BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar Membran Membran dapat didefinisikan sebagai selaput/film tipis yang bertindak sebagai pembatas selektif antar dua fasa atau lebih oleh sebab sifat semipermeable yang dimilikinya (Wenten, 2002). Secara fisik membran dapat berwujud cair atau gas, fungsinya sebagai agen pemisah dengan selektifitas berdasarkan perbedaan koefisien difusifitas, potensial listrik, atau solubilitas. Gaya dorong proses pemisahan melalui membran antara lain perbedaan gaya tekan, konsentrasi, temperatur, atau potensial listrik (tabel 1.1). Teknologi membran yang pertama kali muncul dalam skala industri adalah reverse osmosis, mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF), elektrodialisis (ED), membran elektrolisis (MEL), dan difusi dialisis (DD), serta dialisis. Ketujuh membran diatas adalah generasi membran pertama. Sedangkan membran gas separation (GS), vapour permeation (VP), pervaporasi (PV), dan membran kontaktor (MC) sebagai generasi lanjutan berada dalam tahap pengembangan ke arah industrial (Mulder, 1996) Tabel 2.1 Proses pemisahan dengan membran berdasarkan gaya dorongnya Beda Tekanan Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi Nanofiltrasi Reverse osmosis Piezodialisis
Beda Konsentrasi Pervaporasi Pemisahan gas Permeasi uap Dialisis Dialisis – difusi Carrier – mediated transport (sumber : Wenten, 2004)
Beda Temperatur Thermo osmosis Distilasi membran
Beda potensal listrik Elektrodialisis Elektro-osmosis Membran elektrolisis
2.1.1 Prinsip Dasar membran Membran memfasilitasi zat secara spesifik untuk berpindah dari satu sisi ke sisi yang lainnya. Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa membran yang menggunakan beda tekan B.67.3.04
9
sebbagai drivingg force memiliki selektivvitas berdasaarkan besarnnya pori. Reeverse osmossis mem miliki pori terkecil sehhingga hanyya air (moleekul dalam ukuran nan nometer) yanng dap pat melewatii membran tersebut. t Kinnerja membrran dapat diiukur melaluui pengukuraan fluk ks. Persamaaan fluks seb bagai fungsi driving force adalah sebbagai berikutt : (2.1)) X/Δx = drivin ng force. ΔX X = temperaturr, konsentrassi, atau tekannan mbran dapaat berupa faasa homogenn (gas-gas; cair-cair) attau heterogeen Fassa antar mem (gaas-cair).
Gambar 2.1 Selektivitaas molekul pada p membraan dengan beda tekan sebagai driving forcce (Wenten, 2004) 2.1.2 Material Membran bran terbagi menjadi duaa yaitu mem mbran biologgis dan sinteesis. Membraan Maaterial memb sinttesis dapat berupa b inorganik atau organik. Beeberapa mateerial yang sering s dipakkai dalaam membraan organik antara lain selulosa, polisulfon, p ppolietersulfo on, poliolefiin, poliamida, poliipropilen, poolietekton, daan poliakilonnitril. Material diatas terrgolong bahaan wa karbon dann komposit dapat d menjaadi polimer tunggaal. Beberapa campuran antar senyaw matterial membrran sintesis. Terrmasuk dalaam membraan inorganikk adalah meembran kerramik, glasssy membranne,
B.667.3.04
10
metalllic membrane, dan zeolit. Materialnya dapat berasal dari Al3O2, SiO2, dan ZrO. Jenis membran ini memiliki keunggulan dalam hal ketahanan temperatur dan kekuatan gaya. Namun aplikasinya sangat terbatas karena harganya mahal. Berbeda dengan membran sintesis, membran biologis memiliki struktur yang paling rumit diantara semua jenis membran. Penyebab kerumitan tersebut adalah fungsi yang spesifik untuk tiap jenis membran. Oleh karena itu membran biologis jarang digunakan dalam teknologi industrial (Mulder, 1996).
2.1.3 Karakterisasi Membran Performansi membran sangat tergantung pada karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik ini sangat spesifik pada setiap jenis proses pemisahan. Sehingga sebelum digunakan dalam aplikasi, membran perlu dikarakterisasi terlebih dahulu. Beberapa parameter diantaranya adalah ukuran pori, distribusi pori, tebal membran, permeabilitas, dan kristalinitas. Metode karakterisasi tersebut berbeda untuk setiap jenis membran. Karakterisasi membran berpori secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 metode yaitu parameter yang berhubungan dengan struktur dan permeasi. Metode karakterisasi membran mikrofiltrasi diantaranya scanning electron microscop, atmoic force microscopy, bubble-point method, intrusi merkuri, dan uji permeabilitas. Sedangkan metode karakterisasi ultrafiltrasi diantaranya adsorpsi-desorsi gas, termoporometri, permporometri, liquid displacement, dan rejeksi solut. Karakterisasi membran non-pori terdiri dari uji permeabilitas, pengukuran properti fisik, plasma etching, dan surface measurement (Mulder, 1996).
2.1.4 Peristiwa Perpindahan dalam Membran Pendekatan teoritis untuk menjelaskan peristiwa perpindahan dalam membran dapat dilakukan dalam beberapa pemodelan yakni model “Black Box”, model untuk membran porous, model untuk membran dense, dan model universal. a. Model “Black Box” Pendekatan model ini adalah melalui fungsi disipasi, Φ. Persamaan disipasi dapat B.67.3.04
11
dituliskan sebagai berikut. . ∆μ
. ∆μ
(2.2)
dimana, ∆μ
∆μ
∆μ
,
,
(2.3)
b. Model Membran Porous Representasi model yang paling mudah untuk jenis ini adalah menggunakan persamaan Hagen-Poiseuille dengan asumsi pori membran berbentuk silinder paralel berukuran sama. Persamaannya adalah sebagai berikut. ∆
(2.4)
∆
Efek struktur membran terlihat dalam persamaan 1.4. Selain Hagen-Poiseuille, pemodelan bentuk lain dilakukan oleh Kozeny-Carman dengan persamaan sebagai berikut. ∆ ∆
(2.5)
Persamaan Kozeny-Carman mengasumsikan pori terbentuk dari bola-bola berjejal. c. Model Dense Membrane Dalam membran tak berpori, perbedaan konsentrasi digunakan sebagai driving force. Pendekatan peristiwa perpindahan dijelaskan dengan hukum Fick. ∆
(2.6)
∆
Gradien antara driving force dan fluks adalah difusifitas membran. Permeabilitas membran dense berpengaruh pada peristiwa perpindahan karena permeabilitas merupakan perkalian antara solubilitas dan difusifitas. d. Model Universal Persaman dasar untuk membandingkan berbagai proses membran dengan perpindahan akibat difusi adalah sebagai berikut. ∆
B.67.3.04
,
,
(2.7)
12
(W Wenten, 2004))
2.2 Membran Desalinasi knologi desaalinasi konveensional adaalah multi-eff ffect distillattion, vapor compressioon, Tek dan n multi-stagee flash. Tekn nologi ini m masih tetap digunakan d ddalam industrri terutama di wilayah Asia Barat B (Bruggeen, 2003)
Gambar 2.2 Skem ma alat multi-effect distillaation
mbar 2.3 Skkema alat muulti-stage flassh Gam Muulti-effect disstillation (M MED) adalahh teknologi berdasar paada proses penguapan p a air darri brine melalui transfe fer panas yaang diterim ma dari kukuus terkondeensasi. Kukuus diproduksi seccara bertahaap dan diopperasikan paada tekanann dan tempeeratur rendaah sehhingga energgi yang diiterima darii kukus terrkondensasi dapat diggunakan padda pen nguapan lebiih lanjut. Seedangkan vappour compreession (VC) adalah variiasi dari ME ED dim mana kompreesi kukus diidapat melallui air yang telah diuapkkan, sehingg ga panas lateen uap p termanfaaatkan secarra efisien. Selanjutnyaa multi-stagge flash (M MSF) adalaah B.667.3.04
13
kombinasi dari serangkaian tangki penguapan dimana evaporasi brine dihasilkan dari pressure drop, bukan dari pertukaran panas dengan kukus terkondensasi (Bruggen, 2003). Kelemahan VC adalah teknologi yang kompleks sehingga aplikasinya terbatas pada pabrik kecil. Sedangkan MED sering bermasalah dalam korosi dan erosi material yang kontak dengan brine, terutama heat exchanger. Pada sisi lain, MSF sebagai jawaban dari kedua teknologi diatas memiliki masalah harga / biaya yang lebih tinggi. Adanya kebutuhan yang sangat tinggi terhadap air bersih terutama pada wilayah gurun/kering mengharuskan adanya teknologi alternatif yang lebih baik. Membran desalinasi dapat menjawab permasalahan tersebut, sehingga dalam 30 tahun terakhir desalinasi dengan membran berkembang sangat pesat. Membran desalinasi adalah membran yang digunakan dalam proses pengolahan air laut menjadi air tawar. Beberapa teknologi membran yang digunakan antara lain reverse osmosis, nanofiltrasi, mikrofiltrasi-ultrafiltrasi, elektrodialisis, dan membran distilasi. Membran desalinasi mengalami pengembangan yang cukup pesat. Reverse Osmosis (RO) dapat dioperasikan dalam tekanan rendah oleh sebab adanya film tipis membran komposit yang memfasilitasi sistem bekerja dibawah 20 bar. RO juga dapat dikombinasikan dengan accelerated precipitation untuk meningkatkan recovery air (Cohen, 2006). Kombinasi lain yang sudah berkembang adalah UF-MF sebagai pretreatment RO yang berguna untuk menurunkan tekanan operasi dan turbiditas brine (Bates dkk., 2001). Namun RO membutuhkan energi yang besar dari listrik. Dalam hal ini dibutuhkan teknologi alternatif yang dapat memanfaatkan sumber energi alternatif seperti energi angin, energi matahari, energi nuklir, dan proses eksotermik. Membran distilasi (MD) adalah opsi terbaik yang dapat menjawab permasalahan di atas. MD dapat mengutilisasi energi panas buang rendah sebagai sumber energi dan menghasilkan kualitas air murni 100%. Drioli dkk. (2007) menyebutkan bahwa MD dapat terintegrasi dengan teknologi membran lain seperti MF, UF, dan RO secara fleksibel. Hal ini dilakukan untuk menggabungkan berbagai kelebihan dari masing-masing teknologi tersebut. Dalam B.67.3.04
14
integrasi proses membran diatas, menghasilkan keuntungan sinergis, unit yang lebih sederhana dan kemungkinan untuk otomasi sistem dan pengendalian jarak jauh. Selain itu, integrasi membran dapat menurunkan biaya operasi dan perawatan secara signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi integrasi membran merupakan teknologi masa depan yang sangat menjanjikan dengan RO, MD, UF/MF, dan NF sebagai komponen teknologinya.
2.3 Membran Distilasi Membran kontaktor adalah membran yang memfasilitasi fasa gas dan cairan untuk kontak secara langsung tanpa adanya pencampuran dengan tujuan perpindahan antar fasa (Wiesler, 1996). Membran tidak bertindak sebagai selective barrier dan pemisahannya berdasar pada kesetimbangan fasa. Membran distilasi adalah bagian dari membran kontaktor (Curcio, 2005).
Gambar 2.4 Sistem membran kontaktor lanjutan
2.3.1 Prinsip Dasar MD Dalam proses MD, microporous hydrophobic membrane dikontakkan dengan larutan akuatik yang terpanaskan pada satu sisi (umpan/retentat). Sifat alami hidrofobik dari membran mencegah transfer massa dari fasa cair dan membangun interfasa uap-cair
B.67.3.04
15
pada pori masuk. Disini senyawa volatil akan terevaporasi, terdifusi dan/atau terkonveksi melalui membran dan kemudian terkondensasi atau terambil pada sisi lain (permeat/distilat) dari sistem (Curcio, 2005).
Gambar 2.5 Skema proses MD Gaya dorong dari perpindahan uap berasal dari perbedaan tekanan uap antara 2 larutan di interfasa yang disebabkan oleh gradien temperatur. Karakteristik hidrofobik dari material polimer mencegah perpindahan fasa larutan curah melewati membran. Sehubungan dengan hal tersebut, morfologi membran menjadi paramer kritik dalam proses. Batas maksimum ukuran pori yang diizinkan adalah saat molekul cairan berpenetrasi ke dalam membran (Drioli, 1985). Kondisi tersebut berhubungan dengan tekanan umpan masuk (liquid entry pressure, LEP), yang dijelaskan dalam persamaan Laplace (Cantor),
(2.8)
2.3.2 Konfigurasi MD Variasi konfigurasi digunakan untuk menentukan perilaku perbedaan tekanan uap melewati membran sehingga menggerakkan/menghasilkan fluks (Lawson, 1997). Gambar 2.6 mengilustrasikan 4 konfigurasi paling umum dalam proses MD yang digunakan untuk menghasilkan driving force yang dibutuhkan.
B.67.3.04
16
Gambar 2.6 Macam konfigurasi MD Penjelasan untuk Gambar 2.6 adalah sebagai berikut. 1. DCMD configuration : Larutan akuatik yang lebih dingin daripada larutan umpan dipertahankan tetap kontak langsung dengan sisi permeat. Perbedaan temperatur transmembran mendorong perbedaan tekanan uap. Akibatnya molekul volatil menguap pada interfasa larutan panas/uap melewati membran dalam fasa uap dan berkondensasi dalam interfasa larutan dingin/uap di dalam modul membran. 2. AGMD configuration : Celah udara stagnan diletakkan diantara membran dan permukaan kondensasi. Dalam hal ini molekul volatil yang menguap, melewati pori membran dan celah udara sampai akhirnya terkondensasi pada permukaan dingin di dalam modul membran. 3. SGMD configuration : Gas inert dingin yang mengalir pada sisi permeat membawa molekul juap keluar membran dan proses kondensasi terjadi di luar modul. 4. VMD configuration : Kondisi vakum diterapkan pada sisi permeat dengan menggunakan pompa vakum. Tekanan vakum tersebut lebih rendah daripada tekanan uap dari molekul volatil yang hendak dipisahkan dari umpan. Dalam hal ini kondensasi terjadi di luar modul. Masing-masing konfigurasi di atas memiliki kelebihan dan kekurangan. Konfigurasi DCMD diaplikasikan bila komponen utamanya air dan berhubungan dengan komponen non-volatil. Pada AGMD, permeat tidak kontak langsung dengan permukaan membran sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan sejumlah kecil komponen volatil dalam larutan. VMD dan SGMD digunakan apabila terdapat komponen volatil dalam jumlah besar yang ingin dipindahkan dari larutan. (El-Bourawi, 2006) B.67.3.04
17
2.3.3 Peristiwa Perpindahan MD 2.3.3.1 Transfer Massa Dalam medium berpori, Fujii (1992) mengasumsikan difusi pada permukaan diabaikan, perpindahan massa dipengaruhi oleh resistansi viskositas (berasal dari perpindahan momentum ke supported membrane), resistansi difusi Knudsen (karena tumbukan antara molekul dengan dinding membran), atau difusi biasa (karena tumbukan antar molekul yang berdifusi) (Kast, 2000). Predominan, koeksistensi, atau transisi diantara semua bentuk mekanisme diatas diestimasi dengan membandingkan mean free path, ι, dari molekul berdifusi terhadap mean pore size membran (Knudsen number) (2.9) Dalam continuum region, Knudsen number (Kn) yang didefiniskan sebagai rasio free path gas terhadap diameter pori, bernilai kurang dari 1 dan fluks dapat dijelaskan dengan hukum Darcy. Sedangkan dalam Knudsen region nilai Kn lebih besar dari 1 yang dijelaskan dalam hukum Knudsen. Dusty gas model kerap digunakan dalam mendeskripsikan fluks molar gas melalui media berpori. Masson dkk. (1983) mendeskripsikan persamaan fluks sebagai berikut ini. (2.10) (2.11) (2.12) (2.13) Simplifikasi persamaan sehubungan dengan konfigurasi MD dirumuskan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2 Simplifikasi persamaan untuk perpindahan massa melewati membran microporous
B.67.3.04
18
Dalam menentukan nilai koefisien transfer massa, Shepherd (2004) memberikan persamaan J=
Jv =
2 dp ε 1 3 δ τ ℜTm 2 dp ε 3 δ τ
2ℜTm π M H 2O
2 M H 2O
πℜTm
(2.14)
( Δpv )
(2.15)
Jumlah fluks massa yang mengalir melewati membran dapat dijelaskan dengan persamaan difusi Maxwell sebagai berikut (Gryta, 2002). (2.16) Scott (2003) mengemukakan bentuk lain untuk mencari fluks dengan pendekatan dusty gas model. J =−
J out =
B.67.3.04
1 RT
⎡ P⎤ ⎢ K0 vm + B0 μ ⎥ ∇P ⎣ ⎦
P ⎤ ΔP ⎡ K 0vm + B0 av ⎥ μ⎦ RT ⎢⎣
1 ⎛R ⎞ Rout ln ⎜ out ⎟ ⎝ Rin ⎠
(2.17) (2.18)
19
Dengan pendekatan Knudsen, Srisurichan (2005) mengemukakan persmaan fluks sebagai berikut. ⎡ 2r ⎛ 8RT ⎞1/ 2 ⎤ ⎢ pa2 ⎜ ⎟ + PDij ⎥ ε PDij ⎢ 3 ⎝ π Mi ⎠ ⎥ J =− ln ⎥ τδ RT ⎢ 1 2r ⎛ 8RT ⎞1/ 2 ⎢p + PDij ⎥ ⎢⎣ a 3 ⎜⎝ π M i ⎟⎠ ⎥⎦
(2.19)
2.3.3.2 Transfer Panas Total fluks panas yang berpindah melalui membran dengan 2 mekanisme, konduksi dengan material membran dan panas laten yang dibawa oleh uap. Kesetimbangan energi diferensial diekspresikan dalam persamaan berikut.
(2.20) Dimana entalphi uap pada temperatur T ditentukan dengan persamaan berikut, (2.21) Selain itu, Lawson (1997) mendeskripsikan persamaan total panas yang berpindah melalui membran, yakni. (2.22) Dengan H.
(2.23) Transfer panas pada Vacuum MD sedikit berbeda dengan konfigurasi lain. Hal ini disebabkan pengabaian fluks panas konduksi oleh sebab kondisi vakum tinggi yang diterapkan pada sisi permat. Li (2005) merumuskan fluks yang berpindah melewati membran. (2.24) Nilai koefisien transfer panas dapat diprediksi melalui persamaan yang disajikan pada B.67.3.04
20
Tabel 2.3 dan 2.4. Khusus untuk modul membran hollow fiber dalam aliran cross-flow estimasi koefisien perpindahan panas dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.3 Prediksi persamaan untuk koefisien perpindahan panas
B.67.3.04
21
Tabel 2.4 Estimasi perpindahan panas pada hollow fibre aliran cross-flow
2.3.4 Resistansi Perpindahan Panas dan Massa Resistansi terhadap perpindahan massa dan panas disebabkan oleh : 1. Adanya film tipis yang terbentuk di permukaan membran dalam mana pada bagian B.67.3.04
22
tersebut profil temperatur dan konsentrasinya tidak sama dengan profil yang ada pada fasa curah. Dalam hal ini resistansi temperatur disebut temperature polarization. Film tipis tersebut merupakan boundary layer yang terbentuk pada setiap permukaan membran yang menyebabkan perbedaan temperatur pada interfasa liquid membran lebih rendah daripada yang berada dalam fasa curah. Hal ini mengurangi gaya dorong. Koefisien temperatur polarisasi didefinisikan sebagai
(2.25)
Gambar 2.7 Polarisasi temperatur dan konsentrasi dalam MD Sementara itu pada perpindahan massa juga dapat terbentuk film tipis sebagai boundary layer yang disebut polarisasi konsentrasi. Konsentrasi polarisasi adalah peningkatan konsentrasi non-volatil solut pada permukaan membran.Hal ini secara umum kuran begitu berpengaruh pada kondisi feed yang encer. Sedangkan pada kondisi umpan yang cukup kental, konsentrasi polrasasi dapat terjadi oleh terciptanya kondisi lewat jenuh, solut non volatil sehingga dapat membentuk deposit/kristal. Koefisien polarisasi konsentrasi didefinisikan sebagai
(2.26)
2. Resistansi perpindahan massa dan panas juga disebabkan oleh karakter membran tersebut. Hal ini dapat dilihat pada gambar B.67.3.04
23
Gambar 2.8 Skema olarisasi temperatur, polarisasi konsentrasi dan transport resistance Besarnya resistansi dalam membran, yakni. (2.27)
(2.28) (2.29)
(2.30)
2.3.5 Flux Decay Fenomena Flux Decay belum dapat dijelaskan secara detail. Hanya beberapa peneliti yang membahas Flux Decay (Gassel, 1986; Schneider dkk., 1988; Drioli dan Wu, 1985; Franken dkk, 1987; Banat dan Simandl, 1994). Dengan lama operasi Gassel (1986), tidak ditemukan adanya fenomena flux decay pada membrannya. Drioli dan Wu (1985) B.67.3.04
24
menemukan dalam pengoperasian membran selama 4 hari mengakibatkan flux decay sebesar 60%. Franken dkk. (1987) mengemukakan pengaruh terbesar fenomena ini adalah wetting. Menurutnya, pengoprasian membran distilasi dalam jangka waktu yang lama akan menghasilkan semakin banyak wetting, sehingga cairan permeate kembali menuju aliran umpan. Akan tetapi, pendekatan tersebut tidak bisa dilakukan untuk kasus tekanan hidrostatik umpan lebih tinggi dari permeat dimana fluks akan meningkat seiring meningkatnya wetting. Mekanisme lain yang dapat menyebabkan flux decay adalah fouling. Ada beberapa jenis fouling yang dapat menyumbat pori pada MD membran, yakni biological fouling, penumpukan deposit pada permukaan membran, dan adanya partikel yang terbawah dalam aliran umpan sehingga partikel terperangkap dalam interfasa memran dengan cairan. Dari semua kemungkinan ini, belum ada pemodelan yang pasti untuk fenomena flux decay.
2.3.6 Wetting Selama operasi proses MD, terdapat fraksi pori membran yang diisi oleh umpan sebagai hasil dari interaksi umpan/membran. Kehadiran garam dalam umpan secara signifikan mempengaruhi pembasahan dalam membran. Dalam proses MD, larutan garam mengalir melalui modul dan secara simultan terkonsentrasi dan terdinginkan. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan kristal garam pada permukaan membran dan menyebabkan pembasahan pada fragmen membran oleh kristal. Fenomena polarisasi temperatur dan konsentrasi secara signifikan memfasilitasi nukelasi garam pada permukaan membran (Gryta, 2002). Selain itu, pembahasan pada membran juga tergantung pada beberapa faktor seperti tegangan permukaan cairan, sudut kontak cairan membran, serta ukuran dan bentuk pori. Kemungkinan penetrasi air ke dalam membran secara signifikan akan tereduksi jikalau membran memiliki pori lebih kecil dan sudut kontak lebih tinggi (Gryta, 2007). Terdapat 4 mekanisme pembasahan pada membran,
B.67.3.04
25
Gambar 2.9. Jenis mekanisme pembasahan pada membran Parsial pembahasan yang lambat pada membran berhubungan dengan fenomena yang sedang berjalan pada permukaan membran atau hasil dari degradasi material polimer sukar dieliminasi (Schneider, 1988). Pembahasan pada lapisan permukaan meskipun telah berlangsung pada kedalam yang cukup signifikan, masih memungkinkan celah gas antara umpan dengan distilat dalam membran dapat diperhatikan. Hal ini tidak termasuk dalam kasus kebocoran umpan (Gryta, 2005). Memburuknya kualitas distilat akan berlangsung ketika pembahasan parsial terjadi. Dalam kasus ini, penaikkan sediki tekanan hirdorlik pada sisi distilat, memungkinkan mencegah terjadinya pembocoran umpan (leakage). Dalam kasus ini jikalau area membran yang terbasahi tidak terlalu besar, proses MD masih dapat berlangsung (Karakulski, 2005).
Gambar 2.10 Model pembasahan membran akibat pembentukan deposti garam di dalam membran selama terjadi pengkonsentrasian larutan garam B.67.3.04
26
2.3.7 Manfaat MD Menurut Islam (2004), manfaat dari membran distilasi adalah sebagai berikut. 1. Penyisihan ion, makromolekul, koloid, sel, dan zat non-volatil lain hingga 100% 2. Temperatur operati lebih rendah dibandingkan dengan distilasi konvensional 3. Tekanan operasi lebh rendah dibandingkan dengan proses membran konvensional berdasarkan gaya dorong tekan 4. Mereduksi interaksi kimia antara membran dan larutan proses. 5. Persyaratan mekanik yang lebih lunak dalam hal tekanan dan kemampuan menahan panas. 6. Mereduksi ruang penguapan dibandingkan dengan proses distilasi konvenional Sedangkan menurut beberapa ilmuwan lain. 1. Mereduksi kecepatan uap karena membran memfasilitasi proses agar terbentuk interfasa antara 2 fasa. (Xu dkk., 2005) 2. Heat loss lebih sedikit disebabkan oleh temperatur operasi lebih rendah (Xu dkk., 2005) 3. Rejeksi tinggi sebagai akibat dari kinerja yang berdasar pada kesetimbangan fasa uap-cair (Xu dkk., 2005) 4. Lebih sulit untuk terjadinya fouling karena ukuran pori yang lebih besar dibandingkan membran difusional jenis lain. (Xu dkk., 2005) 5. Umpan tidak memerlukan ekstensif pre-treatment untuk mencegah membran fouling seperti yang terjadi di dalam proses membran berbasis tekanan (Sirkar, 2001) 6. Kemampuannnya dalam mengolah larutan akuatik umpan pada konsentrasi solut non-volatil yang sangat tinggi 7. Peralatan untuk MD lebih kecil dibandinkan teknologi konvesional lainnya. 8. Energi efisien, karena dapat diutilisasi oleh low grade waste heat dan atau sumber alternatif energi seperti energi matahari, energi geotermal, energi nuklir dan dsb (Lawson, 1997)
2.4 Membran Kristalisator B.67.3.04
27
Membran kristalisasi (MCr) adalah MDC atau kombinasi antara MDC dengan membran berbasis tekanan lainnya. MDC merupakan kombinasi proses pemisahan membran dengan crystallizer sebagai post-treatment atau pengolahan pada downstream. Membran yang digunakan adalah membran distilasi dan atau membran lain yang berbasis tekanan. Hal ini sedikit berbeda dengan pengertian term MDC yang
berarti bahwa proses
membran yang digunakan. Membran kristalisasi merupakan membran yang diajukan sebagai salah satu membran yang paling berpotensi dari konsep MD. Selain air sebagai recovery, MCr juga menghasilkan padatan garam. Membran ini menggunakan prinsip perpindahan massa evaporatif dari zat volatil melalui microporous membran dengan tujuan memekatkan konsentrasi feed sampai keadaan super-saturated. Bila MCr diawali dengan tahap NF atau RO, brine pekat hasil keluaran proses NF atau RO adalah feed bagi membran tipe ini dimana kristal dapat terbentuk dari inti-inti garam yang muncul dalam proses membran distilasi. Penggunaan MCr mengurangi masalah pembuangan brine, keluaran proses berada dalam keadaan super-saturated sehingga dapat mudah untuk diolah lebih lanjut. Kristalisasi sering digunakan dalam proses pemurnian dan pemisahan, namun permasalahan muncul pada desain alat kristalisasi. Peralatan industri seringkali menghasilkan garam yang tidak memenuhi kriteria kualitas garam umum ataupun industri. Integrasi penggunaan proses membran dengan kristalisasi telah menunjukkan potensinya dalam beberapa laporan terakhir (Sluys, 1996). Perpindahan massa pada microporous hydrophobic membrane mempunyai keuntungan dibandingkan dengan RO dalam hal penurunan tekanan uap disebabkan oleh tingginya konsentrasi dan viskositas. Laju laminer pada bagian tubular atau lumen pada membran dapat meningkatkan homogenitas dari umpan, menguragi tegangan mekanik, dan mengarahkan terjadinya pembentukan kristal garam. Distribusi massa dalam membran dapat dieksepresikan sebagai fungsi dari fraksi massa B.67.3.04
28
dalam persamaan berikut.
(2.31)
2.5 Variabel Operasi MDC 2.5.1 Variabel Input Variabel input terdiri dari temperatur, konsentrasi, laju alir, dan kecepatan pengadukan. Efek dari masing-masing variabel terhadap fluks telah banyak diteliti. Naiknya temperatur feed pada seluruh model MD, menghasilkan kenaikan fluks. Efek dari konsentrasi berbanding terbalik terhadap fluks dan beberapa peneliti menemukan dalam konfigurasi AGMD kenaikkan konsentrasi hampir tidak mempengaruhi besarnya fluks. Kenaikan laju alir bagi beberapa kasus menunjukkan pengaruh yang positif bagi fluks, namun ada beberapa kasus yang menunjukkan hubungan asimtotik terhadap waktu. Kecepatan pengadukan hanya dilakukan pada konfigurasi DCMD dan VMD saja dan semakin cepat pengadukannya, fluks yang didapatkan akan semakin besar (Bourawi dkk., 2006).
2.5.2 Variabel Output Variabel yang dapat divariasikan pada bagian permeate (output) adalah temperatur dan laju alir. Variasi hanya dilakukan pada konfigurasi DCMD, AGMD, dan SGMD. Seiring dengan kenaikan temperatur permeat, fluks menjadi semakin kecil, namun beberapa peneliti mengemukakan bahwa temperatur permeat tidak memberikan perubahan yang signifikan pada fluks. Laju alir hanya memberikan dampak yang positif bagi modul DCMD, karena pada AGMD hampir tidak terjadi perubahan fluks dan pada SGMD terdapat nilai maksimal laju alir yang dapat divariasikan (Bourawi dkk., 2006).
2.5.3 Perbedaan Temperatur Perbedaan temperatur dapat diaplikasikan pada DCMD, AGMD, dan SGMD. Perbedaan temperatur tidak terlalu memberikan efek yang signifikan terhadap fluks, namun dalam perbedaan temperatur yang sama, rata-rata temperatur yang semakin tinggi mengaikibatkan perubahan secara eksponensial pada fluks. Hasil yang berbeda B.67.3.04
29
didapatkan untuk konfigurasi SGMD dimana kenaikan fluks hanya terjadi secara monotan terhadap kenaikan rata-rata temperatur. (Mengual dkk., 1997)
2.5.4 Perbedaan Tekanan Uap Gaya dorong dari MD adalah perbedaan tekanan uap pada kedua sisi membran. Perbedaan ini didapatkan dari pebedaan temperatur atau menggunakan tekanan vakum pada sisi permeat modul. Hubungan linear didapat antara kenaikkan perbedaan tekanan uap dengan fluks permeat. Permeat fluks dan tekanan hidrostatik transmembran pada VMD meningkat seiring dengan turunnya tekanan vakum pada sisi permeat (Bourawi dkk., 2006).
2.6 Parameter / Karakteristik Membran MDC 2.6.1 Tebal Membran Tebal membran memberikan efek
pada resistansi terhadap transfer massa. Untuk
mendapatkan permeabilitas MD yang tinggi, membran harus setipis mungkin, namun untuk mendapatkan efisiensi panas, membran harus dibuat setebal mungkin. Fluks pada permeat merupakan fungsi dari ketebalan membran. Dengan bantuan simulasi terkomputasi, ketebalan optimum membran diperkirakan berada antara 30-60 µm. Namun dalam penelitian yang lain, penggunaan composite hydrophobic/hydrophilic membran dapat memberikan ketebalan membran sebear 5 µm(Lagana dkk., 2000).
2.6.2 Porositas Membran Membran dengan porositas tinggi menghasilkan luas permukaan yang tinggi untuk terjadinya evaporasi. Pada umumnya porositas berada antara 30-85 %. Semakin tinggi porositas, maka semakin tinggi pula fluks yang didapatkan. Selain itu, porisitas tinggi juga mengakibatkan turunnya conductive heat loss pada membran, karena koefisien perpindahan panas gas yang terperangkap dalam membran jauh lebih kecil dibandingkan koefisien pada bahan membran (Schofield., 1987).
2.6.3 Ukuran Pori Membran Ukuran pori yang digunakan dalam MD berkisar antara 100 nm s.d. 1 µm dan fluks B.67.3.04
30
permeat akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran pori membran. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan persamaan Knudsen. Wetting semakin mudah terjadi bila ukuran pori semakin besar. Nilai optimum ukuran pori dibutuhkan untuk menghasilkan kinerja membran yang maksimal. Prediksi ukuran pori dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan dari teori kinetik gas (Cath, 2004).
2.6.4 Distribusi Ukuran Pori Pengaruh distribusi ukuran pori sampai saat ini telah diteliti hanya untuk konfigurasi DCMD dan VMD. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, belum terdapat kejelasan efek dari distribusi ukuran pori terhadap fluks (Bourawi dkk., 2006).
2.6.5 Tortuositas Pori Tortuositas membran didefinisikan sebagai jarak rata-rata pori dibandingkan dengan tebal membran. Sampai saat ini tortuositas pori belum ditemukan hubungan yang pasti dengan fluks. Hambatan terjadi dalam metode menentukan tortuositas. Namun metode permeasi gas digabungkan dengan pengukuran porositas dapat digunakan sebagai metode penentuan tortuositas (Khayet dkk., 2004).
2.6.6 Karakteristik Permukaan Membran Membran dalam MD hanya bertindak sebagai fasilitator interfasa uap/cair dan tidak mempengaruhi kesetimbangan diantara keduanya. Namun membran harus resistant terhadap larutan feed. Cara untuk mencegahnya adalah menggunakan membran hidrofobik atau dengan membuat energi permukaan membran serendah mungkin (Khayet, 2003).
2.7 Historis dan Perkembangan Membran Distilasi-Kristalisasi Membran distilasi pertama kali diperkenalkan oleh Bodell pada tahun 1963 dalam percobaannya menggunakan silicone rubber sebagai media pemisah larutan brine (Bodell, 1963). Weyl pada tahun 1967 mendapatkan paten atas penemuannya menggunakan material membran hidrofobik yang lebih efisien (Weyl, 1967). Dari sini dapat dikatakan membran distilasi telah lahir. Namun penerimaan masyarakat akademis B.67.3.04
31
mau upun industtrial kurang begitu besaar karena meembran disttilasi tmenghhasilkan flukks yan ng sangat renndah dibandding dengan RO. Baru pada p pertenggahan tahun 1980-an, MD M men njadi tema yang y sangat umum u di kallangan masyyarakat akademis. Hal inni dapat dilihhat dalaam gambar berikut b
Gambarr 2.11 Perkem mbangan jum mlah publikaasi MD dari 1963 sampaai 2005 Finndley kemud dian menyussun teori dassar dan hasil percobaan dari Directt Contact MD M yan ng menjelaskkan bahwa jika operasioonal MD berrharga rendaah, pada tem mperatur lebih ting ggi, berjangk ka waktu lam ma, maka metode m ini mmiliki m nilai keekonomiaan yang tingggi unttuk dikembaangkan. Jum mlah publikaasi mengenaai hal ini keemudian berrkembang duua kalii lipat padda tahun 1990-an 1 karrena adanyya penemuaan-penemuan n baru yanng mem mungkinkan n membran distilasi-krisstalisasi dap pat teraplikaasikan dengaan hasil yanng lebiih baik. Kristalisasi yanng diutilisasii dari prosess membran diperkenalka d an pada tahuun 19889 oleh Wu dan Drioli, pada saat iitu MDC masih m dalam tahap ide dan d teori yanng akh hirnya diteriima secara akademis pada awal tahun 20000-an dengan munculnyya pubblikasi membbran kristalissator (MCr).. ka cakrawalaa ilmu pengeetahuan lebih luas dengaan munculnyya Pubblikasi tersebbut membuk konnsep dasar mengenai m utiilitas kristallisasi dalam proses mem mbran downsstream secaara lebiih baik dibaandingkan prroses konveensional (Cuurcio dkk., 2001). Dari sini s kemudiaan dap pat diketahuii bahwa terddapat sinerggi yang mem munculkan ppengaruh dann hasil sanggat signnifikan dalaam proses integrasi i meembran den ngan proses lain. Peneelitian terbarru men ngenai hal tersebut teelah membuuktikan bahw wa membraan kemudiaan mengalam mi tran nsformasi yaang cukup beesar dengan model kom mbinasinya beersama proses lain (Driooli dkkk,. 2007). Prroses integraasi tersebut dapat d disebu ut bersinergii dengan carra menguranngi B.667.3.04
32
kelemahan pada satu proses oleh kemampuan superior pada proses lain, sampai akhirnya proses secara keseluruhan memiliki efisiensi yang sangat tinggi, menghasilkan produk yang berkualitas sangat tinggi, effluent yang sangat minimal, dan ramah lingkungan, serta komponen biaya yang sangat ekonomis. Hal ini tidak mungkin tercapai tanpa ada penemuan-penemuan penting dalam perkembangan membran distilasi. Publikasi penemuan membran distilasi berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama sebelum mencapai momentum yang besar seperti saat ini. Membran distilasi sampai saat ini belum teraplikasi dalam dunia industrial. Hal tersebut bukan disebabkan oleh nilai komersial yang kurang menguntungkan, justru sebaliknya proses MDC / MCr memiliki keunggulan proses maupun keekonomian. Hanya saja terdapat beberapa aspek krusial yang belum dijelaskan dengan gamblang. Selain itu, membran distilasi mengalami inkonsistensi yang membingungkan antara hasil percobaan salah satu peneliti dengan peneliti lain. Sebagai contoh adalah fluks, laju permeat ini dalam satu percobaan mengalami tidak penurunan setelah proses eksperimen berlangsung selama sebulan, padahal pada percobaan lain ditemukan bahwa laju permeat fluks turun dengan cepat dalam percobaan yang berlangsung hanya dalam sehari ( El-Bourawi dkk., 2006). Dari sini dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan membran distilasi masih berlangsung dan belum cukup sampai pada titik komersial. Usaha menuju ke arah tersebut tentu sangat besar. Hal ini dapat diamati dalam jumlah penelitian dan publikasi yang berkembang dua kali lipat pada tahun-tahun terakhir. Proses kristalisasi dalam membran kristalisator dijelaskan dengan baik oleh Gryta (2007). Selama ini dianggap bahwa proses pembasahan yang disebabkan oleh terbentuknya kristal dalam membran menyebabkan tersumbatnya fluks permeat. Hal tersebut memang cukup logis dan telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya. Namun saat ini diketahui bahwa proses kristalisasi dalam membran tidak selamanya merugikan. Terbentuknya kristal ion bivalen pada lapis permukaan membran malah dapat mencegah terbentuknya kristal ion monovalen pada pori membran, sehingga menghasilkan fluks yang lebih stabil. Selanjutnya jika pori membran tersebut ternyata diisi oleh deposit B.67.3.04
33
kristal, fluks malah mengalami kenaikan. Asalkan kondisi tersebut dijaga pada pembasahan parsial yang tidak terlalu besar. Selanjutnya, publikasi Curcio (2007) membuktikan dengan sangat baik aspek-aspek penting dalam integrasi proses membran. Curcio mengungkapkan hasil percobaannya sebagai berikut, “ In this work the potentialities of different integrated membrane desalination systems have been analyzed. The results achieved confirm the interest in operating by combining different membrane units for seawater desalination. In particular, the presence of NF as pretreatment allows the increase of tthe water recovery of the RO unit up to 52%; the introduction of a MCr unit, on one or on both retentate streams, increases the plant recovery factor so much as to reach 92.8% (at spesific configuration), higher than that of a RO unit (about 40%) and much higher than that of a typical MSF (about 10%). The presence of a membrane crystallization and/ or membrane distillation unit introduces an additional thermal energy requirement which increases the global energy demand. However, if the water streams are already available at the temperature needed for carrying out the MCr/MD operation or the thermal energy is available in the plant, the energy requirement of the integrated system with MCr decreases, reaching competitive values with those of the other desalination processes. The recourse to the MD and/or MCr allows utilizing the added value of the retentate, increasing the plant recovery factor, reducing the brine disposal problem and its environmental impact, and producing valuable crystals for medical, domestic or agricultural use. In the integrated membrane systems analysed in this work, the quality and the quantity of produced crystals are high enough that the gain for the salts sale covers more than entirely the cost of the desalination process. Therefore, the overall desalination process becomes very attractive also from an economical point of view. “ Tabel 2.5 Perkembangan membran kristalisator dan State of The Art 2007 Tahun 1963
Peneliti
Hasil Penelitian
Bodell
Paten pertama MD dengan eksperimen pada tubular silicone rubber dan umpan brine
Weyl
Membran PTFE dengan fluks = 1 LMH, merekomendasikan multistage MD dan recovery panas laten
1967 B.67.3.04
34
Findley
Eksperimen DCMD dengan berbagai jenis membran
1969
Findley dkk
Teori dasar MD dikembangkan
1982
Gore
Gore-Tex spiral wound MD dikembangkan oleh Gore &Assoc.
Carlsson
SU plate-frame MD dikembangkan The Swedish Dev. Co.
1983
Cheng
Membran komposit (2-3 lapis tipis microporous lyophobic / lyophilic tersusun berurutan atau sandwich)
1984
Schneider
Hollow fiber MD dikembangkan oleh Enka AG
Kesting
Teknik pembuatan inversi fasa digunakan dalam MD
Kesting
Teknik pembuatan pemuluran dense film digunakan dalam MD
Wu dkk
Kuantitatif penurunan fluks pada eksperimen jangka panjang karena fouling
1986
Gassel
Kuantitatif penurunan fluks pada eksperimen jangka panjang karena pembasahan
1987
Kimura dkk
DCMD efektif dalam percobaan konsentrasi jus
1988
Sakai dkk
MD eksperimen pada konsentrasi darah
Bandini dkk
VMD sebagai pervaporasi hydrophobic microporous membran
Schneider dkk
Faktor porositas paling berpengaruh dalam MD
Schofield dkk
Aktivitas air dalam larutan NaCl Removal CHCl₃, C₂H₂Cl₄, CCl₄, C₂H₃Cl₃, 1,1,2-trikloroetana
1985
1989
Semmens dkk
dengan MD
1990
Udriot , Calibo
Integrasi MD dengan fermentor untuk produksi etanol
Wu dkk
Integrasi MD dengan crystallizer untuk desalinasi (MDC)
Krevelen
Estimasi teoritis konduktivitas termal polimer
Schofield dkk
Konsentrasi polarisasi
Calabro dkk
Integrasi membran desalinasi MD dengan RO, NF,UF/MF, MED
Lim dkk, Lloyd Teknik pembuatan membran thermally induced phase digunakan 1991
1992
dkk, Kim dkk
dalam MD
Calabro dkk
MD eksperimen pada air limbah tekstil kontaminasi dye
Wu dkk
MD eksperimen pada air limbah farmasi kontaminasi taurin
Bandini dkk
Kuantifikasi efek polarisasi temperatur dalam VMD
Sirkar
Publikasi review MD pertama
Pizzino
Desalinasi air laut dengan Nre > 1000 pada konfigurasi DCMD
Datta dkk
The Dusty Gas Model diterapkan dalam MD
Fujii dkk
Pengembangan pori membran MD terkecil < 0.02μm
Kong dkk
Kombinasi hydrophilic selulosa nitrat/ hydrophobic membran
B.67.3.04
35
dengan plasma polimerisasi 1993
Tomaszewska
MD eksperimen pada larutan asam sulfat kaya dalam senyawa lanthane
Sarti dkk 1993
Removal
aseton,
isopropanol,
etanol,
etil/metilasetat,
metilbutileter dengan VMD Drioli dkk
Tes DCMD pada konsentrasi orange juice
Zolotarev dkk
MD eksperimen pada air limbah farmasi kontaminasi logam berat
Bier
Utilisasi energi matahari sebagai energi tambahan dari listrik dengan spiral wound AGMD
Lawson dkk
Efek kekompakkan membran pada peningkatan fluks MD
Agashichev dkk
Longitudinal segmen model pada shell side tipe tubular
Banat dkk
Penyisihan benzena dari air limbah dengan VMD
Zakrzewska dkk
Eksperimen MD pada deuterium, efek difusi deuterium
1997
Gryta dkk
Evaluasi MD pada aliran laminer
1998
Favia dkk
Teflon-like ( PTFE-coating fluorinated) dikembangkan melalui teknik low pressure plasma
Zakrzewska dkk
Eksperimen MD pada tritium, ruthenium, iodine
Martinez dkk
Hubungan konduktivitas termal dan permeabilitas membran
1994 1995
1996
1999
dalam prediksi efisiensi penguapan 2000
2001
Martinez dkk
Menyusun parameter dalam model unjuk kerja membran
Zhu dkk
Penaikan fluks 200% oleh penguatan ultrasonik
Lagana dkk
Tes DCMD pada konsentrasi jus apel
Curcio dkk
Konsep dan eksperimen Membrane Crystallizer pertama
Wang dkk
Membran osmotik distiasi (OMD)
Takenaka
Sumber energi matahari dengan photovoltaic
Curcio dkk
Membran crystallizer (MCr)
Sirkar dkk
Konfigurasi rectangular cross flow coating fluoropolymer DCMD dengan produksi fluks tertinggi 79 LMH
Gryta dkk
Hibrida UF / MD pada pengolahan air limbah berminyak
Nene dkk
Tes DCMD pada konsentrasi sugarcane juice
Wirth dkk
Penggunaan VMD dengan konsentrasi NaCl tinggi
Banat dkk
VMD sensitif terhadap Tumpan pada Pvakum tinggi serta Pvakum pada Tumpan rendah
Gryta
DCMD + Crystallizer pada jangka panjang dengan hasil penurunan fluks akibat wetting
2002 B.67.3.04
36
Gryta
Pertumbuhan mikroorganisme (S. faecalis dan Aspergillus) pada MD
2003 2003
Narayan dkk
Sistem akustik dalam Osmotik OMD
Drioli dkk
MDC untuk produksi asam fumaric dan asam malic
Curcio dkk
MDC untuk produksi protein lisozim
Ugrozov dkk
Teoritis dan pemodelan Liquid Gap LGMD
Khayet dkk
Modifikasi flat-sheet membran polieterimida dengan fluorinasi
Curcio dkk
Integrasi membran kristalisasi-biokatalitik membran reaktor untuk industri pangan dan farmasi
Li dkk
VMD dengan fluks tinggi pada penggunaan membran jenis terbaru
2004
2005
Tun dkk
Pembentukan kristal pada permukaan DCMD hingga fluks turun
Xu dkk
OMD - coating hydrophilic sodium alginate membran PTFE
Islam
MD efektif untuk penyisihan arsen
Curcio dkk
Publikasi review MD (dan operasi yang berhubungan) kedua
Mariah dkk
Pengaruh aktivitasi larutan garam konsentrasi tinggi terhadap kinerja MCr
Martinez dkk
Channel spacer dalam peningkatan fluks MD
Al-Asheh
Konsentrasi larutan sukrosa via VMD
Khayet
Desain komposit hydrophobic / hydrophilic membran DCMD
El-Bourawi
Publikasi review MD ketiga
Xu dkk
Pilot test VMD pada kapal laut
2007
Gryta
Kristal deposit pada partial wetting meningkatkan fluks
2007
Hengl
Membran Evaporasi dengan hydrophobic metallic membrane
2007
Macedonio
Integrasi RO, NF, MF, MCr, MD dengan berbagai konfigurasi
2006
2.8 Perbandingan Reverse Osmosis dengan Membran Distilasi 2.8.1 Definisi Reverse Osmosis Osmosis dalah suatu proses alami dimana dua macam larutan berbeda kepekatan/ konsentrasinya dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel, sehingga larutan yang lebih rendah kepekatannya akan bergerak menembus membran semipermeabel menuju cairan yang lebih tinggi kepekatannya sampai terjadi keseimbangan kepekatan/ klonsentrasi. Sedangkan reverse osmosis atau osmosis balik adalah penerapan tekanan B.67.3.04
37
pada sisi larutan yang mempunyai kepekatan/ konsentrasi tinggi, sehingga larutan mengalir dari yang lebih tinggi kepekatannya menuju larutan yang lebih rendah kepekatannya sampai terjadi keseimbangan kepekatan/konsentrasi.
Gambar 2.12. Diagram proses osmosis balik (RO)
B.67.3.04
38
2.8.2 Perbandingan Karakteristik RO dan MD Untuk Desalinasi Tabel 2.6 Perbandingan karakteristik RO dan MD (desalinasi) Membran Distilasi (MD)
Osmosis Balik (RO)
Karakteristik 1. Gaya dorong: Temperatur dibawah didih Gaya dorong: Tekanan diatas osmotik 2. Membran: Hidrofobik Membran: Hidrofilik 3. Mekanisme: Knudsen, molekular, viskos Mekanisme: Solution diffusion 4. Proses: Pelewatan uap dari larutannya Proses: Perbedaan molekul komponen Kelebihan 1. Penyisihan ion, makromolekul, koloid, Fluks permeat lebih tinggi sel, zat non-volatil lain hingga 99,99% 2. Temperatur lebih rendah dari distilasi Lebih mudah dioperasikan 3. Tekanan operasi lebih rendah dari RO Telah komersial dan mapan 4. Konsentrasi umpan dapat sangat tinggi Sampai saat ini berbiaya terendah 5. Utilisasi panas buang dan panas matahari Kekurangan 1. Fluks lebih rendah Sangat bergantung pada tekanan 2. Penurunan fluks cepat terjadi Kondisi umpan lebih ketat 3. Operasi lebih sukar Tidak mampu pada konsentrasi tinggi 4. Belum komersial dan mapan (Lawson, 1997; Mulder, 1986; J. Mem.Sci berbagai edisi) Keunggulan RO yang paling superior dibandingkan metode-metode pemisahan lainnya yaitu kemampuan dalam memisahkan zat-zat dengan berat molekul rendah seperti garam anorganik atau molekul organik kecil seperti glukosa dan sukrosa. Keunggulan lain dari RO ini yaitu tidak membutuhkan zat kimia, dapat dioperasikan pada suhu kamar, dan adanya penghalang absolut terhadap aliran kontaminan, yaitu membran itu sendiri. Selain itu, ukuran penyaringannya yang mendekati pikometer, juga mampu memisahkan virus dan bakteri. Sedangkan keunggulan membran distilasi adalah fluks permeat relatif lebih rendah, penurunan fluks disebabkan oleh polarisasi konsentrasi dan temperatur serta pembasahan parsial/total membran. Lalu penyisihan ion; makromolekul; koloid; sel; dan zat nonvolatil lain hingga 99,99%, temperatur operasi lebih rendah dibandingkan dengan distilasi, tekanan operasi lebih rendah dibandingkan dengan proses membran bertekanan, persyaratan mekanik lebih lunak dalam hal tekanan dan kemampuan B.67.3.04
39
menahan panas, mereduksi ruang penguapan; hilang panas; fouling; dan efisiensi energi, kemampuan mengolah larutan akuatik pada konsentrasi solut non-volatil sangat tinggi.
2.9 Integrasi Membran Berdasarkan tabel perbandingan karakteristik RO dan MD (desalinasi) di atas, dapat diamati bahwa beberapa kelemahan membran distilasi dapat diatasi dengan memanfaatkan osmosis balik, begitu pula sebaliknya. Hal ini dapat meningkatkan perolehan (water recovery) air bersih sekaligus mengelola konsentrasi garam dengan lebih baik. Beberapa saran telah dikemukakan oleh para ahli membran seperti Macedonio, Curcio, Drioli, dan para peneliti seperti Hashim, El-Zanati, dan Karakulski. Berikut adalah contoh diagram prosesnya:
Gambar 2.13 Contoh diagram proses integrasi membran-1
B.67.3.04
40
Gambar 2.14 Contoh diagram proses integrasi membran-2
Gambar 2.15 Contoh diagram proses integrasi membran-3
B.67.3.04
41
Gambar 2.16 Contoh diagram proses integrasi membran-4
B.67.3.04
42