum Nematoda, Class Secernentea, Ordo Rhabditida, Family Strongyloididae, Genus Strongyloides (Wikipedia, 2013). Strongyloides sp mirip dengan Rhabdias sp, namun pada genus Strongyloides sp ini gejala klinisnya lebih banyak berpredileksi pada saluran pencernaan. Strongyloides sp juga memiliki siklus hidup langsung dan ukurannya sangat bervariasi tergantung pada stadiumnya (Klingenberg, 2007). Cacing Strongyloides sp mengeluarkan telur atau larva di dalam paru-paru, stadium larva pertama (L1) akan bermigrasi keluar dari paru-paru melalui trakea dan menuju ke dalam rongga mulut, selanjutnya bisa keluar langsung dari rongga mulut atau tertelan kedalam saluran cerna dan akhirnya keluar bersama feses. Larva terus berkembang, berkembang mencapai stadium ketiga (L3) yang bersifat infektif. Infeksi dengan menembus kulit (integument) (Klingenberg, 2007). Menurut Bezjian, et al.(2008), telur Strongyloides sp berukuran panjang dengan rerata 61,5 µ dan lebar 37,2 µ. Morfologi telur Strongyloides sp selengkapnya seperti gambar 9 :
Gambar 9. Morfologi telur cacing Stongyloides sp dengan pembesaran 100x 1.3.3 Genus Capillaria sp
Capillaria sp termasuk kedalam kingdom Animalia, Phylum Nematoda, Class Adenophorea, Subclass Enoplia, Ordo Trichurida, Family Capillariidae, Genus Capillaria (Wikipedia, 2013). Capillaria sp memiliki siklus hidup langsung, dimana dapat terinfeksi melalui makanan atau air yang terkontaminasi. Capillaria sp menginfeksi saluran pencernaan bagian bawah terutama colon, tetapi juga dapat menginfeksi organ lain seperti hati dan organ reproduksi (Klingenberg, 2007). Capillaria sp tubuhnya kapiler dan memiliki mulut sederhana. Anus cacing jantan terletak terminal atau subterminal. Kadang-kadang cacing ini memiliki sebuah spikulum. Vulva cacing betina dekat dengan ujung esofagus. Telurnya khas dengan dua kutub polar operculum seperti colokan, umumnya tidak berembrio saat dikeluarkan (Baker, 1979; Frye, 1991; Klingenberg, 2007). Menurut Rivera, et al (2012), telur cacing Capilaria sp berukuran sebagai berikut : panjang 48 µ dan lebar 66 µ. Morfologi telur cacing Capilaria sp selengkapnya dapat dilihat pada gambar 10 :
Gambar 10. Morfologi telur cacing Capilaria sp dengan pembesaran 400x 1.3.4 Genus Kalicephalus sp Kalicephalus sp termasuk kedalam kingdom Animalia, Phylum Nematoda, Class Secernentea, Ordo Strongylida, Family Diaphanocephalidae, Genus Kalicephalus (Wikipedia, 2013).
Kalicephalus sp merupakan cacing nematoda lainnya dari superfamilia Strongyloidea. Merupakan cacing kait yang berpredeleksi di dalam saluran pencernaan ular dan jarang menginfeksi kadal. Cacing dewasa berukuran panjang 7-9 mm, siklus hidup langsung (Frye, 1991). Siklus hidup Kalicephalus sp, larva infektif (L3) yang aktif akan menembus kulit atau mukosa rongga mulut, selanjutnya bersama aliran darah mencapai jantung dan selanjutnya masuk ke paru-paru. Di dalam paru-paru sebagian besar larva 3 akan tertahan kapiler paru-paru, selanjutnya menembus kapiler dan masuk ke dalam alveoli. Setelah berada di alveoli larva 3 menyilih menjadi larva 4, selanjutnya bermigrasi ke bronchiolus, bronchus, trachea, pharing dan akhirnya karena batuk larva 4 tertelan dan sampai di usus halus. Di dalam usus halus mengalami ekdisis menjadi cacing muda (Klingenberg, 2007). Menurut Klingenberg (2007), cacing ini dapat ditemukan dimana saja mulai dari esofagus sampai ke rectum pada ular dan dapat terinfeksi oleh makanan atau air yang terkontaminasi atau menetasnya larva cacing dan kemudian menginfeksi ular dengan cara menembus kulit ular. Menurut Rivera, et al (2012), telur cacing Kalicephalus sp berukuran sebagai berikut : panjang 65 µ dan lebar 42 µ.
Gambar 11. Morfologi telur cacing Kalicephalus sp dengan pembesaran 100x 1.3.5
Genus Oxyuris sp Oxyuris sp termasuk kedalam kingdom Animalia, Phylum Nematoda, Class Secernenta, Subclass Spiruria, Ordo Oxyurida, Family Oxyuridae, Genus Oxyuris (Wikipedia, 2013).
Oxyuris sp sangat umum menginfeksi reptil terutama pada kadal dan kura-kura. Oxyurissp memiliki siklus hidup langsung dan dapat menginfeksi reptil dari makanan atau air yang terkontaminasi kotoran. Pada infeksi eksternal cacing ini ditemukan pada beberapa jenis ular salah satunya yaitu Ball Python (Klingenberg, 2007). Ukuran telur dengan panjang 100 µ dan lebar 30 µ (Riverra, et al. 2012)
` Gambar 12.Morfologi telur cacing Oxyuris sp dengan pembesaran 100x 1.3.6 Genus Ophidascaris sp Ophidascaris sp termasuk kedalam kingdom Animalia, Phylum Nematoda, Class Secernenta,
Subclass
Spiruria,
Ordo
Ascaridida,
Family
Ascarididae,
Genus
Ophidascaris (Wikipedia, 2013). Ophiascaris sp merupakan nematoda yang sangat umum pada reptil dan mempunyai siklus hidup langsung. Ophidascaris sp berpredeleksi pada saluran pencernan dan larvanya dapat bermigrasi ke beberapa organ yang dapat menyebabkan peradangan atau lesi pada paru-paru, trakea dan daerah lainnya (Klingenberg, 2007). Telur cacing Ophidascaris sp mempunyai panjang 45 µ dan lebar 75 µ (Rivera, et al. 2012). Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 13 :
Gambar 13. Morfologi telur cacing Ophidascaris sp dengan pembesaran 250x