BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Produksi dan Operasi Produksi dalam suatu perusahaan industri merupakan kegiatan yang sangat
penting. Hambatan yang terjadi dalam proses produksi akan menghambat seluruh kegiatan perusahaan, tidak hanya pada bagian produksi tetapi juga pada bagian lainnya seperti pemasaran atau keuangan. Karena pentingnya peranan produksi dalam sebuah perusahaan, maka sangatlah lazim jika perusahaan selalu dan sangat memperhatikan kegiatan produksinya. Dalam rangka mengatur seluruh kegiatan produksi tersebut, perusahaan perlu untuk menerapkan atau menggunakan sistem manajemen yang tepat. Hal tersebut dilakukan agar perusahaan dapat melakukan kegiatan produksinya dengan lancar dan terkendali. Oleh karena itu, manajemen dan produksi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sebuah perusahaan.
2.1.1 Pengertian Manajemen Ada beberapa pengertian manajemen Yang dikemukakan oleh para ahli, sebagai berikut : Pengertian manajemen menurut Pamela S. Lewis, Stephen H. Goodman dan Patricia M. Fondt (2004:5), yaitu : ”Management is the process of administering and coordinating resources effectively and efficiently in an effort to achieve the goals of organization.” Yang berarti : Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam mengatur sumber daya yang dimilikinya agar dapat dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut.
Pengertian manajemen menurut Sofjan Assauri (2004:12), yaitu : “Manajemen adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan atau mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain.” Pengertian manajemen menurut George R. Terry (2003:9), yaitu : “Manajemen merupakan sebuah kegiatan pelaksanaannya disebut managing dan orang yang melakukannya disebut manajer. Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya.” Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan manajemen adalah suatu ilmu, seni, kegiatan atau usaha mengatur sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan.
2.1.2 Pengertian Produksi dan Operasi Kegiatan produksi merupakan unsur yang paling penting dalam sebuah organisasi industri. Produksi memiliki beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, sebagai berikut : Menurut Sofjan Assauri (2004:11), yaitu : “Produksi adalah kegiatan yang mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output), tercakup semua aktivitas atau kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa, serta kegiatankegiatan lain yang mendukung atau menunjang usaha untuk menghasilkan produk tersebut.” Menurut Vincent Gasperzs (2004:3), yaitu : “Produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang mencakup aktivitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri itu.” Dari definisi yang dikemukakan oleh Vincent Gaspersz di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu tugas atau aktivitas dikatakan memiliki nilai
tambah apabila penambahan beberapa input pada tugas itu akan memberikan nilai tambah produk (barang dan / atau jasa). Sistem produksi memiliki beberapa karakteristik berikut : 1.
Mempunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Hal ini berkaitan dengan komponen struktural yang membangun sistem produksi itu.
2.
Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, yaitu menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar.
3.
Mempunyai aktivitas berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi output secara efektif dan efisien.
4.
Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa optimalisasi pengalokasian sumber-sumber daya. Dari beberapa definisi produksi di atas maka dapat dilihat bahwa yang
dimaksud dengan pengertian produksi adalah suatu kegiatan penciptaan barang dan jasa dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki dengan memperhatikan kegiatan-kegiatan pendukung lainnya.
2.1.3 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi Setiap organisasi sangat membutuhkan suatu manajemen yang baik dalam mengatur dan mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa sumber daya yang meliputi modal, mesin, bahan baku dan tenaga kerja. Keterampilan manajer dalam mengelola kegiatan produksi tersebut dapat meningkatkan kegunaan / manfaat dari suatu barang secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, semua kegiatan dan aktivitas dalam proses produksi harus disertai dengan proses manajemen. Sebelum itu ada baiknya kita melihat dulu beberapa definisi manajemen produksi dan operasi yang dikemukakan para ahli, sebagai berikut : Menurut Zulian Yamit (2003:5), yaitu : “Manajemen operasi adalah kegiatan untuk mengolah input melalui proses transformasi atau pengubahan atau konversi sedemikian rupa sehingga menjadi output yang dapat berupa barang atau jasa.”
Menurut Sofjan Assauri (2004:12), yang dimaksud dengan manajemen produksi dan operasi yaitu : “Merupakan kegiatan untuk mengatur dan mengkoordinasikan penggunaan sumber-sumber daya yang berupa sumber daya manusia, sumber daya alat, dan sumber daya dana serta bahan, secara efektif dan efisien untuk menciptakan dan menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa.” Menurut Richard B. Chase, Nicholas J. Aquilano dan F. Robert Jacobs (2001:6) : “Operations Management is defined as the design, operation, and improvement of the systems that create and deliver the firm’s primary products and services.” Yang berarti : Manajemen operasi didefinisikan sebagai desain, operasi dan perbaikan sistem produksi dalam membuat produk atau jasa utama perusahaan. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen operasi adalah kegiatan desain, operasi dan perbaikan sistem produksi dengan menggunakan sumber daya yang ada (meliputi tanah, tenaga kerja, modal dan input manajemen) diubah menjadi output yang diinginkan berupa barang atau jasa. Penekanan dalam manajemen produksi adalah kerangka pengambilan keputusan dalam pelaksanaan fungsi produksi. Adapun fungsi produksi menurut Sofjan Assauri (2004:23) terdiri dari 4(empat) hal utama, yaitu : a. Proses pengolahan, merupakan metode atau teknik yang digunakan untuk pengolahan masukan (input). b. Jasa-jasa penunjang, merupakan sarana yang berupa pengorganisasian yang perlu untuk penetapan teknik dan metode yang akan dijalankan, sehingga proses pengolahan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. c. Perencanaan, merupakan penetapan keterkaitan dan pengorganisasian dari kegiatan produksi dan operasi yang akan dilakukan dalam suatu dasar waktu atau periode tertentu. d. Pengendalian
atau
pengawasan,
merupakan
fungsi
untuk
menjamin
terlaksananya kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, sehingga maksud
dan tujuan untuk penggunaan dan pengolahan masukan (input) pada kenyataannya dapat dilaksanakan. Kegiatan atau usaha tersebut dilakukan se-optimal mungkin untuk mengelola sumber daya dalam mengubah input menjadi output yang mempunyai nilai tambah untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi Agar output barang atau jasa yang dihasilkan mempunyai kualitas yang mampu bersaing dengan baik, kita perlu melaksanakan pengendalian kualitas.
2.2
Pengendalian Kualitas Dalam manajemen operasi, pengendalian kualitas merupakan salah satu
teknik yang perlu dilakukan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan serta memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan sedapat mungkin mempertahankan kualitas produk yang telah sesuai. Kualitas merupakan suatu istilah relatif yang sangat bergantung pada situasi. Ditinjau dari pandangan konsumen, secara subjektif orang mengatakan kualitas adalah sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use). Produk dikatakan berkualitas apabila produk tersebut mempunyai kecocokan penggunaan bagi dirinya. Pandangan lain mengatakan kualitas adalah barang atau jasa yang dapat menaikkan status pada pemakai. Ada juga yang mengatakan barang atau jasa yang memberikan manfaat pada pemakai (measure of utility and usefulness). Kualitas barang atau jasa dapat berkenaan dengan keandalan, ketahanan, waktu yang tepat, penampilannya, integritasnya, kemurniannya, individualitasnya, atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut. Sebelum membahas pengertian pengendalian kualitas terlebih dahulu dikemukakan pengertian pengendalian dan pengertian kualitas menurut beberapa ahli.
2.2.1
Pengertian Pengendalian Menurut Sofjan Assauri (2004:25), pengendalian dan pengawasan
merupakan: “Kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan, dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi, sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai.” Menurut Stephen P. Robin (2003:5), definisi pengendalian adalah : “Control can be defined as the process of monitoring activities to ensure they are being accomplished as planned and correcting any significant deviations.” Yang berarti : Pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses pengawasan aktivitas untuk memastikan bahwa proses tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan yang telah direncanakan dan memperbaiki perbedaan yang signifikan. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diambil suatu simpulan bahwa pengendalian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi aktivitas dan memastikan kinerja yang dilakukan telah sesuai dengan yang direncanakan.
2.2.2
Pengertian Kualitas Menurut Zulian Yamit (2003:347), mengemukakan bahwa kualitas
adalah: “Suatu istilah relatif yang sangat bergantung pada situasi ditinjau dari pandangan konsumen, secara subjektif orang mengatakan kualitas adalah sesuatu yang cocok dengan selera (Fitness for use).” Dalam istilah pembendaharaan Internasional Organization for Standardization (ISO) dikatakan bahwa : “Kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar.” Menurut Ross Johnson dan William O. Winchell dalam buku “Prinsipprinsip manajemen” (2001:92) yang dialih bahasakan oleh Kusnohadi Aryoto, mengemukakan pengertian mutu sebagai berikut :
“Totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhankebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi.”
Menurut Roger G. Schroeder (2000:131), kualitas dapat diartikan sebagai: “Quality is defined here as meeting, or exceeding, customer requirements now and in the future.” Yang berarti : Kualitas disini didefinisikan sebagai kesesuaian atau melebihinya batas permintaan konsumen baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Berdasarkan pengertian - pengertian di atas, maka dapat diambil simpulan bahwa yang dimaksud dengan kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan konsumen baik sekarang maupun di masa yang akan datang.
2.2.2.1 Dimensi Kualitas Menurut Douglas C. Montgomery (2001:2), terdapat 8 (delapan) dimensi kualitas suatu barang, yaitu : 1. Performance Menunjukkan karakteristik utama dari suatu produk. Contoh :
pada suatu Radio , performance berarti kejernihan suara dan
kemampuan untuk menerima siaran. Dalam bidang jasa penerbangan misalnya, performance dapat diartikan sebagai pelayanan yang baik. 2. Reliability Dimensi yang menunjukkan kemungkinan suatu produk dapat berfungsi dengan baik dalam suatu periode waktu tertentu. Biasanya diukur dengan menggunakan waktu rata – rata kegagalan.
3. Durability Merupakan ukuran dari umur suatu produk. Ini biasanya diukur dari waktu daya tahan produk tersebut, dimana produk tersebut lebih baik diganti daripada diperbaiki. 4. Serviceability Merupakan kecepatan, kemampuan dan kemudahan dalam perbaikan. Serviceability ditunjukkan oleh kesiapan dan kemudahan suatu produk pada saat diperbaiki ketika terdapat kerusakan. 5. Aesthetic Ukuran penampilan, rasa, suara, bau dari suatu produk. Hal ini merupakan penilaian individu dan akan berbeda antar konsumen yang satu dengan konsumen yang lain. 6. Features Merupakan karakteristik kedua dari suatu produk yang menambahkan keistimewaan pada produk tersebut. Contoh : pemberian minuman gratis di pesawat dan siklus pengeringan pada mesin cuci. 7. Perceived Quality Konsumen tidak selalu mendapatkan informasi yang lengkap tentang suatu produk atau jasa. Contoh : daya tahan suatu produk tidak dapat diamati secara langsung, tetapi harus dilihat dari berbagai aspek, baik yang dapat diukur maupun yang tidak. Dalam kasus demikian, image, iklan dan merek dagang lebih berperan dalam menunjukkan kualitas itu sendiri. Penilaian terhadap kualitas merupakan inti dari kualitas menurut konsumen. 8. Conformance to Standars Tingkat dimana suatu produk dan jasa telah sesuai dengan spesifikasinya. Contoh : daya tahan bagian mesin dan berat dari sereal yang diperlukan untuk mengisi kotak sereal.
2.2.2.2 Ukuran Kualitas Terdapat 3 (tiga) ukuran kualitas yang dapat digunakan untuk barang, diantaranya : 1.
Kualitas Desain (Design Quality) Kualitas desain barang sangat berhubungan dengan sifat-sifat keunggulan pada saat barang mula-mula diimpikan.
2.
Kualitas Penampilan (Performance Quality) Aspek ini mencakup performa produk dimasa yang akan datang, dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu : a.
Keadaan produk
b.
Perawatan produk
3.
Kualitas yang Memenuhi (Conformance Quality)
Berhubungan dengan apakah produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan/diharapkan, dengan kata lain sejauh mana kualitas sesuai produk dapat dicapai. Terlepas dari komponen yang dijadikan objek pengukuran kualitas, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Fasilitas operasional seperti kondisi fisik bangunan.
2.
Peralatan dan perlengkapan (Tools and Equipment).
3.
Bahan baku/material.
4.
Pekerjaan ataupun staf organisasi.
Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas diuraikan sebagai berikut : 1.
Pasar atau tingkat persaingan
2.
Tujuan organisasi (Organization Obyektives)
3.
Testing produk (Product Testing)
4.
Desain produk (Product Design)
5.
Proses produksi (Production Process)
6.
Kualitas input (Quality of Input)
7.
Perawatan perlengkapan (Equipment Maintenance)
8.
Standar kualitas (Qulality Standard)
9.
Umpan balik konsumen (Customer Feedback).
2.2.3
Pengertian Pengendalian Kualitas Setelah kita mengetahui pengertian pengendalian dan pengertian kualitas,
maka akan dikemukakan pengertian pengendalian kualitas. Berikut ini adalah definisi yang diberikan oleh Sofjan Assauri (2004:210) mengenai pengendalian kualitas : “Pengawasan mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu atau kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan.” Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik simpulan bahwa pengendalian kualitas adalah usaha untuk mempertahankan atau menambah kualitas dari barang yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2.2.4
Tujuan Pengendalian Kualitas Secara terperinci, dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian kualitas
menurut Sofjan Assauri (2004:210) adalah : 1.
Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan.
2.
Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3.
Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
4.
Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin. Jadi, tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan
bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya serendah mungkin.
2.2.5
Langkah – Langkah Pengendalian Kualitas Untuk melaksanakan pengendalian kualitas, terlebih dahulu kita perlu
memahami beberapa langkah dalam melaksanakan pengendalian kualitas. Menurut Roger G. Schroeder (2000;135), untuk mengimplementasikan perencanaan, pengendalian dan pengembangan kualitas melalui siklus kualitas diperlukan langkah – langkah sebagai berikut : 1. Menentukan karakteristik kualitas. 2. Memutuskan bagaimana cara mengukur setiap karakteristik. 3. Menetapkan standar kualitas. 4. Menentukan tes yang tepat untuk tiap – tiap standar. 5. Mencari dan memperbaiki kasus produk berkualitas rendah. 6. Terus – menerus melakukan perbaikan.
2.2.6
Faktor – Faktor Pengendalian Kualitas Menurut Douglas C. Montgomery (2001:26), faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi pengendalian kualitas perusahaan adalah : 1. Kemampuan proses Batas – batas yang ingin dicapai haruslah disesuaikan dengan kemampuan proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam batas – batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada. 2. Spesifikasi yang berlaku Spesifikasi hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat dipastikan dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku dari kedua segi yang telah disebutkan di atas sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai. 3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima Tujuan dilakukan pengendalian suatu proses adalah agar dapat mengurangi produk yang berada di bawah standar seminimal mungkin. Tingkat
pengendalian yang diberlakukan tergantung pada banyaknya produk yang berada di bawah standar yang dapat diterima. 4. Biaya kualitas Biaya kualitas sangat mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam menghasilkan produk. Apabila ingin menghasilkan produk yang berkualitas tinggi guna memuaskan kebutuhan konsumen, maka dibutuhkan biaya kualitas yang relatif lebih besar. a)
Prevention Cost (Biaya Pencegahan) Biaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan produk yang dihasilkan. Biaya ini meliputi biaya yang berhubungan dengan perancangan, pelaksanaan dan pemeliharaan sistem kualitas. Contoh : biaya training karyawan.
b) Detection / Appraisal Cost (Biaya Deteksi / Penilaian) Biaya deteksi adalah biaya yang timbul untuk menentukan apakah produk dan jasa yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan – persyaratan kualitas. Tujuan utama dari fungsi deteksi ini adalah untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan sepanjang proses produksi. Contoh : mencegah pengiriman barang – barang yang tidak sesuai dengan persyaratan kepada para konsumen. c) Internal Failure Cost (Biaya kegagalan internal) Merupakan biaya yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau jasa tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan atau konsumen). Pengukuran biaya kegagalan internal dilakukan dengan menghitung kerusakan produk sebelum meninggalkan pabrik. Contoh : Sisa Bahan.
d) External Failure Cost (Biaya kegagalan eksternal) Merupakan biaya yang terjadi karena produk atau jasa tidak sesuai dengan persyaratan – persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirimkan kepada para pelanggan atau konsumen. Biaya ini merupakan biaya yang paling membahayakan, karena dapat menyebabkan reputasi yang buruk, kehilangan pelanggan dan menurunnya pangsa pasar. Contoh : biaya penarikan kembali produk dan biaya garansi. 2. 3
Pengertian Maintenance Pemeliharaan (maintenance) merupakan fungsi di dalam suatu perusahaan
yang sama pentingnya dengan fungsi produksi, Suatu perencanaan produksi dapat gagal apabila ada salah satu bagian mesin yang mengalami kerusakan atau tidak dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Dengan adanya kegiatan maintenance yang baik, perusahaan dapat mengurangi tingkat kerusakan sehingga mendapat hasil yang optimal karena proses produksi berjalan dengan lanvar. Setiap perusahaan yang menggunakan mesin serta fasilitas lainnya dalam proses produksi tentunya tidak menginginkan adanya waktu yang terbuang karena adanya peralatan yang mengalami kerusakan sehingga kontinuitas dalam proses produksi terganggu, Untuk menjamin adanya kontinuitas dalam proses produksi, maka diperlukan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang meliputi kegiatan perbaikan pada mesin yang ada serta penyesuaian atau penggantian spare part atau penggantian komponen yang rusak, hal ini dilakukan karenan umur peralatan yang sudah tidak ekonomis atau bertambahnya tingkat pemakaian di luar kapasitas yang ada. Menurut Sofjan Assauri dalam bukunya “Manajemen Produksi dan Operasi” (2004:94) sebagai berikut : “Maintenance adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan produksi dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai apa yang
direncanakan”.
Sedangkan menurut Manahan P. Tampubolon, dalam bukunya “Manajemen Operasional” (2004:274) mengatakan bahwa : “Pemeliharaan (maintenance) merupakan semua aktivitas, termasuk menjaga sistem peralatan dan mesin selalu dapat melaksanakan pesanan pekerjaan”. Dari keterangan di atas kita ketahui bahwa maintenance dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas produksi dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar proses produksi dapat berjalan sesuai dengan rencana
2. 3. 1 Peranan Maintenance dalam Manajemen Produksi Dalam pola kegiatan produksi, Maintenance termasuk kepada proses perencanaan serta pengendalian produksi, dimana salah satu kegiatan tersebut adalah menetapkan untuk kerja mesin – mesin tertentu agar sesuai dengan jalur operasi yang telah ditentukan. Pada umumnya apabila terjadi penyimpangan dalam proses produksi di suatu perusahaan, maka manajemen perusahaan khususnya bagian pengendalian produksi akan mengadakan penilaian terhadap penyimpangan yang terjadi pada proses produksi tersebut, selanjutnya tindak lanjut yang dilakukan adalah dengan melakukan perbaikan – perbaikan kecil terhadap mesin dan peralatan produksi, seperti penyetelan kembali atau pemeriksaan pada cara kerja mesin atau peralatan tersebut. Namun apabila penyimpangan yang terjadi cukup besar, maka diperlukan perbaikan – perbaikan atau reparasi terhadap mesin – mesin atau peralatan yang digunakan. Hal tersebut yang menjelaskan peranan maintenance dalam proses produksi adalah untuk menjaga agar tidak terjadi kemcetan – kemacetan yang diakibatkan adanya gangguan – gangguan karena kerusakan mesin atau fasilitas produksi dan agar perusahaan dapat beroperasi secara efektif dan efisien dengan mengurangi kemacetan dalam proses produksi pada kegiatan perusahaan.
2. 3. 2 Fungsi Maintenance Secara umum, masalah maintenance sering terabaikan sehingga kegiatan maintenance tidak teratur, yang ada apabila peralatan mengalami kerusakan sehingga dapat menggangu kapasitas produksi perusahaan. Dengan demikian kegiatan maintenance harus dilakukan secara konsisten. sasaran utama fungsi maintenance dijelaskan oleh Manahan P. Tampubolon dalam bukunya “Manajemen Operasional”(2004:250) sebagai berikut : 1. Menjaga kemampuan dan stabilitas produksi di dalam mendukung proses konversi. 2. Mempertahankan kualitas produksi pada tingkat tertentu. 3. Mengurangi pemakaian dan penyimpangan di luar batas yang di tentukan, serta menjaga modal yang diinvestasikan pada peralatan serta mesin, selama waktu tertentu dapat terjamin dan produktif. 4. Mengusahakan tingkat biaya maintenance yang rendah, dengan harapan maintenance yang dilakukan dapat berjalan efektif dan efisien. 5. Menghindari
kegiatan
maintenance
yang
dapat
membahayakan
keselamatan karyawan. 6. Mengadakan kerja sama dengan semua fungsi utama dalam perusahaan agar dapat tercapai tujuan utama perusahaan (Return Of Investment) yang baik, dengan biaya yang rendah.
2. 3. 3 Jenis Maintenance Kegiatan maintenance sendiri pada prinsipnya terbagi ke dalam dua jenis berbeda yaitu Preventive Maintenance dan Corrective Maintenance. a. Preventive Maintenance Definisi
preventive
maintenance
sendiri
menurut
Manahan
P.
Tampubolon dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Operasional” (2004:250) adalah sebagai berikut : “Pemeliharaan preventive merupakan kegiatan pemeliharaan atau perawatan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang tidak terduga yang menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan pada proses produksi”.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kegiatan preventive maintenance dilakukan sebagai pencegahan dari kerusakan yang akan terjadi pada waktu proses produksi. Sofjan Assauri dalam bukunya “Manajemen Produksi dan Operasi” (2004:95)
membedakan
jenis
preventive
maintenance
menjadi
routine
maintenance dan periodic maintenance. 1. Routine maintenance Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin dalam jangka waktu yang relatif pendek misalnya: setiap hari, sebagai contoh pemeliharaan rutin adalah pembersihan peralatan, pelumasan (lubrcation), atau pengecekan oli serta pengecekan bahan bakarnya dan termasuk pemanasan dari mesin – mesin beberapa menit sebelum dipakai berproduksi sepanjang hari. 2. Periodic Maintenance Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu. Contoh: setiap minggu atau setiap satu bulan sekali dan meningkat menjadi satu tahun sekali dan seterusnya seperti itu. Periodic Maintenance dapat dilakukan dengan memakai lamanya jam kerja mesin atau kapasitas mesin tersebut sebagai jadwal kegiatan, misalnya 100 jam mesin sekali, lalu meningkat 500 jam mesin sekali dan seterusnya.Sebagai contoh dari kegiatan periodic maintenance adalah
pembongkaran
di
bagian
aliran bensin penyetelan katup – katup, pemasukan dan pengeluaran silinder mesin dan pembongkaran mesin
tersebut untuk penggantian pelor roda
(bearing) serta service atau overhault besar maupun kecil. Tujuan Preventive Maintenance dikutip dari buku berjudul “Manajemen Operasi” (2001:305) oleh Suyadi Prawirosentono adalah agar terjamin hal – hal berikut : 1. Keamanan mesin, operator atau tenaga maintenance Untuk setiap mesin yang terdapat di dalam pabrik, sudah ada ketentuan mengenai mesin tersebut misalnya temperatur air, angin dan oli tidak
boleh
melebihi
standar
yang
ditentukan,
sedangkan
untuk
operator harus memperhatikan alat – alat pengaman yang ada di dalam mesin tersebut. 2. Kelancaran mesin Pemberian minyak pelumas secara teratur dan pemeriksaan mesin secara teratur dan berkala bertujuan agar dapat menjaga kelancaran mesin. 3. Mutu Produk Menjaga mutu produk bertujuan untuk memenuhi standar mutu utama dengan menekan tingkat kerusakan produk seminimal mungkin. Hal ini dilakukan dengan cara mempertahankan tingkat produktivitas kerja dan memenuhi spesifikasi kerja yang telah ditentukan serta ketelitian dan kecermatan yang didukung oleh tekad dan kemauan yang tinggi. Untk mencapai mutu yang tinggi tersebut, maka bagian maintenance akan menjaga agar pabrik tetap beroperasi secara efisien dengan menghindari hambatan sekecil mungkin, sehingga produk dapat diantarkan kepada pelanggan tepat waktunya, dan pada akhirnya setiap bulan dihitung persentase kerusakan yang terjadi. 4. Kebersihan mesin serta lingkingan sekitarnya. Lantai sekitar mesin harus bersih dari lumuran minyak yang berlebihan pada waktu melaksanakan pelumasan serta bebas dari sampah yang berserakan, hal ini untuk menghindari kecelakaan bagi pekerja (operator),
serta menciptakan kenyamanan di lingkungan kerja.
Sedangkan kebersihan mesin dijaga dengan cara membersihkan mesin tersebut serta diadakan pengecatan kembali. Sedangkan prosedur pelaksanaan preventive maintenance yaitu FITCAL yang terdiri atas : a. Feel Biasanya yang lebih berpengalaman dan jelas merasakan adanya kelainan pada mesin yang sedang berjalan adalah bagian operator maintenance. Apabila gejala kerusakan timbul, maka maintenance mempunyai kewajiban untuk mengambil tindakan pencegahan. Selain dengan merasakan,
gejala – gejala kerusakan dapat juga diketahui dengan cara melihat, mendengarkan, meraba dan mencium. Maintenance man yang mendengarkan kelainan pada bunyi salah satu mesin, sering kali dapat mengetahui bagian mana di dalam mesin tersebut yang mengalami kerusakan. b. Inspection Inspeksi dilakukan untuk mengetahui apakah senua pekerjaan dapat diselesaikan sebagaimana mestinya, Tindakan itu dapat dilaksanakan secara bisual atau dengan bantuan alat – alat ukur. Kebersihan preventive maintenance juga tergantung pada inspeksi ini kemungkinan dapat
berakibat
fatal,
bahkan
hingga mengakibatkan terhentinya proses produksi. Misalnya suatu gejala yang masuk ke dalam taraf kerusakan ringan,apabila dibiarkan dapat berpengaruh kepada keseluruhan unit mesi sehingga akan terjadi kerusakan mesin. Jadi seluruh kegiatan inspeksi perlu disusun ke dalam satu program yang lengkap dengan penjadwalan kerjanya, sebagai alat untuk diadakan pencatatan yang dilakukan melalui kartu pemeriksaan (inspection order). c. Tight Pengencangan dilakukan terhadap bagian yang longgar, sebagai akibat dari adanya getaran, gesekan pada waktu mesin sedang berjalan, jadi semua baut– baut longgar. Kelonggaran tersebut dapat memperlambat gerakan – gerakan roda yang lebih berat lagi dan juga dapat memacetkan mesin disamping atau mengakibatkan kecelakaan pada operatornya. d. Clean Pekerjaan membersihkan tidak dapat dikesampingkan begitu saja dalam kegiatan maintenance karena kegiatan membersihkan mesin yang sedang berjalan dapat menghindarkan timbulnya kemacetan. Kegiatan lainnya yang juga tergolong ke dalam kegiatan membersihkan adalah pengecatan pada bagian tertentu dari suatu mesin yang dapat mencegah adanya bagian mesin yang berkarat.
e. Adjusment Penyetelan dilakukan terhadap bagian – bagian yang cara kerjanya dapat berubah–ubah. Biasanya hal ini terjadi pada saat setelah dilakukan pemasangan salah satu bagian yang selesai diperbaiki, bagian ini harus disusun dan disesuaikan dengan bagian yang lain sesuai dengan konstruksi mesin. f. Lubrication Pelumasan dilakukan untuk mencegah terjadinya keausan dan laju kerusakan yang begitu cepat serta kerugian daya dan tenaga yang terlalu besar. Umumnya yang dilumasi adalah bagian – bagian yang sering bergesekan satu sama lain, pelumasan juga dilakukan sebagai pendingin agar terjadinya kemacetan dapat dikurangi kemungkinan terjadinya. Kemacetan dapat terjadi, jika material tersebut kehabisan daya, selain itu naiknya temperatur dalam berbagai hal merupakan sumber dari kecelakaan serta kebakaran.Maka kegiatan pelumasan harus dilaksanakan secara teratur dan teliti melalui perencanaan dan pengontrolan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pelumasan adalah : 1. Kadar dan jenis pelumas yang digunakan. 2. Jumlah atau takaran minyak pelumas yang dibutuhkan. 3. Bagian – bagian yang harus dberi pelumas. 4. Sistem pelumasan yang biasanya didasarkan normal. Dengan demikian FITCAL yang dilkukan pada kegiatan preventive maintenance merupakan salah satu usaha mempertahankan efisiensi dan efektivitas pendayagunaan mesin. b. Corrective Maintenance / Breakdown Maintenance Definisi Corrective Maintenance menurut Manahan P. Tampubolon dalam bukunya yang berjudul “Maintenance Operasional” (2004:251) adalah sebagai berikut : “Pemeliharaan korektif (breakdown maintenance) merupakan kegiatan pemeliharaan yang dilkukan setelah terjadinya kerusakan atau terjadi kelainan pada fasilitas dan peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik”. Berdasarkan kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa breakdown maintenance dilaksanakan setelah fasilitas dan peralatan yang digunakan
mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan dengan baik dan sebagaimana mestinya. Perbaikan yang dilakukan disebabkan karena adanya kerusakan yang terjadi akibat tidak dilaksanakannya preventive maintenance atau ada kesalahan pada saat melaksanakan preventive maintenance atau pada waktu fasilitas maupun mesin telah sampai pada beban puncaknya.
Jadi breakdown maintenance sifatnya hanya dilakukan setelah terjadinya kerusakan terlebih dahulu, baru diadakan perbaikan, sedangkan meksud dari kegiatan ini adalah mengembalikan keadaan fasilitas atau mesin pada keadaan sebelumnya, serta memperpanjang umur ekonomis mesin atau fasilitas hingga kerusakan selanjutnya.