BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Baja
Baja adalah istilah umum yang mempunyai referensi yang luas, termasuk baja-baja ‘lunak’, beberapa di antaranya sangat keras dan yang lain sangat kuat, sedangkan yang lain spesial untuk pembuatan perkakas pemotong; yang lain adalah pegas dan bajabaja dengan kekuatan tarik yang tinggi, baja otomat yang mudah dikerjakan dengan mesin, berbagai jenis baja tahan karat deep-drawing steels untuk pengerjaan kempa (misalnya karoseri mobil) dan sejumlah besar baja khusus, yang semuanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan teknologi modern yang kesemuanya ini mulai dari besi kasar.
Walaupun baja dapat didefinisikan sebagai campuran karbon dan besi, tetapi perlu diketahui bahwa tidak ada satu jenis baja pun yang hanya terdiri dari dua elemen ini. Karena proses pembuatan dan sifat-sifat alamiah dari bahan-bahan mentah yang digunakan, semua baja mengandung bahan lain yang tidak murni dalam jumlah kecil yang bervariasi, seperti posfor, belerang, mangan, dan silikon, bercampur dengan elemen-elemen sisa lainnya. Kotoran-kotoran ini tidak mungkin dapat dihilangkan seluruhnya dari logam.
Menurut Suharto, 1991 “Pada 723ºC baja mulai menunjukkan perubahan struktur dan pada 1550ºC baja melebur”.
Menurut Van Vlack, 1991 “mengingat pentingnya peran karbon dalam baja, dalam berbagai cara identifikasi baja dicantumkan kadar karbonnya”. Digunakan penomoran empat digit, dua digit terakhir menyatakan kadar karbon dalam
Universitas Sumatera Utara
perseratusan persen. Dua digit pertama menunjukkan jenis elemen paduan yang ditambahkan pada besi dan karbon. Kandungan karbon dalam baja sekitar 0,1-1,7% sedangkan unsur lain dibatasi persentasenya. Persentase dari unsur-unsur tersebut sangat mempengaruhi sifat dasar dari logam baja yang dihasilkan.
Produk baja sangat banyak digunakan dalam bidang teknik maupun industri. Hal ini meliputi 95% dari seluruh produksi logam baja. Untuk penggunaan tertentu baja merupakan satu-satunya logam yang memenuhi persyaratan teknis maupun ekonomi. Sebelum baja digunakan perlu diketahui komposi dari unsur-unsur baja tersebut agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya (Amanto, 1999).
2.1.1 Baja Karbon
Menurut komposisi kimianya baja dapat dibagi dua kelompok besar yaitu: baja karbon dan baja paduan. Baja karbon bukan berarti baja yang sama sekali tidak mengandung unsur lain, selain besi dan karbon. Baja karbon masih mengandung sejumlah unsur lain tetapi masih dalam batas-batas tertentu yang tidak banyak berpengaruh pada sifat dasar baja. Unsur-unsur ini biasanya merupakan ikatan yang berasal dari proses pembuatan besi/baja seperti mangan dan silikon dan beberapa unsur pengotoran, seperti belerang, posfor, oksigen, nitrogen dan lain-lain yang biasanya ditekan sampai kadar yang sangat kecil.
Baja dengan kadar mangan kurang dari 0,8%, silikon kurang dari 0,5 dan unsur lain yang sangat sedikit, dapat dianggap sebagai baja karbon. Mangan dan silikon sengaja ditambahkan dalam proses pembuatan baja sebagai deoxidizer/ mengurangi pengaruh buruk dari beberapa unsur pengotoran. Baja karbon diproduksi dalam bentuk balok, profil, lembaran dan kawat.
Baja karbon dapat digolongkan menjadi tiga bagian berdasarkan jumlah kandungan karbon yang terdapat di dalam baja tersebut. Penggolongan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Stell) Baja ini disebut baja ringan (mild stell) atau baja perkakas, baja karbon rendah bukan baja yang keras, karena kandungan karbonnya rendah berkisar 0,05-0,30%. Baja ini mempunyai sifat seperti lunak, mudah dibentuk, dilas, dan dikerjakan dengan mesin sehingga dapat dijadikan mur, baut, batang tarik dan perkakas silinder (Alexander, 1991). b. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Stell) Baja karbon menengah mengandung karbon 0,3 – 0,6% dan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan pengerjaan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon menengah digunakan untuk sejumlah peralatan mesin seperti roda gigi otomotif, batang torak, rantai, pegas dan lain-lain. c. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) Baja karbon tinggi mengandung karbon 0,6 – 1,5% dibuat dengan cara mengerindra permukaannya, misalnya bor dan batang dasar. Ini digunakan untuk peralatan mesin-mesin barat, batang pengontrol dan lain-lain (Alexander 1991).
2.1.2 Baja Paduan
Pada umumnya baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan unsur khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran.
Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran, misalnya baja yang dicampur dengan unsur kromium dan molibden, akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal (sifat logam ini membuat baja dapat dibentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling dan ditarik tanpa mengalami patah atau retak-retak). Jika baja dicampur dengan kromium dan molibden akan menghasilkan baja yang tahan terhadap panas.
Universitas Sumatera Utara
Baja paduan digunakan karena adanya keterbatasan baja karbon saat dibutuhkan sifat-sifat yang spesial dari pada logam khususnya baja. Keterbatasan dari baja karbon adalah reaksinya terhadap pengerjaan panas dan kondisinya. Sifat-sifat spesial yang diperoleh dari pencampuran meliputi sifat kelistrikan, magnetis dan koefisien spesifik dan pemuaian panas dan tetap keras pada pemanasan yang berhubungan dengan pemotongan logam (Amanto, 1999).
2.1.3 Unsur Campuran Pada Baja
1. Unsur Campuran Dasar (Karbon) Unsur karbon adalah unsur campuran yang paling penting dalam pembentukan baja. Jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Tujuan utama penambahan unsur lain ke dalam baja adalah untuk mengubah pengaruh dari karbon. Unsur karbon dapat bercampur dalam besi dan baja setelah didinginkan secaa perlahan-lahan pada temperatur kamar dalam bentuk sebagai berikut : a) Larut dalam besi untuk membentuk larutan pada ferit yang mengandung karbon di atas 0,006 pada temperatur sekitar 725 ºC. Ferit bersifat lunak, tidak kuat dan kenyal. b) Sebagai campuran kimia dalam besi, campuran ini disebut sebagai sementit (Fe3C) yang mengandung 6,67% karbon. Sementit bersifat keras dan rapuh.
2. Unsur Campuran Lain Di samping campuran kimia dan besi, juga terdapat unsur-unsur campuran lainnya yang jumlah persentasenya dikontrol. Unsur-unsur tersebut adalah posfor, sulfur, mangan dan silikon. Pengaruh unsur tersebut pada baja adalah sebagai berikut : a) Unsur posfor Unsur posfor membentuk larutan besi fosfida. Baja yang mempunyai titik cair yang rendah tetap menghasilkan sifat yang keras dan rapuh. Baja mengandung unsur fosfor sekitar 0,05%.
b) Unsur Sulfur
Universitas Sumatera Utara
Unsur sulfur membahayakan sulfida yang mempunyai titik cair rendah dan rapuh. Kandungan sulfur harus dijaga agar serendah-rendahnya sekitar 0,05%. c) Unsur Silikon Silikon membuat baja tidak stabil, tetapi unsur ini menghasilkan lapisan grafit yang menyebabkan baja tidak kuat. Baja mengandung silikon sekitar 0,1 – 0,3%. d) Unsur Mangan Unsur mangan yang bercampur dengan sulfur akan menghasilkan mangan sulfida dan diikuti pembentukan besi sulfida. Baja mengandung mangan lebih dari 1%.
2.2
Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Untuk memperbaiki sifat-sifat mekanis logam, perlu adanya suatu perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah perlakuan panas (Heat Treatment). Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk mengubah sifat-sifat fisis logam tersebut. Baja dapat dikeraskan seingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat dan dapat juga dilunakkan untuk memudahkan pemesinan lebih lanjut.
Perlakuan panas (heat treatment) pada baja mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mendapatkan sifat-sifat tertentu yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Proses ini meliputi pemanasan baja pada suhu tertentu dan dipertahankan pada waktu tertentu serta didinginkan pada media tertentu pula. Perlakuan panas mempunyai
tujuan
untuk
meningkatkan
kuat
tarik,
kekerasan,
keuletan,
menghilangkan tegangan internal (internal stress), dan menghaluskan ukuran butir Kristal. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas, yaitu suhu pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, laju pendinginan dan lingkungan atmosfir. Untuk meningkatkan perlakuan panas yang tepat, susunan kimia baja harus diketahui.Hal ini dikarenakan perubahan komposisi kimia khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis (Amstead, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Perlakuan panas pada baja dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pemanasan pada temperatur rendah Pengerjaan ini adalah tidak akan menghasilkan suatu perubahan dalam struktur baja. Yang terjadi hanya perubahan kecil pada sifat mekaniknya. Apabila dalam pengerjaan ini dihasilkan suatu permukaan baja yang keras, maka dapat dihilangkan dengan cara penuangan. Pengerjaan penuangan dapat dilakukan di dalam mesin perkakas. 2. Pemanasan dalam suhu tinggi Apabila baja dipanaskan terus-menerus yang mengakibatkan suhu pemanasan naik dan mencapai suhu tertentu, maka terjadi pembentukan butiran-butiran baru yang bentuk dan ukurannya kecil dan halus. Pembentukan butiran dapat terjadi walaupun ukuran original sebelumnya besar dan kasar, karena perubahan terjadi sebelum pengerjaan dingin. Proses tersebut dikenal dengan proses pengkristalan kembali. Temperatur pengkristalan kembali untuk beberapa logam dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Pengkristalan kembali pada beberapa logam Jenis Logam
Wolfram Molibdeum Nikel Besi Kuningan Perunggu Tembaga Perak Aluminium Magnesium Seng Timbal Timah
Temperatur (ºC) Pengkristalan Titik Cair kembali 1.200 3.410 900 2.620 600 1.458 450 1.535 400 900 - 1.050 400 900 - 1.050 200 1.083 200 960 150 660 150 651 70 419 20 327 20 232
3. Pemanasan secara terus-menerus Pada pemansan baja yang dilakukan secara terus menerus, terjadi penyerapan unsur lainnya (terutama unsur karbon) oleh butiran-butiran besi yang menghasilkan suatu struktur yang berbentuk kasar. Proses tersebut dikenal
Universitas Sumatera Utara
sebagai peoses pertumbuhan butiran (grain grouth). Jadi, pemanasan pada temperatur tinggi akan menyebabkan terjadi pertumbuhan butiran melalui pengkristalan kembali pada baja yang mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran butiran-butiran. Selain itu, pertumbuhan butiran-butiran akan terjadi terus-meners selama dilakukan pendinginan. Pengkristalan kembali dan perumbuhan butiran yang terjadi terhadap baja akibat pengerejaan panas, berpengaruh pada sifat-sifat mekanik baja.
Proses yang dilakukan dalam perlakuan panas terdiri dari pelunakan (annealing),
penormalan
(normalising),
pengerasan
(hardening)
dan
menemper (tempering). a. Pelunakan (annealing) merupakan proses pemanasan yang diikuti dengan pendinginan perlahan-lahan di dalam tungku. b. Normalisasi dilakukan untuk mendapatkan struktur mikro dengan butir yang halus dan seragam. Proses ini dapat diartikan sebagai pemanasan dan mempertahankan pemanasan pada suhu yang sesuai diatas batas perubahan diikuti dengan pendinginan secara bebas didalam udara luar supaya terjadi perubahan ukuran butiranbutiran. c. Pengerasan (hardening) merupakan perlakuan panas pada baja dari titik kritis atas kemudian dilakukan pendinginan cepat (quenching). d. Menemper (tempering) merupakan pemansan kedua dimana baja dipanaskan sampai di bawah titik kritis bawah kemudian dilakukan pendinginan.
2.3
Lama Waktu Pemanasan (Holding Time Temperature)
Lama waktu penahanan suhu dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan pada waktu tertentu untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga unsur
Universitas Sumatera Utara
austenitnya homogen. Atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austeit dan difusi karbon dan unsur paduannya.
Pedoman untuk menetukan lama waktu penahanan suhu dari berbagai jenis baja: 1. Baja Kontruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah Yang mengandung karbida mudah larut, diperlukan lama waktu penahanan suhu yang singkat, 5 - 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap sudh memadai. 2. Baja Kontruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan menggunakan lama waktu penahanan suhu 15 - 25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja. 3. Alat Baja Campuran Rendah (Low Alloy Tool Steel) Memerlukan lama waktu penahanan suhu tetap, agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter tebal benda atau 10 – 30 menit. 4. Baja Campuran Kromium Tinggi (High Alloy Chrome Steel) Membutuhkan lama waktu penahanan suhu yang paling panjang antara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur pemanasannya. Juga diperlukan kombinasi temperatur holding time yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 10 jam. 5. Alat Baja Kerja Panas (Hot Work Toll Steel) Mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut pada 1000ºC. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan burit sangat besar, karena itu lama waktu penahanan suhu harus dibatasi 15 – 30 menit. 6. Baja Kecepatan Tinggi (High Speed Steel) Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi 1200 – 1300ºC. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir lama waktu penahanan suhu diambil hanya beberapa menit saja (Dalil dkk, 1999).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Pengerasan (Hardening)
Pengerasan biasanya dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi atau kekuatan yang lebih baik. Pengerasan dilakukan dengan memanaskan baja sampai ke daerah austenit lalu mendinginkanya dengan cepat, dengan pendinginan yang cepat ini terbentuk martensit yang kuat. Temperatur pemanasanya, lama waktu tahan dan laju pendinginan untuk pengerasan banyak tergantung pada komposisi kimia dari baja. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja. Kekerasan yang terjadi pada benda akan tergantung pada temperatur pemanasan, waktu tahan dan laju pendinginan yang dilakukan pada proses laku panas, disamping juga pada harden ability baja yang dikeraskan.
Pengerasan adalah proses pemanasan baja samapai suhu di atas daerah kritis, disusul dengan pendinginan yang cepat. Bila kadar karbon diketahui, suhu pemanasannya dapat dibaca dan diagram keseimbangan seperti gambar 2.1. Akan tetapi, bila komposisi baja tidak diketahui perlu dilakukan percobaan untuk mengetahui daerah pemanasannya.
Sumber : Love, 1982 Gambar 2.1. Diagram Keseimbangan.
Universitas Sumatera Utara
Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada persentasekadar karbon dalam baja. Kekerasan juga tergantung pada temperatur pemanasan (autenintising temperature), lama waktu penahanan suhu dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras bergantung pada herdenability.
Untuk memperoleh kekerasan yang baik (martensit yang keras) maka pada saat pemanasan harus dapat dicapai struktur austenit, karena hanya austenit yang dapat bertransformasi menjadi martensit. Bila pada saat pemanasan masih terdapat struktur lain maka pada saat didinginkan akan diperoleh struktur yang tidak seluruhnya terdiri dari martensit. Bila struktur lain itu bersifat lunak, misalnya ferit maka tentunya kekerasan yang tercapai juga tidak akan maksimum. Untuk menentukan temperatur pemanasan yang baik untuk proses pengerasan yang dilakukan terhadap suatu baja perlu dilakukan suatu percobaan pemanasan dan quenching pada beberapa temperatur dan dianalisis struktur yang terjadi. Pada beberapa literatur dan juga pada brosur dari pabrik pembuatan baja dapat diperoleh daerah temperatur pemanasan untuk hardening yang jugaakan saling tergantung pada beberapa faktor lain, antara lain lama waktu penahanan suhu (Dalil dkk, 1999 2.4.1 Pengerasan Baja
Pengerasan yang dilakukan secara langsung adalah baja dipanaskan untuk menghasilkan struktur austenit dan selanjutnya didinginkan. Pembentukan sifat-sifat dalam baja bergantung pada kandungan karbon, temperatur pamanasan, sistem pendinginan serta bentuk dan ketebalan bahan. 1. Pengaruh unsur karbon Supaya dihasilkan suatu perubahan sifat-sifat baja, maka unsur karbon yang larut dalam padat harus secukupnya setelah dilakukan pendinginan untuk menghasilkan perubahan lapisannya. Jika kandungan karbon kurang dari 0,15%, maka tidak terjadi perubahan sifat-sifat baja setelah didinginkan. Kenaikan kandungan karbon berhubungan dengan kenaikan kekuatan dan kekerasan sebagai hasil dari pendinginan. Tetapi kenaikan tersebut akan mengurangi kekenyalan pada baja seperti Gambar 2.2. 2. Pengaruh suhu pemanasan
Universitas Sumatera Utara
Supaya terjadi palarutan yang lengkap sebagai hasil dari pendinginan, maka penting adanya pelarutan unsur karbon dalam jumlah yang cukup laruatan padat sebgai hasil dari pemanasan. Baja yang mengandung karbon kurang dari 0,83% dipanaskan di atas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh unsur karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya didinginkan. Baja dengan kandungan karbon lebih dari 0,83% biasanya dipanaskan hanya sedikit di atas titik kritis terendah (bawah). Dalam hal ini tidak terjadi perubahan perlit menjadi austenit. Pendinginan yang dilakukan pada suhu itu akan membentuk martensit, seperti Gambar 2.3. Sewaktu kandungan karbon di atas 0,83% tidak terjadi perubahan sementit bebas menjadi austenit karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu dilakukan pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk austenit. Austenit akan menghasilkan struktur berbentuk kasar tanpa mengalami penambahan yang cukup besar pada kekerasan dan kekuatannya. Akan tetapi menyebabkan baja menjadi lebih rapuh setelah didinginkan. Lamanya pemanasan tergantung pada ketebalan bahan, tetapi bahan tidak berukurn panjang karena akan menghasilkan struktur yang kasar. Dari jurnal sebelumnya telah dilakukan penelitian terhadap Struktur Mikro Baja C-Mn pada pengelasan busur terendam dengan variasi masukan panas. Besarnya masukan panas (heat input) sangat tergantung pada kecepatan pengelasan, ternyata hal itu memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap luasan yang terpengaruh oleh panas, baik luasan di daerah lasan (fusion zone) maupun pada daerah heat affected zone (HAZ). Jika masukan panas terlalu besar, maka laju pendinginan dari proses pengelasan menjadi lambat, dan akibatnya struktur yang terbentuk didominasi oleh ferit batas butir yang bersifat lunak. (Suharno, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Amanto, 1999 Gambar 2.2. Hubungan antara kandungan karbon dengan kekerasan baja
Sumber :Amanto, 1999 Gambar 2.3 Hubungan antara kandungan karbon dengan suhu pemanasan
3. Pengaruh pendinginan Jika baja didinginkan dengan kecepatan minimum yang disebut dengan kecepatan pendingin kritis, maka seluruh austenit akan berubah ke dalam bentuk martensit. Sehingga dihasilkan kekerasan baja yang maksimum. Kecepatan pendingin kritis tergantung pada komposisi kimia baja. Bila kecepatan pendingina sedikit lebih rendah dari kecepatan pendingin kritis, akan terbentuk “toorsit”. Toorsit dan sorbit lebih keras dan kuat daripada baja yang mempunyai struktur yang seimbang. Kecepatan pendinginan bergantung pada pendinginan yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pendinginan Secara Cepat (Quenching)
Pendinginan baja secara mendadak dari 700ºC lebih adalah suatu pengerjaan yang sangat drastis dan quenching sering mengakibatkan keretakan dan pergeseran benda kerja. Karena pendinginan itu mulai dari luar sewaktu pencelupan, penyusutan dan pengerasan dengan cepat terbentuk pada lapisan sekitar teras yang tidak terjadi pendinginan dan penyusutan dalam waktu yang sama. Waktu panas merambat keluar teras tersebut mulai dingin dan ketika melalui titikkritis atas, terjadilah ekspansi (berhubungan dengan perubahan dari besi γ ke besi α). Lapisan keras telah dipengaruhi oleh perubahan ini lalu terjadilah penyusutan, sedangkan pada teras sedang berlangsung sedikit ekspansi. Hal inilah yang menyebabkan keretakan.
Sejumlah media digunakan dalam quenching untuk mendapatkan variasi pendinginan. Larutan soda akustik 5% memberikan pendinginan yang sangat dahsyat ditambah dengan air asin dan air dingin. Air hangat, minyak mineral, minyak binatang dan sayur-sayuran memberikan pendinginan yang lambat.
Satu efek pendinginan yang lambat pada teras terutama untuk benda-benda yang besar adalah bagian dalam baja hampir tidak sekeras bagian luarnya. Oleh karena itu akan terjadi pengendapan karbon dan bagian tengah baja akan mengandung pearlite. Hal ini tidak merugikan karena teras yang sedikit lebih lunak akan mengubah keadaan menjadi tidak rapuh dan lebih kuat.
Sebagai media pendinginan yang umum dipakai tergantung dari pembentukan sifat serta sesuai proses pemanasan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Udara Pendinginan di udara adalah merupakan suatu pendinginan serta perlahanlahan di ruangan terbuka yang bertujuan untuk menormalkan kembali struktur logam karena adanya efek pengerjaan terhadap bahan baja. Pada pendinginan di udara terjadi pada fasa autenisasi, 50ºC samapai 60ºC di dalam daerah austenit murni. Pendinginan di udara mencegah terjadinya segresi proetekrad
Universitas Sumatera Utara
yang berlebihan da terbentuknya struktur mikro perlit yang halus. Proses ini disebut normalising. Pendinginan secara perahan-lahan dengan media pendinginnya udara terjadi pada proses annealing pendinginan dilakukan pada furnance (tungku) atau di ruangan yang agak tertutup sehingga jumlah udara yang masuk agak terbatas yang akan mempengaruhi kecepatan pendinginan. b. Oli, NaCl, NaOH dan air. Pendinginan dengan oli, NaCl, NaOH dan air merupakan suatu pendinginan dengan kecepatan setelah dilakukan pemansan sampai 50ºC di atas temperatur titik kritis selama beberapa waktu. Proses pendinginan ini biasanya juga disebut dengan quenching (celup langsung). Pendinginan dengan kecepatan akan menghasilkan martesit yang keras dan agak rapuh. Pada proses pendinginan ini akan terbentuk austenit yang lebih padat daripada martensit dan juga lebih padat daripada ferit ditambah dengan karbida, hal ini yang merupakan masalah pada pendinginan secara celup langsung dari austenit ke martensit
karena
bagian tengah
yang
lebih
lambat
pendinginannya
bertransformasi dan muai. Setelah permukaannya lebih cepat pendinginannya menjadi martensit yang rapuh jadi retak dapat terjadi pada baja dengan ukuran lembaran atau kawat khususnya bila kadar karbon lebih besar dari 0,5%.
Adapun sifat-sifat dari NaCl dapat kita lihat pada tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Sifat-sifat dari Natrium Klorida (NaCl) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Variabel Titik lebur Titik didih Massa jenis Kekerasan Indek bias Panas spesifikasi Panas pembentukan Panas pelautan (1 kg,25º C)
Nilai 800,80ºC 1465,00 ºC 2,16 gr/cm³ 2,50 1,54 0,85 j./gr ºC 517,10 j/gr. ºC 3,76 kj/mol
Pendinginan dengan menggunakan larutan air dan garam (NaCl) bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik baja yang diuji tersebut. Dengan persentase yang berbeda akan membuktikan sejauh mana pengaruh yang ditimbulkan dan seberapa besar
Universitas Sumatera Utara
perubahan yang terjadi pada bahan uji. Dari perendaman tersebut akan menghasilkan terak-terak di permukaan logam. Jika terak itu rusak dan tidak mampu memperbaiki diri maka korosi akan terjadi pada permukaan logam. Bahan yang kita gunakan adalah garam dapur yang dapat dituliskan proses kimianya sebagai berikut: Na+ + e+…………………………………
Na +
Cl + e
-
Cl
………………………………….
2.1 2.2
Dari proses kimia di atas maka diperoleh keseluruhannya, dimana garam dicampur dengan air maka akan menghasilkan lauran NaCl :
Na + Cl
Na+ + Cl-
…………………………..
2.3
Oleh karena timbulnya korosi tersebut akibat adanya proses perendaman maka perlu dilakukan pengujian tarik pada bahan tersebut. Pengujian tarik merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik suatu bahan. Setiap bahan-bahan yang akan dilakukan pengujian tarik telah dipengaruhi oleh adanya korosi misalnya : pencampuran air dan garam yang dapat mengakibatkan sifat mekanik bahan tersebut menjadi berkurang. Oleh karena itu permukaan bahan semakin kecil dan mengalami kerusakan. Untuk mengetahui dan mengatasinya perlu dilakukan pengujian mekanik sampai seberapa besar perubahan yang terjadi pada hasil pengujian dan bagaimana hasil grafik yang akan diperoleh baik itu yang mengalami korosi maupun dan tidak mengalami korosi atau standar (Dewi, 2002).
2.6 Sifat Mekanik Logam
Sifat mekanik suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam untuk menahan beban yang diberikan baik bebas statis atau dinamis pada suhu kamar, suhu tinggi maupun di bawah suhu 0ºC. Beban statis adalah beban yang tetap besar dan arahnya setiap saat. Sedangkan beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya bisa berubah meurut waktu.
Universitas Sumatera Utara
Beban statis dapat berupa beban tarik, tekan lentur, puntir, geser, dan kombinasi dari beban tersebut. Sementara itu, beban dinamis dapat berupa beban yang tiba-tiba berubah-ubah. Sifat mekanik logam meliputi : kekuatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, aus dan lain-lain.
2.6.1 Kekerasan (Hardness)
Kekerasan adalah ketahanan bahan terhadap deformasi plastis, karena pembebanan setempat pada permukaan berupa goresan atau penekanan. Sifat ini banyak berhubungan dengan kekuatan, daya tahan aus dan kemampuan dikerjakan dengan mesin (mampu mesin). Cara pengujian kekerasan ada tiga yaitu dengan menggores, menjatuhkan dan dengan melakukan penekanan (uji tekan). Kekerasan suatu bahan dapat berubah bila dikerjakan dengan pengerjaan dingin (cold worked) seperti pengerolan, penarikan, serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas (Surdia, 1995)
Kererasan baja sangat dipengaruhi oleh kerusakan atau kegagalan material yang disebababkan oleh reaksi material tersebut dengan lingkungan. Baja adalah bahan konstruksi yang paling rawan dalam lingkungan atmosfer, air, air laut, dalam tanah yang tidak atau mengandung bakteri. Kekerasan baja yang dipercepat oleh bakteri dapat terjadi pada dasar tangki timbun BBM, dasar dan dinding bak air laut sebagai media pendingin, dan pada struktur yang dilapisi oleh boifilm. Kekerasan baja dapat diantisipasi glutaraldehid sebagai biosida terhadap SRB (Jalaluddin), 2005.
Kekerasan suatu bahan dapat diketahui dengan pengujian kekerasan memakai mesin uji kekerasan (hardness tester) menggunakan tiga cara atau metode yang telahb banyak dilakukan yaitu metode brinel, rockwell dan vickers.
2.6.1.1 Metode Rockwell Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Pengujian kekerasan Rockwell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang cocok digunakan untuk semua material yang keras dan lunak. Dalam pengujian Rockwell dengan standar JIS Z-2245 pada skala C digunakan kerucut intan sebagai indentor.
Pengujian dengan Rockwell C memakai penetrator speroconical diamond (permata berbentuk kerucut) dengan sudut puncak kerucut permata 120º dengan beban minor 10 kg dan beban mayor 150 kg atau beban awal Fo = 10 kg, beban tambahan F1 = 140 kg, sehingga beban total 10 + 140 = 150 kg. Kekerasan Rockwell C dapat ditulis dengan rumus:
HRc =
(
)
………………………………………….
2.4
dimana : k = 0,2 untuk kerucut diamond dan 0,2 untuk bola baja h1 = kedalaman penetrasi sesudah pembebasan beban (mm) h = kedalaman penetrasi pada beban primer (mm) C = nilai bagian skala = 0, 002 mm
Mesin uji kekerasan Rockwell dipakai karena: a. Digunakan untuk mengukur benda kerja yang dikeraskan (di-treatment). b. Mesin uji kekerasan Rockwell dapat memberikan harga kekerasan secara langsung dari beban kerja yang diset pada petunjuk (indikator) sehingga membuat waktu pengujian relatif cepat (Dalil, 1999).
2.6.2 KekuatanTarik
Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik yang sangat penting dari suatu logam, terutama untuk perhitungan-perhitungan konstruksi. Untuk memperoleh informasi tentang kekuatan tarik dilakukan pengujian tarik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengujian tarik, batang uji dikenai beban aksial yang ditambah secara berangsur-angsur secara kontinu. Pada saat yang bersamaan dilakukan pengukuranpengukuran yang diperlukan untuk menentukan besarnya tegangan dan regangan.
Bila suatu logam dibebani beban tarik maka akan mengalami deformasi, yaitu perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang dikenakan pada benda tersebut. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis dan secara plastis (Sumanto, 1996). Deformasi elastis adalah suatu perubahan yang segera hilang kembali apabila beban ditiadakan. Deformasi plastis adalah suatu perubahan bentuk yang tetap ada meskipun benda yang menyebabkan deformasi ditiadakan.
2.6.2.1 Prinsip Pengujian Tarik
Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap spesimen atau batang uji yang standar. Batang uji tarik tersebut dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan mesin tarik pada kedua ujung bahan dan ditarik memanjang secara perlahan-lahan. Selama penarikan setiap saat dicatat dengan grafik yang tersedia dalam mesin tarik. Besarnya gaya pertambahan panjang yang terjadi adalah sebagai akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan terus dilakukan sampai benda terputus.
2.6.2.2 Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)
Kekuatan tarik maksimum dinyatakan sebagai beban maksimum yang dapat diterima oleh bahan dibagi luas penampang semula bahan uji tanpa menjadi rusak atau putus. Kekuatan tarik maksimum (UTS) dinyatakan dengan rumus :
UTS =
=
=
………………………………..
2.5
Dimana : = kekuatan tarik bahan (N/m²) = beban maksimum (N) = luas penampang semula batangb uji (m²)
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.3 Regangan (ϵ)
Akibat tarikan, bagian panjang batang L mengalami ulur atau perpanjangan sebesar ΔL. Perpanjangan relatif yaitu pertambahan panjang persatuan panjang awal, didefinisikan sebagai regangan (Strain) normal dan dapat ditulis sebagai berikut :
ϵ=
Δ
=
( –
)
…………………………………………. .. 2.6
dimana: ϵ = Regangan ₒ = panjang batang uji mula-mula (m) L = panjang batang uji setelah menerima beban (m)
2.6.2.4
Modulus Elastisitac (E)
Modulus elastisitas adalah kemiringa kurva dari diagram tegangan dan regangan dalam daerah elastisitas linier. Modulus elastisitas dapat dihitung dengan membagi tegangan ( ᵤ) dan regangan ( ).
E=
є
…………………………………………… 2.7
Di mana : E = modulus elastisitas (N/ m²) = kekuatan tarik (N/ m²) ϵ = Regangan.
2.7 Pengaruh Suhu Terhadap Benda
Suhu atau temperatur merupakan ukuran panas atau dinginnya suatu benda. Benda mempeunyai suhu lebih tinggi dikatakan lebih panas. Benda mempunyai suhu lebih rendah dikatakan lebih dingin. Banyak sifat-sifat zat yang berubah terhadap perubahan suhunya. Sebagai contoh, sebagian besar zat akan memuai bila dipanaskan. Kecuali
Universitas Sumatera Utara
air bila dipanaskan dari 0ºC - 4ºC akan menyusut dan setelah 4ºC memuai. Gejala ini disebut anomali air. Sebatang besi akan lebih panjang ketika panas dari pada saat besi itu dingin (Tim Fisika Dasar, 2002).
Ada beberapa sifat zat yang berubah bila dipanaskan. Di antara sifat-sifatnya yang berubah itu adalah warnanya (besi yang panas pijar), volumnya, tekanannya dan daya hantar listriknya atau hambatannya (Kertiasa, 1994). Sifat-sifat zat yang berubah bila dipanaskan itu disebut sifat termometrik zat. Sifat termometrik ini dapat digunakan sebagai dasar untuk pengukuran suhu. Misalnya, pada besi menggunakan warna pijaran besi sebagai ukuran cukup atau tidak cukupnya suhu besi untuk ditempa.
Sifat suatu bahan akan berubah apabila suhunya berubah. Perlakuan panas pada bahan akan meningkatkan kekerasan pada logam. Perlakuan panas dapat mengubah sifat baja dangan cara mengubah ukuran dan bentuk butiran-butirannya. Bentuk butirannya dapat berubah dengan cara dipanaskan pada suhu di atas suhu pengkristalan kembali. Ukuran butiran dapat dikontrol melalui suhu dan lama pemanasannya. Tetapi pada perlakuan panas, adanya pemanasan tidak sampai pada inti bahan yang dipanaskan sehingga kekerasan yang diperoleh tidak maksimum.
Penahanan suhu dilakukan untuk memperoleh kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses pengerasan dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen. Pemanasan yang homogen menghasilkan struktur austenit yang homogen sehingga dapat dicapai kekerasan yang maksimum pada bahan.
Universitas Sumatera Utara