BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemberdayaan 1. Pengertian Pemberdayaan Berbagai
macam
definisi
pemberdayaan
(empowerment) dikemukakan oleh para ahli, sebagaimana yang dikutip oleh Rokhman (2003) berikut ini. Menurut Noe (1994), pemberdayaan adalah merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan produk dan pengambilan keputusan. Khan (1997) mendefinisikan pemberdayaan sebagai hubungan personal yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan dan manajemen. Lebih lanjut Mowen (dalam Suryono, 1999) mengatakan bahwa pemberdayaan adalah pemberian
wewenang
kepada
karyawan
untuk
merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapat otorisasi secara eksplisit dari manajer diatasnya. Spreitzer (1995) mendefinisikan pemberdayaan suatu proses motivasi intrinsik dimana individu memunyai kekuasaan untuk berpartisipasi secara langsung untuk mengendalikan dan memengaruhi suatu kejadian yang
14
15
memiliki efek langsung terhadap kehidupannya. Sejalan dengan Spreitzer, Mildawani (1999) mendeskripsikan pemberdayaan sebagai proses memotivasi diri untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki karyawan sehingga mampu untuk melakukan sesuatu secara mandiri tetapi
disertai
kemampuan
untuk
memertanggungjawabkan tindakan-tindakannya. Kanugo (dalam Spreitzer, 1995) mendefinisikan pemberdayaan sebagai proses untuk meningkatkan perasaan self-efficacy diantara anggota-anggota organisasi melalui identifikasi yang mendorong ketidakberdayaan dan menyingkirkan hal-hal tersebut melalui praktek organisasi formal dan teknik-teknik informal dengan menyediakan informasi. Berdasarkan
paparan
mengenai
definisi
pemberdayaan di atas penulis mengacu pada pengertian pemberdayaan
menurut
Spreitzer
(1995)
yang
mendefinisikan pemberdayaan suatu proses motivasi intrinsik dimana individu memunyai kekuasaan untuk berpartisipasi secara langsung untuk mengendalikan dan memengaruhi suatu kejadian yang memiliki efek langsung terhadap kehidupannya.
2. Dimensi Pemberdayaan Spreitzer (1995) mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu proses motivasi intrinsik dimana individu
16
memunyai kekuasaan untuk berpartisipasi secara langsung untuk mengendalikan dan memengaruhi suatu kejadian yang memiliki efek langsung terhadap kehidupannya. Spreitzer mengungkapkan bahwa dimensi pemberdayaan meliputi empat hal, yaitu : a. Meaning (pemaknaan), merupakan nilai dari tujuan dan
maksud
kerja
yang
dinilai
dari
dalam
hubungannya dengan standar-standar dan ideal-ideal pada diri individu itu sendiri. Pemaknaan merupakan kesempatan bagi karyawan merasakan bahwa mereka melakukan tugas yang berharga, karena merasa menjadi bagian dari misi yang penting dalam skema organisasi yang lebih besar. Karyawan merasa dirinya berarti dengan melakukan tugas-tugas yang berharga. Perasaan kebermaknaan adalah perasaan karyawan yang merasakan bahwa tugasnya sebanding dengan waktu dan energi yang telah dikeluarkan. Pemaknaan melibatkan kepastian antara persyaratan peran kerja dan keyakinan, nilai–nilai, dan perilaku-perilaku. b. Competence (kompetensi), mengacu pada keyakinan individu yang berarti karyawan mempunyai keyakinan secara
individual
pada
kemampuannya
untuk
menampilkan aktivitas-aktivitas dengan menggunakan ketrampilan atau keahlian yang dimilikinya. Ada perasaan bahwa dirinya mampu dan percaya diri untuk
17
belajar dan berkembang mengatasi tantangan baru. kompetensi
mewakili
keyakinan,
penguasaan
personal, atau usaha-kinerja. c. Self-Determination (determinasi diri), merupakan perasaan yang ada pada diri individu untuk memilih berinisiatif
dan
mengatur
tindakan-tindakan.
Karyawan memiliki perasaan bahwa dirinya memiliki pilihan. Pilihan berarti dapat melakukan pekerjaan secara bijaksana dengan suatu pendekatan kerja dengan suatu pendekatan kerja tertentu. Dengan kata lain, karyawan dapat mengatakan penilaiannya sendiri dan bertindak sesuai dengan pemahamannya dalam menyelesaikan
tugasnya.
Determinasi
diri
mencerminkan permulaan dan kelanjutan prosesproses dan perilaku kerja seperti membuat keputusan tentang metode-metode, langkah-langkah dan upayaupaya kerja. d. Impact (dampak), merupakan tingkat yang dirasakan individu dimana perilaku mereka membawa suatu perbedaan. Karyawan dengan sense of impact berarti percaya bahwa mereka dapat mempengaruhi unit kerjanya dan gagasan-gagasannya di dengar orang lain. Menon
(2001)
memaparkan
dimensi pemberdayaan yaitu:
mengenai
tiga
18
a) Persepsi kontrol (Perceived Control) Persepsi kontrol merupakan kepercayaan tentang otoritas, pembuatan keputusan, ketersediaan sumber daya, dan otonomi dalam rencana kerja. Karyawan yang diberdayakan akan merasa dapat mengontrol lingkungan mereka. b) Persepsi kompetensi (Percived Competence) Persepsi kompetensi mengacu pada efikasi diri (selfefficacy)
yaitu
keyakinan
seseorang
dalam
memobilisasi motivasi, sumber-sumber kognitif, dan latihan tindakan yang dibutuhkan saat menemui permintaan situasional serta kepercayaan diri dengan menghormati aturan yang ada: individu memiliki keyakinan bahwa dirinya bisa berhasil memenuhi tugas yang diberikan sebaik mereka menghadapi tantangan yang bersifat tidak rutin (non-routin) yang muncul saat bekerja. c) Internalisasi tujuan (Goal Internalization) Internalisasi tujuan merepresentasikan kemungkinan kekuatan dari gagasan seperti nilai penyebab, misi, atau visi untuk masa depan. Individu percaya dan menghargai tujuan dari organisasi dan siap untuk bertindak sesuai keinginan perusahaan. Dari
penjelasan
di
atas
penulis
memilih
menggunakan dimensi pemberdayaan menurut Spreitzer
19
(1995) yaitu : meaning, competence, self determination, dan impact. Hal ini dikarenakan dimensi yang dipaparkan oleh Menon (2001), merupakan dimensi modifikasi milik spreitzer atau dapat dikatakan bahwa dimensi tersebut mengacu pada dimensi milik Spreitzer. Selain itu, sebagian
besar
penelitian
mengenai
pemberdayaan
karyawan menggunakan dimensi milik Spreitzer sehingga sudah terbukti kevalidannya.
3. Faktor-faktor yang memengaruhi pemberdayaan Banyak faktor yang mendorong suatu organisasi untuk melakukan pemberdayaan. Pemberdayaan adalah suatu proses yang melibatkan pemimpin dan anggota organisasi sebagai partner dalam menentukan kegagalan atau kesuksesan organisasi (Suryadi, 2006). Nugroho (2004) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dalam analisis pemberdayaan dipengaruhi oleh faktor internal dan organisasional. Faktor-faktor tersebut meliputi Locus Of control, tekanan, pendidikan, kepemimpinan, kekuatan kelompok,
kepercayaan,
dan
budaya
organisasi.
Selanjutnya Hersanti (2008), juga mendapatkan hasil bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan karyawan. Berdasarkan
hasil
penelitian
Dewi
(2005),
mengenai analisis pengaruh Locus Of Control, Role
20
Ambiguity, dan Kepemimpinan terhadap Pemberdayaan Karyawan untuk Meningkatkan Komitmen Organisasional diketahui bahwa locus of control, kepemimpinan, dan komitmen
organisasional
signifikan
terhadap
berpengaruh
pemberdayaan,
positif
dan
sedangkan
role
ambiguity tidak berpengaruh terhadap pemberdayaan. Clutterbuck dan Kernaghan (2003) menyebutkan bahwa bentuk dan budaya organisasi mempengaruhi proses
penerapan
pemberdayaan.
Hatami
(2012)
menemukan bahwa pemberdayaan karyawan berhubungan secara signifikan dengan budaya organisasi. Lebih lanjut Hatami mengatakan bahwa karyawan yang diberdayakan akan menunjukkan komunikasi yang lebih baik dan budaya organisasi yang lebih kuat. Sedangkan Siegall (dalam Lashley, 2001) mengatakan bahwa budaya organisasi yang sejalan dengan norma – norma yang ada pada anggota organisasi akan menimbulkan dampak positif terhadap pemberdayaan. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor penting yang memengaruhi pemberdayaan adalah budaya organisasi.
B. Budaya Organisasi 1. Pengertian Budaya Organisasi Lingkungan organisasi pasti memiliki nilai-nilai yang diterapkan kepada seluruh anggota organisasinya.
21
Budaya organisasi adalah suatu kerangka kognitif yag berisi sikap, nilai, norma perilaku, dan harapan yang diyakini bersama oleh anggota-anggota organisasi Baron (2003). Sejalan dengan pemikiran tersebut Gareth (dalam Wirawan 2007) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat nilai bersama yang mengontrol interaksi setiap anggota organisasi juga dengan para pemasok, pelanggan, dan pihak-pihak lain di luar organisasi. Glaser (1987) mendefinisikan budaya organisasi sebagai bagian dari pola-pola keyakinan, simbol, ritual, dan mitos yang berkembang seiring dengan waktu dan bekerja sebagai perekat yang menyatukan organisasi bersama-sama. Lebih lanjut Noe (1992) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sebuah sistem dari berbagai arti nilai, kepercayaan, dan kebiasaan di antara anggota organisasi yang berinteraksi dengan standar formal untuk menghasilkan norma perilaku. Menurut Denison (1990), budaya organisasi menunjukkan suatu nilai-nilai,
kepercayaan
dan
prinsip-prinsip
yang
mendasari suatu sistem manajemen organisasi . Secara terpisah Luthans (1998) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.
22
Miller (1987) mendefinisikan budaya organisasi sebagai kumpulan nilai yang dianut dalam organisasi dan mendasari bagaimana mengelola organisasi tersebut. Lebih lanjut Miller menambahkan bahwa nilai-nilai tersebut merupakan keyakinan yang dipegang teguh dan kadang-kadang tidak terungkap. Davis (dalam Wirawan, 2007)
mengemukakan
bahwa
budaya
organisasi
merupakan pola kepercayaan dan harapan yang dianut oleh anggota organsasi. Kepercayaan dan harapan tersebut menghasilkan nilai-nilai yang dengan kuat membentuk perilaku para individu dan kelompok-kelompok anggota organisasi. Berdasarkan paparan di atas maka penulis mengacu pada pengertian budaya organisasi menurut Glaser (1987) mendefinisikan budaya orgaisasi sebagai bagian dari pola-pola keyakinan, simbol, ritual, dan mitos yang berkembang seiring dengan waktu dan bekerja sebagai perekat yang menyatukan organisasi bersamasama.
2. Dimensi Budaya Organisasi Glaser (2003) mengungkapkan dimensi yang terdapat dalam budaya organisasi. Terdapat enam dimensi budaya organisasi menurut Glaser yaitu :
23
a. Teamwork (kerjasama) Karyawan memandang kelompok kerja
mereka
beroperasi sebagai sebuah tim di mana kepercayaan tinggi dan orang-orang diperlakukan secara adil dan konsisten.
Manajemen
dan
karyawan
dianggap
memiliki
hubungan
kerja
yang
produktif.
Mendengarkan satu sama lain, konstruktif menghadapi masalah bersama-sama. b. Morale (moral) Karyawan merasa termotivasi untuk menjadi efisien dan produktif, dan mengeluarkan upaya terbaik mereka. Karyawan merasa dihormati oleh orang-orang dalam kelompok kerja mereka dan seluruh organisasi c. Information Flow (arus informasi) Karyawan mendapatkan cukup informasi agar menjadi efisien dan produktif, jika mereka tahu mengapa perubahan dibuat, dan sejauh mana mereka tahu apa yang terjadi di luar bagian pekerjaan mereka. d. Employe Involvement (keterlibatan karyawan) Karyawan merasa bahwa mereka memiliki suara dalam
keputusan
yang
memengaruhi
pekerjaan
mereka, mereka menganggap bahwa ide-ide mereka meminta dan dihargai. Karyawan merasa bahwa masukan mereka penting dan ditindaklanjuti.
24
e. Supervision (Atasan) Supervision
mengacu
pada
persyaratan
dalam
pekerjaan yang dibuat jelas, Seberapa baik atasan mendengarkan
karyawan,
atasan
membiarkan
karyawan tahu kapan mereka telah melakukan pekerjaan yang baik dan memberikan kritik dengan cara
yang
positif.
Seberapa
baik
pengawas
mendelegasikan tanggung jawab. f. Meetings (pertemuan) Mengacu pada efektivitas dan efisiensi pertemuan. Keputusan
yang
dimasukkan
ke
dibuat dalam
pada
pertemuan
tindakan,
setiap
bisa orang
mengambil bagian dalam diskusi pada pertemuan dan melakukan diskusi-diskusi sesuai jalur. Pertemuan dipandang sebagai waktu yang dihabiskan dengan baik. Dalam mengemukakan
penelitiannya, empat
dimensi
Denison budaya
(1995) organisasi.
Keempat dimensi tersebut yaitu : a. Involvement
(keterlibatan)
yaitu
menyangkut
keterlibatan pribadi individu, pemberdayaan dalam organisasi dan mencerminkan fokus pada dinamika internal organisasi dan fleksibilitas. Keterlibatan dalam
organisasi
membangun
tim
adalah dalam
dimana
organisasi
organisasi,
dan
25
mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di semua level. Tingkat keterlibatan dan partisipasi yang tinggi akan menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung
jawab,
sehingga
diperoleh
komitmen
karyawan yang tinggi kepada organisasi. b. Consistency (konsistensi) yakni dimana organisasi memiliki
aturan-aturan
main
yang
konsisten,
terkoordinasi dengan baik, dan terintegrasi dengan baik. Sistem kepercayaan bersama, nilai-nilai, dan simbol-simbol merupakan dasar yang efektif untuk menyamakan konsensus dan mencapai aksi yang terkoordinasi. c. Adaptability (adaptabilitas) adalah dimana organisasi memiliki orientasi kepada pelanggan, mengambil resiko dan belajar, serta memiliki kemampuan dan pengalaman menciptakan perubahan. Budaya yang adaptif dicirikan oleh organisasi dimana orang-orang berani mengambil resiko, percaya satu sama lain, memiliki
pendekatan
proaktif
untuk
kehidupan
organisasi, bekerja bersama untuk mengidentifikasi masalah, percaya kepada kemampuan diri sendiri dan kepada
kemampuan
koleganya,
serta
memiliki
antusiasme untuk melakukan pekerjaan mereka. d. Mission (misi) adalah dimana fungsi dan tujuan bersama
organisasi
yang
tertuang
dalam
misi
26
organisasi menyebabkan para karyawan dengan alasan non-ekonomi bersedia untuk menginvestasikan upaya mereka demi kebaikan organisasi, karena adanya harapan karyawan kepada organisasi. Berdasarkan
uraian
di
atas
penulis
akan
menggunakan dimesi budaya organisasi yang dipaparkan oleh Glaser (2003) sebagai landasan dalam penelitian ini. Dimensi tersebut meliputi teamwork, morale, information flow, employe involvement, supervision, dan meetings. Hal ini dikarenakan dalam salah satu dimensi milik Denison terdapat sub aspek mengenai pemberdayaan yang merupakan variabel terikat dalam penelitian sehingga peneliti memilih menggunakan dimensi milik Glaser.
3. Fungsi Budaya organisasi Robbins (2001) mengemukakan bahwa budaya menjalankan fungsi dalam organisasi. Fungsi tersebut adalah : a. Menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lain. b. Membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, anggota-anggota organisasi akan memiliki pemikiran organisasi.
bahwa
mereka
merupakan
bagian
27
c. Memermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. Para karyawan memunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan organisasi. d. Meningkatkan kemantapan sistem sosial, budaya dalam organisasi tersebut merupakan perekat sosial yang membantu memersatukan organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. e. Mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya memastikan bahwa semua orang diarahkan kea rah yang sama. Empat fungsi budaya organisasi juga dijelaskan oleh Kinicki (2005), yaitu: a. Memberikan
identitas
organisasi
kepada
karyawannya, budaya memberikan identitas dalam suatu organisasi, kemudian dipromosikan kepada karyawannya. Identitas ini dapat didukung dengan memberikan penghargaan yang mendorong inovasi b. Memermudah komitmen kolektif, salah satu nilai dalam
suatu
organisasi
yaitu
menjadi
sebuah
28
organisasi dimana para karyawannya bangga menjadi bagian darinya sehingga akan tetap bekerja dalam waktu yang lama. c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial, stabilitas sistem sosial mencerminkan taraf di mana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung, dan konflik serta perubahan diatur dengan efektif. d. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan
keberadaannya.
Fungsi
budaya
ini
membantu karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana organisasi bermaksud mencapai tujuan jangka panjangnya. Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa budaya organisasi berfungsi sebagai pembeda atau menciptakan perbedaan antara organisasi yang satu dengan yang lainnya, dengan kata lain budaya organisasi berarti memberikan identitas bagi anggota organisasi.
4. Hubungan
Antara
Budaya
Organisasi
dengan
Pemberdayaan Karyawan Pemberdayaan merupakan suatu proses dimana individu mempunyai kekuasaan untuk berpartisipasi secara langsung untuk mengendalikan dan memengaruhi suatu kejadian yang memiliki efek langsung terhadap
29
kehidupannya, dalam hal ini terdapat dimensi – dimensi yang
dapat
memengaruhi
jalannya
pemberdayaan.
Dimensi tersebut mencakup pemaknaan, kompetensi, determinasi diri, dan yang terakhir adalah dampak (Spreitzer,1995). Lebih lanjut Carlzon (dalam Mildawani, 1999), menggambarkan pemberdayaan sebagai sebuah proses untuk membebaskan seseorang dari struktur atau lingkungan yang kaku. Carlzon mengatakan bahwa proses pemberdayaan mementingkan adanya kebebasan bagi seseorang untuk mengambil sebuah keputusan secara bertanggungjawab. Menurut Noe (1994), pemberdayaan adalah merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut
semua
pengembangan
produk
dan
pengambilan keputusan. Secara terpisah Gaspersz (1997) mengatakan bahwa memberdayakan karyawan berarti memungkinkan karyawan untuk mencapai kemampuan prestasi dilakukan
tertinggi. melalui
Proses
pemberdayaan
pemberian
kewenangan
karyawan kepada
karyawan untuk membuat lebih banyak keputusan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Laschinger (dalam Arishanti, 2009) mengatakan bahwa budaya organisasi membantu perkembangan pemberdayaan karyawan dan rasa percaya pada pihak manajemen. Secara terpisah Siegall (dalam Lashley,
30
2001), mengatakan bahwa budaya organisasi yang sejalan dengan norma-norma yang ada pada anggota organisasi akan
menimbulkan
dampak
positif
terhadap
pemberdayaan. Budaya organisasi pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang
mengikat
para
karyawan
karena
dapat
diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan organisasi. Budaya organisasi yang baku dapat menjadi acuan bagi ketentuan dan aturan yang berlaku. Pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat, sehingga membentuk sikap dan perilaku yang sesuai visi, misi, dan strategi organisasi (Moeljono, 2005). Budaya organisasi yang kuat dan adaptif akan menciptakan suasana yang harmonis dan kondusif dalam suatu organisasi. Budaya organisasi yang tidak adaptif akan memberi akibat buruk terhadap perkembangan dan kinerja organisasi tersebut baik dalam jangka pendek maupun panjang (Akbar, 2002). Ketika budaya organisasi melekat kuat, maka anggota organisasi akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari organisasi. Karyawan merasa menjadi bagian dari organisasi maka mereka akan berusaha melakukan pekerjaan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Organisasi yang mendukung dan memberi orang-orang di
31
dalam organisasi untuk mengemban tanggung jawab adalah
organisasi
(Kernaghan,
yang
2003).
tepat
bagi
Karyawan
pemberdayaan
akan
memiliki
keberdayaan, apabila karyawan merasa pekerjaan mereka merupakan milik mereka, mereka bertanggung jawab, mereka mengetahui dimana posisi mereka, dan mereka memiliki pengendalian atas pekerjaan mereka (Gazperz, 1997). Hasil penelitian Hersanti (2008), ditemukan adanya
hubungan
yang
signifikan
antara
budaya
organisasi dengan pemberdayaan pegawai negeri sipil. Budaya organisasi yang kuat akan memungkinkan pegawai untuk lebih memiliki rasa berdaya, sehingga lebih mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dalam menjalankan pekerjaan. Budaya organisasi dapat memberitahu karyawan tentang bagaimana segala sesuatu dilakukan dan hal apa yang penting. Robbins (2001), memaparkan bahwa budaya dapat meningkatkan komitmen, konsistensi, dan perilaku karyawan yang bermanfaat bagi organisasi. Kuat ataupun lemahnya budaya organisasi tergantung pada variabel-variabel seperti keterpaduan, konsensus nilai, dan komitmen individual terhadap tujuan bersama (Kreitner dan Kinicki, 2003). Budaya yang kuat memerlihatkan kesepakatan serta kesatuan yang tinggi antara individu
32
mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi tersebut sehingga berdampak pada perilaku anggota organisasi. Apabila budaya organsasi melekat kuat pada masingmasing anggota orgaisasi maka mereka akan merasa sebagai bagian dari organisasi. Perasaan sebagai bagian dari organisasi akan memperkuat komitmen terhadap misi organisasi
(Yuwono,
2005).
Hal
tersebut
dapat
mendorong karyawan untuk berpartisipasi aktif dan akan berusaha sebaik-baiknya serta melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab. Menurut (Clutterbuck dan Kernaghan, 2003), organisasi yang mendukung dan memberi orang-orang dalam organisasi untuk mengemban tanggung jawab adalah organisasi yang tepat bagi pemberdayaan. Pemberdayaan dibangun dari kompetensi dalam diri karyawan, kompetensi dalam diri karyawan dapat
dimanfaatkan secara
optimum jika
terdapat
lingkungan kerja yang memadai (Mulyadi, 2001). Keberhasilan
karyawan
dalam
memahami
budaya
organisasi dipengaruhi oleh sosialisasi proses budaya organisasi. Proses tersebut akan membantu karyawan untuk memahami budaya organisasi secara menyeluruh sehingga mampu menyesuaikan dan menginternalisasi nilai-nilai
dan
(Robbins,2001).
norma
yang
dimiliki
organisasi
33
Hubungan antara pemberdayaan
karyawan
budaya
organisasi
diperkuat
dengan
dengan adanya
keterikatan antara dimensi budaya organisasi dengan dimensi
pemberdayaan.
Ketika
teamwork
dalam
organisasi tercipta dengan baik dimana sebuah tim memiliki kepercayaan tinggi dan orang-orang didalamnya diperlakukan secara adil dan konsisten makan akan muncul kompetensi pada diri karyawan yaitu dimana karyawan memiliki keyakinan untuk mengatasi pekerjaan dan tantangan baru dalam perusahaan. Kompetensi yang didukung dengan adanya keterlibatan karyawan oleh organisasi yaitu ketika karyawan memiliki hak untuk ikut serta dalam mengambil keputusan maka akan muncul perasaan termotivasi untuk menjadi karyawan yang efisien dan produktif serta mengeluarkan upaya terbaik mereka, kemudian hal tersebut akan berhubungan dengan dampak yang menjadikan perubahan pada perilaku mereka. Keterlibatan karyawan akan meminculkan rasa kebermaknaan
(meaning)
pada
diri
individu
dlm
organisasi sehingga mereka merasa memiliki kesempatan untuk
melakukan
tugas
yang
berharga.
Perasaan
bermakna ini dapat pula timbul ketika dalam pertemuan karyawan dapat mengambil bagian dalam diskusi. Arus informasi pada sebuah organisasi yaitu dimana karyawan mendapatkan cukup informasi tentang perunahan dan
34
segala yang terjadi di lingkungan kerja mereka
akan
memunculkan self determinasi pada karyawan sehingga karyawan dapat berinisiatif dan memiliki pilihan untuk melakukan pekerjaan secara bijaksana, determinasi diri juga dapat tercipta ketika terjadi keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan dan saat atasan menjadi pendengar yang baik serta memberitahukan kritik dan saran dengan positif. Pemaparan tersebut sesuai dengan fungsi budaya yang diungkapkan oleh Robbins (2001) dimana menurut Robbins sebuah budaya menjalankan fungsi dalam organisasi, fungsi tersebut meliputi : menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lain. Membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, anggota-anggota organisasi akan memiliki pemikiran bahwa
mereka
merupakan
bagian
organisasi.
Memermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. Para karyawan mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan rasa
tanggung
jawab
atas
kemajuan
organisasi.
Meningkatkan kemantapan sistem soasial, budaya dalam organisasi tersebut merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan
organisasi
dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang
35
harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diasumsikan hubungan
bahwa dengan
budaya rasa
organisasi
pemaknaan,
mempunyai kompetensi,
determinasi diri, dan dampak yang ke empat hal tersebut merupakan dimensi dari pemberdayaan.
C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan pemberdayaan pegawai. Hο = Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara Budaya Organisasi Dengan Pemberdayaan Karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Salatiga