Bab I Pendahuluan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Dalam merencanakan suatu bangunan bertingkat di Indonesia faktor gempa bumi perlu menjadi perhatian khusus, dikarenakan wilayah indonesia sebagian besar berlokasi di kawasan yang rawan gempa. Indonesia terletak pada lajur sumber gempa bumi yang membentang sepanjang tidak kurang dari 5.600 km mulai dari Andaman sampai ke Busur Banda Timur. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam permukaan bumi tersebut secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Indonesia merupakan daerah rawan gempa bumi karena dilalui oleh jalur pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Gempa-gempa yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh sunduksi wilayah kritis pertemuan antara lempeng Kontinen Indo-Australia dan lempeng Oseanik Eurasia. Lempeng Eurasia tidak lain adalah tempat sebagian besar kepulauan Indonesia terhampar.
Gambar 2. 1 Lempeng Tektonik Indonesia (Sumber: bmkg.co.id diakses pada 23-01-16)
II-1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gempa bumi bersifat alamiah namun dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan pada sekitaran wilayah yang mengalaminya. Oleh sebab itu gempa bumi dapat dikategorikan sebagai bencana alam. Kerusakan yang kerap terjadi akibat dari gempa bumi diantaranya rumah atau bangunan runtuh, kebakaran karena hubungan arus pendek listrik, rusaknya tanah dan permukaan jalan, tanah longsor akibat guncangan, dan jika gempa juga terjadi di dasar laut dapat berpotensi mengakibatkan tsunami. Karena itulah perencanaan bangunan terutama bangunan bertingkat yang aman dari bahaya gempa bumi sangat penting. Untuk merencanakan ketahanan gempa pada struktur bangunan gedung dan non gedung haruslah mengacu pada pedoman standar yang telah ditetapkan di negara yang bersangkutan. Di Indonesia pedoman standar terbaru yang digunakan yaitu SNI-1726-2012. Pedoman standar inilah yang akan digunakan pada penelitian Tugas Akhir ini. 2.1.1. Konsep Dasar Mekanisme Gempa Bumi Suharjanto (2013) mendefinisikan gempa bumi sebagai getaran yang bersifat alamiah, yang terjadi pada lokasi tertentu, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Gempa bumi bisa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi) secara tiba-tiba (Sudden Slip). Pergeseran secara tibatiba terjadi karena adanya sumber gaya (Force) sebagai penyebabnya, baik bersumber dari alam maupun bantuan manusia (Artificial Earthquakes). Selain disebabkan oleh Sudden Slip, getaran pada bumi juga bisa disebabkan oleh gejala lain yang sifatnya lebih halus atau berupa getaran kecil-kecil yang sulit dirasakan manusia. Contoh getaran kecil adalah getaran yang disebabkan oleh lalu-lintas, mobil, kereta api,
II-2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
tiupan angin pada pohon dan lain-lain. Getaran seperti ini dikelompokan sebagai mikroseismatis (getaran sangat kecil). Menurut Budiono (2011) secara garis besar gempa bumi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:
Gempa Vulkanik
Gempa bumi vulkanik terjadi akibat aktivitas magma dari gunung berapi sebelum meletus. Apabila keaktifan gunung api semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan dan juga terjadinya gempa bumi.
Gempa Tektonik
Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas pergerakan lempeng pelat tektonik, yaitu pergeseran lempeng-lempeng tektonik yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menyebabkan gelombang seismik yang menyebar dan merambat melalui lapisan kulit bumi atau kerak bumi yang dapat menimbulkan kerusakan dahsyat dan bencana lainnya seperti tsunami.
Gempa Runtuhan
Gempa bumi yang disebabkan oleh keruntuhan baik di atas maupun di bawah pernukaan tanah. Gempa bumi ini jarang terjadi dan bessifat lokal
Gempa bumi buatan
Gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti peledakan dinamit, bom, ataupun nuklir. Di antara keempat jenis gempa di atas, gempa bumi tektonik merupakan gempa bumi yang paling sering terjadi. Getaran gempa II-3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
bumi tektonik biasanya jauh lebih kuat dibandingkan dengan gempa bumi vulkanik, gempa bumi runtuhan, maupun gempa buatan. 2.1.2. Dampak dari Gempa Bumi Gempa bumi dapat memberikan dampak negatif yang dapat dibedakan menjadi dampak primer dan dampak sekunder. Dampak primer di antaranya
mengakibatkan
kerusakan
alam,
dan
lingkungan,
mengakibatkan kerusakan/keruntuhan struktur bangunan. Sedangkan dampak sekunder dari gempa bumi adalah terjadinya kebakaran yang dapat terjadi akibat kerusakan struktur bangunan dan sebagainya yang memiliki komponen kelistrikan.
Gambar 2. 2 Dampak Gempa Terhadap Alam (Sumber: bmkg.co.id diakses pada 23-01-16)
II-4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2. 3 Dampak Gempa Terhadap Struktur Bangunan (Sumber: bmkg.co.id diakses pada 23-01-16)
Gambar 2. 4 Dampak Sekunder Gempa Mengakibatkan Kebakaran (Sumber: bmkg.co.id diakses pada 23-01-16) Upaya antisipasi dan pencegahan penting untuk dilakukan dalam meminimalisir dampak negatif dari gempa bumi. Upaya yang paling dapat dilakukan adalah dalam hal mengantisipasi kerusakan struktur bangunan, terutama pada bangunan bertingkat banyak / bangunan tinggi yang sangat rentan akan resiko dan bahaya dari gempa bumi.
II-5 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2. Struktur Bangunan Bertingkat Bangunan bertingkat ialah bangunan yang memiliki lebih dari satu lantai secara vertikal. Bangunan bertingkat pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu bangunan bertingkat rendah dan bangunan bertingkat tinggi. Pengklasifikasian bangunan dibedakan berdasarkan beberapa faktor, yaitu berdasarkan jumlah lantai dan berdasarkan persyaratan teknisnya.
Berdasarkan jumlah lantainya, bangunan
bertingkat digolongkan menjadi bangunan bertingkat rendah yaitu bangunan dengan 2-4 lantai dan bangunan bertingkat/berlantai banyak (5-10) lantai. Berdasarkan persyaratan teknisnya bangunan dengan ketinggian di bawah 40 meter dikategorikan sebagai bangunan rendah sedangkan bangunan di atas 40 meter termasuk bangunan tinggi. 2.3. Struktur Beton Bertulang Beton bertulang adalah bahan struktur yang merupakan kombinasi dari beton dan tulangan baja yang saling bekerja sama. Sifat dari beton yaitu kuat dalam menahan gaya tekan, tetapi tidak kuat terhadap gaya tarik karena beton adalah material yang bersifat kaku/plastis. Untuk menahan gaya tersebut maka beton dikombinasikan dengan tulangn baja yang memiliki kuat tarik yang kuat sehingga dapat mendukung kelemahan dari beton tersebut. Struktur beton bertulang banyak digunakan pada bangunan rendah atau tidak bertingkat, bangunan bertingkat rendah, sampai bangunan tingkat tinggi. Struktur ini paling banyak digunakan dibandingkan dengan struktur lainnya karena kemudahan
dalam
pembentukan
sesuai
kebutuhan,
tidak
memerlukan
pemeliharaan berarti, serta memiliki ketahanan yang tinggi.
II-6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4. Konfigurasi Struktur Bangunan Konfigurasi struktur bangunan dibedakan atas dua yaitu bangunan beraturan dan bangunan ketidakberaturan. Bangunan ketidakberaturan sendiri juga dibagi menjadi ketidakberaturan horisontal dan ketidakberaturan vertikal. Konfigurasi struktur bangunan tersebut akan berpengaruh pada gaya gempa yang bekerja. Berdasarkan SNI-1726-2012 mengenai Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung menjelaskan mengenai ketidakberaturan struktur, yaitu ketidakberaturan horisontal dan ketidakberaturan vertikal. Bangunan ditetapan sebagai ketidakberaturan horisontal berdasarkan kepada ketidakberaturan arah sumbu x-y. Sedangkan ketidakberatuan vertical ditetapkan berdasarkan arah sumbu x-z ataupun y-z. 2.4.1. Ketidakberaturan Horisontal Berdasarkan standar SNI 1726-2012 struktur bangunan gedung dianggap memiliki ketidakberaturan struktur horisontal jika mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2. 1
II-7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2. 1 Ketidakberaturan Horisontal Struktur Pasal Penerapan Tipe dan penjelasan referensi kategori ketidakberaturan desain seismik torsi 7.3.3.4 D, E, dan F 1a. Ketidakberaturan didefinisikan ada jika simpangan 7.7.3 B, C, D, E, antar lantai tingkat maksimum, 7.8.4.3 dan F C, D, torsi yang dihitung termasuk tak 7.12.1 E, dan F terduga, di sebuah ujung struktur Tabel13 C, D, E, melintang terhadap sumbu lebih 12.2.2 dan F D, dari 1,2 kali simpangan antar E, dan F lantai tingkat rata-rata di kedua B, C, D, E, ujung struktur. Persyaratan dan F ketidakberaturan torsi dalam pasalpasal referensi berlaku hanya untuk struktur di mana diafragmanya kaku atau setengah kaku. 1b. Ketidakberaturan torsi berlebihan didefinisikan ada jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, di sebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi berlebihan dalam pasal-pasal referensi berlaku hanya untuk struktur di mana diafragmanya kaku atau setengah kaku.
7.3.3.1 7.3.3.4 7.7.3 7.8.4.3 7.12.1 Tabel13 12.2.2
2. Ketidakberaturan sudut dalam 7.3.3.4 didefinisikan ada jika kedua Tabel13 proyeksi denah struktur dari sudut dalam lebih besar dari 15 persen dimensi denah struktur dalam arah yang ditentukan.
E dan FD B, C, dan D C dan D C dan DD B, C, dan D
D, E, dan F D, E, dan F
II-8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
3. Ketidakberaturan diskontinuitas 7.3.3.4 diafragma didefinisikan ada jika Tabel13 terdapat diafragma dengan diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau terbuka lebih besar dari 50 persen daerah diafragma bruto yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan diafragma efektif lebih dari 50 persen dari suatu tingkat ke tingkat selanjutnya.
D, E, dan F D, E, dan F
pergeseran 4. Ketidakberaturan melintang terhadap bidang didefinisikan ada jika terdapat diskontinuitas dalam lintasan tahanan gaya lateral, seperti pergeseran melintang terhadap bidang elemen vertikal. sistem 5. Ketidakberaturan nonparalel didefninisikan ada jika elemen penahan gaya lateral vertikal tidak paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal utama sistem penahan gaya gempa.
B, C, D,E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, C, D, E, dan F B, C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F
7.3.3.3 7.3.3.4 7.7.3 Tabel13 12.2.2
7.5.3 7.7.3 Tabel13 12.2.2
(Sumber SNI-1726-2012) 2.4.2. Ketidakberaturan Vertikal Berdasarkan standar SNI 1726:2012 struktur bangunan gedung dianggap memiliki ketidakberaturan struktur vertilkal jika mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2. 2 berikut:
II-9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2. 2 Ketidakberaturan Vertikal Struktur Tipe dan penjelasan ketidakberaturan
Pasal referensi
Ketidakberaturan Kekakuan Tabel13 Tingkat Lunak didefinisikan ada 1a. jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. Ketidakberaturan Kekakuan 7.3.3.1 Tingkat Lunak Berlebihan Tabel13 1b. didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 60 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 70 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya.
Penerapan kategori desain seismik
D, E, dan F
E dan F D, E, dan F
Ketidakberaturan Berat (Massa) Tabel13 2. didefinisikan ada jika massa efektif semua tingkat lebih dari 150 persen massa efektif tingkat di dekatnya. Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau.
D, E, dan F
Geometri Tabel13 Ketidakberaturan Vertikal didefinisikan ada jika 3. dimensi horisontal sistem penahan gaya gempa di semua tingkat lebih dari 130 persen dimensi horisontal sistem penahan gaya gempa tingkat di dekatnya.
D, E, dan F
Diskontinuitas Arah Bidang dalam 7.3.3.3 Ketidakberaturan Elemen 7.3.3.4 4. Penahan Gaya Lateral Vertikal Tabel 13 didefinisikan ada jika pegeseran arah bidang elemen penahan gaya lateral lebih besar dari panjang elemen itu atau terdapat reduksi kekakuan elemen penahan di tingkat di bawahnya.
B, C, D, E, dan F D, E, dan F D, E, dan F
II-10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral 5a. Tingkat didefinisikan ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 80 persen kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat lateral tingkat adalah kuat lateral total semua elemen Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral 5b. Tingkat yang Berlebihan didefinisikan ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 65 persen kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat (Sumber SNI-1726-2012)
7.3.3.1 Tabel13
E dan F D, E, dan F
7.3.3.1 7.3.3.2 Tabel13
D, E, dan F B dan C D, E, dan F
2.4.3. Ketidakberaturan Sudut Dalam Berdasarkan FEMA P-750/2009 mengatakan bahwa sebuah bangunan persegi atau persegi panjang dengan sudut dalam kecil masih dianggap sebagai hal yang biasa, tetapi jika sudut dalamnya besar akan menghasilkan konfigurasi yang tidak beraturan. Pada SNI 1726-2012 yang juga mengacu pada FEMA P-750/2009 menyebutkan syarat bangunan tergolong ketidakberatuan sudut dalam apabila : > 0.15
dan
> 0.15
Gambar 2. 5 Ketidakberaturan Sudut Dalam (Sumber FEMA 451B)
II-11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5. Pembebanan Struktur Gedung Untuk menganalisa struktur bangunan tahan gempa diperlukan penginputan beban-beban yang bekerja pada bangunan tersebut. Beban-beban yang dimaksud digolongkan menjadi beban hidup, beban mati, beban angin dan beban gempa. Menurut SNI 1727-2013 Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir atau beban mati. Beban mati adalah berat dari seluruh bahan bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi lengkap, finishing, klading gedung, komponen arsitektural dan struktural lainnya, serta peralatan layanan terpasang lain termasuk berat keran. Definisi mengenai beban gempa dijelaskan pada SNI 1726-2012 yang menyebutkan bahwa beban gempa adalah gaya gempa yang mempengaruhi gaya elemen struktur aksial, geser yang dihasilkan dari penerapan gaya gempa horisonal dan vertikal seperti yang ditetapkan pada pasal 8.3.1 SNI 1726-2012. 2.6. Pra Rencana Struktur Bangunan Pra rencana awal (Preliminary Design) struktur bangunan dilakukan untuk mendapatkan dimensi komponen utama struktur yaitu balok, kolom dan pelat berdasarkan data-data awal berupa denah struktur, material dan beban-beban yang akan bekerja. Peraturan untuk struktur beton bertulang terbaru yang digunakan sebagai acuan untuk kegiatan pra rencana adalah SNI 2847-2013. Perhitungan perencanaan struktur beton bertulang pada SNI 2847-2013 masih memiliki persamaan dengan SNI 03-2847-2002. Sehingga SNI 03-2847-2002 masih dapat digunakan. II-12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.4. Pra Rencana Balok Berdasarkan SNI 2847-2013 pasal 21.5.1.3 menyebutkan bahwa lebar komponen balok (bw) tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari 0.3h dan 250 m. Pada prarencana dimensi balok terlebih dahulu dilakukan perkiraan awal ukuran penampang berdasarkan SNI 2847-2013 seperti berikut: Tabel 2. 3 Tebal minimun pelat Tebal minimum, h Komponen Struktur
Dua tumpuan sederhana
Balok atau ℓ/16 pelat rusuk satu arah (sumber: SNI 2847-2013)
Satu ujung menerus
kedua ujung menerus
kantileve r
ℓ/18.5
ℓ/21
ℓ/8
b balok = 0.5 h sampai dengan 0.65 h Setelah diperkirakan ukuran awal penampangnya kemudian dianalisa dengan software SAP untuk mendapatkan momen ultimate tumpuannya. Berdasarkan nilai momen ultimate yang telah didapatkan, maka dapat dihitung dimensi balok tersebut seperti pada rumus berikut: ² ≥ =
∅
(
.
)
×
(2. 1) (2. 2)
2.4.5. Pra Rencana Kolom Untuk melakukan prarencana dimensi kolom, pertama-tama yaitu menghitung nilai gaya aksial terbesar (Pu Max) yang bekerja pada kolom tersebut. Nilai gaya aksial kolom dipengaruhi oleh beban pelat yang ditopang kolom tersebut, sehingga antara kolom tepi, sudut dan tengah pada lantai yang sama akan memiliki gaya aksial yang berbeda-beda.
II-13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Oleh sebab itu perlu dilakukan perhitungan pada masing-masing tinjauan kolom. Pada penelitian tugas akhir ini dimensi kolom yang digunakan pada satu lantai adalah identik atau sama. Dengan mempertimbangkan faktor keamanan, maka dimensi yang digunakan adalah dimensi yang terbesar di antara ketiga tinjauan kolom. Ag =
.
(2. 3)
×
B=h= Di mana:
(2. 4)
Ag = Luas penampang kolom yang diperlukan Pu = gaya aksial konsentrik terfaktor pada kolom Fc’= mutu beton 2.4.6. Pra Rencana Pelat Sebelum
merencanakan
tebal
pelat,
terlebih
dahulu
dihitung
perencanaan balok seperti pada sub bab 4 dan penentuan asumsi awal tebal pelat. Dengan nilai asumsi awal tebal pelat dihitung masingmasing koefisien jepit pelat ( 1, 2, 3 dan 4)
untuk kemudian
didapatkan ketebalan akhir pelat yang digunakan. Pelat lantai beton dibagi dalam dua kategori, yaitu: 1.
Pelat 1 arah (one way slab) : momen yang terjadi pada penampang pelat hanya satu arah. Biasanya pada pelat yang ditumpu balok hanya pada dua sisi yang berseberangan.
2.
Pelat 2 arah (two way slab) : momen pada pelat dua arah Persyaratan tebal minimum pelat satu arah menurut SNI 03-28472013 berikut dapat digunakan tanpa perlu melakukan pengecekan defleksi. II-14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2. 4 Tebal minumum balok Tebal minimum, h Dua tumpuan Komponen Satu ujung kedua ujung Struktur sederhana menerus menerus kantilever ℓ/20 ℓ/24 ℓ/28 ℓ/10 Pelat masif satu arah (sumber: SNI 2847-2013) Dalam segala hal hmin pelat lantai = 12 cm hmin pelat atap = 10 cm < 0,2
Untuk
Pelat tanpa penebalan h ≥ 120 mm
Pelat dengan penebalan h ≥ 100 mm
Untuk 0,2 <
≤ 2,0
( ,
h ≥
) ,)
(
> 0,2
Untuk ( ,
h≥
(2. 5)
)
(2. 6)
Di mana : h = Ketebalan pelat ln = bentang bersih pelat fy = mutu baja tulangan = lx = panjang bentang pelat arah x ly = panjang bentang pelat arah y =
−
= perbandingan kekakuan balok dengan pelat pada sisi yang ditinjau II-15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2. 6 Penampang Pelat Tinjauan
Tidak semua bagian pelat akan bekerja bersama-sama dengan balok dalam berdeformasi. SNI 03-2847-2002 pasal 10 ayat 10 menetapkan bagian pelat yang akan bekerja sebagai balok disebut sebagai lebar efektif pelat (bf), penetapan nilai bf dihitung sebagai berikut:
Gambar 2. 7 Koefisien Jepit Pelat Balok T +
≤
≤
1+
2
(2. 7)
+ 8ℎ + 8ℎ
2( . 8)
≤
Gambar 2. 8 Koefisien Jepit Pelat Balok L
≤
+
≤
+ 6ℎ
(2. 9)
≤
Diambil nilai bef terbesar untuk mendapatkan nilai koefisien momen II-16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
inersia balok T (c1) (Visi dan Kusuma, 1993) berdasarkan perbandingan kedua nilai berikut: dan
(2. 10)
Gambar 2. 9 grafik koefisien momen inersia balok T (c1) (Sumber: Vis dan Kusuma (1993)
II-17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
1, 2, 3, 4 =
(2. 11)
Ib = momen inersia penampang (Ix) total ×
Ip =
×ℎ
(2. 12)
= 2.7.
(2. 13)
Struktur Bangunan Tahan Gempa
2.7.1.
Konsep Perencanaan Bangunan Tahan Gempa Budiono (2011) mengatakan bahwa dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa, diperlukan standar dan peraturan perencanaan bangunan untuk menjamin keselamatan penghuni terhadap gempa besar yang mungkin terjadi serta meminimalisasi kerusakan struktur bangunan dan korban jiwa terhadap gempa bumi yang sering terjadi. Oleh karena itu, struktur bangunan tahan gempa harus memiliki kekuatan, kekakuan, dan stabilitas yang cukup untuk mencegah terjadinya keruntuhan bangunan. Filosofi dan konsep dasar perencanaan bangunan tahan gempa adalah: Pada saat terjadi gempa ringan, struktur bangunan dan fungsi bangunan harus dapat berjalan (Servicable) sehingga struktur kuat dan tidak ada kerusakan baik pada elemen struktural dan elemen non struktural bangunan. Saat terjadi gempa moderat atau medium, struktur diperbolehkan mengalami
kerusakan
pada
elemen
nonstruktural,
tetapi
tidak II-18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
diperbolehkan terjadi kerusakan pada elemen struktural.Pada saat terjadi gempa besar, diperbolehkan terjadi kerusakan pada elemen struktural dan nonstruktural, namun tidak boleh sampai menyebabkan bangunan runtuh sehingga tidak ada korban jiwa atau dapat meminimalkan korban jiwa. 2.7.2. Gempa Rencana Akibat pengeruh gempa rencana, struktur gedung secara keseluruhan masih harus berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Gempa rencana ditetapkan dengan kemungkinan terlewati besarnya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar dua persen (2%) atau gempa dengan perioda ulang 2500 tahun. Tata cara ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. 2.7.3. Wilayah Gempa Berdasarkan SNI-1726-2012 mengenai tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung wilayah gempa di Indonesia ditetapkan berdasarkan pemetaan gerak tanah seismik dan koefisien risiko dari gempa maksimum yang dipertimbangkan (Maximum Considered Earthquacke, MCE). Pada pemetaan gempa maksimum tersebut yang juga dipertimbangkan adalah risiko tertargetkan (MCE ) parameter gerak tanah
dan
, kelas situs SB (batuan).
II-19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2. 10 S ,Gempa Maksimum yang dipertimbangkan risiko risiko-tertarget (MCE ), kelas situs SB (sumber: SNI 1726-2012)
Gambar 2. 11 S ,Gempa Maksimum yang dipertimbangkan risiko risikotertarget (MCE ), kelas situs SB (sumber: SNI 1726-2012)
Gambar 2. 12 PGA,Gempa Maksimum yang dipertimbangkan risiko risikotertarget (MCE ), kelas situs SB (sumber: SNI 1726-2012)
II-20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2. 13 C
Gambar 2. 14 C
,Koefisien risiko terpetakan, perioda respons spektral 0,2 detik (sumber: SNI 1726-2012)
,Koefisien risiko terpetakan, perioda resp respons spektral 1 detik (sumber: SNI 1726-2012)
2.7.4. Arah Pembebanan Gempa Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa sehingga memberi pengaruh terbessar atau kritis terhadap unsur-unsur unsur unsur subsistem dan sist sistem struktur gedung secara keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan, tetapi dengan efektivitas 30%. II-21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.8. Respon Spektrum Pada modul 8 Dinamika Struktur dan Rekayasa Gempa UMB menjelaksan bahwa untuk mengantisipasi kondisi paling berbahaya (maksimum) akibat pengaruh gempa adalah dengan mempersiapkan suatu bentuk respon spektrum dari responrespon maksumum untuk berbagai perioda getar T. Dari respon tersebut dapat ditentukan respon struktur yang mempunyau perioda getar (T) tertentu. Spektrum Respon adalah suatu grafik yang menyajikan hubungan antara responrespon maksimum terhadap perioda getar struktur T. Respon maksimum dapat berupa:
Simpangan maksimum (Spectrum Displacement, SD)
Kecepatan maksimum (Spectrum Velocity, SV)
Percepatan maksimum (Spectrum Acceleration, SA)
Nilai spektrum dipengaruhi oleh:
Perioda getar
Rasio redaman
Tingkat daktilitas struktur
2.8.1. Klasifikasi Situs Untuk Desain Seismik Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan besar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai dengan Tabel 2. 5, berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan II-22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
di laboraturium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah yang tercan tum.
Kelas situs
SA (batuan keras) SB (batuan)
SC (tanah keras, sangat
Tabel 2. 5 Klasifikasi Situs v s (m/detik) N atau N ch
>1500 750 sampai 1500 350 sampai 750
s u (kPa)
N/A
N/A
N/A
N/A
>50
≥100
padat dan batuan lunak) SD (tanah sedang)
SE (tanah lunak)
175 sampai 15 sampai 50 350 < 175
<15
50 sampai100
< 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut : 1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w ≥ 40 %, 3. Kuat geser niralir su < 25 kPa Setiap profil lapisan tanah yang memiliki SF (tanah salah satu atau lebih dari khusus,yang karakteristik berikut: membutuhkan - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah investigasi likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah geoteknik tersementasi lemah spesifik dan - Lempung sangat organik dan/atau gambut analisis (ketebalan H > 3 m) respons - Lempung berplastisitas sangat tinggi spesifik-situs (ketebalan H > 7,5 m dengan yang Indeks Plasitisitas PI > 75 ) mengikuti Lapisan lempung lunak/setengah teguh 6.10.1) dengan ketebalan H > 35 m dengan su < 50 kPa (Sumber : SNI-1726-2012) CATATAN: N/A = tidak dapat dipakai II-23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Untuk menentukan respon spektral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCE ) di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik yang dapat dilihat pada pete-peta gerak tanah seismik pada Gambar 2. 10 dan Gambar 2. 11. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek ( ) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik ( ). Parameter spectrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini: (2. 14) SMS = Ss SM1 = S1 (2. 15) Keterangan: S S = Parameter Respons spectral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode pendek S1
= Parameter respons spectral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik.
Koefisien situs
dan
mengikuti Tabel 2. 6 dan Tabel 2. 7 Jika
digunakan prosedur desain sesuai dengan pasal 8 SNI-1726-2012, maka nilai
harus ditentukan sesuai poin 8.8.1 SNI 1726-2012 serta nilai
,
SMS, SM1 tidak perlu ditentukan.
II-24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2. 6 Koefisien Situs, Parameter respons spektral percepatan Kelas gempa (MCE R) terpetakan pada perioda situs pendek, T=0.2 detik, S s Sd ≤ 0,25 S s = 0,5 S s=0,7 S s =1,0 S s≥1,2 5 5 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 b SF SS (sumber: SNI-1726-2012) CATATAN: N/A = tidak dapat dipakai a) Untuk nilai-nilai antara dapat S s dilakukan interpolasi linier b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik lihat 6.10.1 pada pedoman SNI
Kelas situs
SA SB SC SD SE SF
Tabel 2. 7 Koefisien Situs, Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T=0.2 detik, S s S 1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S 1=0,3 S 1 =0,4 S 1≥0,5 5 5 0,8 0,8 0,8 0, 0,8 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,7 1,6 1,5 1,0 1,3 2,4 2 1,8 1,6 1,5 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 SSb
(sumber: SNI-1726-2012) CATATAN: N/A = tidak dapat dipakai c) Untuk nilai-nilai antara dapat S s dilakukan interpolasi linier d) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik lihat 6.10.1 pada pedoman SNI 2.8.2. Parameter Percepatan Spektral Desain Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek, pada perioda 1 detik,
dan
. Kedua parameter tersebut ditentukan melalui
rumus berikut ini:
II-25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
=
(2. 16)
=
(2. 17)
2.8.3. Spektrum Respon Desain Kurva spektrum respons berdasarkan SNI-1726-2012 desain harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 2. 15 dan mengikuti ketentuan di bawah ini: 1. Untuk perioda yang lebih kecil dari percepatan desain, (0,4 + 0,6
, spektrum respons
, harus diambil persamaan. )
(2. 18)
2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan dari suatu sama dengan
dan lebih kecil
, spektrum respons percepatan desain,
,
sama dengan 3. Untuk perioda lebih besar dari desain,
, spektrum respons percepatan
, diambil berdasarkan persamaan: (2. 19)
Keterangan: = Parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek. = Parameter Respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik. = Perioda getar fundamental struktur = 0,2
(2. 20)
=
(2. 21)
II-26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2. 15 Spektrum Respons Desain (sumber: SNI 1726-2012) 2.8.4. Kategori Desain Seismik Struktur bangunan harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik. Kategori Kategori desain seismik dibagi menjadi empat kategori risiko, yaitu I, II, III, dan IV yang ditetapkan berdasarkan pada Gambar 2. 15. Kategori risiko I, II, dan II berlokasi di mana parameter respons spektral pe percepatan terletak pada perioda 1 detik,
, lebih besar dari atau sama
dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur yang berkategori risiko IV yang berlokasi di mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, , lebihh besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F.
II-27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.8 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Perioda Pendek Kategori risiko Nilai S DS I atau II atau III IV S DS < 0,167
A
A
0,167 ≤ S DS < 0,33
B
C
0,33 ≤ S DS < 0,50
C
D
D
D
0,50 ≤ S DS S SNI 1726-2012) (sumber:
Tabel 2. 9 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Perioda1 detik Nilai S DS
Kategori risiko I atau II atau III IV
S D1 < 0,167
A
A
0,067 ≤ S DS < 0,133
B
C
0,33 ≤ S DS < 0,20
C
D
D
D
0,20 ≤ SD1 S 1726-2012) (sumber: SNI
2.8.5. Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan Untuk berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai Tabel 2. 10 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan factor keutamaan
menurut Tabel 2. 11 Khusus untuk
struktur bangunan dengan risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur abngunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didisain sesuai dengan kategori risiko IV.
II-28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2. 10 Kategori Risiko Struktur Bangunan Kategori risiko Jenis Pemanfaaan Risiko Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain: Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan - Fasilitas sementara - Gudang penyimpanan Rumah jaga dan struktur kecil lainnya Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: - Perumahan - Rumah toko dan rumah kantor - Pasar - Gedung perkantoran - Gedung apartemen/ rumah susun - Pusat perbelanjaan/ mall - Bangunan industri - Fasilitas manufaktur - Pabrik
I
II
II-29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: - Bioskop - Gedung pertemuan - Stadion Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat - Fasilitas penitipan anak - Penjara - Bangunan untuk orang jompo Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: - Pusat pembangkit listrik biasa - Fasilitas penanganan air - Fasilitas penanganan limbah - Pusat telekomunikasi Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
III
II-30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Jenis Pemanfaaan Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk: - Bangunan-bangunan monumental Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan - Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat - Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya - Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat - Pusat pembangkit energi dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan pada (Sumber:publik SNI-1726-2012)
Kategor i risiko
IV
Tabel 2. 11 Faktor Keutamaan Gempa Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, I e I atau II 1,0 III 1,25 IV 1,50 Sumber: SNI-1726-2012) 2.9. Indeks Redundansi Husain dan Tsopelas (2004) menyatakan bahwa untuk mengukur efek redudasi keseluruhan dari sistem struktur membutuhkkan dua indeks untuk pengukuran. Yang pertama adalah indeks kekuatan redudansi (rs), indeks kekuatan redudansi mampu menangkap kemampuan dari sistem struktur untuk mendistribusikan beban dari unsur-unsur kegagalan struktur. Indeks yang kedua adalah indeks variasi redudansi rv. Indeks ini mengkualifikasi efek kekuatan elemen (variabel probabilistik) pada sistem kekuatan struktur. II-31 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Kedua faktor indeks ini adalah fungsi dari ketidakpastian statis, elemen daktilitas, pengerasan regangan, dan kekuatan rata-rata rata rata elemen struktural. Kedua indeks redudansi dapatt dihitung untuk spesifik struktur dengan kondisi bbeban tertentu dengan melakukan analisa statis nonlinier Pushover ver Analysis. Lebih khusus, variabel-variabel variabel yang dapat diperoleh dari Pushover ver Analysis dapat digunakan untuk mengevaluasi dua indeks redudansi: redudans
( Beban lateral kekuatan leleh (Yield Strength) awal
Beban lateral Ultimate
Jumlah kegagalan lokal atau jumblah kemajuan sendi plastis pada titik keruntuhan struktural.
2.10. Sendi Plastis Sendi plastis merupakan kelanjutan dari konsep desain daktilitas dalam membangun struktur tahan gempa. Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa, terbentuknya sendi-sendi sendi plastis mampu memencarkan energi gempa yang diterima dan mampu membatasi besarnya beban gempa yang masuk ke dalam sedemikian rupa agar struktur dapat berperilaku struktur harus dikendalikan sedemikian memuaskan dan tidak sampai runtuh saat terjadi gempa kuat.
Gambar 2. 16 Sendi plastis pada balok (Sumber: Ria Catur Yulianti, Modul Rekayasa Gempa UMB) II-32 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2. 17 Sendi plastis pada kolom (Sumber: Ria Catur Yulianti, Modul Rekayasa Gempa UMB) Mekanisme goyang dengan pembentukan sebagian besar sendi plastis pada balok balokbalok seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2. 16 lebih dikehe dikehendaki daripada pembentukan sendi plastis pada ujung kolom suatu lantai (Soft (Soft Story Mechanism) seperti yang terlihat Gambar 2. 17, karena arena alasan sebagai berikut ini: Pada mekanisme pertama Gambar 2. 16 pemencaran encaran energi gempa terjadi di dalam banyak unsur, sedangkan pada mekanisme kedua Gambar 2. 17pemencaran energi terpusat pada sejumlah kecil kolom-kolom struktur. kolom Pada mekanisme pertama, pertam , bahaya ketidakstabilan akibat efek P P-∆ jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang mungkin terjadi pada mekanisme kedua ((Soft Story Mechanism). Daktilitas kurvatur dituntut pada balok untuk menghasilkan daktilitas struktur tertentu, misalnya µ = 5.2 untuk struktur dengan daktilitas penuh, di mana terjadi redistribusi gaya-gaya secara luas. gaya Guna menjamin terjadinya mekanisme goyang dengan pembentukan sebagian besar sendi plastis pada balok, konsep desain kapasitas diterapkan untuk merencanakan agar kolom-kolom kolom lebih kuat dari balok-balok balok portal ((Strong Column-Wak Wak Beam). Keruntuhan geser pada balok yang bersifat geas juga diusahakan agar tidak terjadi lebih dahulu dari kegagalan akibat beban lentur pada sendi-sendi sendi plastis balok setelah mengalami rotasi-rotasi rotasi plastis yang cukup besar.
II-33 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.10.1. Perencanaan Urutan Sendi Plastis Berdasarkan konsep FEMA 451b 2007 mengembangkan konsep perencanaan bangunan tahan gempa yang juga membahas mengenai sendi plastis. FEMA 451b 2007 ini merumuskan upaya dalam meningkatkan kinerja struktur bangunan berdasarkan pada urutan terjadinya sendi plastis. Dengan merencanakan urutan terjadinya sendi plastis suatu struktur seperti pada Gambar 2. 18 dapat meningkatkan tingkat redundansi lokal jika dibandingkan dengan struktur yang sendi plastisnya terjadi secara serentak.
Gambar 2. 18 Perencanaan Sendi Plastis (sumber: FEMA 451B)
II-34 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2. 19 Sendi Plastis Serentak (sumber: FEMA 451b)
Gambar 2. 20 Grafik Perbandingan urutan sendi plastis (sumber: FEMA 451b)
II-35 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.11. Konsep Desain Kapasitas Konsep Desain Kapasitas adalah filosofi perencanaan struktur bangunan tahan gempa dengan memanfaatkan serta mengendalikan terbentuknya sendi-sendi plastis seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab 1 di atas. Pengendalian terbentuknya sendi-sendi plastis pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan terlebih dahulu dapat dilakukan secara pasti terlepas dari kekuatan dan karakteristik gempa. 2.12. Evaluasi Berbasis Kinerja Dalam menganalisa struktur bangunan gedung yang dirancang tahan gempa adalah
dengan
menggunakan
metode
Performance
Based
Earthquake
Engineering (PBEE) metode ini merupakan konsep kombinasi dari aspek tahanan dan aspek layanan. Metode analisis ini dibagi menjadi dua, yaitu Performance Basic Seismic Design (PBSD) untuk bangunan baru dan Performance Based Seismic Evaluation (PBSE) untuk bangunan yang sudah ada. Salah satu metode yang digunakan pada PBSD adalah dengan analisis Nonlinier Push Over Analysis. Menurut ATC-40, kinerja bangunan terhadap beban gempa dibagi menjadi 6 kategori level struktur, yaitu:
Immediate Occupancy, SP-1: Bila terjadi gempa, hanya sedikit kerusakan struktural yang terjadi. Karkteristik dan kapasitas sistem penahan gaya vertikal dan lateral pada struktur masih sama dengan kondisi di mana gempa belum terjadi, sehingga bangunan aman dan dapat langsung dipakai.
Damage Control, SP-2: Dalam kategori ini, pemodelan bangunan baru dengan beban gempa rencana dengan nilai beban gempa yang peluang II-36 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
dilampauinya dalam rentang masa layan gedung 50 tahun adalah 10%.
Life Safety, SP-3: Bila terjadi gempa, mulai muncul kerusakan yang cukup signifikan pada struktur, akan tetapi struktur masih dapat menahan gempa. Komponen-komponen struktur utama tidak runtuh. Bangunan dapat dipakai kembali jika sudah dilakukan perbaikan, walaupun kerusakan yang terjadi kadangkala membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Limited Safety, SP-4: Kondisi bangunan tidak sebaik level life safety dan tidak seburuk level structural stability, termasuk ketika level life safety tidak efektif atau ketika hanya beberapa kerusakan struktur kritis yang dapat dikurangi.
Structural Stability, SP-5: Level ini merupakan batas dimana struktur sudah mengalami kerusakan yang parah. Terjadi kerusakan pada struktur dan nonstruktur. Struktur tidak lagi mampu menahan gaya lateral karena penurunan.
Not Considered, SP-6: Pada kategori ini, struktur sudah dalam kondisi runtuh, sehingga hanya dapat dilakukan evaluasi seismik dan tidak dapat dipakai lagi.
2.12.1. Push Over Analysis Saat ini analisis Pushover telah menjadi metode yang populer digunakan karena lebih sederhana dibandingkan analisis Nonlinier Time History yang sudah lebih dahulu ada, analisis Time History membutuhkan waktu komputasi yang sangat lama. Tujuan dari analisis Pushover
adalah
untuk
mengevaluasi
kinerja
bangunan
yang
diharapkan dari sistem struktur bangunan dengan memperkirakan
II-37 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
kinerja
sistem
struktural struktural
dan
memperkirakan
kekuatan
serta
deformasinya. Pada analisis Pushover ini pengaruh aruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban statik yang menangkap pada pusat masa masing-masing masing lantai.
Gambar 2. 21 Kurva Kapasitas Push Over Analysis (sumber: ATC-40)
II-38 http://digilib.mercubuana.ac.id/