BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Material Material merupakan sumber daya utama dalam pelaksanan suatu proyek. Pengadaan dan pengalokasian material harus disesuaikan sesuaikan dengan jadwal yang telah ditetapkan. Keterlambatan pengadaan material akan menghambat proses pelaksanaan perkerjaan sehingga pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Tetapi pengadaan material yang berlebihan tidak ekonomis juga karena biaya yang tersedia seharusnya dialokasikan ke berbagai jenis perkerjaan yang lain. Pengadaan dan pengalokasian bahan bangunan harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan secara efektif dan efesien. Selain itu dibutuhkan tempat khusus untuk menyimpan matAgerial tersebut. Hal ini disebabkan kemungkinan kerusakan atau kehilangan material selama pelaksanaan proyek. Penyimpanan material harus memenuhi syarat-syarat penyimpanan yang telah ditetapkan, agar material tidak mudah rusak dan pada saat digunakan masih memenuhi standar mutu yang telah disyaratkan. Pada proyek yang memiliki luas lahan terbatas penyimpanan material sangat mempengaruhi produktivitas proyek. 2.2 Jenis – Jenis Material 1. Semen PC (Sutrisno, 2008) Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesive (adhesive) dan kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya fragmenfragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Semen merupakan bahan yang jadi dan mengeras dengan adanya air yang dinamakan semen hidraulis (hydraulic cements II-1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Semen
(Sumber : Foto Lapangan, 2016)
2. Agregat halus Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi dari batuan atau dapat juga merupakan pasir buatan yang dihasilkan oleh pemecah batu. Agregat halus atau pasir berperan penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability, kekuatan dan keawetan beton. Pasir sering kali mengandung mineral reaktif dan kotoran lainnya, oleh karena itu pemilihan pasir untuk beton harus dilakukan secara kolektif.
Gambar 2.2 Pasir
(Sumber : Foto Lapangan, 2016) II-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
3. Agregat Kasar Agregat kasar yang dimaksud adalah kerikil. Agregat kasar harus bersih dan bebas dari bagian yang halus, tidak mudah pecah dan bebas dari bahan-bahan alkali.
Gambar 2.3 Kerikil
(Sumber : Foto Lapangan, 2016)
4. Multipleks Multipleks untuk pekerjaan cetakan atau bekisting menggunakan kayu multipleks setebal 12 mm. Pada proyek ini, multipleks digunakan pada pekerjaan vertikal yaitu kolom, shear wall, dan retaining wall dan horizontal yang meliputi balok, pelat lantai dan bordess tangga. Maksimal penggunaan multipleks di proyek ini adalah untuk tiga kali pakai.
Gambar 2.4 Multipleks
(Sumber : Foto Lapangan, 2016) II-3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
5. Besi Beton Besi beton merupakan material baja berbentuk tulangan untuk konstruksi beton bertulang. Ada bermacam macam jenis dan mutu tergantung dari pabrik yang membuatnya. Ada dua jenis baja tulangan , tulangan polos ( Plain Bar ) dan tulangan ulir ( Deformed bar ). Sebagian besar baja tulangan yang ada di Indonesia berupa tulangan polos untuk baja lunak dan tulangan ulir untuk baja keras. Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami keretakan. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las (wire mesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik pengelasan. Baja beton dikodekan berurutan dengan: huruf BJ, TP dan TD, BJ berarti Baja, TP berarti Tulangan Polos dan TD berarti Tulangan Deformasi (Ulir). Angka yang terdapat pada kode tulangan menyatakan batas leleh karakteristik yang dijamin. Baja beton BJTP 24 dipasok sebagai baja beton polos, dan bentuk dari baja beton BJTD 40 adalah deform atau dipuntir. Pada penelitian ini pihak kontraktor menggunakan besi produksi PT. Cakratunggal Steel Besi tulangan yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat diantaranya : a. Besi tulangan yang dipakai tidak boleh cacat seperti retak, lipatan, gelembung atau bagian yang kurang sempurna. b. Percobaan mekanik meliputi percobaan tarik, percobaan kekerasan dan percobaan pukulan. II-4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
c. Pemotongan tulangan tidak boleh menggunakan alat pemanas (las), harus menggunakan alat pemotong besi (bar cutter) atau gergaji besi.
Gambar 2.5 Besi Beton
(Sumber : Foto Lapangan, 2016)
6. Kawat Bendrat Kawat pengikat atau bendrat harus terbuat dari baja lunak dengan berdiameter minimal 1 mm yang telah dipijarkan terlebih dahulu dan tidak bersepuh seng. Fungsinya adalah untuk mengikat antar tulangan agar sesuai di posisinya dann tidak bergeser saat dilkukan pengecoran
Gambar 2.6 Kawat Bendrat
(Sumber : Foto Lapangan, 2016)
II-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
7. Beton Readymix Pemakaian beton readymix harus mendapatkan persetujuan dari pengawas. Direksi berhak menolak setiap beton readymix yang sudah mengeras dan menggumpal juga penambahan air atau material lain dalam beton readymix. Hal tersebut tidak diperkenankan sama sekali karena akan merusak komposisi yang ada dan bisa menurunkan mutu beton yang direncanakan.
Gambar 2.7 Readymix
(Sumber : Foto Lapangan, 2016)
2.3 Waste Material Didalam penelitian (Wiguna, 2009), Waste secara umum didefinisikan sebagai substansi atau suatu obyek dimana pemilik punya keinginan untuk membuang (Waste Management licening regulation, 1994). Waste yang dihasilkan dari proyek konstruksi didefinisikan sebagai material yang sudah tidak digunakan yang dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan atau perubahan (Environmental Protections Agency, 1998). Waste material adalah kelebihan kuantitas material yang digunakan/ didatangkan, tetapi tidak menambah nilai pekerjaan. (Asiyanto, 2006). Tujuan dari pengalokasian sumber daya proyek adalah dalam rangka menekan/mengendalikan biaya proyek, yang pada intinya adalah pengendalian produktivitas dari sumber daya alat, tenaga dan pengendalian
II-6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
tingkat waste bagi material, serta pengendalian cost of money dari sumber daya uang. (Asnudin, 2010).
Gambar 2.8 Waste Besi
(Sumber : Foto Lapangan, 2016)
2.4 Jenis-jenis Waste 2.4.1
Tchobanoglous et al, 1976 dalam Intan. et al (2006) :
Sisa material yang timbul selama proyek konstruksi berdasarkan asalnya dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu : a. Demolition waste adalah sisa material yang timbul dari hasil pembongkaran atau penghancuran bangunan lama. b. Construction waste adalah sisa material konstruksi yang berasal dari pembangunan baru atau renovasi bangunan milik pribadi, komersil, dan struktur lainnya. Sisa material tersebut berupa sampah yang terdiri dari beton, batu bata, plesteran, kayu, sirap, pipa, dan komponen listrik. 2.4.2
Skoyley, (1976) dalam Intan .et al (2006) :
Sisa material konstruksi berdasarkan penyebabnya dapat digolongkan ke dalam dua kategori yaitu Indirect waste dan Direct waste. Direct waste adalah waste material yang timbul di proyek karena rusak, hilang dan tidak dapat digunakan lagi. Indirect waste II-7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
adalah waste material yang terjadi di proyek karena volume pemakaian volume melebihi volume yang direncanakan, sehingga tidak terjadi waste material secara fisik di lapangan dan mempengaruhi biaya secara tersembunyi (hidden cost), misalnya ketebalan plesteran melebihi ketebalan/volume yang direncanakan yang disebabkan oleh terjadinya deviasi dimensi elemen struktur pada saat pengecoran. a. Indirect waste (Asnudin, 2010) didalam (irmawaty,2015): Indirect waste adalah sisa material yang terjadi dalam bentuk pemborosan (moneter loss) akibat kelebihan pemakaian volume material konstruksi dari yang direncanakan dan tidak terlihat sebagai sampah di lapangan. Indirect waste terbagi atas tiga jenis, yaitu: i. Substitution waste Sisa material yang terjadi karena penggunaannya menyimpang dari tujuan semula, sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan biaya. Subtitution waste dapat disebabkan oleh tiga alasan: Terlalu banyak material yang dibeli, material yang rusak, dan makin bertambahnya kebutuhan material tertentu. ii. Production waste Sisa material yang disebabkan karena pemakaian material yang berlebihan dan kontraktor tidak berhak mengklaim atas kelebihan volume tersebut jika dasar pembayaran berdasarkan volume kontrak. iii. Negligence waste Sisa material yang terjadi karena kesalahan di lokasi (site error), sehingga kontraktor menggunakan material lebih dari yang ditentukan.
II-8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
b. Direct waste (Asnudin, 2010) didalam (Irmawaty,2015) : Direct waste adalah sisa material yang timbul di proyek karena rusak, tidak dapat diperbaiki dan digunakan lagi, atau hilang selama proses konstruksi. Direct waste terdiri dari: i. Transport & delivery waste Semua sisa material yang terjadi pada saat melakukan pengiriman material ke dalam lokasi proyek dan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya, termasuk pembongkaran dan penempatan pada tempat penyimpanan. Sisa material yang terjadi sebelum material masuk ke area proyek tidak diperhitungkan karena merupakan tanggung jawab pemasok. ii.
Site storage waste Sisa material yang terjadi karena penumpukan/penyimpanan material pada tempat yang tidak baik dan perpindahan material di dalam lokasi.
iii.
Conversion waste Sisa material yang terjadi karena dimensi di lapangan tidak sesuai dengan modular material sehingga membutuhkan konversi.
iv.
Fixing waste Sisa material yang terjadi akibat perbaikan (rework activity) termasuk material yang rusak atau terbuang selama perbaikan di lapangan seperti kawat bendrat, kayu, batu bata.
v.
Cutting waste Sisa material yang dihasilkan karena pemotongan bahan berdasarkan desain bangunan seperti tiang pancang, besi beton, batu bata, keramik. II-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
vi.
Application & residue waste Sisa material yang terjadi karena pemakaian bahan yang tidak rapi seperti adanya mortar yang jatuh/tercecer pada saat pelaksanaan atau mortar yang tertinggal kemudian mengeras pada akhir pekerjaan.
vii.
Learning waste Sisa material yang terjadi karena pekerja yang masih belum ahli dan masih dalam pembelajaran, seperti pekerjaan pembesian yang salah dan menghasilkan sisa material berupa kawat bendrat.
viii.
Management waste Sisa material yang terjadi karena pengambilan keputusan yang salah. Hal ini terjadi karena lemahnya sistem organisasi proyek, atau kurangnya pengawasan.
2.5 Bar Bending Schedule Bar Bending Scedule (BBS) merupakan divisi dibawah engineering yang bertanggung jawab dalam membuat, mengatur, melaksanakan dan mengontrol kegiatan oprasional pembesian struktur pada suatu proyek konstruksi. Pengerjaan bar bending schedule memuat dan menyajikan semua dimensi detail batang tulangan termasuk bengkokannya, demikian juga informasi mengenai mutu tulangan baja dan jumlah yang digunakan. Daftar batang tulangan dapat digunakan pula untuk tambahan keterangan pada daftar detail bengkokan, dan gambar pemasangan (Hartono, 2015). Bar bending schedule dikerjakan berdasarkan shop drawing yang sudah dibuat sesaui dengan shop drawing struktur dan gambar forcon detail penulangan struktur. Pengerjaan bar bending schedule memuat dan menyajikan semua dimensi detail batang tulangan termasuk bengkokannya, demikian juga informasi mengenai mutu tulangan baja dan jumlah yang digunakan. Daftar batang tulangan dapat digunakan pula untuk II-10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
tambahan keterangan pada daftar detail bengkokan, dan gambar pemasangan. Adapun uraian tugas dan tanggung jawab adalah sebagai berikut : a. Membuat perencanaan kegiatan operasional BBS i. Mempelajari gambar pelaksanaan penulangan beton (constr. drawing) ii. Merencanakan program kerja BBS sesuai urutan kerja lapangan iii. Membuat rencana / schedule permintaan material besi. b. Mengatur kegiatan operasional BBS i. Mengatur pendatangan besi sesuai kebutuhan lapangan ii. Melaksanakan kegiatan operasional BBS iii. Membuat BBS (Bar Bending Schedule) semua tulangan konstruksi beton bertulang iv. Pembuatan BBS pada lembar / format baku dan melengkapi semua penggambaran dan penulisan yang disyaratkan, yaitu ,sketsa bentuk tulangan, ukuran tulangan (diameter x panjang bahan, panjang tekuk, radius tekuk) dan jumlah & berat tulangan, arus / alir pemakaian sisa material hingga sisa / waste akhir. v. Membaca gambar kerja dan membuat gambar potong dan tekuk untuk difabrikasi. vi. Menyesuaikan pembuatan BBS terhadap schedule pelaksanaan area / bagian konstruksi secara berurutan vii. Memastikan pelaksanaan pekerjaan sesuai Instruksi Kerja yang berlaku viii. Menghitung kebutuhan material / volume besi beton ix. Memastikan ukuran tulangan dengan gambar kerja c. Mengontrol pelaksanaan operasional BBS i. Mengontrol pelaksanaan operasional BBS (waktu dan volume)
II-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
ii. Menganalisa hasil pelaksanaan kegiatan proyek untuk melihat kesesuaian antara rencana dan realisasinya. iii. Mengontrol waste besi.
Gambar 2.9 Contoh Shop Drawing BBS
(Sumber : Shop Drawing PT.Tatamulia, 2016)
2.6 Penelitian Terdahulu Terjadnya waste matrial pada suatu proyek konstruksi karena disebabkan beberapa faktor, berikut beberapa faktor penyebab waste yang telah diteliti pada proyek-proyek lain : 2.6.1
Rahmawati, Farida, (2013) Analisa Sisa Material Konstruksi dan Penanganannya Pada Proyek Gedung Pendidikan Profesi Guru Universitas Negeri Surabaya.
Berdasarkan hasil analisa Pareto maka material pada Proyek Gedung Pendidikan Profesi Guru Universitas Negeri Surabaya yang berpotensi memberikan kontribusi terbesar terhadap waste cost yaitu Bata ringan dengan waste cost sebesar = Rp 41.587.835,21. II-12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Sedangkan nilai waste index pada proyek gedung Pendidikan Profesi Guru Universitas Negeri Surabaya yaitu sebesar 0,0531. Faktor-faktor yang berpengaruh menyebabkan waste material pada bata ringan, besi polos Ø16, besi ulir D22, dan besi polos Ø10 dalam proyek gedung Pendidikan Profesi Guru Universitas Negeri Surabaya adalah faktor man, measure, dan management. Langkah-langkah untuk mereduksi waste dapat dirumuskan sesuai kriteria manusia, pengukuran dan manajemen. Cara-cara tersebut antara lain melakukan pengawasan, melakukan pengawasan yang tepat dan program penyimpanan material dengan lebih baik. 2.6.2
Anudin, Andi, (2010), Pengendalian Sisa Material Konstruksi Pada Pembangunan Rumah Tinggal.
Penanggulangan material sisa dalam pembangunan rumah tinggal dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan beberapa hal, antara lain: (1)perencanaan desain tapak dan denah, (2)alokasi material, dan (3)penggunaan jenis material, serta (4) tempat penyimpanan, dan (5)kemampuan tenaga kerja. Jenis material sisa (waste material) yang umumnya didapatkan dalam pembangunan rumah tinggal, yaitu dapat berupa: (1) potongan keramik,(2) kayu bekas penggunaan perancah dan cetakan beton (sloof, kolom, dan balok), dan (3) potongan besi tulangan, (4) potongan-potongan batu bata. 2.6.3
Widjaja, Katarina Raninda (2008): Penelitian awal penanganan kontraktor terhadap direct waste material pada proyek konstruksi di Surabaya.
Mengetahui cara penanganan kontraktor terhadap direct waste pada proyek konstruksi di Surabaya
pada penelitian ini dilakukan penyebaran kuisioner pada 15 proyek
pembangunan gedung bertingkat di Surabaya untuk mendapatkan data mengenai faktor penyebab terjadinya sisa material dan penanganan para kontraktor terhadap sisa material tersebut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penyebab sisa material tertinggi adalah II-13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
cutting waste sebesar 35,64%. Berdasarkan skala perbandingan volume sisa material terbanyak pada proyek-proyek di Surabaya adalah berupa sisa packaging sebesar 2,47%. 2.6.5
Hartono, Widi, (2016), Anaslisis dan Identifikasi Sisa Material Konstruksi Pembangunan Gedung Kantor Dan Rumah Dinas Kelurahan Gilingan (Studi Kasus Gedung Kelurahan dan Rumah Dinas Kelurahan Gilingan)
Klasifikasi dan pengelompokan jenis material yang dipakai dalam proyek pembangunan Gedung Kantor dan Rumah Dinas Kelurahan Gilingan menurut analisa 80/20 atau analisa Pareto’s Law menghasilkan delapan jenis material diantaranya; besi tulangan, beton K225, pasir, keramik 40x40, plafond gypsum, genting asbes sirap, kerikil 2/3, bata merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis material bata merah menghasilkan 21,84% waste disusul jenis material Keramik 40x40 dengan 21,07% waste dan jenis material lain sisanya. Pecahan bata merah digunakan untuk material bahan tambah urugan. Karena mempunyai nilai ekonomis rendah setelah menjadi waste, biasanya digunakan sebagai bahan tambah saja, sebagai bahan tambah urugan ataupun campuran acian. Keramik termasuk sisa material dengan nilai ekonomis rendah. Biasanya hanya dibuang dan sebagai bahan tambah material urugan. Sisa-sisa potongan keramik ini termasuk material direct waste dan bad waste, karena bentuk fisiknya terlihat dan mempengaruhi lingkungan dan sedikit mempunyai kegunaan lainnya selain dibuang. 2.6.6
Haposan , Jermias (2009), Identifikasi Material Waste Pada Proyek Konstruksi.
Melakukan penilitian identifikasi faktor penyebab waste material pada proyek Ruko San Diego Pakuwon City Surabaya. Data proyek yang diperlukan berupa data volume material terpakai dan volume material terpasang yang dihitung berdasarkan asbuilt II-14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
drawing dan pengukuran dilapangan. Faktor penyebab terjadinya waste material adalah cacat produk, kesalahan pekerja, tempat peyimpanan peralatan dan cuaca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai waste material terutama pembesian dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan waste adalah : a. Pemotongan Tulangan yang tidak sesuai gambar Shop Drawing BBS b. Kesalahan Pengukuran di Fabrikasi pembesian c. Kerusakan material setelah instalasi dilapangan akibat penumpukan material sembarangan d. Kesalahan pekerja karena kurangnya pengalaman bekerja e. Kesalahan Gambar shop drawing. 2.6.7
Wiguna, Putu Artama, dkk,2009. Identifikasi Material Waste Pada Proyek Konstruksi (Studi Kasus Ruko San Diego Pakuwon City Surabaya)
Dari hasil penelitian dan analisa data, hasilnya adalah besi beton ulir D16 memiliki waste cost terbesar, yaitu Rp.53,618,041.938 dan yang terkecil adalah keramik 40x40 dengan waste cost sebesar Rp.5,260,913.70. Dan waste index yang terjadi pada proyek ini sebesar 0,132 yang artinya total waste keseluruhan dibandingkan luas area proyek tidak terlalu besar. Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Material yang berpotensi memberikan kontribusi besar terhadap waste cost adalah material a. Besi beton ulir D16 dengan waste cost sebesar Rp. 53,618,041.938. b. Besi beton polos Ø10 dengan waste cost sebesar Rp. 34,980,089.458 c. Batu bata lokal 4x11x22 dengan waste cost sebesar Rp.12,314,430.00 d. Keramik 40x40 ex Platinum dengan waste cost sebesar Rp.5,260,913.70. II-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
2. Waste Index pada proyek ruko San Diego sebesar 0,132. Waste Index yang didapat bukan sebagai waste index keseluruhan dari Proyek Ruko San Diego karena waktu penelitian tidak dilakukan sampai pekerjaan selesai. Sehingga waste index ini tidak dapat di komparasi dengan waste index dari proyek lain yang ada di surabaya. Untuk waste level dari setiap material yang diteliti adalah sebagai berikut : a. Besi Ø 10 : 7.75% b. Batubata : 6.21% c. Besi D16 : 2.29% 2.7 Research Gap Penelitian ini
menggunakan beberapa jurnal sebagai rekomendasi data. Jurnal
penelitian digunakan 10 tahun sebelumnya. Setelah peneliti melakukan clustering dan mempelajari jurnal, masih ada kekosongan penelitian. Sehingga peneliti mengambil judul ”ANALISA WASTE BESI BETON PADA PROYEK HIGH RISE BUILDING (Studi kasus Proyek Apartemen U-Residence 3 dan Tower 5).
II-16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
BIAYA
BIAYA + MATERIAL
1. Wohon, fransisko yeremia ; 2015
1. Suryanto,intan ; 2006
BIAYA +WAKTU 1. pinori, pickson ; 2015
MATERIAL ANALISA SISA VOLUME BESI BETON BERDASARKAN BAR BENDING SCHEDULE PADA PROYEK HIGH RISE
WAKTU+MATERIAL
1.
Hartono, widi ; 2015
2.
Rinus, hendri ; 2014
3.
Wiguna, I putu artama ; 2015
4.
Rahmawati farida ; 2009
5.
Khadafi, muhamad ; 2008
6.
parindra., dwi yudika ; 2012
7.
Asnudin, andi ; 2012
8.
Kusuma, valentino ;2010
9.
Irmawati ; 2015
10. M. abdurahman ; 2012
1. febianti, evi ; 2015
Gambar 2.10 Research GAP Sumber : Hasil Olahan, 2016
II-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/