BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Beton Beton adalah suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan
membuat suatu campuran yaitu semen, pasir, kerikil dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang diinginkan. Kumpulan material tersebut terdiri dari agregat yang halus dan kasar. Semen dan air berinteraksi secara kimiawi untuk mengikat partikel-partikel agregat tersebut menjadi suatu massa padat.(George Winter, 1993).
Pada umumnya beton terdiri dari ± 15 % semen, ± 8 % air, ± 3 % udara, selebihnya pasir dan kerikil. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang berbeda-beda, tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan campuran, cara pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, dan sebagainya akan mempengaruhi sifat-sifat beton.(Wuryati Samekto, 2001).
Sifat beton meliputi: mudah diaduk, disalurkan, dicor, didapatkan dan diselesaikan, tanpa menimbulkan pemisahan bahan susunan pada adukan dan mutu beton yang disyaratkan oleh konstruksi tetap dipenuhi.(Daryanto, 1994).
Material beton mempunyai beberapa keunggulan teknis jika dibanding dengan material konstruksi lainnya. Bahan baku pembuatan beton, seperti semen, pasir dan koral atau batu pecah, sangat mudah diperoleh.
Keunggulan lain yang dimiliki beton dibandingkan dengan material lainnya adalah mempunyai kuat tekan dan stabilitas volume yang baik dan biaya perawatannya relatif lebih murah. Selain itu, material beton lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan, tidak mudah terbakar, dan lebih tahan terhadap suhu tinggi, sehingga banyak digunakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai pelindung struktur baja terhadap pengaruh kebakaran pada bangunan gedung.(Syarif Hidayat, 2009).
Sifat dan karakter mekanik beton secara umum : 1. Beton sangat baik menahan gaya tekan (high compressive strength), tetapi tidak begitu pada gaya tarik (low tensile strength). Bahkan kekuatan gaya tarik beton hanya sekitar 10% dari kekuatan gaya tekannya. 2. Beton tidak mampu menahan
gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena
elastisitasnya yang rendah. 3. Konduktivitas termal beton relatif rendah.
Dalam keadaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif. Beton juga akan memberikan hasil akhir yang bagus jika pengolahan akhir dilakukan dengan cara khusus umpamanya diekspose agregatnya (agregat yang mempunyai bentuk yang bertekstur seni tinggi diletakkan di bagian luar, sehingga nampak jelas pada permukaan betonnya).
Faktor – faktor yang membuat beton banyak digunakan karena memiliki keunggulan – keunggulannya antara lain : 1. Kemudahan pengolahannya. 2. Material yang mudah didapat. 3. Kekuatan tekan tinggi. 4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari kelebihannya.
Selain memiliki kunggulan-keunggulan seperti disebutkan di atas, beton juga memiliki kekurangan seperti berikut: 1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah 2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi
Universitas Sumatera Utara
3. Berat (bobotnya besar) 4. Daya pantul suara yang besar.
Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal (kecuali semen portland atau bahan tambah kimia), sehingga sangat menguntungkan secara ekomoni. Namun pembuatan beton akan menjadi mahal jika perencana tidak memahami karakteristik bahan-bahan penyusun beton yang harus disesuaikan dengan perilaku struktur yang akan dibuat. (Tri Mulyono, 2005)
2.1.1 Adukan Beton Beton yang berasal dari pengadukan bahan-bahan penyusun agregat kasar dan agregat halus kemudian diikat dengan semen yang bereaksi dengan air sebagai bahan perekat, harus dicampur dan diaduk dengan benar dan merata agar dapat dicapai mutu beton yang baik. Pada umumnya pengadukan bahan beton dilakukan menggunakan mesin pengaduk kecuali jika hanya untuk mendapatkan beton mutu rendah pengadukan dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin pengaduk. Kekentalan adukan beton harus diawasi dan dikendalikan dengan cara memeriksa kemerosotan (slump) pada setiap adukan beton baru.
Nilai slump digunakan sebagai petunjuk ketepatan jumlah pemakaian air dalam hubungannya dengan faktor air semen yang ingin dicapai. Waktu pengadukan lamanya tergantung pada kapasitas isi mesin pengaduk, jumlah adukan, jenis serta susunan butir bahan penyusun, dan slump beton, pada umumnya tidak kurang dari 1,50 menit dimulai semenjak pengadukan, dan hasil umumnya menunjukkan susunan dan warna merata. Sesuai dengan tingkat mutu beton yang dihasilkan memberikan: 1. Keenceran dan kekentalan adukan yang mmungkinkan pengerjaan beton (penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah kedalam adukan tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya segregation atau pemisahan agregat. 2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif, dan lain-lain) 3. Memenuhi uji kuat yang hendak dipakai. (Istimawan Dipohusodo, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Kinerja dan Mutu Beton Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur. Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kelas dan mutu beton yang dibuat. Sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan bangunan ataupun konstruksi yang akan dibangun untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan sesuai dengan dibutuhkan.
Menurut PBI’ 71 beton dibagi dalam kelas dan mutu sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Kelas dan Mutu Beton Kelas Beton
Mutu Beton
Kekuatan Tekan
Tujuan
Minimum
Pemakaian Beton
Kgf cm 2 I
Bo
50-80
Non-Struktual
II
B1
100
Rumah Tinggal
K125
125
Perumahan
K175
175
Perumahan
K225
225
Perumahan dan Bendungan
K>225
>225
Jembatan,Bangunan tinggi,
III
Terowongan kereta api (sumber : Gunawan, 2000)
Untuk kepentingan pengendalian mutu disamping pertimbangan ekonomis, beton '
dengan mutu Bo (beton dengan f c 50-80 MPa), perbandingan jumlah agregat (pasir, kerikil atau batu pecah) terhadap jumlah semen tidak boleh melampaui 8:1. Untuk Beton '
'
dengan mutu B1 (beton dengan f c 100 MPa), dan K125 (beton dengan f c minimum 125 MPa), dapat memakai perbandingan campuran unsur bahan beton dalam takaran volume 1 pc : 2 Ps : 3 kr atau 3/2 ps : 5/2 kr (pc = semen portland, ps = pasir, kr = kerikil). Apabila hendak menentukan perbandingan antar-fraksi bahan beton mutu K175 dan mutu lainnya yang lebih tinggi harus dilakukan percobaan campuran rencana guna
Universitas Sumatera Utara
dapat
menjamin
tercapainya
kekuatan
karakteristik
yang
diinginkan
dengan
menggunakan bahan-bahan susunan yang ditentukan.
2.1.3 Pengujian Pada Beton 2.1.3.1 Kuat Tekan Kuat tekan beton mengidentifikasi mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tinggkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kekuatan beton dinotasikan sebagai berikut : f 'c = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (Mpa). f ck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan dari hasil uji coba kubus 150 mm atau dari silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa). f c = Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa). f 'cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan perancangan campuran beton. S = Deviasi standar (s) (MPa).
Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-rata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari f 'c seperti yang telah disyaratkan. Kriteria penerima beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Standar Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0,85 f 'c untuk kuat tekan rata-rata dua silinder dan memenuhi f 'c +0,82 s untuk rata empat buah benda uji yang berpasangan. Jika tidak memenuhi, maka di uji mengikuti ketentuan selanjutnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton. Ada empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton : •
Proporsi bahan-bahan penyusunnya.
•
Metode perancangan.
•
Perawatan.
Universitas Sumatera Utara
•
Keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan, yang terutama dipengaruhi oleh lingkungan setempat. Kekuatan tekan f 'c ditentukan dengan silinder standar (berukuran 6 inci x 12
inci) yang dirawat di bawah kondisi standar laboratorium pada kecepatan pembebasan tertentu, pada umur 28 hari. Spesifikasi standar yang dipakai di Amerika Serikat biasanya diambil dari ASTM C-39. Perlu di pahami bahwa kekuatan beton struktur aktual dapat saja tidak sama dengan kekuatan silinder karena perbedaan pemadatan dan kondisi perawatan.
Pengujian kuat tekan beton dilakukan menggunakan alat Mesin Kompresor (Compressor Mechine) dengan rumus ( Lawrence H.Van Vlack, l989) : f 'c =
F A
(2.1)
dengan: f c = Kuat tekan (N/cm2) '
F
= Gaya Tekan (N)
A
= Luas bidang permukaan (cm2)
Dalam pengujian ini juga ada luas permukaan cetakan yang berbentuk silinder dengan rumus ( Lawrence H.Van Vlack, l989) : Luas permukaan (A) = π r2
(2.2)
dengan ; A = Luas Permukaan Cetakan (cm2) r = Tinggi cetakan silinder (cm)
2.1.3.2 Penyerapan Air (Water Absorbtion) Penyerapan air (water absorbtion) merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk memprediksi dan mengetahui kekuatan dan kualitas beton polimer yang dihasilkan. Beton polimer yang berkualitas baik memiliki daya serap air yang kecil
Universitas Sumatera Utara
dimana jumlah pori-pori pada permukaan sedikit dan rapat. Pengukuran penyerapan air (water absorbtion) menggunakan rumus ( Lawrence H.Van Vlack, l989) : Water Absorbtion (%) =
− mk mk
mb
× 100%
(2.3)
dengan: WA = Penyerapan air (%) mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram) mk = Massa kering sampel setelah direndam (gram)
2.1.3.3 Porositas Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubanglubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari volume zat padat yang di tempati oleh zat padat.
Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas tertutup dan porositas terbuka. Porositas tertutup pada umunya sulit untuk ditentukan pori tersebut merupakan rongga yang terjebak didalam padatan dan serta tidak ada akses ke permukaan luar, sedangkan porositas terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun rongga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka dengan rumus ( Lawrence H.Van Vlack, l989) : Porositas =
mb
− mk Vb
×
1
ρ air
× 100%
(2.4)
dengan: P
= Porositas (%)
mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram) mk = Massa kering sampel setelah direndam (gram) Vb = Volume benda uji (cm3)
Universitas Sumatera Utara
ρ air = Massa jenis air (gr/cm3)
Dalam pengujian ini juga di dapat kan volume benda uji berbentuk silinder dengan rumus ( Lawrence H.Van Vlack, l989) : Volume benda uji =
π 4
d 2L
(2.5)
( Lawrence H.Van Vlack, l989)
2.2 Agregat Agregat
menempati 65 – 80 % volum total dari beton, sifat-sifatnya sangat
mempengaruhi kualitas beton. Agregat yang baik seharusnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Keras dan kuat 2. Bersih 3. Tahan lama 4. Masa jenis tinggi 5. Butir bulat 6. Distribusi ukuran butir yang cocok. (Tata Surdia, 2005)
Agregat dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan massa batuan induk yang lebih besar. Oleh karena itu, sifat agregat tergantung dari sifat batuan induk. Sifat-sifat tersebut diantaranya, komposisi kimia dan mineral, klasifikasi petrografik , berat jenis, kekerasan (hardness), kekuatan, stabilitas fisika dan kimia, struktur pori, warna dan lain-lain. Namun, ada juga sifat agregat yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, yaitu ukuran dan bentuk partikel, tekstur dan absorbsi permukaan.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu, agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat kasar dan agregat halus berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun
Universitas Sumatera Utara
demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 – 40 mm disebut kerikil beton yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong atau bendungan, dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak dan lainnya.
2.2.1 Agregat Kasar Jenis agregat kasar yang umum adalah : 1. Batu Pecah Alami : Bahan ini di dapat dari cadas atau batu pecah alami yang digali.batu ini dapat berasal dari gunung api, jenis sedimen, atau jenis metamorf. Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu pecah kurang memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran dibandingkan dengan jenis agregat kasar lainnya. 2. Kerikil Alami : Kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir. Kerikil memberikan kekuatan yang lebih rendah dari pada batu pecah, tetapi memberikan kemudahan pengerjaan yang lebih tinggi. 3. Agregat Kasar Buatan : Terutama berupa slag atau shale yang biasa digunakan untuk beton berbobot ringan. Biasanya merupakan hasil dari proses lain seperti blast-furnace dan lain-lain. 4. Agregat untuk Perlindungan Nuklir dan Berbobot Berat : Dengan adanya tuntutan yang spesifik pada zaman atau sekarang ini, juga untuk pelindung dari radiasi nuklir sebagai akibat dari semakin banyaknya pembangkit atom dan stasium
Universitas Sumatera Utara
tenaga nuklir, maka perlu adanya beton yang dapat melindungi dari sinar x, sinar gamm, dan neutron.
2.2.2 Agregat Halus Agregat halus atau pasir adalah material yang dapat lolos dari saringan nomor 4, yaitu saringan yang setiap 1 inchi panjang mempunyai 4 lubang. Material yang kasar dari ukuran ini digolongkan sebagai agregat yang kasar atau koral.(George Winter, 1993).
Ukurannya bervariasi antara ukuran No. 4 dan No. 100 saringan Standar Amerika. Agregat halus yang baik harus bebas organik, lempung, partikel, yang lebih kecil dari saringan No.100, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak campuran beton. Variasi ukuran dalam suatu campuran harus mempunyai gradasi yang baik, yang sesuai dengan standar analisis saringan dari ASTM ( American Society of Testing and Materials ). Tabel 2.2 Syarat Mutu Kekuatan Agregat Sesuai SII.0052-08
Kelas dan mutu
Beton
Kekerasan dengan bejana
Kekerasan dengan
Rudelloff, bagian hancur
bejana geser Los
menembus ayakan 2
Angelos, bagian
mm,persen % maksimum
hancur menembus
Fraksi butir
Fraksi butir
ayakan 1,7 mm,%
9,5-19 mm
19 – 30 mm
maks.
1
2
3
4
Beton kelas I dan mutu
22-30
24-32
40-50
14-22
16-24
27-40
Kurang dari
Kurang dari
Kurang dari 27
14
16
B0 dan B1 Beton kelas II dan mutu K-125,K-175 dan K-225 Beton kelas III dan mutu > K-225 atau beton pratekan (sumber:Tri Mulyono 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Semen Semen adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis), dengan batu gips sebagai bahan tambahan. Bahan baku pembuatan semen adalah bahan-bahan yang mengandung kapur, silika, alumina, oksida besi, dan oksida-oksida lainnya.(Wuryati Samekto, 2001).
Fungsi utama semen adalah sebagai perekat.Bahan-bahan semen terdiri dari batu kapur (gamping) yang mengandung senyawa: Calsium Oksida (CaO), lempung atau tanah liat (clay) adalah bahan alam yang mengandung senyawa: Silika Oksida (SiO2), Aluminium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk klinker. Klinker kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum). (Abdul Rais,2007).
Semen dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu semen hidraulik dan semen nonhidraulik. Semen hidraulik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidraulik antara lain kapur hidraulik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland,semen alumina dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna, dan semen-semen untuk keperluan khusus. Sedangkan semen non-hidraulik adalah semen yang tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen nonhidraulik adalah kapur.(Tri Mulyono, 2005).
2.3.1 Semen Portland Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan sebagai semen hidraulik yang dihasilkan dengan menggiling kliner yang terdiri dari kalsium
Universitas Sumatera Utara
silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
Ditinjau dari penggunaannya, menurut ASTM Semen Portland dapat dibedakan menjadi lima tipe : a. Semen Tipe I ( Semen penggunaan umum ) Sifat dari semen portland tipe I yaitu MgO dan SO3 hilang pada
saat
pembakaran. Kehalusan dan kekuatannya secara berturut-turut juga ditentukan. Secara umum mempunyai sifat-sifat umum dari semen. Digunakan secara luas sebagai semen untuk teknik sipil dan konstruksi arsitektur misalnya pembangunan jalan, bangunan beton bertulang, jembatan dan lain-lain.
b. Tipe II ( Semen pengeras pada panas sedang ) Semen Portland tipe II mempunyai C3S kurang dari 50% dan C3A kurang dari 8%. Kalor hidrasi 70 kal atau kurang (7 hari) dan 80 kal atau kurang (28 hari) pada kondisi sedang. Peningkatan dari kekuatan jangka panjang diinginkan. Seca-ra umum dipakai untuk mencegah serangan sulfat dan lingkungan sistem drainase dengan kadar konsentrat tinggi didalam tanah.
c. Tipe III ( Semen berkekuatan tinggi awal ) Semen portland tipe III mengandung C3S maksimum. Kekuatan awal (1 hari dan 3 hari) diintensifkan, ditentukan untuk mempunyai kekuatan di atas 40 kg/cm² selama penekanan 1 hari dan di atas 90 kg/cm² selama penekanan 3 hari. Kegunaannya yaitu untuk menggantikan semen penggunaan umum untuk pekerjaan yang mendesak. Cocok untuk pekerjaan dimusim dingin. Biasanya dipakai untuk konstruksi bangunan, pekerjaan pembuatan jalan, dan produk semen. d. Tipe IV ( Semen jenis rendah ) Pada semen Portland tipe IV, kalor hidrasi lebih rendah l0 kal dari pada semen pengeras pada panas sedang, ditentukan dibawah 60 kal (7hari) dan diba-wah 70 kal yaitu 28 hari (ASTM).Memberikan kalor hidrasi minimum seperti semen untuk pekerjaan bendungan. Kegunaannya yaitu digunakan pada struktur-struktur dam dan bangunan
Universitas Sumatera Utara
masif. Dimana panas yang terjadi sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi kebutuhan beton/mortar.
e. Tipe V ( Semen tahan sulfat ) Semen portland tipe V mempunyai C3S dibawah 50% dan C3A dibawah 50% (ASTM). Diusahakan agar kadar C3A minimum untuk memperbesar ketaha-nan terhadap sulfat. Biasanya dipakai untuk pekerjaan beton dalam tanah yang mengandung banyak sulfat dan yang berhubungan dengan air tanah dan pelapisan dari saluran air dalam terowongan. (Chu Kia Wang, 1993)
Komposisi kimia dari kelima tipe semen tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 : Tabel 2.3 Persentasi Komposisi Semen Portland Tipe Semen
Komposisi dalam persen ( % ) C 3 S C 2 S C 3 A C 4 AF CaSO4 CaO
MgO Karakteristi k Umum
TipeI, Normal Tipe II, Modifikasi
49
25
12
8
2.9
0.8
2.4
46
29
6
12
2.8
0.6
3
Tipe III, Kekuatan Awal Tinggi
56
15
12
8
3.9
1.4
2.6
Tipe IV, Panas Hidrasi Rendah Tipe V, Tahan Sulfat
30
46
5
13
2.9
0.3
2.7
43
36
4
12
2.7
0.4
1.6
Semen untuk semua tujuan Relatif sedikit pelepasan panas, digunakan untuk struktur besar. Mencapai kekuatan awal yang tinggi pada umur 3 hari Dipakai pada bendungan beton Dipakai pada saluran dan Struktur yang diekspose terhadap
Universitas Sumatera Utara
sulfat 2.3.1.1 Semen Portland Tipe I Semen portland tipe I adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan sebagai semen hidraulik yang dihasilkan dengan menggiling kliner yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. (Tri Mulyono, 2005).
Semen Portland dibuat dari serbuk halus kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan aluminium silkat. Bahan baku utama dalam pemnuatan semen Portland adalah sebagai berikut : •
Kapur (CaO) – dari batu kapur
(60 – 65 %)
•
Silika (SiO2) – dari lempung
(17 – 25 %)
•
Alumina (Al2O3) – dari lempung
(3 – 8 %)
(Chu-Kia Wang, 1993).
Untuk Penelitian ini digunakan semen Portland Tipe I yang diproduksi oleh PT.Semen Padang, Sumatera Barat. Semen ini dibuat dengan standart ASTM C-150 untuk semen portland.
2.3.2 Semen Portland Pozzolan Pozzolan merupakan bahan yang mengandung silica atau senyawanya dan alumina, yang tidak memiliki sifat mengikat seperti semen, tetapi dalam bentuk yang halus adanya air dapat menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air. (Tjokrodimuljo,1996). Semen pozzolan adalah bahan pengikat hidrolis yang terbuat dari hasil penggilingan pozzolan dan kapur padam sesuai dengan ukuran halus dan homogen yang mempunyai sifat semen dan memenuhi standar yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
Kegunaan semen Portland pozzolan : 1. Sebagai pengganti semen Portland. 2. Bahan komponen bangunan struktur ringan seperti lantai, dinding dan saluran air. 3. Material untuk bangunan rumah sangat sederhana di perkotaan dan pedesaan. 4. Material untuk jalan lingkungan pedesaan. 5. Mempertinggi kualitas beton. (Distamben, 2009).
Semen portland pozzolan merupakan campuran dari semen portland biasa dengan serbuk halus trass atau pozzolan, atau benda-benda yang bersifat pozzolan (misalnya abu terbang, fly ash). Kadarnya adalah antara 10% - 30% dari berat. (Wuryati Samekto, 2001).
2.3.3 Faktor Air Semen (FAS) Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton. Namum demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu brarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini. Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65. Rata-rata ketebalan lapisan yang memisahkan antar partikel dalam beton sangat tergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butir semennya. (Tri Mulyono, 2005)
2.4 Air Air sebagai bahan pencampur smen berperan sebagai bahan perekat, sehinnga penambahan air dalam pembuatan spesi beton merupakan unsur yang sangat penting. Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen dan air akan membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-fragmen agregat. (Syarif Hidayat, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, air yang dapat diminum cocok digunakan sebagai air pencampur, sebab telah memenuhi persyaratan teknis sebagai air pencampur. Air yang digunakan dalam pembuatan beton pra-tekan dan beton yang akan ditanami logam alumunium (termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat) tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. Untuk perlindungan terhadap korosi, konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras pada umur 28 hari yang dihasilkan dari bahan campuran termasuk air, agregat, bahan bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas yang diberikan pada Tabel 2.4:
Tabel 2.4 Batas Maksimum Ion Klorida Jenis beton
Batas (%)
Beton pra-tekan
0,06
Beton bertulang yang selamanya berhubungan dengan klorida
0,15
Beton bertulang yang selamanya kering atau terlindung dari
1,00
basah
0,30
Konstruksi beton bertulang lainnya (sumber: Tri Mulyono 2005).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat Dan Bahan 3.1.1. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : -
Cetakan silinder, dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Universitas Sumatera Utara
-
Timbangan
-
Gelas Ukur 1000 ml.
-
Wadah
-
Kuas
-
Batang Perojok
-
Ayakan
-
Skrup
-
Sendok semen
-
Mesin Kompresor (compressor machine)
3.1.2. Bahan – bahan Bahan- bahan yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah : -
Semen Portland Pozzolan
-
Semen Portland Tipe I
-
Agregat a. Agregat kasar (kerikil) b. Agregat halus ( pasir).
-
Air
-
Vaselin
3.2 Metodelogi Penelitian 3.2.1 Diagram alir penelitian
- SEMEN PORTLAND POZZOLAN - SEMEN PORTLAND TIPE I
PASIR
KERIKIL
AIR
Universitas Sumatera Utara
PENCAMPURAN
PENGADUKAN
PENCETAKAN
PENGERINGAN
PERENDAMAN
PENGERINGAN
PENGUJIAN BETON
- Kuat Tekan - Penyerapan Air - Porositas
ANALISIS DATA HASIL / LAPORAN PENELITIAN
3.3 Prosedur Pengujian Kuat Tekan 3.3.1 Prosedur Pembuatan Benda uji Kuat Tekan Prosedur yang dilakukan pada penelitian kuat tekan yaitu: 1. Persiapan alat dan bahan Seluruh peralatan dan bahan disiapkan, guna memudahkan dalam pengerjaan pengadonan dan pencetakan benda uji.
Universitas Sumatera Utara
2. Perencanaan campuran beton Dalam penelitian ini digunakan campuran beton berdasarkan tabel dibawah ini dimana telah dilakukan penelitian terhadap berapa banyaknya digunakan komposisi beton tiap m 3 yaitu:
Tabel 3.1 Komposisi Adukan Beton Rencana Nama Bahan
Massa/Volume
Perbandingan
kg 3 m Semen
367,4
1
Pasir
720,5
2
Kerikil
1127,0
3
Air
185,0
0,5 Sumber : Tri Mulyono,2005
Gambar 4.1 : Cetakan silinder ∅ 15 cm, t 30 cm
Volume beton 1 buah silinder adalah : Silinder dengan : Diameter
= ∅ 15 cm
Maka jari-jari, r = ½ (15 cm) = 7,5 cm Tinggi, t
= 30 cm
Universitas Sumatera Utara
Volume beton
= π x (r )2 x t = (3,14) x (7,5 cm)2 x (30 cm) = (3,14) x (56,25 cm2) x (30 cm) = 5298,75 cm3 = 0,00529875 m3
Untuk menghindari hilangnya beton pada waktu pengecoran maka dilakukan Safety Factor (SF) = 1,2. Maka volume beton yang diaduk untuk 1 buah beton silinder dengan SF = 1,2 adalah Volume 1 buah silinder = 0,00529875 m3 x 1,2 = 0,0063585 m3 maka massa komposisi pasta dari beton untuk satu buah silinder dengan volume 0,0063585 m3 adalah sebagai berikut;
Contoh perhitungan: Massa semen = 0,0063585 m3 x 367,4 Kg/m3 = 2,34 Kg Nama Bahan
Massa/Volume
Perbandingan
kg 3 m Semen
2,34
1
Pasir
4,58
2
Kerikil
7,17
3
Air
1,18
0,5
Maka untuk 3 buah silinder atau per sample: Contoh perhitungan: Massa semen = 2,34 x 3 = 7,02 Kg Massa pasir
= 4,58 x 3 = 13,74 Kg
Universitas Sumatera Utara
Massa kerikil = 7,17 x 3 = 21,51 Kg Massa air
= 1,18 x 3 = 3,54 Kg
3. Pengadonan dan Pencetakan Adapun pembuatan benda uji yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan bahan-bahan campuran beton yaitu semen, pasir, kerikil dan air. 2. Setelah semua bahan disediakan maka dimasukan bahan dalam tempat pengadonan yaitu pasir, kerikil, dan semen lalu diaduk sampai rata dan diberi air pada bagian tengah adonan serta dibiarkan ± 2 – 5 menit agar campuran saling mengikat. 3. Kemudian diaduk dan dicampur semua pasta beton sampai campuran benar-benar homogen. 4. Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukan pasta beton kedalam cetakan silinder setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian dirojok dengan batang perojok besi untuk menjamin kepadatan susunan campuran. 5. Dimasukkan kembali 1/3 bagian campuran pasta beton kedalam cetakan kemudian dirojok kembali. 6. Dimasukkan kembali pasta beton kedalam cetakan sampai penuh kemudian dirojok kembali. 7. Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan benda uji diletakkan pada ruangan perawatan. 8. Setelah beton berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda uji sesuai yang diinginkan kemudian diletakkan pada ruangan perawatan kembali.
3.3.2 Prosedur Pengujian Kuat Tekan Beton ( Compresive Strength ) Pengujian kuat tekan beton dilakukan untuk mengetahui kuat tekan hancur dari benda uji. Benda uji yang dipakai adalah silinder. Pengujian kuat tekan dilakukan saat beton berumur 7, 14, 21 dan 28 hari. Jumlah beton yang diuji pada umur 7, 14, 21 dan 28 hari, yaitu terdiri dari 3 buah sampel untuk masing-masing campuran.
Universitas Sumatera Utara
Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Mengeluarkan benda uji setelah berumur 6, 13, 20 dan 27 hari dari bak perendaman dan diletakkan pada ruangan sampai sampel kering dan hal ini dilakukan selama 24 jam tepatnya benda uji mencapai umur 7, 14, 21 dan 28 hari. 2. Sebelum benda uji diberi pembebanan, diukur kembali masing-masing sisi. 3. Beban tekan diberikan secara perlahan-lahan pada benda uji dengan cara mengoperasikan tuas pompa sehingga benda uji runtuh. 4. Pada saat jarum penunjuk skala beban tidak naik lagi atau bertambah, maka skala yang ditunjukkan oleh jarum tersebut dicatat sebagai beban maksimum yang dapat dipikul oleh benda uji tersebut. 5. Prosedur ini dilakukan untuk sampel benda uji kuat tekan yang lain.
3.4 Prosedur Pengujian Penyerapan Air 3.4.1 Prosedur Pembuatan Benda Uji Penyerapan Air Prosedur yang dilakukan pada penelitian penyerapan air yaitu: 1. Persiapan alat dan bahan Seluruh peralatan dan bahan disiapkan, guna memudahkan dalam pengerjaan pengadonan dan pencetakan benda uji.
2. Perencanaan campuran beton Dalam penelitian ini digunakan campuran beton berdasarkan tabel 3.1.
3. Pengadonan dan Pencetakan Adapun pembuatan benda uji yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan bahan-bahan campuran beton yaitu semen, pasir, kerikil dan air. 2. Setelah semua bahan disediakan maka dimasukkan bahan pada tempat pengadonan yaitu pasir, kerikil, dan semen dan diaduk sampai rata dan diberi air pada bagian tengan adonan serta dibiarkan ± 2 – 5 menit agar campuran saling mengikat.
Universitas Sumatera Utara
3. Kemudian diaduk dan dicampur semua pasta beton sampai campuran benar-benar homogen. 4. Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukkan pasta beton ke dalam cetakan silinder setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian dirojok dengan batang perojok besi untuk menjamin kepadatan susunan campuran. 5. Dimasukkan kembali 1/3 bagian campuran pasta beton kedalam cetakan kemudian dirojok kembali. 6. Dimasukkan kembali pasta beton kedalam cetakan sampai penuh kemudian dirojok kembali. 7. Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan benda uji diletakkan pada ruangan perawatan. 8. Setelah beton berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda uji sesuai yang diinginkan kemudian diletakkan pada ruangan perawatan kembali.
3.4.2 Prosedur Pengujian Penyerapan Air ( Water Absorbtion ) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya air yang diserap oleh beton partikel setelah direndam pada periode tertentu. Uji penyerapan air ( water absorbtion ) menggunakan benda uji berbentuk silinder. Penyerapan beton dilakukan pada saat beton berumur 7, 14, 21 dan 28 hari, dengan jumlah beton yang akan diuji yaitu terdiri dari 3 sampel untuk masing-masing campuran.
Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Benda uji pada umur 6, 13, 20 dan 27 hari diambil dari ruangan dan ditimbang guna mengambil massa keringnya (mk). 2. Kemudian benda uji dilakukan perendaman di dalam bak perawatan selama 24 jam. 3. Setelah perendaman benda uji dikeluarkan, tepatnya benda uji berumur 7, 14, 21 dan 28 hari maka benda uji bila perlu dilap seluruh permukaan benda uji guna menghindari air yang berlebihan.
Universitas Sumatera Utara
4. Maka benda uji tersebut ditimbang kembali untuk memperoleh masa basah benda uji (mb) tersebut. 6. Prosedur ini dilakukan untuk sampel benda uji yang lain.
3.5 Prosedur Pengujian Porositas 3.5.1 Prosedur Pembuatan Benda Uji Porositas Prosedur yang dilakukan pada penelitian porositas yaitu:
1. Persiapan alat dan bahan. Cetakan berupa silinder sebanyak 12 buah disiapkan, begitu juga dengan material untuk benda uji.
2. Perencanaan campuran beton Dalam penelitian ini digunakan campuran beton berdasarkan tabel 3.1.
3. Pengadonan dan Pencetakan Adapun pembuatan benda uji yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan bahan-bahan campuran beton yaitu semen, pasir, kerikil dan air. 2. Setelah semua bahan disediakan maka dimasukkan bahan pada tempat pengadonan yaitu pasir, kerikil, dan semen dan diaduk sampai rata dan diberi air pada bagian tengah adonan serta dibiarkan ± 2 – 5 menit agar campuran saling mengikat. 3. Kemudian diaduk dan dicampur semua pasta beton sampai campuran benar-benar homogen. 4. Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukkan pasta beton kedalam cetakan silinder setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian dirojok dengan batang perojok besi untuk menjamin kepadatan susunan campuran. 5. Dimasukkan kembali 1/3 bagian campuran pasta beton ke dalam cetakan kemudian dirojok kembali. 6. Dimasukkan kembali pasta beton kedalam cetakan sampai penuh kemudian dirojok kembali.
Universitas Sumatera Utara
7. Permukaan cetakan diratakan dengan skrap dan benda uji diletakkan pada ruangan perawatan. 8. Setelah beton berumur 24 jam cetakan dibuka dan diberi nomor kode pada benda uji sesuai yang diinginkan kemudian diletakkan pada ruangan perawatan kembali.
3.5.2 Prosedur Pengujian Porositas Prosedur pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui besarnya porositas yang terdapat pada benda uji. Semakin banyak porositas yang terdapat pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya. Pengujian porositas menggunakan benda uji berbentuk silinder. Pengujian porositas dilakukan pada beton uji penyerapan air. Sehingga pengujian porositas dapat langsung bersamaan dengan uji penyerapan air. Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Benda uji pada umur 6, 13, 20 dan 27 hari diambil dari ruangan dan ditimbang guna mengambil masa keringnya (mk). 2. Kemudian benda uji dilakukan perendaman di dalam bak perawatan selama 24 jam 3. Setelah perendaman benda uji dikeluarkan, tepatnya benda uji berumur 7, 14, 21 dan 28 hari maka benda uji bila perlu dilap seluruh permukaan benda uji guna menghindari air yang berlebihan. 4. Maka benda uji tersebut ditimbang kembali untuk memperoleh masa basah benda uji (mb) tersebut. 5. Prosedur ini dilakukan untuk sampel benda uji yang lain. 3.6 Pengujian Sampel 3.6.1 Kuat Tekan Kuat tekan beton pada dasarnya adalah sebuah fungsi dari volume pori/rongga dari beton itu sendiri. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 7, 14, 21 dan 28 hari, dimana pada saat umur 6, 13, 20 dan 27 hari benda uji dikeluarkan dari bak perendaman dan pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 benda uji dikeringkan dengan udara bebas. Pengujian kuat tekan dilakukan menggunakan alat Mesin Kompresor
Universitas Sumatera Utara
(Compressor Machine) hingga didapatkan beban maksimumnya. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap sampel agar diperoleh kuat tekan rata – rata. Kuat tekan beton dapat ditentukan dengan rumus 2.1.
3.6.2 Penyerapan Air (Water Absorbtion) Pengujian ini, dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya air yang diserap oleh beton direndam pada periode tertentu. Dalam pengujian ini beton yang sudah mengalami aging selama 7, 14, 21 dan 28 hari ditimbang dengan maksud mendapatkan massa kering dari beton (mk) setelah itu beton direndam selama 24 jam untuk memperoleh massa basah beton (mb), namun dalam hal ini beton dilap terlebih dahulu agar basah daripada beton tidak berlebihan. Besarnya penyerapan air dapat ditentukan dengan rumus 2.3.
3.6.3 Porositas Pengujian porositas dilakukan pada benda uji yang sama terhadap pengujian penyerapan air (water absorbtion) jadi pengujian ini dilakukan guna memperoleh massa basah (mb) setelah beton direndam dan diperoleh massa kering (mk) sebelum dilakukan perendaman. Porositas dari benda uji dapat ditentukan dengan rumus 2.5.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Data 4.1.1 Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton dilakukan dengan menggunakan alat Mesin Kompresor (Compressor Machine). Kuat tekan beton dapat ditentukan dengan rumus 2.1.
Perhitungan pengujian kuat tekan sebagai berikut: •
Kuat tekan beton
Universitas Sumatera Utara