BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.I
UMUM Tanah dalam kondisi alam jarang sekali dalam kondisi mampu mendukung
beban secara berulang dari kendaraan tanpa mengalami deformasi yang besar. Karena itu, dibutuhkan suatu struktur yang dapat melindungi tanah dari beban roda kendaraan. Struktur ini disebut perkerasan (pavement). Jadi perkerasan adalah lapisan kulit (permukaan) keras yang diletakkan pada formasi tanah setelah selesainya pekerjaan tanah atau dapat pula didefenisikan, perkerasan adalah struktur yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah pondasi yang berada di bawahnya[1]. Lapis yang berada diantara tanah dan roda dapat dibuat dari bahan yang khusus
yang terpilih
(yang lebih baik)
yang selanjutnya
disebut
lapis
keras/perkerasan/pavement[9]. Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai jalan, maka konstruksi perkerasan haruslah memenuhi syarat dalam berlalu lintas dan kekuataan atau struktural. Syarat-syarat tersebut adalah: a. Syarat-syarat berlalu lintas
Permukaaan rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang
Permukaan cukup kau, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja di atasnya
Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip
7
Universitas Sumatera Utara
Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari
b. Syarat-syarat kekuatan/struktural
Ketebalan
yang
cukup
sehingga
mampu
menyebarkan
beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar
Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya
Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat cepat dialirkan
Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.
Untuk mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi faktor keawetan dan faktor ekonomis yang di harapkan maka perkerasan dibuat berlapis-lapis[10]. Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakana atas: a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan
aspal
sebagai
bahan
pengikat.
Lapisan-lapisan
perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan pelat beton tanpa atau dengan tulangan sebagai bahan pada lapis atasnya, yang berada di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah
8
Universitas Sumatera Utara
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu gabungan antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur, dengan aspal diatas pelat beton maupun sebaliknya. Perbedaaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Perbedaan utama perkerasan kaku dan perkerasan lentur
1 2 3 4
Bahan Pengikat Repetisi beban Penurunan tanah dasar Perubahan temperatur
Perkerasan Lentur
Perkerasan kaku
Aspal
Semen
Timbul rutting (lendutan pada jalur roda) Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar) Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dlam yang kecil
Bersifat sebagai balok diatas perletakan Bersifat sebagai balok diatas perletakan Modulus kekakuan tidak berubah Timbul tegangan dalam yang besar
Sumber: Silvia Sukirman 1993 II.2.
KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR
II.2.1 Lapisan Perkerasan Lentur Konstruksi lapisan lentur terdiri dari lapisan-lapisan, dimana lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Sifat penyebaran gaya yang diterima setiap lapisan berbeda-beda dimana semakin ke bawah akan semakin kecil[8]. Setiap lapisan mempunyai fungsi masing dan oleh karena itu setiap lapisan memliki perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
9
Universitas Sumatera Utara
Konstruksi perkerasan terdiri dari : a. Lapisan Permukaan (surface course) Lapisan permukaaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapisan ini adalah:
Struktural : ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan. Untuk itu persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokohdan stabil.
Nonstruktural, dalam hal ini mencakup :
Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di bawahnya
Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup
Membentuk permukaan yang yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak ( skid resistance ) yang cukup, untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas
Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus dan selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru
Jenis lapis permukaan menurut Spesifikasi Umum Edisi 2010 (Revisi 2) adalah[15]:
Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat, merupakan penyediaan dan penghamparan bahan aspal pada permukaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk pemasangan lapisan beraspal berikutnya. Lapis resap pengikat harus dihampar diatas
10
Universitas Sumatera Utara
permukaan pondasi tanpa bahan pengikat lapis Pondasi Agregat, sedangkan Lapis Perekat harus dihampar di atas permukaan berbahan pengikat ( seperti : lapis penetrasi macadam, laston, lataston dan diatas semen tanah , RCC, CTB, Perkerasan Beton, dll)
Lapisan Aspal Satu Lapis (Burtu) dan Laburan Aspal Dua Lapis (Burda), merupakan jenis pelaburan aspal (surface dressing) yang disetiap lapis diberi pengikat aspal dan kemudian ditutup dengan butiran agregat (chipping). Pelaburan aspal ini umumnya dihampar di atas Lapis Pondasi Agregat Kelas A yang sudah diberi Lapis Resap Pengikat atau Lapis Pondasi Berbahan Pengikat Semen atau Aspal, atau di atas suatu permukaan aspal lama.
Campuran beraspal Panas Jenis campuran Beraspal adalah a) Lapis Tipis Aspal Pasir (Sand Sheet,SS) Kelas A dan B Lapis Tipis Aspal Pasir (Latastir) atau SS, terdiri dari dua jenis campuran, SS-A dan SS-B tergantung pada tebal nominal minimum. Sand Sheet biasanya memerlukan penambahan filler agar memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang disyaratkan b) Lapis Tipis Aspal Beton ( Hot Rolled Sheet, HRS) HRS terdiri dari dua jenis campuran , HRS Pondasi (HRSBase) dan HRS Lapis Aus ( HRS Wearing Course, HRS-WS)
11
Universitas Sumatera Utara
dan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. HRS-Base mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripada HRS-WC c) Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete, AC) Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC, terdiri dari tiga campuran, AC Lapis Aus (AC-WC), AC Lapis Antara (AC – Binder Course, AC-BC) dan Lapis Pondasi (AC-Base). Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer atau aspal dimodifikasi dengan aspal alam atau aspal multigrade disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified, AC-BC modified, dan AC-base Modified
Lasbutag dan Latabusir tidak digunakan
Campuran Aspal Dingin, merupakan campuran yang dirancang agar sesuai dihampar dan dipadatkan secara dingin setelah disimpan untuk jangka waktu tertentu. Kelas C adalah campuran bergradasi semi padat dengan menggunakan aspal cair (cut back). Campuran kelas E adalah bergradasi terbuka dan sesuai untukdigunakan untuk aspal emulsi.
Lapis
Penetrasi
Macadam,
merupakan
penyediaan
lapis
permukaan atau lapis pondasi terbuat dari agregat distabilasi oleh aspal, pekerjaan ini dilaksanakan menggunakan campuran aspal panas tidak mencukupi dan atau penyediaan instalasi camouran aspal sulit dilaksanakan akibat situasi lingkungan.
12
Universitas Sumatera Utara
b. Lapis Pondasi Atas (base course) Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak diantara lapis permukaan adan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah)[10]. Fungsi dari lapisan ini adalah[8]:
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
Bantalan terhadap lapisan permukaan
c. Lapisan Pondasi Bawah (subbase course) Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang berada antara lapispondasi atas dan tanah dasar. Lapis pondasi ini berfungsi sebagai [10]:
Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan plastisitas indeks (PI) ≤ 10%
Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatip murah dibandingkan dengan lapis perkerasan diatanya
Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal
Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul si pondasi
Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat lancar. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat besar
13
Universitas Sumatera Utara
Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke pondasi atas.
Jenis lapis pondasi baik untuk lapis pondasi atas maupun lapis pondasi bawah adalah :
Lapis Pondasi Agregat Terdapat tiga kelas yang berbeda dari Lapis Pondasi agregat yaitu Kelas A, Kelas B dan Kelas S. Pada umumnya Lapis Pondasi Agregat Kelas A adalah mutu Lapis Pondasi Atas untuk di bawah lapisan beraspal, dan Lapis Pondasi Agegat Kelas B adalah untuk lapis pondasi Bawah. Lapis Pondasi Agregat Kelas S digunakan untuk bahu jalan tanpa penutup
Lapis Pondasi Semen Tanah Lapis Pondasi Semen tanah merupakan penyediaan lapis pondasi yang terbuat dari tanah yang diambil dari daerah sekitar yang distabilisasi dengan semen, di atas tanah dasar yang telah disiapkan, termasuk penghamparan , pembentukan, pemadatn, perawatan dan penyelesaian akhir.
Lapis Pondasi Atas Bersemen (CTB) dan Lapis Pondasi Bawah Bersemen (CTSB) CTB menawarkan penghematan yang signifikan dibanding perkerasan pondasi bebutir untuk jalan yang dilewati lalu lintas sedang dan berat. Biaya CTB tersebut lebih murah secara tipikal untuk kisaran beban sumbu 2,5 sampai 30 juta ACESA tergantung pada harga setempat dan kemampuan kontraktor. CTB
14
Universitas Sumatera Utara
juga menghemat penggunaan aspal dan material berbutir, kurang sensitif terhadap air dibandingkan dengan lapis pondasi berbutir, dan juga dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan lapisan aspal yang berlapis-lapis. LMC (Lean Mix Concrete) dapat
digunakan
sebagai
prngganti
CTB,
dan
memberi
kemudahan pelaksanaan di daerah yang sempit misalnya pada pelebaran perkerasan berdampingan dengan lajur yang sedang dilalui lalu lintas[5]. d. Tanah Dasar (subgrade) Tanah dasar ( subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan yang merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya[10]. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri dan didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat[8]. II.3.
PERKEMBANGAN PERKERASAN
METODE
DESAIN
STRUKTUR
LENTUR
Hasil rancangan teknologi lapisan campuran aspal yang pertama kali diimplementasikan adalah aspal macadam. Teknologi desain struktur perkerasan juga mengalami berbagi kemajuan. Kemajuaan yang telah dicapai dalam memodelkan
15
Universitas Sumatera Utara
perilaku bahan dan struktur perkerasan yang ditunjang dengan kemajuan teknologi komputer, maka desain analisis struktur yaitu tegangan regangan dan lendutan mulai banyak digunakan[2]. Dalam teknik perkerasan telah dikemukakan beberapa metode dalam desain perkerasan secara teori, pengalaman atau percobaan maupun penggabungan dari keduanya. Jadi, secara umum ada tiga metode dalam perencanaan perkerasan lentur, yaitu: 1. Metode Empiris Pendekatan perencanaan secara empiris adalah perencanaan yang berdasarkan percobaaan atau pengalaman[12]. Pengamatan digunakan untuk membuktikan hubungan antara data masukan dan hasilnya dari sebuah proses misalnya perencanaan perkerasan dan kinerjanya. Pendekatan secara empiris sering digunakan sebagai jalan keluar ketika sangat sulit untuk menetapkan secara teori hubungan yang tepat sebab akibat dari sebuah kejadian. Metode empiris AASHTO berdasarkan AASHO Road Test pada akhir tahun 1950 adalah metode yang paling umum digunakan untuk perencanaan perkerasan pada saat ini. Konsep serviceability diperkenalkan pada metode AASHTO sebagai perhitungan secara tak langsung menaikkan kualitas perkerasan. Indeks servisability didasarkan pada tegangan permukaan yang umumnya ditemukan pada perkerasan. Kerugian dari metode empiris adalah metode ini hanya dapat diterapkan pada satu daerah atau lingkungan, material, dan kondisi pembebanan, jika kondisi ini berubah, maka desain tidak berlaku lagi, dan
16
Universitas Sumatera Utara
metode baru harus dikembangkan lagi melalui percobaan Trial dan Error untuk menyesuaikan dengan kondisi yang baru. 2. Metode Mekanistik Metode mekanisitik adalah suatu metode yang mengembangkan kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan perhitungan secara eksak terhadap respon struktur terhadap beban sumbu kendaraan[12]. Metode mekanisitik didasarkan pada elastik atau viskoelastik yang mewakili struktur perkerasan. Pada metode ini cukup mengontrol kualitas material di setiap lapisan baik, yang dipastikan berdasarkan teori analisa tegangan, regangan dan lendutan. Analisa ini juga memungkinkan perencana
untuk
memprediksi
berapa
lama
perkerasan
dapat
bertahan[11].Lokasi tempat bekerjanya tegangan atau regangan maksimum akan menjadi kriteria perencanaan tebal struktur secara mekanistik, dimana metode ini mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur multilayer (elastic) structure untuk suatu perkerasan dan suatu struktur beam on elastic foundatin untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya yang dianggap sebagai beban statis merata, maka akan menimbulkan tegangan dan regangan pada struktur tersebut. 3. Metode Mekanistik Empiris Mekanika adalah ilmu pengetahuan dari gerakan dan gaya-gaya yang bekerja pada material. Dengan begitu, suatu pendekatan mekanistik mencari dan menjelaskan gejala-gejala sampai dampak fisik, di dalam perencanaan perkerasan jalan, hal-hal yang terjadi adalah tegangan, regangan dan lendutan
17
Universitas Sumatera Utara
di dalam suatu struktur perkerasan, dan penyebab-penyebab fisik adalah jenis bahan dan bobot struktur perkerasan. Metode desain mekanisitik-empiris didasarkan pada mekanika bahan yang berhubungan dengan data yang diperlukan seperti beban roda, respon perkerasan seperti tegangan dan regangan. Nilai respon ini digunakan untuk memprediksi tekanan dari tes laboratorium dan data kinerja lapangan Penggunaan regangan tekan vertikal untuk mengontrol deformasi permanen didasarkan pada fakta bahwa regangan plastis sebanding dengan regangan elastis pada bahan perkerasan[4]. Dengan demikian, dengan membatasi regangan elastis pada tanah dasar, regangan elastis pada bahan di atas tanah dasar juga dapat di kontrol atau dikendalikan, maka besarnya deformasi permanen pada permukaan juga pada akhirnya dapat dikontrol. Kedua kriteria telah diadopsi oleh Shell Petroleum International dan Asphalt Institute, dimana keuntungan dari metode mekanistik-empiris yang mereka ciptakan adalah peningkatan reabilitas dari desain, kemampuan untuk memprediksi jenis kerusakan, dan kemungkinan untuk memperkirakan data dari lapangan dan laboratorium yang terbatas. Sedangkan kelemahannya adalah penentuan karakteristik struktural bahan perkerasan lentur yang memerlukan alat uji mekanistik yang relatif mahal.
II.4.
TEORI SISTEM LAPISAN BANYAK Percobaan yang dibuat Kelvin pada tahun 1868 menjadi percobaan yang
pertama untuk menghitung perpindahan beban pada suatu bidang, seperti pada
18
Universitas Sumatera Utara
permukaan dengan material yang homogen dengan daerah yang luas dan dalam. Kemudian, dengan solusi dari Boussineq (1885) membuat beban terpusat menjadi dasar untuk menghitung tegangan, regangan dan lendutan. Solusi tersebut dipadukan untuk memperoleh respon yang tepat pada beban permukaan merata, termasuk beban melingkar. Konsep analisa lapis banyak ini mejadi akar untuk sistem dua layar dan tiga layar Burmister [12]. Beberapa asumsi yang biasanya digunakan dalam perhitungan respon struktur perkeraan yang sedehana adalah sebagai berikut[3] :
Setiap lapisan perkerasan memiliki ketebalan tertentu, kecualii tanah dasar yang tebalnya dianggap tidak terhingga. Sedangkan lebar setiap perkerasan juga dianggap tidak terbatas
Sifat setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yang artinya sifatsifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah ( yaitu : vetikal, radial tangensial) dianggap sama
Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Sebagai contoh, sifat-sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi
Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus resilien ( E atau MR) dan konstanta Paisson (µ)
Friksi antara lapisan perkerasan dianggap baik – tidak terjadi slip
Beban roda kendarran dianggap memberikan gaya vertikal yang seragam terhadap struktur perkerasan dengan bidang kontak berbentuk lingkaran. Komponen gaya horizontal yang diakibatkan
19
Universitas Sumatera Utara
oleh rem, percepatan/perlambatan kendaraan, landai jalan dan kemiringan tikungan tidak diperhitungkan.
Gambar 2.1. Sistem lapis banyak Terdapat tiga sistem dalam metode sistem lapisan banyak yaitu sebagai berikut : 1. Sistem satu lapis Dalam sistem struktur satu lapis, struktur perkerasan dianggap sebagai kesatuan struktur dengan bahan yang homogen. 2. Sistem dua lapis Dalam pemecahan sistem dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan kondisi sifat bahan, yaitu homogen, isotropik dan elastik. Sistem ini dimodelkan dengan membedakan tanah dasar dan lapisan perkerasan di atasnya, atau dengan kata lain membedakan lapisan aspal dan lapisan agregat
20
Universitas Sumatera Utara
( termasuk tanah dasar). Lapisan permukaan diasumsikan tidak terbatas, namun kedalamannya terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya atau tanah dasar tidak terbatas baik arah horizontal maupun vertikal. 3. Sistem Tiga Lapis Sistem struktur tiga lapis dapat memodelkan lapisan aspal, lapisan agregat dantanah dasar terpisah. Pemodelan ini, selain lebih mewakili struktur perkerasan yang dibangun, juga dapat mempertimbangkan ketiga sifat bahan perkerasannya yang pada hakekatnya berbeda II.5.
PEMODELAN LAPISAN PERKERASAN Sistem lapis banyak atau model lapisan elastis dapat menghitung tekanan dan
regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan. Dimana pemodelan ini beramsumsi bahwa setiaplapis pada perkerasan memiliki sifat-sifat seperti homogen, isotropis dan linear elastik, yang berarti bahwa setiap lapis akan kembali ke bentuk semula saat beban dipindahkan. Pada pemodelan lapisan elastis ini memerlukan data input yang berguna untuk mengetahui tegangan dan regangan pada struktur perkerasan dan respon akibat beban tersebut. Parameter-parameter yang digunakan adalah : a. Parameter setiap lapis
Modulus Elastisitas Modulus elatisitas adalah perbandingan antara regangan dan tegangan
suatu benda. Hampir semua bahan adalah elastis yang artinya setiap benda mempunyai kemampuan untuk kembali ke bentuk aslinya setelah
21
Universitas Sumatera Utara
diregangkan ataupun ditekan. Modulus elastisitas biasa juga disebut Modulus Young dan dilambangkan dengan E. E = ...........................................................................(2.1) E = modulus Elastisitas ; Psi atau kPa σ= tegangan ; kPa ε = regangan Modulus elastisitas untuk suatu benda mempunyai batas regangan dan tegangan elastisitasnya. Grafik tegangan dan regangan dapat dilihat pada gambar 2.2. batas elastisitas suatu bahan bukan sama dengan kekuatan bahan tersebut menanggung tegangan atau regangan, melainkan suatu ukuran dari seberapa baik suatu bahan kembali ke ukuran dan bentuk semula.
Gambar 2.2.Modulus Elastisitas
22
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Nilai Elastisitas Tipikal
Material
Modulus Elastisitas Psi
Kpa
Cement treated granular base
1000000 – 2000000
7000000 – 14000000
Cement aggregate mixtures
500000 – 1000000
3500000 – 7000000
Asphalt treated base
70000 – 450000
4900000 – 3000000
Asphalt Concrete Bituminious stabilized mixture
20000 – 2000000
7000000 -14000000
40000 – 300000
280000 - 2100000
Lime stabilized
20000 – 70000
140000 - 490000
Unbound granular materials Fine grained or natural subgrade material
15000 – 45000
105000 – 315000
3000 – 40000
21000 - 280000
Poisson Ratio Perbandingan poison ratio digambarkan sebagai ratio garis melintang sampai regangan bujur dari satu spesimen yang dibebani, konsep ini digambarkan di dalam gambar. Di dalam terminologi realistis, perbandingan poisson dapat berubah-ubah pada awalnya 0 sampai ssekitar 0,5 (artinya tidak ada volume berubah setelah dibebani). Tabel 2.3. Nilai Poisson Ratio
Material Baja
Poisson Ratio 0.25 - 0,3
Alumunium PCC
0.33 0.15 - 0.2 Perkerasan lentur
23
Universitas Sumatera Utara
Asphalt concrete
0.35 (±)
Granular base/subbae
0.3 – 0.4
Subgrade Soil
0,3 – 0,4
Cement Stab. Base
0,15 - 3
Gambar 2.3. poisson ratio a. Ketebalan lapisan Ketebalan suatu lapisan diperlukan dalam teori sistem lapis banyak sebagai input dalam penyelesaian menggunakan program. Ketebalan setiap lapisan dalam satuan cm atau inch
24
Universitas Sumatera Utara
b. Kondisi beban Data ini terdiri dari data beban roda, P (KN/Lbs), tekanan ban, q (Kpa/Psi) dan khusus untuk sumbu roda belakang, jarak antara roda ganda, d (mm/inch). Nilai q dan d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi teknis kendaraan yang digunakan. Sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang yang diangkut okeh kendaraan. Analisa struktural perkerasan yang akan dilakukan pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari-jari bidang kontak, a (mm/inch) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap berbentuk lingkaran A =√
..............................................................(2.2)
a = jari-jari bidang kontak P = beban kendaraan q = tekanan beban Nilai yang akan dihasilkan dari permodelan lapis perkerasan dengan sistem lapis banyak adalah nilai tegangan, regangan dan lendutan. a. Tegangan, yaitu berupa intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik dengan satuan (N/m2, Pa, atau Psi) b. Regangan, menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli (mm/mm atau in/in), karena regangan di dalam perkerasan nilainya sangat kecil maka dinyatakan dalam microstrain (10-6) c. Defleksi/lendutan, adalah perubahan linier dalam suatu bentuk dinyatakan dalam satuan panjang (μm atau inch atau mm)
25
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan program komputer akan memudahkan dalam penghitungan nilai dari tegangan, regangan, dan landutan di berbagai titik dalam suatu struktur perkerasan. Beberapa titik penting yang biasa digunakan dalam analisa perkerasan adlah sebagai berikut. Tabel 2.4. analisa struktur perkerasan Lokasi
Respon
Analisa struktur perkerasan
Permukaan perkerasan
Defleksi
Digunakan dalam desain lapis tambah
Bawah lapisan perkerasan
Regangan tarik horizontal
Digunakan untuk memprediksi retak fatik pada lapis permukaan
Bagian atas tanah dasar/bawah lapis pondasi bawah
Regangan tekan vertikal
Digunakan untuk memprediksi kegagalan rutting yang terjadi
Gambar 2.4. Gambar analisa struktur perkerasan
26
Universitas Sumatera Utara
II.6. ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN Analisa kerusakan perkerasan jalan yang akan dijelaskan adalah retak fatik (fatigue cracking) dan rutting. Kerusakan perkerasan disebabkan oleh beban kendaraan. Jenis kerusakan retak fatik dilihat berdasarkan nilai regangan tarik horizontal pada jenis lapis permukaan perkerasan dan jenis kerusakan ruting dilihat berdasarkan nilai regangan tekan dibagian atas lapis tanah dasar atau di bawah pondasi bawah. Dari nilai kedua jenis kerusakan struktur regangan tarik horizontal bagian bawah lapis permukaan aspal dan nilai regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah atau diatas tanah dasar. Ada beberapa persamaan yang telah dikembangkan untuk mempridiksi jumlah repetisi beban ini, antar lain persamaan The Asphalt Institute, Shell, dan persamaan yang dirumuskan oleh Finn et al[13]. II.6.1. Retak lelah / Fatigue Kerusakan retak fatik meliputi bentuk perkembangan dari retak di bawah beban berulang dan kegagalan ini biasanya ditemukan saat permukaan perkerasan tertutup oleh keretakan dengan persentase yang tinggi. Pembebanan ulang yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan material menjadi lelah dan dapat menimbulkan cracking walaupun tegangan yang terjadi masih di bawah batas ultimatenya. Untuk material perkerasan, beban berulang berasal dari lintasn beban (as) kendaraan yang terjadi secara terus-menerus, dengan intensitas yang berbeda-beda dan bergantung kepada jenis kendaraan dan terjadi secara random.
27
Universitas Sumatera Utara
Model Retak The Asphalt Institute (1982) Persamaan retak fatik perkerasan lentur untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut[11] : Nf = 0,0796 (εt)-3,291 (E)-0,854...................................(2.3) Nf= jumlah repetisi beban εt= regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan E = modulus elastisitas lapis permukaan Model Retak Shell Pavement Design Manual Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut : Nf = 0,0685 (εt)-5,671 (E1)-2,363 ...................................(2.4) Nf= jumlah beban 18-kip ESALs εt= regangan tarik pada bagian bawah lapisan aspal E = modulus elastisitas lapis permukaan
Model Retak Finn et al Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan
regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut : Log Nf = 15,847 – 3,291 log
– 0,854 log
.....(2.5)
Nf= jumlah repetisi beban εt= regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan E = modulus elastisitas lapis permukaan
28
Universitas Sumatera Utara
II.6.2. Retak Alur / Rutting Retak alur rutting yang terlihat pada permukaan perkerasan, merupakan akumulasi dari semua deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat (pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria rutting merupakan kriteria kedua yang digunakan oleh Metode Analistis-Mekanistik, untuk menyatakan keruntuhan struktur pekerasan akibat beban berulang. Nilai rutting maksimum harus dibatasi, agar tidak membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi rutting tersebut, terutama pada kecepatan tinggi. Deformasi plastis pada campuran beraspal, akibat pembebanan berulang, dapat diukur di laboratorium menggunakan beberapa macam alat, sedangkan total rutting harus dihitung untuk seluruh perkerasan, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi sampai tanah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 % dari total rutting diakibatkan oleh penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah dasar, sehingga critical value kedua dalam Metode Analitis-Mekanistik adalah copression starin yang terjadi pada titik teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat diketahui setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi dibanding retak lelah. Ukuran-ukuran kegagalan yang ada dimaksudkan untuk alur bahwa dapat ditujuksn kebanyakan pada suatu struktur perkerasan yang lemah. Ini umumnya dinyatakan dalam kaitannya dengan menggunakan istilah regangan vertikal (εv) yang berada di atas lapisan tanah dasar.
Model Rutting The Asphalt Institute (1982) Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan
regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah adalah sebagai berikut[12]: Nd = 1,365 x 10-9 (εc)-4,477..................................(2.6)
29
Universitas Sumatera Utara
Nd = jumlah repetisi beban εc = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah
Model Rutting Shell Pavement Design Manual Berdasarkan hasil AASHTO road test,
manual perencanaan
perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut: Nd = 6,15 x 1017(εc)4 ..................................(2.7) Nd = jumlah repetisi beban εc = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah
Model Rutting Finn et al Finn et al mengembangkan model rutting ini untuk perkerasan lentur
dengan menggunakan jumlah repetisi beban 18-kip ESAL, tegangan tekan vertikal, dan defleksi permukaan sebagai berikut :
Lapisan AC < 152 mm (6 inch) Log RR = -5,617 + 4,343 log d – 0,16 log (N18) – log 1.118 (σc)......................................................(2.8)
-
Lapisan AC >152 mm (6 inch) Log RR = -1,173 + 0,717 log d – 0,658 log (N18) – log0,666 (σc).......................................................(2.9) d
= defleksi permukaan,mils (10-3in)
N18=nilai ekivalen dari 18-kips beban sumbu tunggal σc = tegangan tekan vertikal pada pertemuan AC dan subbase atau subgrade II.7 PROGRAM
KENPAVE
DAN
METODE
MANUAL
DESAIN
PERKERASAN JALAN No.22.2/KPTS/Db/2012
30
Universitas Sumatera Utara
II.7.1. Program Kenpave Program Kenpave merupakan software desain perencanaan perkerasa yang dikembangkan oleh Dr. Yang H Huang, P.E. Profesor Emeritus of Civil Engineering University of Kentucky. Software ini ditulis dalam bahasa pemograman Visual Basic dan dapat dijalankan dengan versi Windows 95 atau diatasnya. Program kenpave ini hanya dapat dijalankan dalam operating system windows 95 sampai windows xp profesional service park 2. Program Kenpave yang menyertai buku Yang Huang Edisi Kedua „Pavement Analisis dan Desain‟, adalah versi Windows pengganti empat program DOS dari Layernip, Kenlayer, Slabsinp, dan Kenslap. Layerinp dan Kenlayer merupakan program analisis untuk perkerasan lentur, sedangkan Slabsinp dan Kenslap merupakan program analisis untuk perkerasan kaku[4]. Kontrol program Kenpave adalah pada layar utama yang dapat melakukan berbagai fungsi. Setelah file data dibuat dan diberi nama ( berganti nama), seluruh analisis dan desain dapat diselesaikan hanya dengan mengklik tombol atau menu tanpa keharusan untuk mengetik nama file lagi. II.7.2. Tampilan Utama Program Kenpave Pada tampilan utama program Kenpave terdiri dari dua menu pada bagian atas dan 11 menu bagian bawah. Tiga menu pada bagian kiri digunakan untuk perkerasan lentur, dan lima menu pada bagian kanan untuk perkerasan kaku, dan lainnya untuk tinjauan umum.
31
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Tampilan Awal Kenpave II.7.2.1.
Menu-menu pada Program Kenpave
Data Path Data path merupakan direktori tempat penyimpanan data. Nama yang umum pada direktori ini adlah default C:\KENPAVE\ sebagai nama terdaftar pada proses instalasi. Jika ingin membuat direktori baru untuk menyimpan data file yang dibuat, dapat mengetikkan nama direktori (mis C:\ABC\) di kotak jalur data
32
Universitas Sumatera Utara
Filename Menu Filename akan menampilkan file baru dari Layernip dan Slabsinp. Nama file ditampilkan pada kotak yang juga akan digunkan dalam file lain yang dihasilkan selama pelaksanaan Kenlayer atau Kenslabs
Help Menu help merupakan bantuan yang menjelaskan parameter input dan penggunaan yang tepat dari program yang terdapat pada setiap layar menu, sehingga sangat membantu dan memudahkan pengguna untuk menjalankan program.
Editor Menu editor digunakan untuk memeriksa, mengedit dan cetak data file
Layernip dan Slabsinp Kedua menu ini digunakan untuk membuat data file sebelum Kenlayer atau Kenslabs dapat dijalankan
Kenlayer dan Kenslabs Kedua menu ini merupakan program utama untuk analisa perkerasan dan dapat hanya dapat dijalankan setelah data file telah diisi. Program ini akan membaca dari setiap data masukan dan akan memulai eksekusi\ LGRAPH atau SGRAPH Menu ini dapat digunakan untuk menampilkan grafik rencana dan penampang perkerasan dengan beberapa informasi tentang input dan output
Contour Menu ini berguna untuk plot kontur tekanan atau momen dalam arah x atau y, menu ini digunakan untuk perkerasan kaku.
33
Universitas Sumatera Utara
II.7.3. Program Kenlayer Program Kenlayer hanya dapat diaplikasikan pada jenis perkerasan lentur tanpa sambungan. Dasar dari program ini adalah teori lapis banyak. Teori sistem lapis banyak adalah metode mekanisitik dalam perencanaan perkerasan lentur. Kenlayer dapat diaplikasikan pada perilaku tiap lapis yang berbeda, seperti linear, non linear atau viskoelastis, dan juga empat jenis sumbu roda, yaitu sumbu roda tunggal, roda ganda, sumbu tandem dan sumbu triple. Program ini digunakan untuk menentukan rasio kerusakan menggunakan model tekanan (distress models). Distress model dapat digunakan untuk memprediksi umur perkerasan baru dengan mengasumsi konfigurasi perkerasan. Regangan yang menghasilkan retak dan deformasi telah dianggap bagian penting unruk perkerasan aspal, salah satunya adalah regangan tarik horizontal di bagian bawah lapisan aspal yang menyebabkan kelelahan retak dan regangan tekan vertikal pada permukaan tanah dasar yang menyebabkan deformasi permanen atau rutting. Jika reabilitas atau kemampuan
untuk distress tertentu lebih kecil dari tingkat minimum yang
dibutuhkan konfigursai perkerasan yang diasumsikan harus diubah[14]. II.7.3.1 Menu-Menu Pada Layerinp Pogram Kenlayer Gambar 2.6 menunjukkan tampilan menu Layerinp. Pada menu ini terdapat 11 menu, yang disetiap menunya harus diisi dengan data yang diperlukan. Untuk menu sudah default tidak perlu diisi, karena akan secara otomtis akan menyesuaikan dengan data yg diisi sebelumnya.
34
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Tampilan Layar Layerinp Menu-menu yang ada di dalam Layerinp adalah: a. File Menu ini untuk memilih file yang akan diinput. New untuk file baru dan Old untuk file yang sudah ada. b. General Dalam menu general terdapat beberapa menu yang harus diinput yaitu :
Title
: Judul dari analisa
Matl
: Tipe dari material. (1) jika seluruh lapis merupakan
linear elastis, (2) jika lapisan merupakan non linear elastis, (3) jika lapisan merupakan viskoelastis, (4) jika lapisan merupakan campuran dari ketiga lapisan di atas.
35
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Tampilan Menu General NDAMA
: Analisa kerusakan. (0) jika tidak ada kerusakan
analisis, (1) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout, (2) terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout lebih detail. DEL
: Akurasi hasil analisa. Standar akuras 0.001
NL
: Jumlah layer/lapis, maksimum 19 lapisan
NZ
: (1) untuk vertikal displacement, (5) untuk vertikal
displacement dan nilai regangan, (9) untuk vertikal displacement, nilai regangan dan tegangan NBOND
:
(1)
jika
antar
semua
lapisan
saling
berhubungan/terikat, (2) jika tiap antar lapisan tidak terikat atau gaya geser diabaikan
36
Universitas Sumatera Utara
NUNIT
: satuan yang dugunakan. (0) satuan English, (1) satuan
SI Tabel 2.6 Satuan English dan SI Satuan
Satuan English
Satuan SI
Panjang
Inch
cm
Terkanan
Psi
kPa
Modulus
Psi
kPa
c. Zcoord Jumlah poin yang ada dalam bahan menu ini sama dengan jumlah NZ pada menu General. ZC adalah jarak vertikal atau jarak dalam arah Z dimana jarak tersebut yang akan dianalisa oleh program. Contoh seperti dalam gambar, hal ini berarti yang akan dianalisa oleh prigram adalah pada kedalaman 4 inch dan 8 inch
Gambar 2.8. Tampilan layar Zcoord
37
Universitas Sumatera Utara
d. Layer Jumlah layer yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NL pada menu general. TH adalah tebal tiap layer/ lapis. PR adalah Poisson‟s Ratio tiap layer.
Gambar 2.9. Tampilan Layar Layer e. Interface Menu interface ini berkaitan dengan NBOND yang ada dalam menu General. Jika NBOND = 1, maka menu interface akan default. Jika NBOND = 2, maka menu interface akan keluar seperti pada gambar
38
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10. Tampilan Layar Interface f. Modulli Jumlah period dalam menu ini sama dengan jumlah NPY dalam Menu General. Maksimal period dalam menu ini adalah 12. E adalah modulus elastisitas tiap layer
Gambar 2.11. Gambar Layer Modulli
39
Universitas Sumatera Utara
g. Load Jumlah unit yang ada dalam menu ini sama dengan jumlah NLG dalam menu General. Untuk kolom Load (0) untuk sumbu tunggal roda tunggal, (1) untuk sumbu roda ganda, (2) untuk sumbu roda tandem, (3) untuk sumbu triple. Kolom CR adalah radius kontak pembebanan. Kolom CP adalah nilai beban. Kolom YW dan Xw merupakan jarak antara rode arah y dan arah x. Jika kolom Load = 0, maka kolom YW dan XW = 0. Kolom NR dan NPT adalah jumlah nilai titik yang akan kita tinjau pada lapis perkerasan. h. Parameter seperti Nonlinear, Viscoelastic, Damage, Mohr-Coulomb akan mengikuti nilai dengan mengikuti nilai dengan sendirinya sesuai dengan input nilai yang dimasukkan sebelum data ini. II.7.4. Data Masukan (Input Program KENPAVE) Data yang diperlukan sebagai masukan dalam program KENPAVE adalah data struktur perkerasan yang berkaitan dengan perencanaan tebal perkerasan metode mekanistik teori sistem lapis banyak. Data tersebut antara lain: modulus elastisitas, poisson ratio, tebal lapis perkerasan, dan kondisi beban. Modulus elastisitas dari lapisan permukaan sampai tanah dasar yang telah ditentukan. Data kondisi beban terdiri dari data beban roda P (KN/lbs), data tekanan ban q (Kpa/psi). Data jarak anatara roda ganda d (cm / inch) dan data jari-jari bidang kontak a (cm/inch). Pada penelitian ini digunakan data kondisi beban berdasarkan data yang digunakan di Indonesia[8] sebagai berikut : o Beban kendaraan sumbu standar 18.000 pon/8,16 ton o Tekanan roda satu ban 0,55 Mpa = 5,5 kg/cm2
40
Universitas Sumatera Utara
o Jari-jari bidang kontak 110 mm atau 11 cm o Jarak antar masing-masing sumbu roda ganda = 33 cm Gambar 2.12. Sumbu standar ekivalen di Indonesia
Sumber : Silvia Sukirman 1993 II.7.5. Data Keluaran (Output Program) Data–data yang telah dimasukkan ke dalam program Kenpave akan dijalan kan oleh program. Keluaran dari program tersebut adalah nilai dari tegangan, regangan, dan lendutan. Ada sembilan keluaran dari program ini yaitu vertical deflection, vertical stress, major principal stress, minor principal stress, intermediate principal stress, vertical strain, major principal strain, dan horizontal principal strain. Pada penelitian ini output yang digunakan adalaah vertical strain dan horizontal principal starin untuk selanjutnya digunakan dalam menghitung jumlah repetisi beban berdasatkan analisa keruskan fatigue dan rutting. II.7.6. Tahapan Evaluasi Menggunakan Program Kenpave Tahapan perhitungan evaluasi tebal perkerasan dengan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 dengan menggunakan program Kenpave adalah sebagai berikut :
41
Universitas Sumatera Utara
1. Menentukan data struktur perkerasan yaitu modulus elastisitas, poisson ratio, dan tebal perkerasan berdasarkan perencanaan menggunakan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 2. Hitung parameter dengan menggunakan teori sistem lapis banyak program Kenpave sehingga diperoleh hasil tegangan dan regangan yang terjadi pada struktur perkerasan 3. Nilai regangan tarik horizontal di bawah lapis permukaan perkerasan dapat digunakan untuk mengetahui jumlah repetisi beban Nf dan nilai regangan di bawah lapis pondasi bawah atau permukaan tanah dasar dapat digunakan untuk mengetahui Nd 4. Periksa nilai Nf dan Nd dengan Nrencana yang telah direncanakan 5. Jika nilai Nf atau Nd lebih besar dari nilai Nrencana maka tebal perkerasan yang dihasilkan melalui metode perencanaan Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 mampu menahan beban lalu lintas sesuai dengan yang direncanakan 6. Jika nilai Nf atau Nd lebih kecil dari Nrencana maka tebal perkerasan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 tidak mampu menahan beban lalu lintas yang direncanakan berdasarkan teori sisitem lapis banyak program Kenpave. II.8.
METODE
MANUAL
DESAIN
PERKERASAN
JALAN
No.22.2/KPTS/Db/2012 Dalam metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya merupakan pelengkap desain perkerasan Pd T-01-2002-B atau yang sering disebut metode Bina Marga 2002.
42
Universitas Sumatera Utara
Metode ini secara umum hampir sama dengan Metode Bina Marga 2002, dimana masih dipakai beberapa parameter-parameter pada Metode Bina marga 2002. Namun demikian terdapat beberapa perubahan-perubahan dan penambahan parameter yang digunakan, begitu juga beberapa rumus yang dirubah, sehingga terdapat perubahan yang cukup jelas dalam penentuan nilai tebal perkerasan. Parameter- parameter beikut adalah parameter yang mengalami perubahan dari parameter Bina Marga 2000 maupun ditambah adalah sebagai berikut : II.8.1. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lalin yang valid, bila tidak ada maka dapat mengunakan tabel 3.2 2011-2020 arteri dan perkotaan (%)
>2021-2030
5
4
3.5 2.5 Rural Tabel 2.6 Perkiraan Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai berikut: R=
(
)
Dimana : R
....................................................................(2.10) = pertumbuhan lalu lintas
UR = umur rencana/umur pelayanan (tahun) i
= perkembangan lalu lintas (%)
43
Universitas Sumatera Utara
II.8.2. Faktor distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga ( truk dan bus ) ditetapkan pada tabel 2.8. Beban rencana pada setiap lajur tidak boleh melampaui kapasitas lajur pada setiap tahun selama umur rencana. Jumlah lajur Kendaraan niaga pada lajur rencana setiap arah (% terhadap populasi kendaraan niaga) 1 100 2 80 3 60 4 50 Tabel 2.7 Faktor Distribusi Lajur (DL) II.8.3. Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor) Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan istilah angka ekivalen beban gandar sumbu kendaraan yang digunakan adalah faktor ekivalen beban (VDF). Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting, beban lalu lintas tersebut diperoleh dari : 1. Studi jembatan timbang/timbang statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang didesain 2. Studi jembatan yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan dianggap sukup representatif untuk ruas jalan yang didesain Jika survey beban lalu lintas mrnggunakan survey timbangan portable, sistem harus mempunyai kapasitas beban satu pasangan roda minimum 18 ton atau kapasitas beban satu sumbu minimum 35 ton II.8.4. Beban Sumbu Standar Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu ruas jalan Kelas I. Namun demikian CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu standar 80 kN
44
Universitas Sumatera Utara
II.8.5. Beban Sumbu Standar Kumulatif Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Axle Road (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lau lintas pada lalu lintas rencana selama umur rencana, yang ditentukan sebagai : ESA
= (Ʃjenis kendaraan LHRT x VDF) x DL...............................................(2.11)
CESA = ESA x 365 x R...................................................................(2.12) II.8.6. Traffic Multiplier – Lapisan Aspal Untuk perkerasan lentur, kerusakan yang disebabkan lalu lintas rencana dinyatakan dalam ekivalen Sumbu Standar 80 kN yang lewat. Berdasarkan jalan percobaan AASHTO, percobaan faktor ekivalen beban dihitung sebagai berikut: Kerusakan perkerasan secara umum ESA4 = ( ) ..............................(2.13) Dimana Lij = beban pada sumbu atau kelompok sumbu SL = beban standar untuk sumbu atau sumbu kelompok Kinerja perkerasan lentur dipengaruhi oleh sejumlah faktor, namun tidak semua faktor tersebut tercakup di dalam persamaan diatas, misalnya faktor kelelahan. Kerusakan yang diakibatkan oleh lalu linas dinyatakan dalam ESA4 memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat kelelahan lapisan aspal (asphalt fatigue) akibat overloading yang signifikan. Traffic Multiplier (TM) digunakan untuk mengoreksi ESA4 akibat kelelahan lapisan aspal. Nilai TM kelelahan lapisan aspal (TM
lapisan aspal)
untuk kondisi pembebanan
berlebih di Indonesia adalah berkisar 1,8 – 2. Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk. Untuk desain perkerasan lentur, nilai CESA yang ditentukan harus dikaitkan dengan nilai TM unruk mendapatkan suatu nilai:
45
Universitas Sumatera Utara
CESA5 = (TM x CESA4)...............................................................(2.14) II.8.7. Modulus Bahan Karakteristik modulus bahanuntuk iklim dan kondisi pebebanan di Indonesia diberikan pada tabel 2.9 umtuk bahan berpengikat dan tabel 2.10 untuk bahan berbutir lepas. Modulus lapisan aspal telah ditetapkan berdasarkan kisaran temperatur udara 25º sampai 34º dan Temperatur Perkerasan Tahunan Rata-rata (MAPT) 41º C
Jenis Bahan
Modulus Tipikal
HRS WC HRS BC AC WC AC BC Bahan Bersemen Tanah dasar (disesuaikan musiman)
800 Mpa 900 Mpa 1100 Mpa 1200 Mpa 500 Mpa cracked
koefisien kekuatan(a) 0.28 0.28 0.31 0.31
Poisson'sRatio 0.40
0.2(uncracked) 0.45 (tanahkohesif)
10 x CBR (Mpa)
0.35 (tanah nonkohesif) Tabel 2.8 Karakteristik modulus bahan berpengikat Ketebalan lapisan atas bahan berpengikat
Modulus bahan lapis atas berpengikat (Mpa)
900 (HRS WC/HRS BC)
1100 (AC WC)
40 mm 350 75 mm 350 100 mm 350 125 mm 320 150 mm 280 175 mm 250 200 mm 220 225 mm 180 ≥ 250 mm 150 Tabel 2.9 Karakteristik modulus bahan berbutir lepas
350 350 345 310 280 245 210 175 150
1200 (AC BC) 350 350 345 310 275 240 205 170 150
46
Universitas Sumatera Utara
II.8.8. Drainase Bawah Permukaan Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus disediakan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
Semua lapis pondasi bawah ( sub base) harus terdrainase sempurna
Desain pelebaran perkerasan harus menjamin tersediannya drainase sempurna dari lapisan berbutir terbawah pada perkerasan eksisting
Drainase lateral harus diberikan sepanjang tepi timbunan apabila lintasan aliran dari lapisan sub base ke tepi timbunan lebih dari 300 mm
Apabila ketinggian sub base lebih rendah dari pada ketinggian permukaan tanah sekitarnya, baik di daerah galian ataupun di permukaan tanah sekitarnya, baik di daerah galian ataupun di permukaan tanah asli,maka harus dipasang drainase bawah permukaan (bila memungkinkan keadaan ini dapat dihindari dengan desain geometris yang baik), bila drainase bawah permukaan tidak tersedia maka harus digunakan penyesuaian dengan faktor “m”
Drainase permukaan harus disediakan didekat saluran U dan struktur lain yang menutupi aliran air dari setiap lapisan sub base. Lubang kecil (weep holes) harus ditempatkan secara benar selama konstruksi
Drainase bawah permukaan harus ditempatkan pada kemiringan yang seragam tidak kurang dari 0,5 % sehingga air akan mengalir dengan bebas sepanjang drainase sampai ke titik keluar (outlet point). Selain itu harusjuga
47
Universitas Sumatera Utara
tersedia titik akses untuk membersihkan drainase atau titik pembuangan (discharge point) pada jarak tidak lebih dari 60 m
Level titik masuk dan pembuangan drainase bawah permukaan harus lebuh tinggi dari muka air banjir sesuai standar desain drainase
Untuk jalan 2 jalur terpisah (divided road) dengan superelevasi apabila drainase diarahkan ke median , maka harus diberi sistem drainase bawah permukaan di median tersebut Apabila drainase bawah permukaan tidak dapat diberikan, harus digunakan
koefisien drainase ”m” pada desain ketebalan lapisan berbutir sesuai dengan aturan AASHTO 93 pasal 2.4.1. Perencanaan dalam melakukan desain sedemikian rupa sehingga didapat nilai m ≥ 1.0, dan menghindari desain dengan m ≤ 0 (kecuali kondisi lapangan tidak memungkinkan ). Nilai m sendiri dalam manual ini digunakan untuk memeriksa desain dengan metode AASTHO 1993.
48
Universitas Sumatera Utara