BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Jurnalistik dan Pers Jurnalistik (journalistic) sebagai salah satu disiplin ilmu yang telah mengalami perkembangan yang cukup panjang mulai dari kegiatan pemasangan pamflet pada zaman Romawi kuno, jurnalistik berkembang dari keperluan menyampaikan berita secara sederhana sampai pada berdirinya suatu lembaga jurnalistik. Istilah
jurnalistik
sendiri
bersumber
dari bahasa Belanda
yaitu
journalistiek. Dalam pendekatan bahasa, dikenal pula istilah journalistic atau journalism yang dalam bahasa inggris berarti harian atau setiap hari. Sedang dalam pengertian operasional, menurut Onong U. Effendy, jurnalistik adalah ilmu yang merupakan keterampilan atau kegiatan mengolah bahan berita, mulai dari peliputan sampai kepada penyusunan yang layak disebarluaskan kepada masyarakat.10 Erik Hodgins, redaktur majalah Times, dalam Suhandang, menyatakan bahwa jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini kesana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir yang selalu dapat dibuktikan.11 Sedangkan Ronald E. Wolseley dalam Understanding Magazines, dalam Mappatoto, menyebutkan jurnalistik adalah pengumpulan,
10
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra aditya bakti,2003), H.96 11 Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, & Kode Etik, (Jakarta: Nuansa cendekia, 2004), H.23
11
12
penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi secara umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik, dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.12 Secara umum, jurnalistik dapat diartikan sebagai teknik mengolah berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarkannya kepada khalayak. Apa saja yang terjadi di dunia, apakah itu fakta peristiwa atau pendapat yang diucapkan seseorang, jika
diperkirakan menarik perhatian khalayak, bisa
dijadikan bahan berita untuk dapat disebarluaskan kepada masyarakat, dengan menggunakan sebuah media. Seperti yang dikemukakan Sumadiria, dalam bukunya Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature sebagai berikut: Jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.13 Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa jurnalistik adalah sebuah proses pencarian berita sampai berita tersebar luaskan kepada khalayak dengan menggunakan sebuah media berkala. Suhandang dalam buku Pengantar Jurnalistik, Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik memberikan pengertian jurnalistik sebagai berikut: Jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan
12
Andi Baso, Siaran Pers Suatu Kiat Penulisan, (Jakarta: Gramedia,1993), H.63 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), H.3 13
13
hati dan nurani khalayaknya, sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat, dan perilaku khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya.14 Sedangkan hubungan antara jurnalistik dengan pers adalah pers merupakan suatu lembaga kemasyarakatan yang menjalankan kegiatan jurnalistik. Boleh dikatakan bahwa pers adalah media khusus untuk digunakan dalam mewujudkan dan menyampaikan karya jurnalistik kepada khalayak. Hubungan antara pers dengan jurnalistik seperti yang dikemukakan oleh Suhandang dalam buku Pengantar Jurnalistik, Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik : Secara luas, pers dan jurnalistik merupakan suatu kesatuan (institusi) yang bergerak dalam bidang penyiaran informasi, hiburan, keterangan dan penerangan tadi dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan hati nurani manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan sehari-hari.15 Jelas tampak adanya hubungan yang tak dapat dipisahkan antara pers dengan jurnalistik. Seperti yang dikemukakan Effendy, dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, yakni: Pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang menyebarluaskan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga, karena ia berwujud, konkret, nyata; oleh karena itu ia dapat diberi nama, sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan, daya hidup, menghidupi aspek pers. 16
14 Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik, (Jakarta: Nuansa cendekia, 2004), H.21 15 Ibid.H.23 16 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra aditya bakt, 2003), H.90
14
Maka dari itu, pers dan jurnalistik merupakan dwitunggal. Pers tidak mungkin bisa beroperasi tanpa jurnalistik. Sebaliknya, jurnal tidak akan mungkin mewujudkan suatu karya bernama berita tanpa adanya pers. Peristiwa besar maupun kecil, tindakan organisasi maupun pendapat individu, asal itu dapat menarik massa pembaca, pendengar, ataupun pemirsa, akan menjadi dasar jurnalistik untuk kemudian diolah menjadi berita yang disebarluaskan kepada masyarakat. Lebih lanjut lagi peritiwa akan menjadi berita apabila mempunyai kepentingan bagi masyarakat. 2.2 Tinjauan Majalah Majalah merupakan salah satu bentuk media massa dalam bentuk cetakan selain surat kabar. Sedangkan media cetak diasumsikan sebagai media yang statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Media cetak terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan halaman hitam putih.17 Majalah dalam arti sempit adalah suatu lembaga atau organisasi yang termasuk dalam media cetak, yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik berupa lembaran, karangan dan iklan yang disebarluaskan secara umum. Sebuah majalah, memilki fungsi sebagai bacaan. Sebagai bahan bacaan maka majalah harus memiliki suatu fungsi, yaitu untuk memberikan jawaban kepada rasa ingin tahu pembacanya.
17
Renaldi Kasali, Manajemen PR, (Jakarta: Grafiti, 1994),H.99
15
Majalah-majalah juga diciptakan untuk membawa berita aktual secara tepat, maka majalah juga dipersiapkan dalam waktu yang sangat singkat, namun isinya harus cukup banyak, bervariasi dan penyajiannya harus menarik.18 2.2.1 Karakteristik Majalah Menurut Ardiyanto dan Erdiyana karakteristik dari majalah adalah sebagai berikut: Pertama, reproduksi dari majalah untuk menghasilkan tiap ekslempar majalah mebutuhkan keterlibatan beberapa bagian, seperti Redaksi, Editor, dan lainnya. Kedua, Scope informasi yang disajikan oleh majalah bersifat lebih dalam, nilai aktualitas lebih lama, gambar/foto lebih banyak dan lebih berkualitas. Ketiga, peredaran majalah dimasyarakat melibatkan distributor, agen, dan loper. Keempat, umpan balik terhadap informasi, yang disajikan oleh majalah tidak bisa secara langsung, namun melewati redaksi dan bagiannya.19 Travel Fotografi bisa dikatakan sebuah media cetak majalah karena Travel Fotografi memiliki karakteristik majalah sesuai yang dikemukakan oleh Ardiyanto dan Ediyana. Misalnya reproduksi Majalah Travel Fotografi keterlibatan berbagai bagian seperti redaksi, editor, dan lainnya. Scope informasi yang disajikan oleh majalah Travel Fotografi juga bersifat lebih dalam, nilai aktualitas lebih lama, gambar dan foto lebih banyak dan lebih berkualitas. 2.3 Fotografi Pada dasarnya, Fotografi merupakan karya seni. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, fotografi merupakan seni dan proses pengambilan gambar melalui cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan. Artinya, fotografi 18 19
MC. Quil, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Mitra Media, 1994), H.153 Ardiyanto dan Erdiyana, Komunikasi Massa, (Bandung: Rosdakarya, 2003), H.113
16
adalah teknik melukis dengan cahaya.20 Dalam hal ini, tampak adanya persamaan fotografi dan seni lukis. Perbedaanya terletak pada media yang digunakan oleh kedua teknik tersebut. Seni lukis menggunakan kuas, cat, dan kanvas, sedangkan fotografi menggunakan cahaya (melalui kamera) untuk menghasilkan suatu karya. Giwanda dalam bukunya Panduan Praktik Belajar Fotografi, menyebutkan: Tanpa adanya cahaya, karya seni fotografi tidak akan tercipta. Selain cahaya, film yang diletakkan di dalam kamera yang kedap cahaya memberikan kontrubusi yang cukup besar. Sebuah karya seni akan tercipta jika film ini terekspos oleh cahaya.21 Dalam salah satu unsur yang membedakan ruang lingkup fotografi, yaitu documentary-illustrative photography, yang banyak hubungannya dengan komunikasi, dikenal juga seni memotret dalam cara penyampaian atau penyajian informasi, sehingga selain faktual, sisi artistiknya harus dipikirkan terlebih dahulu sebelum memotret. Sehingga tidak salah jika fotografi erat kaitannya dengan seni. 2.3.1 Teknik Fotografi Komposisi adalah susunan objek foto secara keseluruhan pada bidang gambar agar objek menjadi pusat perhatian (POI=Point of Interest). Dengan mengatur komposisi foto kita juga dapat dan akan membangun mood suatu foto dan keseimbangan keseluruhan objek. Berbicara komposisi maka akan selalu terkait dengan kepekaan dan rasa (sense). Untuk itu sangat diperlukan upaya untuk melatih kepekaan kita agar dapat memotret dengan komposisi yang baik. 20 21
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, 2002 Gian Giwanda, Panduan Praktis Fotografi Digital, (Jakarta: Puspa Swara, 2001), H.2
17
Menurut Yan Hendra dalam artikelnya Teknik Fotografi Komposisi di dalam Nature Fotografi, ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menghasilkan komposisi yang baik, di dalamnya: 1.
Rule Of Thirds (Sepertiga Bagian) Pada aturan umum fotografi, bidang foto sebenarnya dibagi menjadi 9 bagian yang sama. Sepertiga bagian adalah teknik dimana kita menempatkan objek pada sepertiga bagian bidang foto. Hal ini sangat berbeda dengan yang umum dilakukan dimana kita selalu menempatkan objek di tengah-tengah bidang foto.
2.
Sudut Pemotretan (Angle of View) Salah satu unsur yang membangun sebuah komposisi foto adalah sudut pengambilan objek. Sudut pengambilan objek ini sangat ditentukan oleh tujuan pemotretan. Beberapa teknik sudut pengambilan sebuah foto, yaitu: a. Pandangan sebatas mata manusia (eye level viewing) Paling umum, pemotretan sebatas mata pada posisi berdiri, hasilnya wajar/biasa, tidak menimbulkan efek-efek khusus yang terlihat menonjol kecuali efek-efek yang timbul oleh penggunaan lensa tertentu, seperti menggunakan lensa sudut lebar (wide), fisheye, jarak jauh (tele), dan sebagainya. Karena pada umumnya kamera berada sejajar dengan subyek. b. High Angle Pemotretan dilakukan di atas ketinggian mata manusia, kesan efek ini adalah memberi kesan merendahkan, kecil, hina, dan luas.
18
c. Low Angle Pemotretan dilakukan dibawah ketinggian mata manusia, kesan efek ini adalah menimbulkan sosok yang besar, tinggi, kokoh, berwibawa dan angkuh. d. Pandangan Burung (bird eye viewing) Bidikan dari atas, efek yang tampak subyek terlihat rendah, pendek dan kecil. Kesannya seperti kecil/hina terhadap subjek. Manfaatnya seperti untuk menyajikan suatu lokasi atau landscape. e. Pandangan Katak (frog eye viewing) Pandangan sebatas mata katak, angle ini digunakan pada foto peperangan, fauna ataupun flora. f.
Waist level viewing Pemotretan sebatas pinggang. Sudut pengambilan seperti ini sering digunakan untuk foto-foto candid (tersembunyi), tetapi pengambilan foto seperti ini adalah spekulatif.
g. High Handheld Position Pemotretan dengan cara mengangkat kamera tinggi-tinggi dengan kedua tangan dan tanpa membidik. 3.
Komposisi pola garis Diagonal, Horizontal, Vertikal, Curve. Didalam pemotretan Nature, pola garis juga menjadi salah satu unsur yang dapat memperkuat objek foto. Pola garis ini dibangun dari perpaduan elemenelemen lain yang ada didalam suatu foto. Elemen-elemen yang membentuk pola garis ini sebaiknya diletakkan di sepertiga bagian bidang foto. Pola Garis
19
ini dapat membuat komposisi foto menjadi lebih seimbang dinamis dan tidak kaku. 4.
Background dan Foreground Latar belakang dan latar depan adalah benda-benda yang berada di belakang atau didepan objek inti dari suatu foto. Idealnya Background dan Foreground ini merupakan pendukung untuk memperkuat kesan dan fokus perhatian mata kepada objek. Selain itu juga mood suatu foto juga ditentukan dari unsur-unsur yang ada pada Background atau Foreground. Background dan Foreground, seharusnya tidak lebih dominan (terlalu mencolok) daripada objek intinya. Salah satu caranya adalah dengan mengaburkan (Blur) Background dan Foreground melalui pengaturan diafragma.
22
Hal lain yang dapat
menunjang komposisi dan dapat membangun point of interest yaitu oleh pemilihan warna, dalam hal ini warna-warna primer seperti merah, hijau, dan biru, yang dapat langsung menarik perhatian mata kita agar terfokus pada gambar. Sementara Soedjono menjelaskan, teknik pemotretan juga terkait dengan berbagai peralatan dengan berbagai perangkat teknis dan sejenisnya. Dimulai dengan berbagai macam jenis kamera SLR (single lens reflex); box camera; view camera; instamatic camera; movie camera; dan lainnya. Dipadu dengan berbagai jenis lensa dan berbagai filter dengan kemampuan dalam fungsinya untuk
22
Diakses pada tanggal 5 juli 2014, Teknik Komposisi Nature Fotografi http://yanyanhendra.blogspot.com/2010/06/komposisi-didalam-nature-fotografi.html
20
menciptakan beragam imaji fotografi dengan kesan visual dan nilai yang beragam pula. 23 2.4 Foto Jurnalistik 2.4.1 Definisi dan Karakter Foto Jurnalistik Foto jurnalistik, menurut Guru Besar Universitas Missouri, AS, Cliff Edom, adalah paduan kata words dan pictures. Sementara menurut editor majalah LIFE, William Hicks adalah kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan social pembacanya. 24 Ada delapan karakter foto jurnalistik yang menurut Frank P. Hoy, dari Sekolah Jurnalistik dan Telekomunikasi Walter Cronkite, Universitas Arizona, dalam bukunya yang berjudul Photojournalism The Visual Approach, adalah sebagai berikut: Pertama, foto jurnalistik adalah komunikasi melalui foto (communication photography).
Komunikasi
yang
dilakukan
mengekspresikan
pandangan
wartawan foto terhadap suatu subyek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi. Kedua, medium foto jurnalistik adalah media cetak Koran atau majalah, dan media kabel atau satelit juga internet seperti kantor berita (wire service). Ketiga, kegiatan foto jurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita. Keempat, foto jurnalistik adalah paduan dari foto dan teks foto. Kelima, foto jurnalistik mengacu pada manusia. Manusia adalah subjek, sekaligus pembaca foto jurnalistik. Keenam, foto jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak 23 24
Soeprapto Soejono, Pot-pourri Fotografi, (Jakarta: UT, 2007), H.15 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), H.4
21
(mass audience). Ini berarti pesan yang disampaikan harus singkat dan harus segera diterima orang beraneka ragam. Ketujuh, foto jurnalistik juga merupakan hasil kerja editor foto. Kedelapan, tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak memenuhi kebutuhan informasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers (freedom of speech and freedom of press).25 Berita tulis dan berita foto mempunyai pijakan masing-masing dan saling melengkapi. Berita tulis memberikan deskripsi verbal sementara memberikan deskripsi visual . sebagai gambaran, untuk menceritakan besarnya dalam bentuk angka-angka, jelas berita tulis lebih tepat untuk dipakai. Tetapi untuk memberitakan seperti apa indahnya sebuah tempat atau secantik apa wajah seorang bintang sinetron, jelas foto yang lebih bisa berbicara daripada tulisan. Walau begitu, foto jurnalistik usianya lebih muda daripada jurnalistik tulis. Huruf sudah dikenal manusia ribuan tahun yang lalu sementara usia fotografi sendiri belum sampai 200 tahun. Di awal abad belasan, di Inggris sudah mengenal surat kabar. Tapi fotografi baru masuk surat kabar akhir abad 19. Persoalan mengapa foto jurnalistik tertinggal dari jurnalistik tulis semata karena masalah teknologi. Setelah fotografi ditemukan pada awal abad 19, teknologi cetak belum bisa membawa foto ke Koran, yang terjadi adalah foto sebuah kejadian dijadikan berita dengan cara gambar ulang ke sketsa. Demikianlah, foto jurnalistik masih seumur jagung dalam dunia jurnalistik secara umum. Namun perkembangannya sangatlah cepat bahkan kini sudah
25
Ibid.H.4
22
memasuki era fotografi digital. Dengan fotografi digital, begitu tombol rana selesai ditekan selesailah foto. Seorang foto jurnalis bisa mengirim fotonya lewat telepone genggam yang dibawanya ke medan perang. Apa itu foto jurnalistik? Wilson Hick, fotografer majalah LIFE di Amerika Serikat, menjawab dengan teorinya yang terkenal: “foto jurnalistik adalah gambar dan kata”. kata dalam foto jurnalistik adalah teks yang menyertai sebuah foto. Kalau berita tulis dituntut untuk memenuhi kaidah 5w+1h, demikian pula foto jurnalistik. Karena ke enam elemen itu ada dalam satu gambar sekaligus, teks foto diperlukan untuk melengkapinya. Seringkali, tanpa teks foto, sebuah foto jurnalistik menjadi tidak berguna sama sekali. 26 Sekali lagi, penggabungan dua media komunikasi visual dan verbal inilah yang disebut sebagai foto jurnalistik. Suatu ketika kita membaca surat kabar, yang pertama kita lakukan adalah melihat foto yang menarik, membaca teksnya, dan melihat kembali fotonya. Pada hakikatnya foto itu mempunyai kelebihan dibandingkan media oral. Selain mudah diingat, foto juga memiliki efek lain yang timbul jika kita melihatnya. Foto menimbulkan efek bayangan yang lain tergantung siapa, pekerjaan, pengalaman, pendidikan, dan pengetahuan orang yang melihatnya. Menurut Sukatendel, dalam Pratikno, kita dapat mengutarakan pesan dengan baik lewat media ini, karena dianggap foto tidak bisa berbohong.27 Perasaan yang ditimbulkan oleh suatu foto dapat bermacam-macam menurut emosional seseorang, ada yang bersikap acuh, rasa marah, berang, rasa 26
Ibid.H.4 Riyono Pratikno, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi, (Bandung: CV. Remaja Rosdakarya, 1987),H.157
27
23
terancam oleh berita kejahatan yang keji, rasa iba, rasa sayang, rasa resah, rasa terhibur, rasa senang, rasa skeptic (kurang percaya). Keterlibatan emosional ini adalah salah satu dasar untuk diketahui dan diperhatikan oleh setiap redaksi koran, majalah, dan suatu bahan, untuk dimanfaatkan dalam melakukan promosi atau iklan. Begitu pula dengan foto jurnalistik, pertama kali melihat orang tersebut langsung tahu apa yang terjadi atau mengetahui kejadian yang ditampilkan foto tersebut. 2.4.2 Sifat-Sifat Foto Jurnalistik Berdasarkan atas sifat-sifatnya sebagai foto, maka foto mempunyai watak sebagai berikut: Pertama, dia dapat dibuat dengan mudah dan cepat, jika teknik pemotretannya sudah dikuasai oleh wartawannya. Kedua, dia mempunyai daya perekam, yang akurat dan tidak mungkin bohong dalam penguraian detil (selama foto itu tidak diganggu). Untuk itu wartawannya tidak usah bersandar pada ingat, atau mencatat dengan teliti. Ketiga, untuk kejadian-kejadian fisik (dapat dilihat) foto mempunyai keunggulan dalam hal jelasnya menguraikan berita daripada tulisan. Keempat, gambar tidak memerlukan penterjemahan didalam pemberitaan lintas Negara, sedangkan berita yang ditulis perlu diterjemahkan. Kelima, foto lebih kompak daripada berita tulis untuk menjelaskan secara essensi dari suatu berita, sebuah gambar nilainya sama dengan seribu kata. Keenam, dampak sebuah foto berita lebih besar daripada berita tulis, karena respons perasaan manusia, lewat panca indera penglihatan lebih besar, lebih cepat dan mengenai langsung
24
pikiran dan perasaan daripada membaca, yang harus melewati persepsi intelektual, untuk mencapai pengertian, baru ke perasaan.28 Kelahiran foto berita tak dapat dipisahkan oleh rasa keingintahuan manusia. Apalagi salah satu keunggulan foto, yaitu foto dianggap tak bisa berbohong
dan
dapat
menangkap
setiap
detil
penyajian
membuat
perkembangannya begitu cepat. Sebuah foto juga lebih gampang dibaca dibandingkan berita tulis. Sebab, untuk memahami berita, dibutuhkan kemampuan intelektual. Sedangkan foto dapat langsung dipahami karena melibatkan unsur panca indera yang langsung melekat di pikiran dan perasaan pembaca. Dorongan kemajuan teknologi, semakin mebuat foto berita di satu sisi mengalahkan berita tulis. Sebuah gambar mencerminkan beribu kata. Bahkan tak jarang sebuah foto menjadi head line mengalahkan berita tulis. 2.4.3 Jenis Foto Berita A.E Loosley dalam bukunya, The Bussiness of Photojounalism, membagi foto ke dalam tiga jenis: Pertama, hard news : yang merupakan berita-berita utama yang sangat penting dan aktual. Kedua, soft news : berita yang tidak begitu penting, tetapi baik juga untuk disiarkan. Ketiga, filter news : sebagai selingan atau pengisi saja.29 Jadi, dapat dikatakan pembagian ini berdasarkan penting atau tidak pentingnya suatu berita dimuat. Pembagian lain dapat ditinjau dari cara penyajiannya: Spot news: foto tunggal yang meliputi kebakaran, banjir, 28 29
Rusmana, Tanya Jawab Dasar Fotografi, (Bandung: Armico, 1981), H.120 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), H.11
25
kecelakaan dan lain-lain. Photo essay: suatu rangkaian foto yang menggambarkan sesuatu yang agak mendalam. Sering juga disebut sebagai picture story (ada juga yang membedakannya). Photo sequence : suatu rangkaian foto juga, namun dapat dikatakan mendalam. Jadi, hanya suatu peristiwa singkat dengan beberapa foto. Feature photograph : menyangkut kehidupan sehari-hari, namun mengandung human interest.30 Dalam penelitian ini, foto berita yang berada di majalah Travel Fotografi termasuk dalam soft news, karena walau kejadian atau peristiwa yang ditampilkan tidak bersifat aktual, tetapi foto dan beritanya yang dimuat pun tetap baik untuk disiarkan. 2.4.4 Syarat Foto Berita Prof. Bernd. Heydemann, anggota persatuan Jerman untuk fotografi (deutsche gesselscahft fur photographie) telah mengemukakan enam syarat bagi foto berita yang diungkapkan pertama kali dalam kongres D.G.Ph di Munchen. Pertama,
foto
berita
harus
mampu
menonjolkan diri,
melawan
membanjirinya informasi berita (prinsip persaingan). Tidak dikatakan dengan cara yang bagaimana, apakah mencari yang sensasionil, yang menyentuh hati manusia atau dengan cara penyajian yang tidak konvensionil. Kedua, foto berita harus disusun sedemikian rupa, hingga dia mudah diterima oleh pengaruh, tanpa kesukaran mengenalnya. Prinsip berkesan pada panca indera pengamat. Ketiga, foto berita harus mampu menyajikan beritanya dengan kekayaan detail gambar, yang dapat dikenal sebagai penyajian modern (prinsip originalitas). Keempat, foto 30
Riyono Pratikno, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi, (Bandung: CV. Remaja Rosdakarya, 1987), H.157-158
26
berita jangan meyampaikan ulangan-ulangan dari gaya pemberitaan, untuk mencegah efek dari immunisasi. (prinsip pembaruan terus, untuk menghindarkan kebosanan pembaca). Kelima, foto berita harus mampu merangsang daerahdaerah sensitive dari proses penyampaian informasi dalam masyarakat. (proses relasi terhadap sensivitas pengamat). Keenam, foto berita harus benar-benar terjadi. Karena bila terjadi pemalsuan atau penipuan, dalam jangka panjang akan atas dasar pengalaman yang negatif. Prinsip Glaubwurdigkeit Credibility = dapat dipercaya dan di andalkan.31 Sementara Richard H. logan III dalam bukunya, Elements of Photo Reporting, menyebut tiga syarat untuk menghasilkan foto berita yang baik: Have impact, Singleness of purpose dan Universal appeal.32 Secara umum sebuah foto berita yang baik harus memiliki pendekatan universal. sehingga pembaca yang datang dari latar belakang geografis dan pendidikan yang beragam, memiliki pengertian yang sama akan makna foto yang disajikan (singleness of puspose). Untuk mencapai itu, perlu kejelian fotografer dalam merekam setiap aksi yang memiliki kekayaan detail gambar. Jika tidak, foto berita itu akan sulit dipersepsi dengan panca indera, apalagi menyentuh perasaan pembacanya. Sebuah foto berita juga dapat menjadi penyejuk di tengah kebosanan pembaca menekuni padatnya kalimat-kalimat berita tulis. 2.4.5 Penilaian Foto Berita Baik sebagai editor maupun pembaca, tentu kita mengadakan penilaian tentang foto. Penilaian dapat dilakukan dari dua sudut: 31 32
Soelarko, Pengantar Foto Jurnalistik, (Bandung: Karya Nusantara, 1985),H.71 Riyono Pratikno, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi, Bandung: Cv. Remaja Rosdakarya,1987),H.158
27
1. Isi a.
Kebenarannya Apakah foto benar-benar mencerminkan kenyataan? Benar-benar terjadi?
Tidak staged? Ketidak benaran foto sering terjadi karena: - dilakukan trik atau manipulasi - salah caption atau sengaja foto “ditukarkan” - peretusan (retouching) - mengupah orang-orang tertentu untuk di potret b.
Nilai beritanya (news) Dapat dilihat dari objek yang dipotret, momentum, aktualitas.
c.
Cara pengutaraan menurut bahasa fotografi
2. Teknis a.
Pemotretan, pencucian/pengembangan dan pencetakan (tajam/tidaknya)
b.
Presentasinya dalam surat kabar atau majalah (melibatkan proses
reproduksi dan pencetakan).33 Hal tersebut dilakukan agar keaslian foto jurnalistik terjaga dan selain kedua hal diatas, ada juga cara penilaian foto jurnalistik menurut kriteria penilaian lomba foto Kelompok Kerja PWI bidang foto jurnalistik dalam yaitu kehangatan/aktual, faktual, misi, gema, dan atraktif. 2.5 Tinjauan Pariwisata Pariwisata berasal dari dua kata, yakni Pari dan Wisata, Pari dapat diartikan sebagai banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan 33
Riyono Pratikno, Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi, (Bandung: Cv. Remaja Rosdakarya, 1987), H.159
28
Wisata dapat diartikan sebagai perjalanan atau berpergian. Maka kata pariwisata dapat dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari satu tempat ke tempat lain, yang dalam bahasa inggris disebut dengan tour.34 Definisi pariwisata yang ditegas lagi oleh Richard Sihite sebagai berikut: “Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi, tapi semata-mata untuk menikmati pertamasyaan dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam”.35 Pariwisata merupakan bagaian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang relatif kaya pada awal abad ke 20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini tidak hanya di Negara maju tapi mulai dirasakan pula di Negara berkembang. Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdangan luar negeri yang berimbang. Melalui industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah.36 Menurut Nyoman S. Pendit ada beberapa jenis pariwisata yang sudah banyak dikenal, antara lain: Wisata Budaya, yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan cara mengadakan kunjungan ke tempat lain atau luar negeri, mempelajari keadaan 34
Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariwisata, (Bandung: Angkasa, 2000), H.103 Happy Marpaung, Pengetahuan Kepariwisataan, (Bandung: Alfabeta,2002), H.46-47 36 Nyoman S. Pandit, Wisata Konvensi, (Jakarta: Gramedia Pustaka,1999), H.73 35
29
rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, kebudayaan dan seni mereka. Wisata Kesenian, yaitu perjalanan seseorang wisatawan dengan tujuan menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari dimana ia tinggal demi kepentingan beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani. Wisata Olahraga, yaitu wisatawan-wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan berolahraga atau memang sengaja bermaksud mengambil bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu tempat atau Negara. Wisata Komersil, yaitu termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameran-pameran dan pecan raya yang bersifat komersil, seperti pameran industri, pameran dagang dan sebagainya. Wisata Industri yaitu perjalanan yang dilakukan ke suatu komplek atau daerah perindustrian dengan maksud dan tujuan untuk mengadakan peninjauan atau penelitian. Wisata Bahari, yaitu wisata yang banyak dikaitkan dengan danau, pantai dan laut. Wisata Cagar Alam, yaitu jenis wisata yang biasanya diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, yang kelestariannya dilindungi oleh undang-undang. Wisata Bulan Madu, yaitu suatu penyelenggaraan perjalanan bagi pasangan pengantin baru yang sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan.37 Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusahamembangun industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Keragaman dan kekayaan seni budaya Indonesia yang tinggi menjadi kekuatan baru bagi
37
Nyoman S. Pandit, Wisata Konvensi, (Jakarta: Gramedia Pustaka,1999), H.90
30
pengembangan ekonomi kreatif di tanah air. Oleh karena itu, berbagai bidang ekonomi kreatif perlu disosialisasikan oleh oleh media.38 Dalam
konteks
pembangunan
pariwisata
Indonesia,
stakeholders
pariwisata dinilai belum mampu memanfaatkan kekuatan media massa. Media massa memiliki peranan penting untuk menyebarkan informasi, termasuk mengenai pariwisata dan ekonomi kreatif. Selain saranan penyebaran informasi, media massa juga memiliki peranan sebagi saranan penelitian serta dapat dimanfaatkan sebagi bahan pertimbangan keputusan stategis. Indonesia memiliki banyak peluang untuk mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki beragam kekayaan alam dan budaya.39 2.6 Rubrik Eksplorasi Majalah Travel Fotografi Kamera dan Travel adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Jika melakukan perjalanan pelesiran, tentu tentengan wajib adalah kamera. Fungsinya tentu saja untuk melakukan dokumentasi selama liburan tersebut. Sebaliknya, jika memiliki kamera, keinginan untuk melakukan perjalanan dalam rangka memuaskan hobi memotret akan dilakukan. Artinya, keduanya seperti lilin dengan api. Dan, untuk dua hal tersebutlah majalah ini muncul. Travel Fotografi adalah majalah yang akan memberikan informasi komplet mengenai beragam lokasi pelesiran yang cocok didatangi untuk berlibur dan juga memotret. Info soal pelesir yang berpadu dengan info fotografi adalah hal utama yang kami berikan.
38
Diakses 7 juni 2014. http://en.bisnis.com/articles/ekonomi-kreatif-mari-pangestu-berdayakanperan-media-massa. 39 Diakses 2 juni 2014. Media Massa Pegang Peranan Sebarkan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam http://www.budpar.go.id/budpar/asp/detail.asp?c=16&id=1586
31
Majalah Travel Fotografi merupakan salah satu media cetak nasional yang pertama kali terbit 24 November 2013, dan menyebar diberbagai daerah di Indonesia sehingga mudah di akses oleh pembacanya. Majalah Travel Fotografi terbit satu bulan sekali dan setiap edisinya selalu menghadirkan bermacam berita hangat dan berita ringan atau rubrik-rubrik yang sifatnya menghibur, mendidik, dan selalu memberikan informasi dan peristiwa yang berguna bagi pembacanya. Sebagai majalah Nasional, Travel Fotografi selau menjaga kualitas dalam menyajkan karya jurnalistiknya baik melalui berita atau artikel maupun foto atau artikel maupun foto-fotonya. Seperti pada rubrik eksplorasi yang hadir setiap edisinya, rubrik ini merupakan bentuk penyajian informasi seputar pariwisata Nasional yang dihiasi dengan karya foto jurnalistik yang dibuat oleh wartawan foto Travel Fotografi yang disjikan dalam bentuk berita feature. Rubrik eksplorasi dibuat dengan tema dan informasi yang beragam, rubrik ini dibuat dengan tujuan untuk memvisualisasikan tempat-tempat pariwisata di Indonesia agar dapat menarik opini pembacanya sampai ketingkat intelektual maupun emosional sekaligus untuk mempromosikan pariwisata Indonesia ke khalayak luas. Untuk itu peneliti akan melakukan penelitian mengenai proses pembuatan foto jurnalistik pada rubrik eksplorasi edisi spot terbaik bawah laut Nusantara, edisi mudik sambil hunting foto, dan edisi pesona di kepulauan Banyak dengan menggunakan studi deskriptif. Riset analisis proses pembuatan foto jurnalistik
32
mengandung data berdasarkan wawancara, data berdasarkan pengamatan, sebagai partisipan dalam observasi. 2.7 Semiotika 2.7.1 Definisi Semiotika Semiotika sendiri muncul sebagai bidang penyelidikan ilmiah sebelum perang dunia I. tokoh-tokoh yang muncul dalam masa ini adalah Ferdinand De Saussure (1875-1913), seorang ahli linguistic berkebangsaan Swiss, dan Charles Sanders Pierce (1839-1914), seorang filsuf dari Amerika. Sebagian besar karyakarya penting Saussure merupakan kumpulan dari catatan-catatan kuliah yang ditulis oleh para mahasiswanya yang kemudian dibukukan di Universitas Jenewa. Dalam
tulisannya
“Course
In
General
Linguistic”,
Saussure
beragumentasi bahwa sebuah ilmu yang menelaah keberadaan tanda-tanda dalam sebuah masyarakat dapatlah dikukuhkan. Ilmu itu merupakan bagian dari psikologi sosial yang merupakan bagian dari psikologi sosial yang merupakan bagian dari psikologi umum, yang selanjutnya akan disebut dengan semiologi (dari kata Yunani ‘semion’ yang berarti tanda). Semiologi menunjukan apa yang membentuk tanda-tanda, hukum apa yang mengatur tanda-tanda. Di tempat lain, pada saat yang hampir bersamaan Pierce menyatakannya sebagai semiotik, yakni ajaran formal yang niscaya mempelajari tentang tandatanda. Istilah semiologi dan semiotik kurang lebih adalah sama dalam aspek penelitiannya, yakni mempelajari tentang tanda-tanda. Semiologi menurut
33
Saussure seperti dikutip Hidayat, di dasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna, atau selama berfungsi sebagai tanda, di belakangnya terdapat pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Dimana ada tanda disitu ada sistem. 40 Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan, menurut Umberto Eco, tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. 41 Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.42 Secara terminologis, menurut Umberto Eco, semiotik dapat didefinisikan sebagai: Ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Van Zoest mengartikan semiotik sebagai ilmu tanda
(sign)
segala
yang
berhubungan
dengannya,
cara
berfungsinya,
hubungannya dengan kata lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yan mempergunakannnya. Batasan yang lebih jelas dikemukakan oleh Preminger, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial / masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari
sistem-sistem,
aturan-aturan,
konvensi-konvensi
yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.43
40
Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi, Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, No.2 (Oktober, 1998), H.25-26. 41 Alex Sobur, Analisis Text Media, (Bandung: Rosdakarya, 2004), H.95 42 Ibid. H.15 43 Ibid. H.95
34
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda, dan produksi makna. Fungsi dari tanda adalah mengkomunikasikan sebuah pesan yang melibatkan pengirim dan penerima pesan.pesan itu sendiri dimuat dalam sebuah medium dan tunduk kepada seperangkat konvensi atau kode. Tanda dituangkan dalam kode-kode oleh pengirim dan kode itu pun diterjemahkan oleh penerima atau penafsir (interpretant).44 Selanjutnya tanda (sign) dapat dipahami sebagai kajian sudut pandang yang terbagi atas dua undur, yakni penanda (signifier) dan pertanda (signified). Menurut Saussure, seperti dikutip Pradopo. Tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, sperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda disitu ada sistem. Artinya sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indera kita yang disebut dengan signifier bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya disebut signified, bidang pertanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama . jadi, pertanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama.45 Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, kata, huruf, gambar warna, objek, dan sebagainya. Petanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang
44
Tim Penulis Prodi DKV ISI FSR ISI Yogyakarta dan Studio Diskom. 2009. Irama Visual: Dari Toekang Reklame Sampai Komunikator Visual. Jalasutra. 45 Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini, Diterjemahkan oleh Rachmat Djoko Pradopo dari buku A Reader’s Guide to Contemporary Literary Theory, 1991,H.54
35
diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna.46 2.7.2 Semiotika Ferdinand de Saussure Ferdinand de Saussure lahir di jenewa Swiss pada 25 November 1857 dan meninggal pada 22 februari 1913. Selain sebagai seorang ahli linguistic, dia juga seorang spesialis bahasa-bahasa Indo Eropa dan Sanskerta yang menjadi sumber pembaharuan intelektual dalam bidang ilmu sosial dan kemanusiaan. Pandangannya tentang tanda sangat berbeda dengan pandangan para ahli linguistik dizamanya. Saussure justru menyerang pemahaman historis terhadap bahasa yang dikembangkan pada abad ke-19. Saat itu, studi bahasa hanya berfokus kepada perilaku linguistik yang nyata (parole). Studi tersebut menelusuri perkembangan kata-kata dan ekspresi sepanjang sejarah mencari faktor-faktor yang berpengaruh seperti geografi, perpindahan penduduk, dan faktor lain yang mempengaruhi perilaku linguistic manusia.47 Prinsip yang menyatakan bahwa “bahasa adalah suatu sistem tanda dan setiap tanda terdiri dari dua bagian, yakni penanda (signifier) dan petanda (signified)” adalah prinsip penting dalam menangkap hal pokok pada teori Saussure. Bagi Saussure, bahasa adalah suatu sitem tanda (sign). Segala suara, baik manusia, hewan, atau bunyi-bunyi yang lain, akan dikatakan sebagai bahasa
46
47
Ibid. H.57 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Yogyakarta: Jalasutra.2009. H.ix
36
jika ia mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan ide-ide dan pengertianpengertian tertentu.48 Strukturalisme yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure mengacu pada tanda dalam kkonteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan anatara apa yang disebut signifier dan signified. Signified adalah wujud fisik dari tanda (aspek material) yakni apa yang dikatakan atau apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah konsep yang direpresentasikan melalui tanda, yakni pikiran atau aspek mental dari bahasa. Sehingga tanda adalah hasil asosiasi antara signified dan signifier. Gambar 2.1 Elemen-elemen makna Saussure
Saussure menyebut kombinasi konsep dan citra bunyi sebagai tanda, namun dalam penggunaan dewasa ini, dalam istilah umum, hanya dinamakan citra-bunyi. Sebuah kata yang digunakan untuk contoh (arbor [dalam hal ini
48
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya: Bandung.2004.H.46
37
pohon] dsb.), orang cenderung melupakan bahwa kata arbor dianamkan tanda hanya karena tanda tersebut mengandung konsep tentang pohon (tree), akibatnya konsep tentang ide panca indera secara tak langsung menyatakan bagian ide tentang keseluruhan. Ambiguitas akan muncul bila ketiga makna yang tercakup disini ditandai dengan tiga makna yang masing-masing makananya berlawanan satu sama lain. Saya bermaksud memastikan bahwa kata “tanda” (sign) itu untuk menyusun keseluruhan dan untuk menggantikan konsep dan citra bunyi masingmasing dengan “petanda” (signifier) dan “penanda” (signified). Kedua istilah terakhir lebih menguntungkan untuk mengindikasi oposisi keterpisahannya dari aspek yang lain dan dari aspek keseluruhan yang membangunnya.49 Dalam berkomunikasi, sesorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang obyek dan orang lain akan menginterprestasikan tanda tersebut. Obyek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Pierce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan obyek untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “obyek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari kertas”. Sedikitnya ada lima pandangan dari Saussure yang dikemudian hari menjadi peletak dasar Levi-Strauss, yaitu pandangan tentang:
49
Arthur Asa Berger, Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Tiara Wacana: Yogyakarta. 2005. H.12
38
1.
Signifier dan Signified Yang cukup penting dalam menangkap upaya hal pokok pada
teori Saussure adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa itu adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun di dua bagian yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut Saussure bahasa merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara-suara, baik suara manusia, binatang atau bunyi –bunyian atau berfungsi sebagai bahasa bilamana
suara
tersebut
mengekspresikan,
menyatakan,
atau
menyampaikan ide, pengertian tertentu. Untuk itu, suara tersebut mengekspresikan,
menyampaikan
ide-ide,
pengertian-pengertian
tertentu. Untuk itu suara tersebut harus merupakan bagian dari sebuah sistem konvensi, sistem kesepakatan dan merupakan bagian dari sebuah sistem tanda. 2.
Form dan Content Istilah form (bentuk) dan content (materi,isi) ini oleh gleason
(pateda, 1994:35) diistilahkan dengan expression dan content satu berwujud
bunyi
dan
yang
lain
berwujud
ide.
Saussure
membandingkan form dan content dengan permainan catur. Dalam permainan catur, papan dan biji catur itu tidak terlalu penting. Yang penting adalah fungsinya yang dibatasi, aturan-aturan permainanya. Jadi, bahasa berisi sistem nilai, bukan koleksi unsur yang ditentukan oleh materi, tetapi sistem itu ditentukan oleh perbedaannya. 3.
Langue dan Parole
39
Saussure dianggap cukup Recouer karena ialah yang meletakkan dasar perbedaan antara langue dan parole (Recouer, 1976. 2-3) sebagai pendekatan linguistic yang pada gilirannya nanti dapat menunjang pemikirannya, khususnya dalam teori wacana. Hal ini pun diakui Barthes (1996: 80) yang menyatakan bahwa konsep (dikotomis) langue dan parole sangat penting dalam pemikirannya Saussure dan pasti telah membawa pembaruan besar pada linguistik sebelumnya. Saussure membedakan tiga istilah dalam bahasa Perancis: Langage, langue (sistem bahasa) dan parole (kegiatan ujaran). 4.
Synchronic dan Diachronic Menurut Saussure linguistik harus memperhatikan sinkronis
sebelum menghiraukan diakronis. Kedua istilah ini berasal dari Yunani Khronos (waktu) dan dua awalan syn- dan dia- masing-masing berarti “bersamaan” dan “melalui”. Yang dimaksud dengan diakronis adalah menelusuri waktu (Bertens, 2001: 184). Jadi, studi dikronis atas bahasa tertentu adalah deskripsi tentang perkembangan sejarah “melalui waktu”. 5.
Syntagmatic dan Associative Satu lagi strukyur bahasa yang dibahas dalam konsepsi dasar
Saussure tentang sistem pembedaan diantara tanda-tanda adalah mengenai syntagmatic dan associative (paradigmatic), atau antara
40
syntagmatic dan paradigmatic. Hubungan ini terdapat pada kata-kata sebagai rangakaian bunyi-bunyi maupun kata-kata konsep. 2.8 Kerangka Pemikiran Dari uraian konsep-konsep yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis membuat kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.2
Sumber: Olahan Penulis Keterangan gambar: a. Majalah Travel Fotografi adalah sebuah media cetak yang memberikan informasi seputar plesiran (travel) dengan sajian berita yang menarik dan menampilkan foto-foto jurnalistik yang berkualitas.
41
b. Foto Jurnalistik Rubrik Jelajah adalah foto-foto jurnalistik yang terdapat di dalam sebuah rubrik berita majalah Travel Fotografi yang memberikan informasi plesiran tentang wisata domestik di Indonesia. c. Analisis Semiotika, pandangan Ferdinand de Saussure. Menjelaskan makna Signifier dan Signified pada foto-foto jurnalistik yang ada di dalam rubrik eksplorasi pada majalah Travel Fotografi. d. Makna Foto Jurnalistik adalah foto jurnalistik sebagai saksi mata, fotografi jurnalistik sebagai lambang, foto jurnalistik sebagai himbauan dan foto jurnalistik sebagai komentar sosial.